ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI JAGUNG DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(1)

PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI JAGUNG DI KECAMATAN NATAR

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

Dian Komala Sari

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PERTANIAN

pada Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI JAGUNG DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN

LAMPUNG SELATAN

Oleh

Dian Komala Sari

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis: (1) pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar, (2) distribusi pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar, (3) tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jagung dan (4) faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif (deskriptif) dan analisis kuantitatif (statistik).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) rata-rata total pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar sebesar Rp23,791,838.24 /tahun (2) distribusi pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar sudah merata dengan nilai Indeks Gini sebesar 0.31 (Oshima) dan 28,05 % (Bank Dunia) atau berada pada tingkat ketimpangan yang rendah. (3) berdasarkan kriteria BPS rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar masuk dalam kategori sejahtera sebanyak 70,59 %, dan sebanyak 29,42 % rumah tangga petani yang belum sejahtera. Menurut kriteria Sajogyo, petani jagung di Kecamatan Natar yang berada dalam kategori hidup layak sebesar 23,53%, kategori cukup sebesar 60,78 % dan kategori nyaris miskin sebesar 15,69% (4) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan petani jagung adalah pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga dan pendidikan kepala keluarga.

Kata Kunci : Pendapatan rumahtangga, Tingkat kesejahteraan, Distribusi pendapatan, Jagung,dan Gini rasio


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 10

C. Kegunaan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... ... 12

A. Tinjauan Pustaka ... 12

1. Konsep Usahatani ... 12

2. Teori Pendapatan ... 13

a. Pendapatan Usahatani ... 14

b. Pendapatan Rumah Tangga ... 16

3. Teori Distribusi Pendapatan ... 17

4. Teori Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga ... 19

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani ... 22

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 24

C. Kerangka Pemikiran ... 26

D. Hipotesis ... 28

III. METODE PENELITIAN ... ... 30

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 30

B. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian ... 34

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 36

D. Metode Analisis Data ... 37

1. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 37

2. Analisis Distribusi Pendapatan ... 38

3. Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga ... 40

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Petani ... 46


(6)

1. Keadaan Goegrafis ... 48

2. Keadaan Iklim ... 49

3. Keadaan Demografi ... 49

4. Keadaan Umum Pertanian ... 50

B. Keadaan Umum Kecamatan Natar ... 51

1. Keadaan Geografis ... 51

2. Keadaan Demografi ... 51

3. Keadaan Pertanian ... 52

C. Keadaan Umum Desa Muara Putih, Desa Merak Batin, dan Desa Krawang Sari ... 54

1. Letak Geografis ... 54

2. Keadaan Demografi... ... 55

3. Keadaan Pertanian ... 56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. ... 58

A. Keadaan Umum Petani Responden ... 58

1. Umur Petani Responden ... 58

2. Pendidikan Petani responden ... 59

3. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden ... 60

4. Pengalaman Berusahatani Petani Responden ... 61

5. Pekerjaan Sampingan Petani Responden ... 62

6. Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan Petani Responden ... 64

B. Keragaan Usaha Tani ... 65

1. Pola Tanam Petani Jagung di Kecamatan Natar... .. 65

2. Produksi dan Budidaya Jagung di Kecamatan Natar ... 65

C. Penggunaan Sarana Produksi ... 67

1. Penggunaan Benih ... 67

2. Penggunaan Pupuk ... 69

3. Penggunaan Pestisida ... 72

4. Penggunaan Tenaga Kerja ... 74

5. Penggunaan Peralatan ... 76

D. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani Jagung ... 77

1. Pendapatan Usahatani Dari Kegiatan Budidaya (On Farm) ... 77

a. Pendapatan Usahatani Jagung ... 77

b. Pendapatan Usahatani Non Jagung ... 80

2. Pendapatan Di Luar Kegiatan Usahatani (Off Farm) ... 81

3. Pendapatan Usaha Non Pertanian (Non Farm) ... 83

E. Analisis Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 86

F. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Petani ... 89

1. Berdasarkan Kriteria Sajogyo (1997)/ Pendekatan Pengeluaran Rumah Tangga Petani ... 89

2. Berdasarkan Kriteria Badan Pusat Statistik (BPS)/Pendekatan Tujuh Indikator ... 94


(7)

G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan

Rumah Tangga ... 104

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 107

A. Kesimpulan ... 107

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... ... 110

LAMPIRAN... ... 113


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani. Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani tersebut tergantung pada tingkat pendapatan usahatani dan surplus yang dihasilkan oleh sektor itu sendiri. Dengan demikian, tingkat pendapatan usahatani, disamping merupakan penentu utama kesejahteraan rumah tangga tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan

pertumbuhan ekonomi.

Menurut Mosher (1987), hal yang paling penting dari kesejahteraan adalah pendapatan rumah tangga, sebab beberapa aspek dari kesejahteraan rumah tangga tergantung pada tingkat pendapatan. Pemenuhan kebutuhan dibatasi oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

berpendapatan rendah. Semakin tinggi pendapatan maka persentase

pengeluaran untuk pangan akan semakin berkurang. Dengan kata lain, apabila terjadi peningkatan pendapatan dan peningkatan tersebut tidak merubah pola konsumsi maka rumah tangga tersebut sejahtera. Sebaliknya, apabila

peningkatan pendapatan dapat merubah pola konsumsi maka rumah tangga tersebut tidak sejahtera (BPS, 2011).


(9)

2

Tingkat kesejahteraan rumah tangga erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan merupakan indikator yang dapat menggambarkan taraf kesejahteraan kehidupan masyarakat secara umum (BPS, 2012). Kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan permasalahan yang besar dan mendasar yang banyak dihadapi oleh negara–negara

berkembang termasuk Indonesia dan menjadi agenda utama di dalam upaya pengkajian dan pemecahan permasalahan pembangunan pertanian.

Hingga saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dengan tingkat produktivitas dan pendapatan usaha yang relatif rendah. Usaha pertanian memiliki ketergantungan yang lebih tinggi dengan alam, sehingga menghadapi risiko yang relatif besar. Komoditas pertanian juga memiliki karakteristik seperti bersifat musiman, mudah rusak, kaku dan membutuhkan tempat, hal ini yang menjadi masalah bagi petani.

Pada tahun 2012, jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 28,07 juta jiwa, dimana konsentrasi penduduk miskin terbesar terdapat di wilayah pedesaan dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Penduduk miskin di wilayah

pedesaan didominasi oleh penduduk yang mata pencahariannya sebagai petani atau di sektor pertanian (BPS, 2013). Kondisi yang demikian membuat peran serta sektor pertanian dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat kembali dipertanyakan. Padahal sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor ini. Bertolak-belakang dengan keadaan sebenarnya, seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia


(10)

merupakan negara agraris yang seharusnya sektor pertanian merupakan sumber pendapatan yang utama bagi masyarakat Indonesia.

Provinsi Lampung merupakan provinsi termiskin kelima secara nasional dan kedua di wilayah Indonesia bagian barat setelah Provinsi Sumatera Utara. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung banyak terkonsentrasi di wilayah pedesaan. Salah satu ciri penduduk desa adalah sumber mata pencahariannya sebagai petani. Fakta diatas menunjukkan bahwa rumah tangga yang menjadi penyumbang penduduk miskin di Provinsi Lampung adalah rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung menurut daerah tahun 2010-2012 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung menurut daerah, tahun 2010-2012

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Ribu)

Kota Desa Kota + Desa

2010 337,94 961,06 1.299,00

2011 333,01 930,05 1.263,06

2012 301,70 925,40 1.227,10

Sumber: Badan Pusat Statistik Lampung, Susenas Panel, 2010-2012 Tabel 1 menunjukan bahwa persentase penduduk miskin lebih banyak terdapat di wilayah perdesaan dibandingkan wilayah perkotaan. Penduduk miskin di Provinsi Lampung terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Semakin menurunnya jumlah penduduk miskin tidak berarti berpengaruh secara signifikan pada sektor pertanian, pasalnya petani masih menjadi mayoritas penduduk miskin di Indonesia.


(11)

4

Salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung yang memiliki jumlah penduduk miskin dalam jumlah yang tinggi adalah Kabupaten Lampung Selatan. Jumlah penduduk miskin Provinsi Lampung menurut Kabupaten tahun 2012 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah dan persentase penduduk miskin Provinsi Lampung menurut Kabupaten, tahun 2012

No Kabupaten Jumlah Penduduk

Miskin (000) Presentasi Penduduk Miskin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Pringsewu

Tulang Bawang Barat Mesuji Bandar Lampung Metro 64,80 88,40 176,4 180,8 169,3 148,6 69,2 38,8 73,5 41,0 17,3 14,6 116,3 18,10 15,30 16,10 18,19 18,59 14,96 25,17 16,54 5,43 18,01 11,01 6,73 7,69 12,65 12,09 Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2013

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 176,4 ribu jiwa, yaitu jumlah penduduk miskin terbanyak kedua setelah Kabupaten Lampung Timur. Kondisi tersebut bertolak belakang dengan kenyataan bahwa Kabupaten Lampung Selatan merupakan kabupaten yang menjadi sentra beberapa komoditas unggulan seperti jagung, padi, singkong, dan sebagainya. Sejalan dengan sasaran pembangunan pertanian, pemerintah berupaya


(12)

lebih beragam lewat program diversifikasi pangan untuk menekan tingkat kemiskinan penduduk yang mayoritas tinggal di wilayah pedesaan dan umumnya bekerja di sektor pertanian. Program diversifikasi pangan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani dan menambah

kesempatan kerja di pedesaan (Sastraatmadja, 2005).

Salah satu komoditi yang sangat penting dan sejalan dengan kerangka

diversifikasi pangan adalah palawija. Palawija merupakan salah satu komoditi subsektor tanaman pangan yang penting dan telah mendapat perhatian

pemerintah, khususnya tanaman jagung.

