Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Pembelajaran Konstruktivisme

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul: “Efektivitas Model Siklus Belajar PDEODE Pada Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit Dalam Meningkatkan Keterampilan Prediksi Siswa”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah, “Bagaimanakah efektivitas model siklus belajar PDEODE pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit dalam meningkatkan keterampilan prediksi siswa?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas model siklus belajar PDEODE pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit dalam meningkatkan keterampilan prediksi siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa: Dapat melatih keterampilan prediksi siswa sehingga pengetahuan akan lebih bermakna khususnya pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. 2. Bagi guru dan calon guru: Memberi inspirasi dan referensi pembelajaran secara langsung bagi guru dalam membelajarkan materi kimia dengan menerapkan model siklus belajar PDEODE, terutama pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. 3. Bagi sekolah: Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah, khususnya di SMA Persada Bandar Lampung.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar tujuan penelitian yang akan dilakukan dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan batasan-batasan atau ruang lingkup dalam penelitian. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Lokasi penelitian ini adalah SMA Persada Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011-2012. 2. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan an- tara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran ditunjukkan dengan gain yang signifikan. 3. Model siklus belajar PDEODE terdapat enam tahap yaitu : memprediksi, berdiskusi, menjelaskan, observasi, diskusi dan penjelasan. 4. Keterampilan prediksi dalam penelitian ini merupakan indikator dalam ke- terampilan proses sains tingkat dasar yang meliputi kemampuan meramalkan dengan menggunakan polapola hasil pengamatan, mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati. 5. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa di terapkan oleh guru kimia di SMA Persada Bandar Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner Nur dalam Trianto 2010. Menurut Piaget Dahar 1988, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia ber- interaksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisik- nya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengem- bangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut ”skema” atau pola tingkah laku. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget Dahar 1988, yaitu struktur, isi dan fungsi. a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkem- bangan struktur-struktur. b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu orga- nisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistemsistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi, terhadap lingku- ngan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Lebih lanjut, Piaget Dahar, 1988 mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengala- man baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifika- sikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimi- lasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahanpergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Dengan kata lain, asimilasi merupa- kan salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat me- ngasimilasikan pengalaman yang baru dengan schemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan disequilibrium. Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang disequilibrium-equilibrium. Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan SekarWinahyu 2001 konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Agar siswa mampu mengkons- truksi pengetahuan, maka diperlukan: 1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali penga- laman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan menge- nai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya. 3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain selective conscience. Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben- tukan pengetahuannya. Proses belajar yang bercirikan konstruktivisme menurut para konstruktivis adalah sebagai berikut : 1. Belajar berarti membentuk makna 2. Konstruksi berarti sesuatu hal yang sedang dipelajari terjadi dalam proses yang terus menerus. 3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari itu, yaitu pengembangan pemikiran dengan menbuatpengertian baru. 4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. 5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan lingkungannya. 6. Hasil belajar sesorang bergantung pada apa yang telah diketahui peserta didik konsep, tujuan, motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari menurut Paul Suparno dalam Indrawati 2009. Proses belajar menurut konstruktivisme, dipandang dari aspek konstruktivistik, aspek belajar, peranan guru, sarana belajar dan evaluasi belajar adalah sebagai berikut : 1. Proses belajar jika dipandang dari proses kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung secara satu arah dari luar kedalam diri siswa, tetapi kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya. 2. Peranan siswa sebagai subyek yang aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyususn konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. 3. Peranan guru, sebagai fasilitator dalam membantu siswa mengkonstruksi pengetahuannya. 4. Sarana belajar di sediakan agar proses pengkonstruksian siswa berjalan dengan lancar. 5. Evaluasi, pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, dan aktifitas lain yang bersumber pada pengalaman Mahmudin, 2010.

B. Model Siklus Belajar PDEODE

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL SIKLUS PEMBELAJARAN PDEODE DALAM MATERI LARUTAN ELEKROLIT DAN NON-ELEKTROLIT UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI

0 17 56

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

2 28 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

0 23 53

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN INFERENSI PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT SERTA REDOKS

2 45 50

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN

0 6 42

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

1 17 48

EFEKTIVITAS MODEL PLGI PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

1 14 49

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR ORISINIL

6 28 47

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERATING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

1 11 56

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBEDAKAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

2 30 57