NURVIANTO ADHI NUGROHO F3308161

(1)

commit to user

PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERJANJIAN FIDUSIA DI BMT ALFA DINAR

TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Akuntansi

Oleh :

NURVIANTO ADHI NUGROHO F3308161

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

(3)

(4)

commit to user

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

”Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”.

(Surat Al-Fatihah ayat 5)

“Masa depanmu adalah kematianmu”

(Kakashi Hatake)

Penulis persembahkan kepada:

- Allah SWT pemilik alam semesta lagi Maha Bijaksana

- Bunda dan Ayah tercinta

- Sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku

- Pembaca yang budiman

- Almamaterku


(5)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas taufik dan rahmat-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul

”PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERJANJIAN FIDUSIA DI BMT ALFA DINAR”.

Penyusunan Tugas Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana Ahli Madya Program Studi Diploma III Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

Penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Drs. Wisnu Untoro, M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Agus Budiatmanto, M.Si, Ak., selaku Ketua Program Diploma III

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Lulus Kurniasih, S.E, M.Si, Ak., selaku Pembimbing Magang dan Tugas


(6)

commit to user

4. Bapak maupun Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu praktik dan teori

selama masa perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Seluruh tenaga administrasi (kepala bagian tata usaha, bagian pendidikan,

bagian kemahasiswaan, bagian keuangan dan kepegawaian serta bagian umum dan perlengkapan) Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

6. Bapak Supri Hartono selaku Manager Administrasi yang memberikan izin

dan bimbingan untuk melakukan magang kerja di BPR Alfa Dinar Karanganyar.

7. Seluruh direksi, staf, serta karyawan di BPR Alfa Dinar Karanganyar.

8. Ibuku tersayang yang telah memberikan kasih sayangnya selama ini. Aku

ingin dan akan selalu menjadi anakmu ibu.

9. Bapak yang yang telah rela meneteskan keringat kepada anakmu ini.

10.Untuk sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku baik yang di darat, di laut

maupun di udara, terima kasih semuanya. b(^^)d

11.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari meskipun telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan dan menyusun tugas akhir ini, akan tetapi karya ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang


(7)

commit to user

membangun demi sempurnanya tugas akhir ini. Akhirnya penulis berharap semoga insya Allah tugas akhir ini bermanfaat bagi akademi, perusahaan serta para pembaca yang budiman.

Surakarta, Februari 2012


(8)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

ABSTRAK...ii

HALAMAN PERSETUJUAN...iii

HALAMAN PENGESAHAN...iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB I... 1

PENDAHULUAN...1

A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN...1

1. Sejarah Berdirinya Perusahaan... 1

2. Tujuan dan Tugas Perusahaan...6

3. Produk BMT Alfa Dinar... 8

4. Struktur Organisasi...12

5. Deskripsi Jabatan... 13

6. Visi dan Misi Perusahaan...15

B. LATAR BELAKANG MASALAH...16


(9)

commit to user

D. TUJUAN PENELITIAN...20

E. MANFAAT PENELITIAN...21

BAB II... 22

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 22

A. TINJAUAN PUSTAKA... 22

1. Tinjauan Umum Jaminan... 22

2. Tinjauan Umum Perjanjian... 27

3. Tinjauan Umum Kredit... 43

4. Tinjauan Umum Fidusia... 51

B. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN...54

1. Tahap-Tahap Pemberian Kredit... 54

2. Bagian-Bagian Yang Terkait... 57

3. Bagan Alir... 59

BAB III...64

TEMUAN... 64

A. KELEBIHAN... 64

B. KELEMAHAN... 64

BAB IV... 66

PENUTUP...66


(10)

commit to user

B. REKOMENDASI...67

DAFTAR PUSTAKA...69 LAMPIRAN


(11)

commit to user DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

Halaman

I.1 Struktur organisasi BMT Alfa Dinar...12

II.1 Tahap Permohonan...61

II.2 Tahap Penilaian dan Ferifikasi...62

II.3 Tahap Analisis Pembiayaan...63

II.4 Tahap Persetujuan Permohonan dan Realisasi Pembiayaan...64

II.5 Tahap Persetujuan Permohonan dan Realisasi Pembiayaan (lanjutan)...65

II.6 Tahap Akad atau Perjanjian dan Penyerahan Barang Jaminan...66


(12)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

1. Formulir Bukti Penerimaan Kas

2. Formulir Bukti Pembiayaan

3. Formulir Bukti Setoran

4. Formulir Bukti Penarikan

5. Formulir Bukti Angsuran

6. Formulir Bukti Pengeluaran Kas

7. Formulir Memorandum Pembiayaan

8. Formulir Pendaftaran Anggota


(13)

commit to user ABSTRACT

PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERJANJIAN FIDUSIA DI BMT ALFA DINAR SURAKARTA

Nurvianto Adhi Nugroho F3308161

The purpose of this research is to know performing of credit process with fiduciaries indentured surety at BMT Alfa Dinar, whether it has been in accordance with the Standart Operational Procedure company.