Jagung (Zea mays L) merupakan bahan pangan potensial masa depan dalam tatanan pengembangan agribisnis dan agroindustri. Jagung adalah salah satu komoditas palawija yang menyediakan sumber karbohidrat terbesar kedua setelah beras. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga dimanfaatkan untuk pakan ternak dan industri pangan olahan. Meningkatnya kebutuhan jagung akan berimbas pada meningkatnya permintaan pasar yang berdampak pada terbukanya peluang usaha dan peningkatan produksi pada tingkat usahatani. Berdasarkan sumber daya yang dimiliki, Indonesia sebenarnya mampu berswasembada jagung, dan bahkan mampu menjadi pemasok jagung di pasar dunia. Provinsi Lampung juga memiliki peluang untuk menjadi pemasok jagung terbesar di Indonesia dalam rangka swasembada jagung nasional, hal ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 dimana produksi jagung di Provinsi Lampung sebesar 1.760.275


(13)

6

ton dan menepati urutan ketiga dibawah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Salah satu kabupaten yang menjadi sentra produksi jagung di provinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Selatan. Produksi dan luas panen jagung di Provinsi Lampung pada tahun 2012 menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi dan luas panen jagung di Provinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota, tahun 2012.

No Kabupaten/Kota Produksi

(ton) Luas Panen (ha) 1 2 Lampung Barat Tanggamus 16.488 31.340 4.151 6.228

3 Lampung Selatan 529.028 105.252

4 Lampung Timur 481.637 96.220

5 Lampung Tengah 373.276 74.134

6 Lampung Utara 122.103 29.467

7 Way Kanan 70.972 17.025

8 Tulang Bawang 7.114 1.702

9 Pesawaran 90.555 18.204

10 Pringsewu 28.102 5.667

11 12

Mesuji

Tulang Bwg Barat

2.202 5.749

461 1.407

13 Bandar Lampung 985 193

14 Metro 719 152

Lampung 1.760.275

360.264 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 2012 produksi jagung di Kabupaten Lampung Selatan sebesar 529.028 ton dan merupakan sentra produksi jagung tertinggi di Provinsi Lampung. Dengan demikian, Kabupaten Lampung Selatan berpotensi besar untuk menjadi daerah penghasil jagung utama di tingkat provinsi, sehingga produksi jagung di daerah ini perlu terus


(14)

ditingkatkan seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk serta laju permintaan jagung.

Kecamatan Natar merupakan salah satu sentra produksi jagung di Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Natar mempunyai potensi luas usahatani jagung yang besar dan didukung oleh keadaan tanah dan iklim yang tepat untuk usahatani jagung (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Selatan, 2012). Perkembangan luas panen dan produksi komoditas jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2011 dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan luas panen dan produksi komoditas jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, tahun 2011.

Kecamatan Luas Panen (ha) Produksi

(ton)

Natar 11.190 56.140,2

Jati Agung 9.900 49.823,6

Tanjung bintang 4.331 22.559,6

Tanjung sari 2.170 11.294,9

Katibung 4.500 23.682,2

Merbaumataram 5.351 28.265,9

Way Sulan 3.118 16.313,4

Sido Mulyo 6.309 33.119,0

Candipuro 5.405 28.340,1

Way Panji 4.192 22.114,0

Kalianda 7.860 41.015,8

Rajabasa 223 1.148,7

Palas 7.367 37.191,1

Sragi 6.187 31.224,0

Penengahan 15.896 82.165,1

Ketapang 16.425 83.197,4

Bakauheni 6.168 3.200

Jumlah 116.632 599.998, 8

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Lampung Selatan


(15)

8

Tabel 4 menunjukkan bahwa Kecamatan Natar merupakan sentra produksi jagung ketiga setelah Kecamatan Ketapang dan Penengahan. Komoditas jagung di Kecamatan Natar perlu diusahakan dalam skala relatif luas agar suplai dapat terpenuhi, baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu, dengan terpenuhinya permintaan jagung diharapkan pengembangan usaha tani jagung mampu meningkatkan pendapatan petani sebagai produsen.

Kabupaten Lampung Selatan adalah kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak kedua setelah Kabupaten Lampung Timur. Bertolak belakang dengan kenyataan bahwa Kabupaten Lampung Selatan merupakan kabupaten yang menjadi sentra komoditas jagung tertinggi di Provinsi Lampung. Kecamatan Natar merupakan salah satu sentra produksi jagung di Kabupaten Lampung Selatan. Di Kecamatan Natar, umumnya petani menguasai lahan yang relatif sempit. Selain itu, petani juga dihadapkan pada keterbatasan kepemilikan berbagai sumber daya, seperti sumber daya alam (tanah, lahan, air, dan lain-lain), sumber daya manusia (pendidikan, keterampilan, dan lain-lain), dan sumber daya ekonomi (pendapatan, modal, dan lain-lain). Kondisi ini tentu akan mempengaruhi tingkat pendapatan dan kemampuan petani dalam mencukupi kebutuhan dasar rumah tangganya.

Pendapatan dari usahatani saja sering tidak mencukupi kebutuhan dasar rumah-tangga. Selain itu, sifat pertanian yang musiman dan terbatasnya pendapatan dari sektor pertanian menyebabkan rumah tangga di perdesaan mencari pekerjaan di luar sektor pertanian seperti berdagang, wiraswasta,


(16)

buruh, dan lain-lain untuk meningkatkan kesejahteraannya. Terkait kondisi sosial ekonomi masyarakat tani jagung di Kecamatan Natar, menarik kiranya untuk dilakukan suatu kajian untuk mendapatkan informasi tentang tingkat pendapatan dan kesejahteraan petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

Pendapatan penduduk sebagai salah satu indikator kesejahteraan seringkali dijadikan sebagai sasaran akhir pembangunan nasional suatu negara. Oleh karena itu pemahaman mengenai struktur dan distribusi pendapatan

masyarakat merupakan kajian yang akan bermanfaat bagi pengambil

kebijakan di semua sektor pembangunan. Dalam kajian struktur pendapatan, pemilahan sumber pendapatan rumah tangga menurut sektor dan sub-sektor bermanfaat untuk memahami potensi dan arah kebijakan pengembangan bagi sektor dan sub-sektor yang perlu diprioritaskan penanganannya sehubungan dengan peningkatan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja di suatu wilayah. Selain itu, analisis tentang distribusi pendapatan penduduk juga berguna untuk memahami tingkat ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan yang ada diantara berbagai golongan pendapatan.

Teori ekonomi menjelaskan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari persentase pengeluaran rumah tangganya yang disetarakan dengan pengeluaran beras per kapita per tahunnya, kemudian disetarakan dengan harga beras rata-rata di daerah setempat (Sajogyo, 1997). Tingkat

pengeluaran rumah tangga akan berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung pada golongan tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, status sosial,


(17)

10

harga pangan, proses distribusi, dan prinsip pangan. Indikator dari BPS yang meliputi informasi tentang kependudukan, kemiskinan, kesehatan, pendidikan, konsumsi, perumahan, ketenagakerjaan, sosial budaya, dan lain lain juga digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

(1) Berapakah pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan?

(2) Bagaimana distribusi pendapatan petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan?

(3)Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan?

(4)Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:

(1) Pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

(2) Distribusi pendapatan petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

(3) Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.


(18)

(4) Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi:

(1) Pemerintah, sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan kebijakan pertanian yang berhubungan dengan masalah pengentasan kemiskinan dan peningkatan taraf hidup petani di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

(2) Petani jagung, sebagai bahan pertimbangan dalam mengelola usaha rumah tangga, baik usahatani maupun non usahatani, guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

(3) Peneliti lain, sebagai bahan pembanding atau pustaka untuk penelitian sejenis.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep usahatani

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Usahatani merupakan pekerjaan manusia, dimana sekelompok individu melakukan bercocok tanam pada suatu wilayah tertentu. Usahatani bukan lawan kata dari farm management, karena bagaimana pun usaha tani merupakan usaha semata-mata menuju keuntungan walaupun bagaimana bentuknya (Hernanto, 1994). Usahatani terdiri dari (1) lahan/tanah diatasnya tumbuh tanaman, ternak, ikan, dan tanah yang dapat berupa kolam, (2) bangunan (rumah, kandang, gudang, dan lantai), (3) alat-alat pertanian (cangkul, parang, gancu, traktor, dll), (4) tenaga kerja, dan (5) adanya perencanaan usahatani (Mubyarto, 1989).


(20)

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa pendapatan usaha tani atau

keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya produksi. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harganya (harga produk tersebut), sedangkan biaya produksi merupakan hasil perkalian antara jumlah faktor produksi dengan harganya (harga faktor produksi tersebut).

Menurut Mubyarto (1989), usahatani dapat diketahui menguntungkan atau tidak secara ekonomi melalui analisis Return Cost Ratio (R/C rasio). R/C merupakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Usahatani dikatakan menguntungkan jika penerimaan yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan biaya produksi, dimana perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi selalu lebih besar dari satu.

2. Teori Pendapatan

Menurut Hernanto (1994), pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan

merupakan pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani ditambah dengan pendapatan yang berasal dari kegiatan diluar usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input) yang dihitung dalam per bulan, per tahun, atau per musim tanam. Pendapatan luar usahatani adalah pendapatan yang

diperoleh dari kegiatan diluar usahatani seperti buruh, berdagang, mengojek, dan lain-lain.


(21)

14

Hernanto (1994) menyatakan bahwa besarnya pendapatan yang akan

diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha, pertanaman, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan usahatani, petani berharap dapat meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Harga dan

produktivitas merupakan sumber dari faktor ketidakpastian, sehingga bila harga dan produksi berubah maka pendapatan yang diterima petani juga berubah (Soekartawi, 1995).

a. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua pengertian, yaitu

(1) pendapatan kotor, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam usahatani selama satu tahun yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan atau pertukaran hasil produksi yang dinilai dalam rupiah berdasarkan harga per satuan berat pada saat pemungutan hasil, (2) pendapatan bersih, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam satu tahun dikurangi dengan biaya produksi selama proses produksi. Biaya produksi meliputi biaya riil tenaga kerja dan biaya riil sarana produksi.

Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan

pengeluaran atau biaya yang dimaksudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dikeluarkan pada proses produksi tersebut.


(22)

Produksi berkaitan dengan penerimaan dan biaya produksi, penerimaan tersebut diterima petani karena masih harus dikurangi dengan biaya produksi yaitu keseluruhan biaya yang dipakai dalam proses produksi tersebut

(Mubyarto, 1989).

Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi. Secara matematis untuk menghitung pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut :

π = Y. Py –Σ Xi.Pxi – BTT Keterangan :

π = Pendapatan (Rp) Y = Hasil produksi (Kg) Py = Harga hasil produksi (Rp) Xi = Faktor produksi (i = 1,2,3,….,n) Pxi = Harga faktor produksi ke-i (Rp) BTT = Biaya tetap total (Rp)

Untuk mengetahui usahatani menguntungkan atau tidak secara ekonomi dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan antara penerimaan dengan biaya (Revenue Cost Ratio). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

R/C = PT / BT Keterangan:

R/C = Nisbah penerimaan dan biaya PT = Penerimaan Total (Rp) BT = Biaya Total (Rp)


(23)

16

Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

a. Jika R/C > 1, maka usahatani mengalami keuntungan karena penerimaan lebih besar dari biaya.

b. Jika R/C < 1, maka usahatani mengalami kerugian karena penerimaan lebih kecil dari biaya

c. Jika R/C = 1, maka usahatani mengalami impas karena penerimaan sama dengan biaya.

b. Pendapatan Rumah Tangga

Menurut Mosher (1987), tolak ukur yang sangat penting untuk melihat kesejahteraan petani adalah pendapatan rumah tangga, sebab beberapa aspek dari kesejahteraan tergantung pada tingkat pendapatan petani. Besarnya pendapatan petani itu sendiri akan mempengaruhi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi yaitu, pangan, sandang, papan, kesehatan dan lapangan kerja.

Tingkat pendapatan rumah tangga merupakan indikator yang penting untuk mengetahui tingkat hidup rumah tangga. Umumnya pendapatan rumah tangga di pedesaan tidak berasal dari satu sumber, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Tingkat pendapatan tersebut diduga dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga petani.

Tingkat pendapatan yang rendah mengharuskan anggota rumah tangga untuk bekerja atau berusaha lebih giat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan keluarga diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya modal yang dimiliki petani. Semakin besar pendapatan keluarga petani cenderung lebih berani menanggung resiko. Pendapatan besar


(24)

mencerminkan tersedianya dana yang cukup untuk usahatani selanjutnya dan pendapatan yang rendah menyebabkan menurunnya investasi dan upaya penumpukan modal.

Sumber pendapatan rumah tangga digolongkan kedalam dua sektor, yaitu sektor pertanian dan non pertanian. Sumber pendapatan dari sektor pertanian dapat dirincikan lagi menjadi pendapatan dari usahatani, ternak, buruh petani, menyewakan lahan dan bagi hasil. Sumber pendapatan dari sektor non pertanian dibedakan menjadi pendapatan dari industri rumah tangga, perdagangan, pegawai, jasa, buruh non pertanian serta buruh subsektor pertanian lainnya (Sajogyo, 1997).

3. Teori Distribusi Pendapatan

Analisis distribusi pendapatan dimaksudkan untuk menelaah perolehan pendapatan antar berbagai individu atau kelompok orang, keluarga dan antar wilayah. Analisis untuk mengetahui distribusi pendapatan yang sering digunakan adalah Gini Ratio. Gini Ratio (Indeks Gini)adalah suatu variabel yang dinamis dan dapat berubah-ubah menurut waktu, daerah dan sektor usaha yang ada dalam suatu wilayah tertentu. Rumus untuk menghitung angka Gini adalah sebagai berikut :

k

i

i i Y

Y f i

GR 1 1

Keterangan :

GR = Bilangan Gini yang besarnya berkisar antara 0 sampai 1 ditulis sampai 4 angka di belakang koma


(25)

18

Yi = Persentase kumulatif pendapatan yang diterima sampai dengan kelompok ke-i

K = Jumlah kelompok penerima pendapatan 1 = konstanta

Untuk memberikan penilaian tinggi rendahnya ketimpangan distribusi pendapatan tersebut dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

(a) Indeks Gini kurang dari 0,4 menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan yang rendah,

(b) Indeks Gini antara 0,4–0,5 menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan sedang,

(c) Indeks Gini lebih besar atau sama dengan 0,5 menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan yang tinggi. Makin mendekati nol berarti makin baik distribusinya, sebaliknya makin mendekati satu, distribusi

pendapatan makin buruk atau timpang.

Dari hasil perhitungan menggunakan Indeks Gini dapat digambarkan kedalam sebuah metode grafis untuk melihat distribusi secara menyeluruh. Metode grafis berupa kurva disebut Kurva Lorentz. Kurva Lorentz diperoleh dengan menghubungkan variabel frekuensi penerima pendapatan dan persen atau relatif yang diakumulasikan sebagai sumbu vertikal, dengan variabel pendapatan yang sudah di kelompokan atau digolongkan dalam percentiles

sebagai sumbu horizontal. Kurva Lorentz juga dapat menggambarkan kriteria Bank Dunia dan Kuznet Index (KI).


(26)

Menurut Todaro (1993), untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan Kurva Lorentz harus dipadu dengan kriteria Bank Dunia dan Kuznet Index (KI). Berdasarkan kriteria Bank Dunia dapat dilihat apabila 40 % penerima pendapatan terbawah menerima lebih dari (>17 %) total pendapatan maka distribusi pendapatan berada pada ketimpangan rendah demikian sebaliknya apabila 40 % penerima pendapatan terbawah menerima kurang dari (<17 %) total pendapatan maka distribusi pendapatan berada pada ketimpangan tinggi. Kuznet Index mengklasifikasikan apabila 10 % penerima pendapatan teratas menerima kurang dari (<40 %) total pendapatan maka distribusi pendapatan berada pada ketimpangan rendah demikian sebaliknya apabila 10 % penerima pendapatan teratas menerima lebih dari (>40 %) total pendapatan maka distribusi pendapatan berada pada ketimpangan tinggi.

% Pendapatan kumulatif

% Penerima pendapatan Keterangan:

- Kurva Lorentz: adalah kurva ABCDEF - Garis pemerataan sempurna: adalah garis AF

- Garis ketidakmerataan sempurna adalah garis segitiga AGF


(27)

20

4. Teori Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

Terdapat beberapa parameter yang umum digunakan untuk menentukan tingkat kesejahteraan, yaitu menurut Sajogyo (1997) dan Badan Pusat Statistik (2007). Menurut Sajogyo (1997), kriteria kesejahteraan didasarkan pada pengeluaran per kapita per tahun, miskin apabila pengeluarannya lebih rendah nilai tukar 320 kg beras untuk daerah pedesaan, miskin sekali apabila pengeluarannya lebih rendah dari nilai tukar 240 kg beras untuk daerah pedesaan, dan paling miskin apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 180 kg beras untuk daerah pedesaan.

Menurut Badan Pusat Statistik (2007), Kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup. Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat melalui suatu aspek tertentu. Oleh karena itu,

kesejahteraan rakyat dapat diamati dari berbagai aspek yang spesifik yaitu: a. Kependudukan

Penduduk merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan, karena dengan kemampuannya mereka dapat mengelola sumber daya alam sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan keluarganya secara berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi tetapi dapat pula menjadi beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah. Oleh sebab itu, dalam menangani masalah kependudukan, pemerintah tidak saja mengarahkan


(28)

pada upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

b. Kesehatan dan gizi

Kesehatan dan gizi merupakan bagian dari indikator kesejahteraan penduduk dalam hal kualitas fisik. Kesehatan dan gizi berguna untuk melihat gambaran tentang kemajuan upaya peningkatan dan status kesehatan masyarakat dapat dilihat dari penolong persalinan bayi, ketersediaan sarana kesehatan, dan jenis pengobatan yang dilakukan. c. Pendidikan

Maju tidaknya suatu bangsa terletak pada kondisi tingkat pendidikan masyarakatnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin majulah bangsa tersebut. Pemerintah berharap tingkat pendidikan anak semakin membaik, dan tentunya akan berdampak pada tingkat

kesejahteraan penduduk. d. Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting untuk menunjukkan kesejahteraan masyarakat dengan indikator keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan diantaranya adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

e. Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga

Pengeluaran rumah tangga juga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi


(29)

22

pendapatan, maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya tinggi.

f. Perumahan dan lingkungan

Manusia membutuhkan rumah disamping sebagai tempat untuk berteduh atau berlindung dari hujan dan panas juga menjadi tempat berkumpulnya para penghuni yang merupakan satu ikatan keluarga. Secara umum, kualitas rumah tinggal menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga, dimana kualitas tersebut ditentukan oleh fisik rumah tersebut yang dapat terlihat dari fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai fasilitas yang mencerminkan kesejahteraan rumah tangga tersebut diantaranya dapat terlihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, dan fasilitas tempat buang air besar.

g. Sosial, dan lain-lain

Indikator sosial lainnya yang mencerminkan kesejahteraan adalah persentase penduduk yang melakukan perjalanan wisata, persentase penduduk yang menikmati informasi dan hiburan meliputi menonton televisi, mendengarkan radio, membaca surat kabar, dan mengakses internet.


(30)

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan menurut Iskandar (2007) dan Sumarwan (2004), yaitu banyak dipengaruhi oleh faktor internal meliputi: pendapatan, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, dan umur kepala keluarga.

