commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
1. Sejarah Berdirinya Perusahaan
Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro LKM atau microfinance dewasa ini, merupakan topik yang hangat dibicarakan, karena
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya, terutama pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah, yang
relatif tidak terjangkau oleh lembaga keuangan formal. Selain itu, Lembaga Keuangan Mikro tidak hanya memberikan pelayanan jasa
keuangan, namun juga berfungsi sebagai alat pembangunan bagi pengembangan masyarakat pedesaan. Hal ini seperti dinyatakan oleh
Ledgerwood dalam “Microfinance Handbook” bahwa “The term [microfinance] refers to the provision of financial services to low-income
client, including the self-employed. Financial services generally include savings and credit; Microfinance is not simply banking, it is a development
tool.” Ledgerwood, 1999: page 1. Dengan semangat dan inspirasi, Toriq Bin Ziat Jularso berhasil menjadi
nahkoda kapal bernama BMT Alfa Dinar. Dalam perjalan hidupnya banyak pilihan-pilihan sulit yang harus ia pilih untuk menjadi sukses
seperti saat ini. Dimulai dengan modal sebesar 2,8 juta rupiah akhirnya ia mampu mendongkrak omset mencapai 50 miliar rupiah. Keberhasilan itu
commit to user 2
bukanlah tanpa sebab, dengan kegigihanya dalam menjalankan profesi yang akhirnya membawanya mencapai kesuksesan. Untuk itu mari kita
telusuri perjalan hidup seorang Jularso. Ia dilahirkan disebuah sudut kabupaten Karanganyar 14 Februari 1967 yang sering disebut sebagai desa
Ngadiluwih, Matesih. Desa ini terletak dibawah lereng gunung Lawu. Udara sejuk di pagi hari dan keindahan gunung Lawu di sore hari
merupakan makanan sehari-hari. Ia termasuk anak beruntung, bapaknya yang seorang petani sangat taat beribadah dan selalu mendorongnya untuk
belajar. Sementara ibunya adalah seorang pedagang. Kelak di kemudian hari petuah ibunya mampu merasuk dalam relung hatinya. Semenjak lulus
dari sekolah dasar didesanya ia dikirim oleh kedua orang tuanya untuk belajar di pondok Pabelan yang berada di Magelang, Jawa tengah. Ia
belajar selama 6 tahun. Selepas belajar di pondok pesantren ia meneruskan kuliah di UMS mengambi jurusan Tarbiah. Pada saat kuliah inilah yang
mempertemukan dengan dunia pemberdayaan ekonomi kecil. Saat itu ia telah aktif untuk bergabung dalam pelatihan-pelatihan PINBUK. Akhirnya
bersama beberapa orang temannya ia pun mendirikan sebuah BMT. ”Saat itu dalam benak kami pendirian BMT merupakan suatu ibadah. Jiwa kami
semua masih semangat dan idealis ingin mengangkat beban masyarakat dari kemiskinan,” ungkapnya. Dengan berbekal patungan akhirnya ia
mampu mengumpulkan dana sebesar 2,8 juta rupiah. Dengan berbekal tikar serta sebuah ruang kosong di MI di desanya ia dan kawan-kawan
mulai mengibarkan layar BMT. ”Beberapa penduduk yang membutuhkan
commit to user 3
dana untuk usaha mulai kami berikan. Saat pertama ada yang datang hati rasanya sangat senang sekali, karena ternyata lembaga yang kami rintis ini
mulai ada yang berminat.” Pada perkembangannya selama 2 tahun kepercayaan masyarakat pun terbangun. Hanya saja ada problem baru
yang kemudian dihadapi, yaitu cara mengatur keuangannya. Suatu godaan bagi pengelola karena belum ada sistem kontrol yang mengatur, yang
biasanya tidak pernah memegang uang kecuali hanya seribu-duaribu rupiah, sekarang menghadapi uang yang berlimpah, sementara mereka
adalah sarjana yang masih pengangguran. Tidak tahan godaan, BMT-pun berada di ambang kehancuran. Tahun ujian di lain pihak, kegiatannya di
BMT masih ia sambi pekerjaan sebagai guru dan depag. “Waktu itu saya masih menjalankan bisnis pribadi. Karena pada waktu itu BMT adalah
aktifitas sosial bukan sebagai ladang profesional. Namun disisi lain ada tututan untuk melakukan penyelamatan pada BMT ini. Kalau tidak
diselamatkan karya besar umat Islam ini tidak dianggap masyarakat,” kenang Juliarso. Juliarso menambahkan, dititik inilah ia dihadapkan pada