The step of this research done by comparing between the Standart Operational Procedure of the company with the applied accounting system of credit process with fiduciaries indentured surety at BMT Alfa Dinar.

The result of the research are found excess and weakness from credit process with fiduciaries indentured surety by the company. The weaknesses of system implementation includes are Creditor negligence for shortly list fiduciary surety goes to Fiduciary Surety Registry, sometimes utilize other people goods ownership prove and Moving easy object hand without as gnostic as creditor. The conclusion of this researches is the credit process with fiduciaries indentured surety applied by the company has been consistent with the Standard Operational Procedure of company. Based on the result of research, the researches recommends shortly list fiduciary agreement goes to Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia and checking object which will make surety.


(14)

commit to user ABSTRAK

PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERJANJIAN FIDUSIA DI BMT ALFA DINAR SURAKARTA

Nurvianto Adhi Nugroho F3308161

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan dari proses kredit dengan jaminan perjanjian fidusia di BMT Alfa Dinar, apakah telah sesuai dengan Standar Prosedur Operasional perusahaan.

Langkah dari penelitian ini, antara Standar Prosedur Operasional dari perusahaan dengan sistem akuntansi yang teraplikasi dari proses kredit dengan jaminan perjanjian fidusia di BMT Alfa Dinar apakah sudah sesuai.

Hasil dari penelitian ditemukan kelebihan dan kelemahan dari pengkreditkan dengan jaminan perjanjian fidusia oleh perusahaan. Kelemahan dari implementasi sistem adalah keabaian Kreditur untuk segera mendaftarkan jaminan fidusia pergi ke kantor pendaftaran Jaminan Fidusia, kadang kala debitur menggunakan kepemilikan barang orang lain dan mudahnya pemindahan objek jaminan tanpa sepengetahuan kreditur.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah proses pemberian kredit dengan jaminan perjanjian fidusia diterapkan oleh perusahaan telah konsisten dengan Standar Prosedur Operasional dari perusahaan. Berdasarkan dari hasil penelitian, peneliti merekomendasikan agar perusahaan segera mendaftarkan perjanjian fidusia ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia dan objek yang dijadikan jaminan harus diteliti dengan benar.


(15)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

1. Sejarah Berdirinya Perusahaan

Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM atau microfinance)

dewasa ini, merupakan topik yang hangat dibicarakan, karena keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya, terutama pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah, yang relatif tidak terjangkau oleh lembaga keuangan formal. Selain itu, Lembaga Keuangan Mikro tidak hanya memberikan pelayanan jasa keuangan, namun juga berfungsi sebagai alat pembangunan bagi pengembangan masyarakat pedesaan. Hal ini seperti dinyatakan oleh

Ledgerwood dalam “Microfinance Handbook” bahwa “The term

[microfinance] refers to the provision of financial services to low-income client, including the self-employed. Financial services generally include savings and credit; Microfinance is not simply banking, it is a development tool.” (Ledgerwood, 1999: page 1).

Dengan semangat dan inspirasi, Toriq Bin Ziat Jularso berhasil menjadi nahkoda kapal bernama BMT Alfa Dinar. Dalam perjalan hidupnya banyak pilihan-pilihan sulit yang harus ia pilih untuk menjadi sukses seperti saat ini. Dimulai dengan modal sebesar 2,8 juta rupiah akhirnya ia mampu mendongkrak omset mencapai 50 miliar rupiah. Keberhasilan itu


(16)

commit to user

bukanlah tanpa sebab, dengan kegigihanya dalam menjalankan profesi yang akhirnya membawanya mencapai kesuksesan. Untuk itu mari kita telusuri perjalan hidup seorang Jularso. Ia dilahirkan disebuah sudut kabupaten Karanganyar 14 Februari 1967 yang sering disebut sebagai desa Ngadiluwih, Matesih. Desa ini terletak dibawah lereng gunung Lawu. Udara sejuk di pagi hari dan keindahan gunung Lawu di sore hari merupakan makanan sehari-hari. Ia termasuk anak beruntung, bapaknya yang seorang petani sangat taat beribadah dan selalu mendorongnya untuk belajar. Sementara ibunya adalah seorang pedagang. Kelak di kemudian hari petuah ibunya mampu merasuk dalam relung hatinya. Semenjak lulus dari sekolah dasar didesanya ia dikirim oleh kedua orang tuanya untuk belajar di pondok Pabelan yang berada di Magelang, Jawa tengah. Ia belajar selama 6 tahun. Selepas belajar di pondok pesantren ia meneruskan kuliah di UMS mengambi jurusan Tarbiah. Pada saat kuliah inilah yang mempertemukan dengan dunia pemberdayaan ekonomi kecil. Saat itu ia telah aktif untuk bergabung dalam pelatihan-pelatihan PINBUK. Akhirnya bersama beberapa orang temannya ia pun mendirikan sebuah BMT. ”Saat itu dalam benak kami pendirian BMT merupakan suatu ibadah. Jiwa kami semua masih semangat dan idealis ingin mengangkat beban masyarakat dari kemiskinan,” ungkapnya. Dengan berbekal patungan akhirnya ia mampu mengumpulkan dana sebesar 2,8 juta rupiah. Dengan berbekal tikar serta sebuah ruang kosong di MI di desanya ia dan kawan-kawan mulai mengibarkan layar BMT. ”Beberapa penduduk yang membutuhkan