(1) Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga merupakan total dari anggota yang terdiri dari suami, istri, anak, orang tua, mertua dan lainnya yang tinggal dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi barang dan jasa. Jumlah anggota keluarga yang kecil akan menyebabkan beban keluarga berkurang sehingga tanggungan keluarga menjadi lebih kecil. Keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga kecil mempunyai peluang sejahtera lebih tinggi dibandingkan keluarga dengan jumlah anggota keluarga lebih besar.

(2) Usia Kepala Keluarga

Usia keluarga menentukan tingkat kesejahteraan suatu keluarga. Semakin lama usia keluarga kemungkinan sejahtera keluarga tersebut akan lebih tinggi. Penelitian Iskandar (2007) menyatakan bahwa umur suami yang muda (produktif) mempunyai peluang untuk sejahtera sebanyak 0,928 kali lebih tinggi dibandingkan dengan umur suami yang sudah tua (tidak produktif). Umur isteri yang tua mempunyai peluang untuk sejahtera sebanyak 1,077 kali lebih tinggi dibandingkan umur isteri muda.


(31)

24

(3) Pendidikan

Pendidikan adalah karakteristik penting dalam menentukan pekerjaan dan pendapatan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang juga akan

mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah (Sumarwan, 2004). Rendahnya tingkat pendidikan dapat menyebabkan terbatasnya akses kepala keluarga pada kegiatan produktif, dengan kata lain kepala keluarga mempunyai peluang sangat kecil untuk bekerja di sektor pekerjaan yang produktif

(4) Pendapatan dan Pekerjaan

Pendapatan dalam ekonomi diartikan sebagai aliran barang ekonomi yang berasal dari proses produksi pada waktu tertentu. Pendapatan merupakn imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang telah dilakukannya untuk mencari nafkah (Sumarwan, 2004).

Pendapatan yang diterima oleh keluarga merupakan penjumlahan dari pendapatan yang diperoleh dari masing-masing anggota keluarga, dengan pendapatan tersebut keluarga memenuhi kegiatan konsumsinya. Menurut Sumarwan (2004) pendapatan yang diterima seseorang berdasarkan penjumlahan dari gaji pokok, tunjangan, bonus, serta pendapatan lainnya. Faktor yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga petani adalah besarnya penghasilan dari non usaha tani, pengeluaran usaha tani, pengeluaran untuk benih, pengeluaran obat-obatan, pengeluaran tenaga


(32)

kerja, produktivitas lahan, luas garapan, ukuran keluarga, daerah asal dan tingkat pendidikan.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Irawan (2011), mengenai Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani pada

Agroekosistem Marjinal Tipe Sawah Tadah Hujan dan Lahan Kering di Kabupaten Lampung Selatan, hasil dari penelitian ini adalah rata-rata pendapatan rumah tangga petani pada agroekosistem sawah tadah hujan sebesar Rp20.339.340,60/tahun sedangkan pendapatan rumah tangga petani pada agroekosistem lahan kering sebesar Rp28.529.687,78/tahun, dan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani berdasarkan kriteria Sajogyo (1997), pada agroekosistem sawah tadah hujan dan lahan kering masih terdapat rumah tangga petani yang masuk dalam kategori miskin (6,90 % dan 4,30 %) dan nyaris miskin (20,69 % dan 34,78 %), sedangkan berdasarkan berdasarkan kriteria BPS (2007) rumah tangga petani pada agroekosistem sawah tadah hujan yang masuk dalam kategori belum sejahtera sebanyak 34,48 %, sedangkan pada lahan kering sebanyak 43,48 % rumah tangga petani yang belum sejahtera.

Penelitian Agustina (2001) yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani

Jagung Hibrida dan Non-Hibrida serta Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhinya di Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah”

menyebutkan bahwa penggunaan benih jagung varietas hibrida memberikan keuntungan bagi petani. Berdasarkan regresi analisis faktor-faktor yang


(33)

26

mempengaruhi keuntungan petani yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa luas lahan, biaya produksi, hasil produksi, penggunaan benih unggul, dan frekuensi mengikuti penyuluhan berpengaruh nyata terhadap keuntungan petani.

Larasati (2011), melakukan penelitian mengenai pendapatan dan

kesejahteraan rumah tangga petani jagung hibrida pasca reforma agraria di Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah. Berdasarkan

penelitian tersebut, peneliti mengemukakan bahwa sumber pendapatan rumah tangga petani peserta reforma agraria di Desa Sidorejo Kecamaran Bangun Rejo diperoleh dari penjumlahan pendapatan usahatani jagung hibrida, pendapatan non usahatani jagung hibrida, dan pendapatan usaha non pertanian. Lebih lanjut, Larasati menyatakan bahwa sumber pendapatan yang termasuk non usahatani jagung hibrida adalah usahatani padi,

sedangkan yang menjadi usaha non pertanian dari petani responden adalah yang mengikuti program reforma agraria adalah pekerjaan sebagai buruh tani, industri rumah tangga, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan sebagai pedagang. Hal ini membuktikan bahwa sumber pendapatan rumah tangga petani sebagai pemenuh kebutuhan seluruh anggota keluarga berasal lebih dari satu sumber pendapatan. Sedangkan dari seluruh sumber pendapatan yang dilakukan oleh petani responden, terdapat satu sumber pendapatan utama yaitu sebagai petani jagung hibrida.


(34)

C. Kerangka Pemikiran

Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak kedua setelah Kabupaten Lampung Timur. Padahal Kabupaten Lampung Selatan

merupakan kabupaten yang memiliki potensi besar di bidang pertanian seperti sentra penghasil beberapa komoditas unggulan seperti jagung, padi, dan singkong. Namun kondisi tersebut tidak menjadikan Kabupaten Lampung Selatan bebas dari kemiskinan, khususnya penduduk yang hidup di wilayah pedesaan yang mata pencaharian utamanya sebagai petani.

Kecamatan Natar merupakan salah satu daerah sentra produksi jagung di Kabupaten Lampung Selatan. Permintaan jagung diperkirakan akan terus mengalami peningkatan sehingga berpeluang menjadi komoditas yang sangat menguntungkan.

Petani berusaha untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin dengan cara berproduksi lebih dari satu tanaman/komoditas dan juga melakukan kegiatan lain diluar pertanian. Diversifikasi pendapatan tersebut berasal dari aktivitas usahatani jagung dan non jagung (on farm), aktivitas non usahatani (off farm), serta usaha di luar sektor pertanian (non farm).

Pendapatan yang diperoleh petani jagung umumnya dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya, untuk konsumsi pangan dan bukan pangan. Tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari pola

pengeluaran rumah tangga tersebut.

Besarnya pendapatan dan pengeluaran ditambah indikator lainnya termasuk di dalamnya kondisi sosial ekonomi merupakan dasar untuk mengukur tingkat


(35)

28

kesejahteraan rumah tangga petani berdasarkan kriteria kemiskinan dari Sajogyo yaitu mengenai pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan pengeluaran beras per kapita per tahunnya dan indikator dari BPS yang meliputi informasi tentang kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, konsumsi, perumahan, dan sosial budaya.

Penelitian ini mencoba mengkaji seberapa besar tingkat pendapatan, distribusi pendapatan, tingkat kesejahteraan rumah tangga, dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jagung yang berada pada Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Sehingga diharapkan dapat menjadi suatu referensi dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatkan taraf hidup petani khususnya yang berada pada wilayah

pedesaan. Kerangka pemikiran analisis pendapatan rumah tangga dan tingkat kesejahteraan petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan di sajikan pada Gambar 2.


(36)

TINGKAT KESEJAHTERAAN PENGELUARAN RUMAH

TANGGA

TOTAL PENDAPATAN RT PENDAPATAN

PETANI PETANI JAGUNG

Gambar 2. Kerangka pemikiran analisis pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian maka hipotesis yang dapat diangkat sebagai dasar dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut :

Diduga faktor-faktor jumlah tanggungan keluarga, pendidikan kepala keluarga, luas lahan, dan pendapatan rumah tangga petani berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

OFF FARM

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan :

Jumlah tanggungan keluarga

Pendidikan Luas lahan Indikator

Kesejahteraan: Indikator BPS Kriteria Sajogjo (1997)

ON FARM NON-FARM


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian.

Usahatani jagung adalah suatu proses atau aktivitas produksi jagung dengan mengkombinasikan berbagai faktor sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal sesuai dengan kondisi lingkungan untuk mencapai pendapatan maksimal.

Petani jagung adalah semua petani yang berusahatani jagung dan memperoleh pendapatan dari usahataninya.

Produksi adalah jumlah hasil tanaman yang dihasilkan dalam satu musim tanam (satu kali proses produksi) yang diukur dalam satuan kilogram (Kg). Penerimaan usahatani adalah hasil yang diperoleh petani dari penjualan hasil produksi dikalikan dengan harga jual, diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).


(38)

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai selama proses produksi dalam hal ini biaya pembelian pupuk, benih, upah tenaga kerja, sewa lahan, pajak lahan, dalam satu kali musim tanam. Biaya produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya total adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh petani untuk melakukan usahatani jagung meliputi, biaya tunai dan biaya yang

diperhitungkan, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th). Pendapatan usahatani adalah penerimaan yang diperoleh petani setelah dikurangi biaya produksi. Pendapatan usahatani diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Luas lahan adalah areal/tempat yang digunakan untuk melakukan usahatani diatas sebidang tanah, yang diukur dalam satuan hektar (ha).

Harga panen adalah harga yang diterima oleh petani atas penjualan hasil panen berdasarkan umur tanaman yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Usaha di luar budidaya (off farm) adalah usaha yang masih berkaitan di bidang pertanian yang dilakukan oleh anggota keluarga untuk menambah pendapatan keluarga, misalnya buruh tani,penggarap lahan sewaan dan lain-lain.