pilihan yang sulit, apakah ia tetap pada pekerjaannnya atau meninggalkannya demi menjalankan BMT secara profesional karena di
saat itu masyarakat sudah mulai banyak yang percaya pada lembaga ini. “Pada waktu itu tepatnya memasuki tahun 2000, saya dalam keadaan sulit,
saya tertipu pada saat berbisnis sehingga menjerumuskan saya dalam hutang yang sangat besar mencapai ratusan juta,” ungkapnya. Ujian tidak
hanya ia terima dalam berbisnis, keluarganya pun tak luput dari cobaan
commit to user 4
karena berturut-turut kehilangan anak pertama dan kedua. ”Tapi di saat sulit seperti inilah saya harus berdialog dengan hati nurani tentang masa
depan. Haruskan ber-BMT atau menyelesaikan masalah bisnis keluarga. Waktu itu pilihan saya adalah BMT karena dengan ber-BMT saya jauh
lebih dekat dengan Allah SWT dan membuat hati saya menjadi lebih tenang,” pikirnya. Selain itu bisnis ini akan lebih bermanfaat bagi
masyarakat dan mempunyai nilai ke-akheratan lebih besar. Waktu itu ia teringat pada satu ajaran hadis,”barang siapa yang mendahulukan akherat
maka Allah akan menjadikan orang itu kaya di dunia. sebaliknya jika mendahulukan urusan dunia maka akan dibuatnya mereka menjadi
bangkrut. Inilah spirit saya untuk maju.” Padahal pada waktu itu ia tahu bahwa BMT masih belum mampu menggajinya, maka ia memutuskan
mengelola BMT secara profesional. Ia bersepakat dengan seluruh pengelola jika tidak ada peningkatan secara signifikan ia tidak minta gaji.
”Saya digaji karena kerjakeras saya dan keringat saya. Waktu itu saya mendeklarasikan untuk melakukan peningkatan keuntungan atau aset
BMT. Jika tidak ada peningkatan saya siap untuk tidak digaji”, tegasnya dihadapan seluruh pengelola. Ia pun mematok angka psikologis, waktu itu
nilainya 1 miliar. Alhamdulilah akhirnya target itu bisa terpenuhi. Strategi Pengembangan Untuk mencapai angka tersebut ia mengaku harus bekerja
sangat keras. ”Kalau dihitung secara wajar jam kerja mulai dari jam 8 hingga jam 2 sore, namun waktu itu saya all out benar karena jam keja
saya tidak pernah saya ukur, semuanya saya curahkan pada BMT saya.”
commit to user 5
Saat itu, ia jam 10-12 malam pun kadang masih di lapangan. Ia mendekati masyarakat dengan menjadi da’i dikampung-kampung. Materi yang ia
sampaikan waktu itu selalu tentang ke ekonomian syariah. Bahkan tidak segan-segan, ia juga membawa brosur untuk disebarkan pada Jama’ah.
Harapannya saat itu ada transaksi dalam aktifitas pengajian yang ia lakukan sepanjang tahun, karena pada saat itu masih belum banyak orang
yang tahu tentang BMT dan yang jelas pada saat itu orang-orang masih alergi mendengar tentang menabung, apalagi di BMT. ”Lha wong untuk
hidup aja sulit”. Walaupun mengeluh, ternyata mereka sebenarnya telah menabung. Buktinya mereka dengan senang hati menyimpan uangnya
dengan jalan arisan. Misalnya arisan keluarga, kampung, RT. “Kemudian ini saya buat menjadi sebuah produk di BMT saya,” ungkapnya. Lebih
lanjut ia mengungkapkan Ilustrasi yang ia jalankan. Sebenarnya di setiap arisan warga yang berjumlah 10 orang, mereka mengumpulkan uang
sebesar 10 ribu rupiah, dan di setiap pertemuan diundi siapa yang mendapat giliran mengambil tabungannya. ”Sadangkan yang saya
kembangkan waktu itu adalah arisan dengan jumlah peserta yang lebih banyak. Pada saat mereka menabung sebesar 10 ribu dengan jumlah
anggota lebih dari sepuluh orang yang pasti akan ada dana yang dapat dikelola di dalam BMT. Karena kelebihan orang tersebut hanya akan
dibayarkan pada periode akhir pengundian.” Jadi disini tidak ada yang dirugikan karena pada akhir periode peserta arisan akan mendapatkan
tabungan yang selama ini mereka masukkan dalam tabungan dengan pola
commit to user 6
arisan ini. Dari arisan ini kemudian berkembang menjadi arisan sepeda motor, elektronik, dan bahkan sekarang ada arisan haji. Inilah awal BMT
sehingga dapat berkembang pesat. Omset sampai saat ini mencapai 50 miliar rupiah. Sumber: Amri,
www.pkesinteraktif.com
2. Tujuan dan Tugas Perusahaan