(17)

commit to user

dana untuk usaha mulai kami berikan. Saat pertama ada yang datang hati rasanya sangat senang sekali, karena ternyata lembaga yang kami rintis ini mulai ada yang berminat.” Pada perkembangannya selama 2 tahun kepercayaan masyarakat pun terbangun. Hanya saja ada problem baru yang kemudian dihadapi, yaitu cara mengatur keuangannya. Suatu godaan bagi pengelola karena belum ada sistem kontrol yang mengatur, yang biasanya tidak pernah memegang uang kecuali hanya seribu-duaribu rupiah, sekarang menghadapi uang yang berlimpah, sementara mereka adalah sarjana yang masih pengangguran. Tidak tahan godaan, BMT-pun berada di ambang kehancuran. Tahun ujian di lain pihak, kegiatannya di BMT masih ia sambi pekerjaan sebagai guru dan depag. “Waktu itu saya masih menjalankan bisnis pribadi. Karena pada waktu itu BMT adalah aktifitas sosial bukan sebagai ladang profesional. Namun disisi lain ada tututan untuk melakukan penyelamatan pada BMT ini. Kalau tidak diselamatkan karya besar umat Islam ini tidak dianggap masyarakat,” kenang Juliarso. Juliarso menambahkan, dititik inilah ia dihadapkan pada pilihan yang sulit, apakah ia tetap pada pekerjaannnya atau meninggalkannya demi menjalankan BMT secara profesional karena di saat itu masyarakat sudah mulai banyak yang percaya pada lembaga ini. “Pada waktu itu tepatnya memasuki tahun 2000, saya dalam keadaan sulit, saya tertipu pada saat berbisnis sehingga menjerumuskan saya dalam hutang yang sangat besar mencapai ratusan juta,” ungkapnya. Ujian tidak hanya ia terima dalam berbisnis, keluarganya pun tak luput dari cobaan


(18)

commit to user

karena berturut-turut kehilangan anak pertama dan kedua. ”Tapi di saat sulit seperti inilah saya harus berdialog dengan hati nurani tentang masa depan. Haruskan ber-BMT atau menyelesaikan masalah bisnis keluarga. Waktu itu pilihan saya adalah BMT karena dengan ber-BMT saya jauh lebih dekat dengan Allah SWT dan membuat hati saya menjadi lebih tenang,” pikirnya. Selain itu bisnis ini akan lebih bermanfaat bagi masyarakat dan mempunyai nilai ke-akheratan lebih besar. Waktu itu ia teringat pada satu ajaran hadis,”barang siapa yang mendahulukan akherat maka Allah akan menjadikan orang itu kaya di dunia. sebaliknya jika mendahulukan urusan dunia maka akan dibuatnya mereka menjadi bangkrut. Inilah spirit saya untuk maju.” Padahal pada waktu itu ia tahu bahwa BMT masih belum mampu menggajinya, maka ia memutuskan mengelola BMT secara profesional. Ia bersepakat dengan seluruh pengelola jika tidak ada peningkatan secara signifikan ia tidak minta gaji. ”Saya digaji karena kerjakeras saya dan keringat saya. Waktu itu saya mendeklarasikan untuk melakukan peningkatan keuntungan atau aset BMT. Jika tidak ada peningkatan saya siap untuk tidak digaji”, tegasnya dihadapan seluruh pengelola. Ia pun mematok angka psikologis, waktu itu nilainya 1 miliar. Alhamdulilah akhirnya target itu bisa terpenuhi. Strategi Pengembangan Untuk mencapai angka tersebut ia mengaku harus bekerja sangat keras. ”Kalau dihitung secara wajar jam kerja mulai dari jam 8 hingga jam 2 sore, namun waktu itu saya all out benar karena jam keja saya tidak pernah saya ukur, semuanya saya curahkan pada BMT saya.”


(19)

commit to user

Saat itu, ia jam 10-12 malam pun kadang masih di lapangan. Ia mendekati masyarakat dengan menjadi da’i dikampung-kampung. Materi yang ia sampaikan waktu itu selalu tentang ke ekonomian syariah. Bahkan tidak segan-segan, ia juga membawa brosur untuk disebarkan pada Jama’ah. Harapannya saat itu ada transaksi dalam aktifitas pengajian yang ia lakukan sepanjang tahun, karena pada saat itu masih belum banyak orang yang tahu tentang BMT dan yang jelas pada saat itu orang-orang masih alergi mendengar tentang menabung, apalagi di BMT. ”Lha wong untuk hidup aja sulit”. Walaupun mengeluh, ternyata mereka sebenarnya telah menabung. Buktinya mereka dengan senang hati menyimpan uangnya dengan jalan arisan. Misalnya arisan keluarga, kampung, RT. “Kemudian ini saya buat menjadi sebuah produk di BMT saya,” ungkapnya. Lebih lanjut ia mengungkapkan Ilustrasi yang ia jalankan. Sebenarnya di setiap arisan warga yang berjumlah 10 orang, mereka mengumpulkan uang sebesar 10 ribu rupiah, dan di setiap pertemuan diundi siapa yang mendapat giliran mengambil tabungannya. ”Sadangkan yang saya kembangkan waktu itu adalah arisan dengan jumlah peserta yang lebih banyak. Pada saat mereka menabung sebesar 10 ribu dengan jumlah anggota lebih dari sepuluh orang yang pasti akan ada dana yang dapat dikelola di dalam BMT. Karena kelebihan orang tersebut hanya akan dibayarkan pada periode akhir pengundian.” Jadi disini tidak ada yang dirugikan karena pada akhir periode peserta arisan akan mendapatkan tabungan yang selama ini mereka masukkan dalam tabungan dengan pola