Pendapatan usahatani non jagung adalah seluruh pendapatan rumah tangga petani yang bukan berasal dari usahatani jagung setelah dikurangi dengan


(39)

32

biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Usaha non pertanian (non farm) adalah usaha di luar bidang pertanian yang dilakukan oleh anggota keluarga untuk menambah pendapatan keluarga, biasanya dilakukan oleh anggota keluarga yang berusia kerja, misalnya, berdagang, buruh dan lain-lain.

Pendapatan usaha non pertanian (non farm) adalah seluruh pendapatan rumah tangga petani yang berasal dari usaha non pertanian setelah dikurangi dengan pengeluaran selama proses usaha non pertanian, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Pendapatan rumah tangga adalah jumlah uang yang diperoleh dari usahatani jagung dan usahatani non jagung (on farm), non usahatani (off farm) dan non pertanian (non farm), yang diukur dengan satuan rupiah per tahun (Rp/th). Pengeluaran rumah tangga adalah seluruh biaya pengeluaran yang dikeluarkan oleh seluruh anggota rumah tangga, yang meliputi pengeluaran pangan dan non pangan, yang diukur dengan satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Pengeluaran pangan adalah besarnya uang yang dikeluarkan dan barang yang dinilai dengan uang untuk konsumsi makanan semua anggota keluarga, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).


(40)

Pengeluaran non pangan adalah besarnya uang yang dikeluarkan dan barang yang dinilai dengan uang untuk konsumsi bukan makanan semua anggota keluarga, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan umumnya tinggal bersama serta kepengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola secara bersama-sama.

Jumlah anggota keluarga merupakan total dari anggota yang terdiri dari suami, istri, anak, orang tua, mertua dan lainnya yang tinggal dalam satu rumah. Usia kepala keluarga adalah waktu hidup yang telah dilalui kepala keluarga yang dihitung dari tahun kelahiran.

Lama usahatani adalah jangka waktu yang dilakukan seorang petani sebagai tolak ukur pengalaman berusahatani.

Pendidikan adalah lamanya bangku sekolah yang pernah dilalui. Tingkat pendidikan diklasifikasikan dalam tidak sekolah (0), Sekolah Dasar (1-6), Sekolah Menengah Pertama (7-9), Sekolah Menengah Atas (10-12), Perguruan Tinggi (13-16).

Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencari pendapatan dalam pemenuhan kebutuhan.

Kesejahteraan adalah sesuatu dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan masing-masing


(41)

34

keluarga diukur dengan kriteria setara beras menurut Sajogyo, dan indikator tingkat kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik 2007.

Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidakcukupan/kekurangan akan aset-aset penting dan peluang-peluang dimana setiap manusia berhak

memperolehnya. Kemiskinan juga berkaitan erat dengan “outcome” yang kurang/tidak cukup dalam hubungannya dengan (1) kependudukan, (2)

kesehatan, (3) pendidikan, (4) ketenagakerjaan, (5) konsusmsi, (6) perumahan, dan (7) sosial budaya (BPS, 2011).

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Muara Putih, Desa Merak Batin dan Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Lampung Selatan merupakan sentra produksi jagung tertinggi di Provinsi Lampung, Kecamatan Natar merupakan salah satu sentra produksi tanaman jagung di Kabupaten Lampung Selatan. Dengan

pertimbangan itu maka kecamatan tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian. Pengambilan data dilakukan mulai dari Bulan November 2012 sampai dengan Bulan Januari 2013

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak sederhana

(simple random sampling). Populasi petani di ketiga tempat tersebut yaitu 290 petani dari Desa Krawang Sari, 439 petani dari Desa Merak Batin dan 286 petani dari Desa Muara Putih. Jumlah petani secara keseluruhan dari ketiga


(42)

lokasi yaitu 1015 petani. Jumlah sampel secara proporsional ditentukan dengan rumus (Sugiarto, 2003):

Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

S² = Variasi sampel (5% = 0, 05)

Z = Tingkat kepercayaan (90% = 1, 64) d = Derajat penyimpangan (10% = 0, 05)

Berdasarkan persamaan tersebut didapat jumlah sampel sebanyak 51 petani jagung. Setelah ditentukan jumlah sampel, selanjutnya adalah menentukan pembagian jumlah sampel pada setiap strata luas lahan responden. Dalam hal ini, responden akan diklasifikasikan berdasarkan luas lahan tanaman jagung yang digarap oleh petani, yaitu petani responden lahan sempit, lahan sedang, dan lahan luas.

Pengklasifikasian responden berdasarkan luas lahan yang digarap dilakukan agar data yang akan didapatkan nantinya akan menyebar pada seluruh lapisan petani, baik yang berlahan sempit, sedang, maupun luas, sehingga hasil analisis tidak terpusat pada satu kelompok responden. Perhitungan interval luas areal untuk setiap strata dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(43)

36

Berdasarkan rumus diatas, didapatkan rentang interval sebesar 1,25 ha untuk setiap strata. Perhitungan dilanjutkan untuk menentukan alokasi proporsi jumlah responden setiap strata dengan rumus :

na x nab Keterangan :

na = Jumlah sampel per strata nab = Jumlah sampel keseluruhan Na = Jumlah petani per strata Nab = Jumlah populasi keseluruhan

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dari jumlah sampel sebanyak 51 petani jagung, didapatkan sampel untuk setiap strata adalah 34 rumah tangga untuk petani lahan sempit, 15 rumah tangga untuk petani lahan sedang, dan 2 rumah tangga untuk petani lahan luas. Distribusi responden petani jagung di desa Muara Putih, desa Merak Batin dan desa Krawang Sari dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi responden petani jagung di Desa Muara Putih, Desa Merak Batin, dan Desa Krawang Sari berdasarkan luas lahan yang digarap

Strata Luas Areal (ha) Jumlah Responden (orang)

Lahan Sempit 0,25 – 1,49 34

Lahan Sedang 1,50 – 2,74 15

Lahan Luas 2,75 – 4,00 2

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode survei, yaitu mewawancarai secara langsung petani (responden) dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disediakan sebagai alat bantu pengumpulan data. Data


(44)

sekunder diperoleh dari dari laporan-laporan, publikasi, dan lembaga atau instansi terkait, seperti: Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung, BPP Kecamatan Natar, dan lembaga lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Metode pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode tabulasi dan komputerisasi.

1. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani

Pendapatan rumah tangga diperoleh dengan cara menjumlahkan

pendapatan keluarga yang berasal dari usahatani (on farm), non usahatani (off farm) dan pendapatan luar pertanian (non farm), dengan rumus sebagai berikut:

Prt = P on-farmusahatani jagung + P on-farmusahatani non jagung + P off-farm + P non-farm

Keterangan :

Prt = Pendapatan rumah tangga petani jagung

per-tahun

Pon-farmusahatani jagung = Pendapatan dari usahatani jagung Pon-farmusahatani non jagung = Pendapatan usahatani selain jagung P off-farm = Pendapatan non usahatani jagung P non-farm = Pendapatan dari luar pertanian


(45)

38

Pendapatan usaha tani atau keuntungan merupakan selisih antara

penerimaan dengan biaya produksi. Untuk mengetahui pendapatan dari usaha tani digunakan rumus sebagai berikut :

xi i n

i 1 . .

Keterangan :

π = keuntungan

Y = hasil produksi (kg)

Py = Harga hasil produksi (Rp) Xi = faktor produksi ke-i

Pxi = harga faktor produksi k-i (Rp/satuan) BTT = biaya tetap total

I = 1, 2, 3, 4, 5, n

Untuk mengetahui usahatani menguntungkan atau tidak secara ekonomi dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan antara penerimaan dengan biaya (Revenue Cost Ratio). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

R/C = PT / BT Keterangan:

R/C = Nisbah penerimaan dan biaya PT = Penerimaan Total (Rp) BT = Biaya Total (Rp)

Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: a. Jika R/C > 1, maka usahatani mengalami keuntungan karena


(46)

b. Jika R/C < 1, maka usahatani mengalami kerugian karena penerimaan lebih kecil dari biaya

c. Jika R/C = 1, maka usahatani mengalami impas karena penerimaan sama dengan biaya.

2. Analisis Distribusi Pendapatan

Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan yaitu dengan Indeks Gini. Indeks Gini suatu distribusi pendapatan makin merata jika nilainya mendekati 0 (nol). Sebaliknya distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai Indeks Gininya makin mendekati 1 (satu). Adapun kategori ketimpangan ditribusi pendapatan dietentukan dengan menggunakan kriteria Oshima: 1) Distribusi pendapatan tingkat ketimpangan tinggi jika G > 0, 5 2) Distribusi pendapatan tingkat ketimpangan sedang jika 0, 4 ≤ G ≤ 0, 5 3) Distribusi pendapatan tingkat ketimpangan rendah jika G < 0, 4 Untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan rumah tangga digunakan Indeks Gini dengan formula :

k

i

i i Y

Y f i

GR 1 1

Keterangan:

GR = Gini Ratio (0 < GR < 1)

fi = Persentase kumulatif penerima pendapatan sampai kelompok i Yi = Persentase kumulatif pendapatan yang diterima sampai dengan

kelompok ke i

k = Jumlah kelompok penerima pendapatan 1 = konstanta


(47)

40

Bank Dunia mengelompokan penduduk pada tiga kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan : 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang

berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk. Kategori ketimpangan ditentukan dengan mengunakan kriteria seperti berikut:

a. Jika proporsi jumlah pendapatan dari rumah tangga yang masuk katagori 40% terendah terhadap total pendapatan seluruh rumah tangga kurang dari 12% dikatagorikan ketimpangan pendapatan tinggi;

b. Jika proporsi jumlah pendapatan rumah tangga yang masuk katagori 40% terendah terhadap total pendapatan seluruh rumah tangga antara 12-17 % dikatagorikan ketimpangan pendapatan sedang/ menegah; c. Jika proporsi jumlah pendapatan rumah tangga yang masuk katagori

40% terendah terhadap total pendapatan seluruh rumah tangga lebih dari 17% dikatagorikanketimpangan pendapatan rendah.

3. Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

Tingkat kesejahteraan rumah tangga diukur menggunakan kriteria Sajogyo (1997), yaitu dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga. Pengukuran ini dilakukan dengan cara menghitung kebutuhan harian, mingguan, dan bulanan. Total pengeluaran rumah tangga dapat dirumuskan sebagai berikut:


(48)

Keterangan :

Ct = Total pengeluran rumah tangga Ca = Pengeluaran untuk pangan Cb = Pengeluaran untuk non pangan

Cn = C1 + C2 + C3 + C4 + C5 + C6 + C7 + …. + Cn Dimana:

C1 = Pengeluaran untuk bahan bakar C2 = Pengeluaran untuk aneka barang/jasa C3 = Pengeluaran untuk pendidikan C4 = Pengeluaran untuk kesehatan C5 = Pengeluaran untuk listrik

C6 = pengeluaran untuk renovasi rumah C7 = Pengeluaran untuk telepon

Cn = Pengeluaran lainnya

Pengeluaran rumah tangga per kapita per tahun adalah total pengeluaran rumah tangga petani baik pengeluaran untuk pangan maupun non pangan dalam setahun dibagi jumlah tanggungan rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga per kapita per tahun ini kemudian dikonversikan ke dalam ukuran setara beras per kilogram untuk mengukur tingkat kemiskinan rumah tangga petani (Sajogyo, 1997). Secara matematis tingkat pengeluaran per kapita per tahun pada rumah tangga petani dan tingkat pengeluaran per kapita per tahun setara beras dapat dirumuskan :


(49)

42

Menurut klasifikasi Sajogyo (1997), petani miskin dikelompokan ke dalam enam golongan:

(1) Paling Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180 kg setara beras/tahun

(2) Miskin sekali : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180

– 240 kg setara beras/tahun\

(3) Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 240

– 320 kg setara beras/tahun

(4) Nyaris miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 320

– 480 kg setara beras/tahun

(5) Cukup : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 480

– 960 kg setara beras/tahun

(6) Hidup layak : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah >980 kg setara beras/tahun

Berdasarkan Kriteria Badan Pusat Statistik (2007), pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Selain itu, indikator lain yang

digunakan untuk mengukur kesejahteraan rumah tangga disesuaikan oleh informasi tentang kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan,

ketenagakerjaan, pola konsumsi atau pengeluaran rumah tangga,

perumahan dan lingkungan, dan sosial lainnya. Klasifikasi kesejahteraan yang digunakan terdiri dari dua klasifikasi, yaitu rumah tangga dalam kategori sejahtera dan belum sejahtera. Variabel pengamatan yang diamati


(50)

dari responden adalah sebanyak 7 variabel indikator kesejahteraan masyarakat.

Masing-masing klasifikasi ditentukan dengan cara mengurangkan jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah. Hasil pengurangan dibagi dengan jumlah klasifikasi atau indikator yang digunakan. Kesejahteraan masyarakat dikelompokan menjadi dua yaitu sejahtera dan belum

sejahtera. Rumus penentuan range skor adalah : RS = SkT – SkR

JKl Keterangan :

RS = Range skor

SkT = Skor tertinggi ( 7 x 3 = 21 ) SkR = Skor terendah ( 7x 1 = 7)

JKl = Jumlah klasifikasi yang digunakan (2)

Hasil perhitungan berdasarkan rumus di atas diperoleh Range Skor (RS sama dengan 7), sehingga dapat dilihat interval skor yang akan

menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Hubungan antara interval skor dan tingkat kesejahteraan adalah :

(1) Skor antara 7-14 : rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan belum sejahtera.

(2) Skor antara 15-21: rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan sejahtera.


(51)

44

Untuk tiap-tiap indikator sendiri dapat diketahui tingkat kesejahteraan masing-masing indikator di dalam keluarga apakah rendah, sedang atau tinggi sesuai dengan skor masing-masing indikator tersebut.

Tabel 6. Indikator tingkat kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik Susenas 2007 disertai variabel, kelas, dan skor.

No. Indikator Kesejahteraan Kelas Skor

1. Kependudukan

Status sebagai kepala keluarga :

a. suami istri (3) b. duda (2) c. janda (1) Jumlah anggota keluarga yang ikut tinggal :

a. ≤ 4 orang (3) b. 5 orang (2) c. ≥ 5 orang 1)

Berapa tanggungan dalam keluarga :

a. ≤ 4 orang (3) b. 5 orang (2) c. ≥ 5 orang (1)

Jumlah orang yang ikut tinggal :

a. ≤ 1 orang (3) b. 2 orang (2) c. ≥ 2 orang (1)

Baik (10-12) Cukup (7-9) Kurang (4-6) 3 2 1 2. Kesehatan dan gizi

Pendapat mengenai gizi selain karbohidrat : a. perlu (3) b. kurang perlu (2) c. tidak perlu (1) Anggota keluarga mengalami keluhankesehatan: a. tidak (3) b. kadang-kadang (2) c. ya (1)

Keluhan kesehatan menurunkan aktivitas sehari-hari: a. tidak (3) b. kadang-kadang (2) c. ya (1)

Keluarga setiap bulannya menyediakan dana untuk kesehatan :

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak pernah (1) Sarana kesehatan yang ada :

a. rumah sakit (3) b. puskesmas (2) c. posyandu (1) Tenaga kesehatan yang biasa digunakan keluarga : a. dokter (3) b. bidan (2) c. dukun (1)

Tempat persalinan bayi :

a. bidan (3) b. dukun (2) c. rumah (1) Tempat keluarga memperoleh obat :

a. puskesmas (3) b. dukun (2) c. obat warung (1) Biaya berobat :

a. terjangkau (3) b. cukup terjangkau (2) c. sulit terjangkau (1)

Arti kesehatan bagi keluarga :

a. penting (3) b. kurang penting (2) c. tidak penting (1) Baik (26-33) Cukup (18-25) Kurang (10-17) 3 2 1


(52)

3. Pendidikan

anggota keluarga berusia 15 tahun ke atas lancar membaca dan menulis :

a. lancar (3) b. kurang lancar (2) c. tidak lancar (1) Pendapat mengenai pendidikan putra-putri :

a. penting (3) b.kurang penting (2) c. tidak penting (1)

Kesanggupan mengenai pendidikan :

a. sanggup (3) b. kurang sanggup (2) c. tidak sanggup (1)

Jenjang pendidikan tinggi :

a. perlu (3) b. kurang perlu (2) c. tidak perlu (1) Sarana pendidikan anak :

a. Memadai (3) b. kurang memadai (2) c tidak memadai (1)

Rata-rata jenjang pendidikan anak :

a. ≥ SMP (3) b. SD (2) c. tidak tamat SD (1)

Perlu pendidikan luar sekolah :

a. perlu (3) b. kurang perlu (2) c. tidak perlu (1)

Baik (17-21) Cukup (12-16) Kurang (7-11) 3 2 1

4. Ketenagakerjaan

Jumlah orang yang bekerja dalam keluarga :

a. ≥ 3orang (3) b. 2 orang (2) c. 1 orang (1)

Jumlah jam dalam seminggu untuk melakukan pekerjaaan :

a. > 35 jam (3) b. 31-35 jam (2) c. < 30 jam (1) Selain berusaha anggota keluarga melakukan pekerjaan tambahan :

a. ya (3) b. sedang mencari (2) c. tidak ada (1) Jenis pekerjaan tambahan :

a. wiraswasta (3) b. buruh (2) c. tidak ada (1) Waktu dalam melakukan pekerjaan tambahan :

a. sepanjang tahun (3) b. setelah musim garap (2) c. tidak tentu (1)

Pendapat mengenai pekerjaan memerlukan keahlian : a. ya (3) b. kurang perlu (2) c. tidak (1)

Pendapat tentang upah yang diterima :

a. sesuai (3) b. belum sesuai (2) c. tidak sesuai (1)

Baik (17-21) Cukup (12-16) Kurang (7-11) 3 2 1

5. Konsumsi / Pengeluaran Rumah Tangga Keluarga mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokok :

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1) Konsumsi daging/susu/ayam per minggu :

a. rutin (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak/jarang (1)

Bahan bakar untuk memasak sehari-hari :

a. gas (3) b. minyak tanah (2 c. kayu bakar (1) Kecukupan pendapatan keluarga per bulan untuk konsumsi pangan dan nonpangan :

Baik (15-18) Cukup (10-14) Kurang (6-9) 3 2 1


(53)

46

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak cukup (1) Keluarga menyisakan dana untuk kebutuhan sandang dan perumahan :

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1) Pendapatan perbulan dapat ditabung atau untuk menanam modal :

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1) 6. Perumahan dan Lingkungan

Status rumah tempat tinggal :

a. milik sendiri (3) b. menyewa(2) c. menumpang (1)

Status tanah tempat tinggal :

a. milik sendiri (3) b. menyewa(2) c. menumpang (1)

Jenis perumahan :

a. permanen (3) b. semi permanen (2) c. sangat sederhana (1)

Jenis dinding rumah :

a. semen (3) b. papan (2) c. geribik (1) Rata-rata luas lantai mencukupi setiap anggota keluarga:

a. ya (3 b. belum (2) c. tidak (1) Jenis penerangan yang digunakan :

a. listrik (3) b. patromak (2) c. lampu teplok (1) Jenis sumber air minum dalam keluarga :

a. PAM/ledeng (3) b. sumur (2) c. sungai (1) Kepemilikan WC :

a. ya (3) b. menumpang (2) c. tidak (1) Jenis WC yang digunakan :

a. WC jongkok (3) b. WC cemplung (2) c. sungai(1)

Tempat pembuangan sampah :

a. lubang sampah (3) b. pekarangan (2) c. sungai (1) Baik (26-33) Cukup (18-25) Kurang (10-17) 3 2 1

7. Sosial dan lain-lain

Ketersediaan dan pemanfaatan tempat ibadah : a. tersedia dan dimanfaatkan (3)

b. tersedia tidak dimanfaatkan (2) c. tidak tersedia (1)

Hubungan dengan penganut agama lain : a. baik (3) b. cukup baik (2) c. tidak baik (1) Keamanan lingkungan sekitar :

a. aman (3) b. cukup aman (2) c. tidak aman (1) Sarana hiburan :

a. TV (3) b. radio (2) c. tidak ada (1) Akses tempat wisata :

a. mudah dan sering (3) b. mudah tapi tidak sering (2) c. tidak pernah (1)

Baik (17-21) Cukup (12-16) Kurang (7-11) 3 2 1


(54)

Fasilitas olahraga :

a. tersedia dan dimanfaatkan (3) b. tersedia tidak dimanfaatkan (2) c. tidak tersedia (1)

Biaya untuk hiburan dan olahraga : a. mudah (3) b. cukup (2) c. sulit (1) Sumber: Badan Pusat Statistik (2007, dimodifikasi)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga petani.

Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tingkat kesejahteraan dengan maksud mengetahui suatu keluarga dikatakan sejahtera atau tidak sejahtera, maka selanjutnya dilakukan analisis menggunakan analisis dummy model logit. Model logit adalah model probabilitas logistik untuk menjelaskan respon kualitatif variabel dependen. Bentuk persamaan model logit yang digunakan adalah :

Keterangan :

Zi = pengaruh faktor tingkat kesejateraan (0=tak sejahtera; 1=sejahtera)

β0 = konstanta

β1, β2, β3, β4, β5, β6 = koefisien regresi

x1 = jumlah anggota keluarga(orang) x2 = usia kepala keluarga(tahun) x3 = lama usahatani (tahun) x4 = pendapatan keluarga(Rp/th) x5 = jumlah pekerjaan kepala keluarga x6 = aset keluarga(Rp)


(55)

48

Pada penggunaan analisis logistik terdapat variabel dependen ( variabel biner/dua kategori) dengan variabel independen ( memiliki jenis data numerik dan kategori). Model analisis logistik memiliki fungsi

penghubung berupa distribusi logit sehingga yang terbentuk umumnya digunakan untuk memprediksi probabilitas terjadinya sebuah kejadian berdasarkan variabel penjelasnya (independen).


(56)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

1. Keadaan Geografi

Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14’ sampai dengan 105,45’ Bujur Timur dan 5,15’ sampai dengan 6’ Lintang Selatan.

Mengingat letak yang demikian ini, daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis. Daerah Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan kurang lebih 2.007, 01 km². Dari luas secara keseluruhan Kabupaten Lampung Selatan tersebut, 44.271 Ha digunakan sebagai lahan sawah, sedangkan sisanya yaitu 156.430 Ha merupakan lahan bukan sawah. Wilayah

administrasi Kabupaten Lampung Selatan mempunyai batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda

3. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Pesawaran 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa.


(57)

50

2. Keadaan Iklim

Kabupaten Lampung Selatan merupakan daerah tropis, dengan curah hujan rata-rata 161,7 mm/bulan dan rata-rata jumlah hari hujan 15 hari/bulan. Temperaturnya berselang antara 21,3oC sampai 33,0oC. Selang

kelembaban relatif di Kabupaten Lampung Selatan adalah 39 persen sampai dengan 100 persen, sedangkan rata-rata tekanan udara minimal dan maksimal di Kabupaten Lampung Selatan adalah 1.007,4 Nbs dan 1.013,7 Nbs.

3. Keadaan Demografi

Berdasarkan Lampung Selatan dalam Angka (2012) penduduk di Kabupaten Lampung Selatan menurut hasil proyeksi pada tahun 2011 berjumlah 912.490 jiwa, yang terdiri dari 480.347 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki (52,64%) dan 432.143 jiwa penduduk berjenis kelamin perempuan (47,36%). Distribusi penduduk di Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kabupaten Lampung Selatan tahun, 2011

Kelompok Umur (tahun)

Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase

0–14 278.839 30,56%

15–64 589.734 64,63%

> 65 43.917 4,81%

Total 912.490 100,00%


(58)

Tabel 7 menunjukkan bahwa bahwa penduduk Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar termasuk berada dalam kelompok usia produktif, yaitu berada pada kisaran 15-64 tahun atau sekitar 64,63 % dari total jumlah penduduk. Hal ini dapat menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Kabupaten Lampung Selatan cukup tinggi dan berpotensi baik untuk terus membangun Kabupaten Lampung Selatan.

4. Keadaan Umum Pertanian

Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu sentra produksi padi dan jagung di Propinsi Lampung. Jenis tanaman lain yang banyak ditanam di Kabupaten Lampung Selatan antara lain ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai. Produksi tanaman pangan di Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Produksi, dan luas lahan ditingkat petani berbagai komoditas tanaman pangan di Kabupaten Lampung Selatan, tahun 2011 No. Jenis Tanaman Luas lahan (Ha) Produksi (Ton) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Padi ladang Padi sawah Total padi Jagung Ubikayu Ubi jalar Kacang tanah Kedelai Kacang hijau 7.425 74.376 81.801 116.632 6.751 341 463 1.714 297 23.552 382.590 406.142 599.598 154.696 3.375 3.019 1.975 275 Sumber: Lampung Selatan dalam Angka, 2012

Tabel 8 menggambarkan bahwa bahwa luas panen dan produksi tanaman pangan terbesar di Kabupaten Lampung Selatan adalah jagung yaitu mencapai 116.632 ha dan 599.598 ton. Hal ini menunjukkan bahwa


(59)

52

jagung merupakan komoditi yang paling banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Lampung Selatan, tetapi produktivitas usahatani jagung di Kabupaten Lampung Selatan masih rendah yakni 4,35 ton per hektar, sehingga masih harus terus ditingkatkan.

B. Keadaan Umum Kecamatan Natar

1. Keadaan Geografis

Berdasarkan Kecamatan Natar Dalam Angka (2012) Kecamatan Natar memiliki luas wilayah 25.374 ha atau 253,74 Km2. Kecamatan Natar merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Lampung Selatan yang terletak diantara Kabupaten Lampung Tengah dengan Kota Bandar Lampung. Pada tahun–tahun akhir ini Kecamatan Natar sering disebut Kota Baru, ini bisa diartikan karena kemajuan dan perkembangannya yang begitu cepat. Secara administratif Kecamatan Natar terdiri dari 22 desa. Batas-batas wilayah Kecamatan Natar:

1. Sebelah Utara dengan Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran 2. Sebelah Timur dengan Kecamatan Jati Agung

3. Sebelah Selatan dengan Kotamadya Bandar Lampung

4. Sebelah Barat dengan Kecamatan Negeri Katon dan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

2. Keadaan Demografi

Penduduk di Kecamatan Natar berjumlah 170.992 jiwa terdiri dari, laki-laki 87.558 jiwa (51,21%), dan perempuan 83.434 jiwa (48,79%), dengan sex ratio sebesar 104,94 yang artinya setiap 100 perempuan terdapat laki –


(60)

laki sebesar 104,94. Sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 menunjukkan bahwa penduduk Kecamatan Natar sebagian besar dalam usia yang produktif, jumlah penduduk umur produktif sebesar 111.724 jiwa (65,34%), sedangkan selebihnya berada pada usia yang tidak produktif yaitu penduduk yang berusia 0-14 tahun dan penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun. Jumlah penduduk Kecamatan Natar yang berada pada umur tidak produktif sebesar 59.268 jiwa (34,66%). Data ini menunjukkan bahwa Kecamatan Natar memiliki jumlah angkatan kerja yang cukup besar. Apabila jumlah angkatan kerja tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pengembangan usahatani maupun pembangunan maka akan lebih menguntungkan.

Tabel 9. Sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Natar, tahun 2011

No Umur (th) Jumlah (jiwa) Persentase

1. 0-14 51.482 30,11

2. 15-64 111.724 65,34

3. 65 + 7.786 4,55

Jumlah 170.992 100,00

Sumber: Kecamatan Natar Dalam Angka, 2012

3. Keadaan Pertanian

Komoditas pertanian khususnya tanaman pangan yang dibudidayakan di Kecamatan Natar antara lain adalah tanaman padi, jagung, ubikayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Secara rinci luas lahan dan produksi tanaman pangan di Kecamatan Natar dapat dilihat pada Tabel 10.


(61)

54

Tabel 10 menunjukan bahwa luas lahan untuk usahatani jagung menempati urutan terbesar pertama dengan luas 11.190 ha dengan total produksi 56.140 ton. Lahan yang digunakan untuk komoditas jagung sangat tinggi, yaitu mencapai 11.190 ha (99,23%) dengan produksi mencapai 56.140 ton dan produktivitas mencapai 5,01 ton/ha.

Tabel 10. Luas lahan dan produksi tanaman pangan di Kecamatan Natar, tahun 2011

No. Jenis tanaman Luas lahan (ha) Produksi (ton) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Padi lading Padi sawah Total Jagung Ubikayu Ubi jalar Kacang tanah Kacang kedelai Kacang hijau 60 7.711 7.771 11.190 120 54 86 160 40 203 40.216 40.419 56.140 2.815 528 100 183 37 Sumber: Natar Dalam Angka, 2012

Penggunaan lahan di Kecamatan Natar meliputi permukiman, pekarangan, sarana umum, sawah, perkebunan, tegalan, ladang, kolam, rawa dan lain-lain. Distribusi penggunaan lahan di Kecamatan Natar dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi penggunaan lahan di Kecamatan Natar, tahun 2011 No Penggunaan Lahan Hektar Persentase

1. Permukiman, pekarangan, dan sarana umum

2.873 11,32

2. Sawah 7.771 30,63

3. Perkebunan 5.603 22,08

4. Ladang 8.589 33,85

5. Kolam 86 0,34

6. Rawa 3 0,01

8. Lain-lain (Danau, sungai, hutan, sarana jalan)

449 1,77

Jumlah 25.374 100,00


(62)

Tabel 11 menunjukkan sebagian besar penggunaan lahan di Kecamatan Natar digunakan untuk sektor pertanian yaitu sawah 7.771 ha (30,63%), tegalan dan ladang 8.589 ha (33,85%), dan perkebunan 5.603 ha (22, 08%). Hal ini menunjukkan Kecamatan Natar memiliki potensi untuk mengembangkan usaha di sektor pertanian.