(20)

commit to user

arisan ini. Dari arisan ini kemudian berkembang menjadi arisan sepeda motor, elektronik, dan bahkan sekarang ada arisan haji. Inilah awal BMT sehingga dapat berkembang pesat. Omset sampai saat ini mencapai 50

miliar rupiah. (Sumber: Amri, www.pkesinteraktif.com)

2. Tujuan dan Tugas Perusahaan

1. Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Perkoperasian menyatakan, bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya. Kegiatan usaha simpan pinjam ini sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi dan banyak manfaat yang diperolehnya dalam rangka meningkatkan modal usaha para anggotanya.

2. Sebagai penghimpun dana masyarakat, walaupun dalam lingkup

terbatas, kegiatan usaha Simpan Pinjam memiliki karakteristik yang khas, yaitu merupakan usaha yang didasarkan pada kepercayaan dan banyak menanggung resiko. Oleh karena itu pengelolaannya harus dilakukan secara profesional dan ditangani oleh pengelola yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus, serta dibantu oleh sistem pengawasan internal yang ketat.

3. Di samping itu, untuk mengantisipasi prospek perkembangannya di


(21)

commit to user

sangat menentukan kelangsungan hidup koperasi dan usaha anggota yang bersangkutan. Berdasarkan hal-hal di atas, maka pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam oleh koperasi tersebut telah diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Perkoperasian. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar di satu pihak tidak bertentangan dengan Undang-undang Perbankan dan di lain pihak untuk mempertegas kedudukan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Unit Usaha Koperasi yang memiliki ciri, bentuk dan sistematis tersendiri.

4. Mengingat karakteristik KSP yang merupakan jenis usaha yang

didasarkan pada kepercayaan dan terkait dengan resiko, maka pengaturan dan pengawasan terhadap KSP sejauh ini telah mengacu pada prinsip-prinsip yang sehat, baik mengenai pengelola (pengurus KSP) maupun dalam pengelolaan keuangannya.

5. Sebagaimana halnya pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan,

pengaturan dan pengawasan terhadap KSP meliputi pula aspek-aspek permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, likuiditas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha, dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait. Seperti halnya bank, terhadap KSP juga dilakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan.


(22)

commit to user 3. Produk BMT Alfa Dinar

a. Kegiatan Simpanan

1) Simpanan Dinar

Simpanan Dinar adalah jenis simpanan yang flexibel sehingga dapat diambil sesuai kebutuhan dan nasabah yang akan memperoleh bagi hasil dari saldo rata-rata harian simpanan tersebut tiap bulan.

2) Simpanan Isy Karima

Simpanan Isy Karima adalah suatu simpanan dimana jumlah nominal yang disetor setiap bulan ditentukan besarnya dan hanya dapat diambil apabila sudah jatuh tempo pengambilan sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati.

3) Simpanan Berjangka

Simpanan Berjangka adalah simpanan akan produktif dengan cara dibiayakan secara profesional. Laba dari pembiayaan ini dibagi antara nasabah dengan Koperasi dalam bentuk bagi hasil yang kompetitif.

b. Kegiatan Pembiayaan

1) Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara koperasi dengan anggota dimana pihak pertama (shohibul mal) menyediakan seluruh modal sedangkan anggota menjadi pengelola usaha. Hasil usaha ini dibagi sesuai dengan kesepakatan pada waktu


(23)

commit to user

akad pembiayaan ditandatangani yang dituangkan dalam bentuk nisbah misalnya 50 : 50.

2) Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan Murabahah adalah akad jual beli barang antara Koperasi dengan anggota pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.

3) Pembiayaan Ijaroh

Pembiayaan Ijaroh adalah akad pemindahan hak guna antara Koperasi dengan anggota atas barang ataupun jasa melalui pembayaran upah sewa atau jasa.

4) Pembiayaan Qard

Pembiayaan Qard adalah akad peminjaman uang atas dasar kebajikan antara Koperasi dengan kaum dhu’afa potensial untuk membantu permodalan usaha ataupun kebutuhan yang sangat penting dan mendesak.

c. Permodalan

1) Simpanan Pokok

Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anngota.


(24)

commit to user

2) Simpanan Pokok Khusus

Simpanan Pokok Khusus adalah sejumlah uang yang dimiliki oleh para pendiri koperasi dan selanjutnya dijadikan modal usaha dari koperasi tersebut.

3) Simpanan Wajib

Simpanan Wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

4) Cadangan Umum

Cadangan Umum adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi jika diperlukan.

5) Cadangan Resiko

Cadangan Resiko adalah dana yang sifatnya sekunder ataupun dana tambahan yang digunakan pada waktu koperasi benar-benar membutuhkan dana selain simpanan pokok dan simpanan wajib.

6) Laba/ SHU Ditahan

Laba/SHU Ditahan adalah keuntungan usaha dari koperasi yang masih belum cair ataupun masih dipegang oleh debitur maupun nasabah.


(25)

commit to user

7) Laba/SHU Tahun Berjalan

Laba/SHU Tahun Berjalan adalah keuntungan usaha dari koperasi selama satu tahun melakukan kegiatan usahanya.

4. Sruktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan suatu urutan manusia atau orang yang disusun menurut tugas dan kewajibannya dengan rasa tanggung jawab dalam bidangnya masing-masing disuatu organisasi peraturan tertentu guna mencapai tujuan tertentu pula. Berhasil tidaknya suatu perusahaan sangat ditentukan oleh organisasi, pembagian tugas, kedudukan, wewenang dan tanggung jawab, serta penetapan sistem koordinasi dan komunikasi. Dengan demikian organisasi dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan. Adapun struktur organisasi BMT Alfa Dinar dapat dilihat pada gambar berikut:


(26)

commit to user Gambar I.1

Struktur Organisasi BMT Alfa Dinar

Teller Manajer Operasional

Cabang

Marketing Funding Marketing

Finance

Staff Direktur Operasional

1. Area Supervisor

2. Konsultan

Direktur Operasional

Direktur Adm. & PPSDM

Supervisor

1. Auditor

2. Adm. &

Keuangan

Manajer Adm. Cabang

Kasir Rapat Anggota

Pengurus

Direktur Utama

Dewan Pengawas Dewan Syariah

Customer Service Collector


(27)

commit to user 5. Deskripsi Jabatan

1. Anggota

a) Fungsi

Sebagai Nasabah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Kepemilikan Tabungan.

b) Tugas

1) Melunasi semua Tagihan atau penarikan yang telah dipinjam

dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh Perusahaan.

2) Melengkapi persyaratan penarikan yang telah ditentukan oleh

perusahaan yang bersangkutan.

2. Dewan Pengawas Manajemen

a) Fungsi

Sebagai penilaian dalam Indeks prestasi dalam sebuah perusahaan yang bersangkutan.

b) Tugas

1) Mengawasi jalannya prosedur perusahaan yang bersangkutan

dalam tingkat perolehan atau pengeluaran.

2) Mempunyai wewenang dalam perusahaan dalam tingkat

perekonomian secara umum atau masyarakat.

3. Dewan Pengawas Syariah

a) Fungsi

Sebagai pengawasan tingkat perekonomian perusahaan yang berhubungan langsung dengan syariat Islam.

b) Tugas

1) Mempunyai wewenang dalam perusahaan dalam tingkat

perekonomian syariat Islam dengan ketentuan yang ada.

2) Mengawasi tingkat perolehan perusahaan dengan didasari


(28)

commit to user

4. Pengurus

a) Fungsi

Sebagai Pemilik perusahaan atau wewenang kekuasaan tertinggi dalam perusahaan dengan cabang yang lain.

b) Tugas

1) Menyetujui proposal-proposal yang ditentukan oleh bagian

direktur dari perusahaan cabang yang tertera.

2) Memberi peringatan bila terjadi kesalahan dalam perusahaan

yang bersangkutan.

5. Penghimpun Dana

a) Fungsi

Sebagai penarikan dana kepada Nasabah dalam perusahaan.

b) Tugas

1) Melakukan penarikan atau colektor pada Nasabah yang

bersangkutan atau yang tertera dalam perusahaan itu sendiri.

2) Memberikan atau mengasumsikan suatu proyek atau tawaran

kepada Nasabah untuk bergabung dengan perusahaan.

6. Pembiayaan

a) Fungsi

Sebagai pengumpulan dana saldo dalam perusahaan.

b) Tugas

1) Pembagian hasil kepada karyawan perusahaan yang

bersangkutan.

2) Menjumlah perolehan perusahaan dalam akhir pekan.

7. Accounting

a) Fungsi

Untuk menjurnal sebuah transaksi pengeluaran atau masukan dalam sebuah perusahaan yang bersangkutan.

b) Tugas

1) Mengajukan penilaian perusahaan kepada bagian pengawas


(29)

commit to user

2) Menyelidiki transaksi bila terjadi kesalahan di dalam sebuah

perusahaan yang bersangkutan.

8. Kasir

a) Fungsi

Sebagai Bagian pengumpulan dana atau penghitungan dana perusahaan.

b) Tugas

1) Pengumpulan dana perusahaan.

2) Penghitungan masukan atau pengeluaran dana perusahaan.