C. Keadaan Umum Desa Muara Putih, Merak Batin dan Krawangsari Desa Muara Putih, Merak Batin, dan Krawang Sari merupakan 3 desa di wilayah Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan yang menjadi desa sampel penelitian.

1. Letak Geografis

Desa Muara Putih memiliki batas-batas wilayah, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Rulung Raya, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pancasila, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Krawangsari, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Merak Batin. Terletak di dataran rendah dengan ketinggian 50-60 m dpl. Jenis tanah umumnya pod zolik merah kuning berstruktur tanah dengan aerasi cukup tinggi, kemasaman tanah berkisar 4-6 dengan kemiringan tanah 0-15 %.

Iklim termasuk zone B 1 (Oldeman) dengan curah hujan rata-rata 10 tahun mencapai 2114 mm/tahun dengan rata-rata bulan basah 3-6 bulan dan bulan kering 3-6 bulan. Suhu udara antara 250C-310C dengan kelembaban rata-rata 60%. Luas wilayah Desa Muara Putih adalah


(63)

56

1.685 hektar yang terdiri dari 21 RT (Rukun Tetangga), 7 RW (Rukun Warga), dan 6 dusun (Monografi Desa Muara Putih, 2011).

Desa Merak Batin memiliki batas-batas wilayah, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Muara Putih, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Krawangsari, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Natar, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Negara Ratu. Terletak di dataran rendah dengan ketinggian 60-65 m dpl. Luas wilayah Desa Merak Batin adalah 787 hektar yang terdiri dari 63 RT (Rukun Tetangga), 8 RW (Rukun Warga), dan 11 dusun (Monografi Merak Batin, 2011). Desa Krawang Sari memiliki batas-batas wilayah, yaitu sebelah Utara

berbatasan dengan Desa Muara Putih, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rejo Sari, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Natar, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Merak Batin. Terletak di dataran rendah dengan ketinggian 40-50 m dpl. Luas wilayah Desa Sidoharjo adalah 1.062 hektar yang terdiri dari 15 RT (Rukun Tetangga), 8 RW (Rukun Warga), dan 6 dusun (Monografi Desa Krawang Sari, 2011).

2. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di Desa Muara Putih sebesar 5.160 jiwa yang terdiri dari 2.671 jiwa penduduk laki laki dan 2.489 jiwa penduduk

perempuan. Sebagian besar tingkat pendidikan petani adalah lulusan SD sebesar 33%, sisanya adalah petani dengan tingkat pendidikan SMP sebesar 25 %, SMA sebesar 15 % dan tidak sekolah sebesar 24,5 %


(1)

58

Tabel 12. Luas tanam, produksi, dan produktivitas jagung di Desa Merak Batin, Desa Muara Putih dan Desa Krawang Sari, tahun 2011

Desa Luas tanam (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Merak Batin Muara Putih Krawang Sari 997 995 879 7.074 5.171 6.862 7,1 5,1 7,8 Sumber : Kecamatan Natar Dalam Angka, 2012

Tabel 13. Luas tanam, produksi, dan produktivitas padi di Desa Merak Batin, Desa Muara Putih, dan Desa Krawang Sari, tahun 2011

Desa Luas tanam (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Merak Batin Muara Putih Krawang Sari 550 414 452 3.520 2.316 3.275 6,4 5,5 6,1 Sumber : Kecamatan Natar Dalam Angka, 2012

Produksi dan produktivitas jagung tertinggi berada di Desa Krawang Sari yaitu sebesar 7,8 ton/ha. Sementara itu produksi dan produktivitas padi tertinggi berada pada Desa Merak Batin yaitu sebesar 6,4 ton/ha.

Desa Muara Putih, Desa Merak Batin, dan Desa Krawang Sari merupakan salah satu desa berpotensial dalam bidang pertanian, khususnya pada sektor tanaman jagung. Penanaman jagung di daerah penelitian pada umumnya menggunakan lahan kering, di mana

kebutuhan air untuk tanaman jagung tergantung pada curah hujan. Pengolahan lahan dilakukan satu kali dalam setahun karena jika musim hujan pengolahan tanah tidak dilakukan karena pembukaan lahan dilakukan tanpa olah tanah (TOT).


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan : 1. Rata-rata pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar

sebesar Rp23.791.838,24/tahun. Pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar bersumber dari pendapatan usahatani dari kegiatan budidaya sendiri (on farm), sebesar Rp20.846.262,96/tahun (86,85%), kegiatan usahatani di luar kegiatan budidaya (off farm), sebesar

Rp707. 647, 06/tahun (3,16%) dan di luar kegiatan pertanian (non farm), sebesar Rp 2.238.039,22/tahun (9,99%).

2. Distribusi pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar cenderung merata dengan nilai Indeks Gini sebesar 0,31 (Oshima) dan 28,05 % (Bank Dunia) dengan arti bahwa distribusi pendapatan rumah tangga masih berada pada ketimpangan yang rendah.

3. Berdasarkan kriteria Sajogyo (1997), petani jagung di Kecamatan Natar yang berada dalam kategori cukup sebesar 60,78 %, kategori nyaris miskin sebesar 15,69%, dan kategori hidup layak sebesar 23,53%. Sedangkan berdasarkan kriteria BPS (2007) rumah tangga petani jagung


(3)

111

di Kecamatan Natar masuk dalam kategori sejahtera sebanyak 70,59 %, dan sebanyak 29,41 % rumah tangga petani yang belum sejahtera.

4. Faktor- faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar menurut kriteria BPS adalah jumlah tanggungan keluarga petani, pendidikan petani responden dan pendapatan rumah tangga petani.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan sebaiknya mampu meningkatkan peran penyuluhan, khususnya penyuluhan tentang teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi seperti pola tanam yang tepat bagi petani dan penggunaan pupuk dan benih sesuai anjuran BPP (Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Natar), agar penggunaan pupuk dan benih menjadi optimal. sehingga dapat meningkatan produksi dan pendapatan petani di wilayah Kecamatan Natar.

2. Petani diharapkan dapat mengadopsi ilmu-ilmu atau pengetahuan yang diberikan oleh para penyuluh agar dapat meningkatkan produksi

usahatani. Petani juga sebaiknya mengusahakan kegiatan diluar usahatani jagung dan diluar sektor pertanian, untuk menambah pendapatan


(4)

112

3. Untuk peneliti selanjutnya disarankan melakukan penelitian lebih mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga agar petani dapat mengetahui fakto-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pendapatan dan tingkat kesejahteraannya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adhayanti, N. 2006. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga Petani Ubi Kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Agustina, R. 2001. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida dan Non-Hibrida serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2008. Indikator Kesejahteraan Rakyat (Welfare Indicators) 2007. Jakarta : Badan Pusat Statistik.

_________________. 2012. Kecamatan Natar Dalam Angka. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

_________________. 2013.Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

_________________ 2012. Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2010. BPS Provinsi Lampung.Bandar Lampung.

Balitbang. 2008. Panduan Umum Pengelolaan Tanaman Jagung Terpadu. www.pustaka-deptan.go.id, diakses bulan Juli 2012.

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. 2012. Sajogyo. http://skpm.fema.ipb.ac.id/profil/tokoh/sajogyo/ (Diakses pada tanggal 1 November 2012).

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Selatan. 2012. Produksi Tanaman Palawija Propinsi Lampung 2012.

Gunarto, T. 2001. Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan di

Propinsi Lampung. Sosio Ekonomika 7(1). Desember 2001 : 125-132.

Harlianto, A. 2011. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Petani Jagung di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hastuti, D. H.D.,dan A. Rahim. 2008. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomika


(6)

Hernanto, F. 1994. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. 390 hlm

Irawan, B. 2011. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Pada Agroekosistem Marjinal Tipe Sawah Tadah Hujan dan Lahan Kering di Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung Iskandar, A. 2007. Analisis Kesejahteraan dan Manajemen Sumberdaya Keluarga

di Kota dan Kabupaten Bogor. [disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana, Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Larasati. 2011. Pendapatan dan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung Hibrida Pasca Reforma Agraria di Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lembaga Pers Mahasiswa. AGRICA. 2007. Bensin Singkong. Edisi XIX/Tahun

XXI September 2009. Fakultas Pertanian. Unsoed Purwokerto Mantra, I.B. 2003. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Mosher, A.T. 1987. Menciptakan Struktur Pedesaan Progresif. Disunting oleh Rochim Wirjoniodjojo. Yasaguna. Jakarta. 251 hlm

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. 305 hlm Puslitbang. 2006. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung.

www.puslitbang.co.id Diakses tanggal 26 Juli 2012.

Sastraatmadja, E. 2005. Revitalisasi Pertanian. HKTI. Jawa Barat. 188 hlm Sajogyo, T. 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan.

LPSB-IPB. Bogor. 299 hlm

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian;

Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Sugiarto, Sunarto dan Oetomo. 2003. Teknik Sampling. Gramedia. Jakarta. Todaro, M. P. 1993. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Penerjemah

Aminuddin. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. Website Resmi Kabupaten Lampung Selatan.2011.

http://lampungselatankab.go.id/index.php?lamsel=wilayah, Diakses tanggal 16

Agustus 2012 jam 11:00 WIB

http://www.scribd.com/doc/48781808/Distribusi-Pendapatan (Diakses tanggal 11 Desember 2012 )