9. Customer Service

a) Fungsi

Sebagai pihak pelayanan perusahaan kepada Nasabah.

b) Tugas

1) Sebagai penarik oleh Nasabah kepada perusahaan.

2) Sebagai Pengecek transaksi yang telah atau sudah berlangsung.

6. Visi dan Misi BMT Alfa Dinar

1. Visi BMT Alfa Dinar

Menjadi lembaga keuangan syariah yang sehat melalui layanan terbaik serta terdepan dalam inovasi produk oleh sumber daya Islam professional dan diridhoi Allah SWT.

2. Misi BMT Alfa Dinar

1. Mengedepankan akhlakul karimah.

2. Mengutamakan kejujuran dan kedisiplinan.

3. Menciptakan produk-produk berkualitas.

4. Menjalin kemitraan jangka panjang.

5. Meningkatkan produktivitas.


(30)

commit to user

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Maraknya pertumbuhan perbankan syari’ah di Indonesia, berbagai macam lembaga perekonomian yang berlabelkan Islam mulai berkembang. Dari skala makro misalnya: asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah, reksadana syari’ah, pasar modal syari’ah, dan lain-lain. Bahkan dilevel mikro muncul lembaga keuangan syari’ah misalnya BPR Syari’ah, Koperasi Syari’ah, dan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT). Di samping bank syari’ah, untuk melayani masyarakat menengah dan bawah, Undang-Undang juga mengizinkan beroperasinya lembaga keuangan mikro yang dikenal dengan koperasi dan juga Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Di kalangan masyarakat menengah dan kecil, koperasi dan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan mikro yang paling terjangkau dan sarana paling mudah untuk memenuhi kebutuhan terhadap dana pinjaman (loan). Karena persoalan pinjam meminjam atau utang piutang adalah persoalan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan perekonomian. Dalam skala mikro, BMT cukup ampuh menghambat tangan-tangan bank besar konvensional yang menarik dana masyarakat pedesaan untuk diangkut ke Jakarta untuk kemudian dipinjamkan kepada konglomerat dan pengusaha besar. Di sisi lain, kehadiran BMT juga membantu mengikis praktek-praktek rentenir yang telah berlangsung lama dalam kehidupan masyarakat pedesaan.

Menurut sejarahnya, BMT terbentuk dalam upaya mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial, terutama dampak krisis ekonomi yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun. PINBUK (Pusat


(31)

commit to user

Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) sebagai Badan Pekerja dari YINBUK (Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) telah melakukan langkah-langkah strategis dan taktis dalam mengoptimalkan potensi ekonomi yang dimiliki masyarakat. Langkah-langkah ini dilakukan dengan menggiatkan pembinaan pengusaha kecil dan kecil bawah melalui pengembangan Baitul Maal Wat-Tamwil atau Balai Usaha Mandiri Terpadu (BMT). Sampai saat ini, PINBUK telah berhasil mendorong terbentuknya lebih dari 2.990 BMT yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Bagian Data Pinbuk Pusat, 10/1999). PINBUK membina usaha kecil yang bersifat Islami, yakni Baitul Mal wat Tamwil (BMT), yang menggunakan badan hukum koperasi dan menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dalam menjalankan usahanya. Dengan kehadiran BMT dibanyak desa dan kota, paling tidak sendi-sendi ekonomi lokal seperti pertanian, peternakan, perdagangan, kerajinan rakyat, dan sektor-sektor informal lainnya berkembang lebih baik. Bahkan berbagai usaha kecil yang sudah mati diharapkan dapat diaktifkan hidup lagi dengan bantuan pinjaman yang mudah.

Sekarang ini BMT merupakan bentuk lembaga keuangan mikro yang dapat dikatakan sangat sukses. Di Jawa Tengah terdapat BMT terbaik misalnya BMT Ben Taqwa di Grobogan-Purwodadi, BMT Binama Semarang BMT Bintoro Madani Demak, BMT Bina Umat Sejahtera (BUS) Lasem, BMT Pekajangan Klaten, BMT Alfa Dinar Karanganyar, dan lain-lain.

BMT di Indonesia ini tumbuh dari bawah (bottom up) yang didukung oleh deposan-deposan kecil. Walaupun tidak diakui sebagai lembaga keuangan non-bank, namun pada prinsipnya lembaga BMT-BMT ini telah menjalankan


(32)

commit to user

fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dari, untuk dan oleh masyarakat. Dengan perkataan lain, bahwa BMT pada hakekatnya merupakan perwujudan demokrasi ekonomi. Apalagi sebagian besar BMT berbadan hukum koperasi yang merupakan badan usaha yang berdasarkan azas kekeluargaan yang sesuai dengan Islam. Namun Demikian lembaga keuangan mikro ini masih tetap dalam kritikan. Perkembangan BMT menurut penelitian yang mengukur tingkat kesejahteraan kinerja keuangan 228 BMT di Jawa Tengah menunjukkan bahwa 66,23 % BMT cukup sehat, dan 23,25 % berada dalam keadaan kurang sehat dan 3,07 dalam keadaan tidak sehat (Rahman, Pengaruh Religisiutas dan Etika Kerja Islam terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, Penelitian Individual, Semarang: Puslit IAIN Walisongo, 2005). Kompleksitas masalah yang dihadapi oleh BMT tidak hanya pada legitimasi dan dasar legal formal atas eksistensi BMT saja, tetapi lebih dari itu. Dalam prakteknya juga menghadapi kendala operasional, misalnya konsistensi penerapan prinsip-prinsip syar’i yang menjadi sumber rujukan segala aktifitasnya.

Sebagai contoh keharusan adanya jaminan dalam setiap akad pemberian kredit (pembiayaan) baik menggunakan skema akad mudharabah atau musyarakah, bai al-muarabahah atau juga menggunakan gadai (rahn). Hampir dalam setiap bentuk akad yang diterapkan selalu mempersyaratkan adanya barang jaminan. Padahal jika kita melihat aturannya tidak semua akad pembiayaan (kredit) harus disertai dengan adanya barang jaminan. Misalnya akad mudharabah, qardul hasan dan lain-lain. Pensyaratan adanya jaminan


(33)

commit to user

sebetulnya menjadi wajar karena hal tersebut juga tersirat menurut dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Di sana disebutkan bahwa jaminan (agunan) merupakan “keharusan” dalam beberapa produk lembaga keuangan syari’ah. Penggunaan jaminan dalam semua akad tersebut seakan menjadi keharusan. Padahal jika dirunut akar syar’i, hanya dalam akad gadai saja yang secara eksplisit terdapat keharusan menyerahkan jaminan. Ini berarti ada penyimpangan dalam operasionalisasi BMT karena praktek semacam itu pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan Praktek Bank konvensional yang berprinsip tidak ada kredit tanpa jaminan. Masalah lain yang juga menjadi keprihatinan BMT adalah masalah implementasi penerapan hukum jaminan. Dalam lembaga keuangan konvensional, kegiatan pinjam-meminjam (kredit) dilakukan dengan menggunakan pembebanan hak tanggungan atau hak jaminan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah. Akan tetapi dibanyak BMT, masih sedikit BMT yang telah menerapkan hukum jaminan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Singkatnya, menurut Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa salah satu syarat jaminan adalah harus didaftarkan ke kantor pendaftaran jaminan dan cara eksekusinya adalah dengan prosedur tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut.


(34)

commit to user

Mengenai jaminan fidusia, masih banyak kalangan masyarakat belum mengerti betul apa itu jaminan fidusia. Padahal tidak sedikit dari masyarakat yang sudah menerapkan jaminan tersebut, tetapi belum sadar bahwa yang dilakukannya sebenarnya menggunakan jaminan fidusia.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka untuk itu penulis

mengambil judul: “PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN

PERJANJIAN FIDUSIA DI BMT ALFA DINAR”

C. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Proses pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan perjanjian fidusia

di BMT Alfa Dinar .

2. Kelebihan dan kelemahan apa saja yang ada di dalam perjanjian fidusia

sebagai jaminan pemberian kredit tersebut.

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan atas penelitian yang dilakukan adalah menemukan pemecahan atas permasalahan yang telah diuraikan di atas, yaitu:

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan


(35)

commit to user

2. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan apa saja yang ada di dalam

perjanjian fidusia sebagai jaminan pemberian kredit di BMT Alfa Dinar .

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Peneliti

Dapat memberikan pengalaman dalam mempraktikan ilmu dan teori Akuntansi Keuangan yang diperoleh selama mengikuti pendidikan Program Diploma III Akuntansi Keuangan ke dalam kenyataan dunia kerja.

2. Bagi Perusahaan

Untuk memberikan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan untuk lebih meningkatkan sistem serta dapat menanggulangi kelemahan-kelemahan yang ada.

3. Bagi Pembaca

Dapat memberikan manfaat, seperti tambahan pengetahuan, wawasan, informasi serta referensi bacaan dalam pembuatan tugas akhir.


(36)

commit to user BAB II

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Umum Jaminan

a. Pengertian jaminan

Isitilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu "zekerheid" atau "cautie", yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya.

Dalam peraturan perundang-undangan, kata-kata jaminan terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata, dan dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (UU yang Diubah)

Selain istilah jaminan, dikenal juga istilah atau kata-kata agunan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, tidak membedakan pengertian jaminan maupun agunan, yang sama-sama memilki arti yaitu "tanggungan". Namun dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 dan UU No. 10 Tahun 1998, membedakan pengertian dua istilah tersebut. Dimana dalam UU No. 14 Tahun 1967 lebih cenderung menggunakan istilah "jaminan" dari pada agunan. Pada dasarnya, pemakaian istilah jaminan dan agunan adalah sama. Namun, dalam praktek perbankan

istilah dibedakan. Istilah jaminan mengandung arti sebagai


(37)

commit to user

kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan agunan diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah debitur.

Pengertian jaminan terdapat dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 februari 1991, yaitu: "suatu keyakinan kreditur bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan".

Sedangkan pengertian agunan diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998, yaitu: "jaminan pokok yang diserahkan debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia". Dalam Penjelasan Pasal 8 UU yang Diubah, terdapat 2 (dua) jenis agunan, yaitu: agunan pokok dan agunan tambahan. Agunan pokok adalah barang, surat berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek-proyek yang dibeli dengan kredit yang dijaminkan. Sedangkan agunan tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambah dengan agunan.


(38)

commit to user

Jadi dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari jaminan (menurut Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998), yaitu:

1. Merupakan jaminan tambahan.

2. Diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank/kreditur.

3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syari'ah.

b. Kegunaan dari jaminan

1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk

mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji.

2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk

membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya, dengan merugikan diri sendiri, dapat dicegah.

3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya,

misalnya dalam pembayaran angsuran pokok kredit tiap bulannya.

c. Syarat-syarat benda jaminan

1. Secara mudah dapat membantu diperolehnya kredit itu, oleh pihak

yang memerlukannya.

2. Tidak melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk

melakukan dan meneruskan usahanya.

3. Memberikan informasi kepada debitur, bahwa barang jaminan setiap

waktu dapat di eksekusi, bahkan diuangkan untuk melunasi utang si penerima (nasabah debitur).


(39)

commit to user d. Manfaat benda jaminan

Bagi kreditur:

1. Terwujudnya keamanan yang terdapat dalam transaksi dagang yang

ditutup.

2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.

Sedangkan manfaat benda jaminan bagi debitur adalah untuk memperoleh fasilitas kredit dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya.

e. PenggolonganJaminan

Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya :

1. Jaminan yang bersifat Umum.

Merupakan jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta benda milik debitur, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, yaitu "segala harta/hak kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di masa mendatang, menjadi tanggungan untuk semua perikatan perorangan".

2. Jaminan yang bersifat Khusus.

Merupakan jaminan yang diberikan dengan penunjukan atau penyerahan atas suatu benda/barang tertentu secara khusus, sebagai jaminan untuk melunasi utang/kewajiban debitur, baik secara


(40)

commit to user

kebendaan maupun perorangan, yang hanya berlaku bagi kreditur tertentu saja.

3. Jaminan yang bersifat Kebendaan dan Perorangan.

Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda tersebut. Penggolongan jaminan berdasarkan/bersifat kebendaan dilembagakan dalam bentuk: hipotik (Pasal 1162 KUHPerdata), Hak Tanggungan, gadai, dan fidusia. Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan, dapat berupa borgtogh (personal guarantee) yang pemberi jaminannya adalah pihak ketiga secara perorangan, dan jaminan perusahaan, yang pemberi jaminannya adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum.

Penggolongan jaminan berdasarkan Objek/Bendanya:

1. Jaminan dalam bentuk Benda Bergerak.

Dikatakan benda bergerak, karena sifatnya yang bergerak dan dapat di pindahkan atau dalam UU dinyatakan sebagai benda bergerak, misalnya pengikatan hak terhadap benda bergerak. Jaminan dalam bentuk benda bergerak dibedakan atas benda bergerak yang berwujud, pengikatanya dengan gadai, fidusia, dan benda bergerak yang tidak berwujud, yang pengikatannya dengan gadai, dan account revecieble.

2. Jaminan dalam bentuk Benda Tidak Bergerak.

Merupakan jaminan yang berdasarkan sifatnya tidak bergerak dan tidak dapat di pindah-pindahkan, sebagaimana yang diatur dalam


(41)

commit to user

KUHPerdata. Pengikatan terhadap jaminan dalam bentuk benda bergerak berupa hak tanggungan (hipotik).

Penggolongan jaminan berdasarkan Terjadinya:

1. Jaminan yang lahir karena Undang-undang.

Merupakan jaminan yang ditunjuk keberadaannya oleh undang-undang, tanpa adanya perjanjian dari para pihak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, seperti jaminan umum, hak privelege dan hak retensi.

2. Jaminan yang lahir karena Perjanjian.

Merupakan jaminan yang terjadi karena adanya perjanjian antara para pihak sebelumnya, seperti gadai, fidusia, hipotik, dan hak tanggungan.

2. Tinjauan Umum Perjanjian a. Pengertian Perjanjian

Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata mengenai

hukum perikatan (Verbintenis). Verbintenis berasal dari kata kerja

verbinden yang artinya mengikat, adanya ikatan atau hubungan. Jadi suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tadi adalah suatu perbuatan hukum. Dalam Buku III KUHPerdata dalam


(42)

pasal-commit to user

pasalnya dijelaskan tentang dua istilah yang sering digunakan yaitu Verbintenis dan Overeenkomst. Berbagai kepustakaan hukum di Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menterjemahkan Verbintenis dan Overeenkomst sebagai berikut:

1. KUHPerdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah

perikatan untuk “Verbintenis” dan persetujuan untuk

“Overeenkomst”.

2. Utrecht dalam bukunya “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”

memakai istilah perutangan untuk “Verbintenis” dan perjanjian untuk “Overeenkomst”.

3. Achamd Ichsan dalam bukunya hukum Perdata IB menterjemahkan

“Verbintenis” dengan perjanjian dan “Overenkomst” dengan persetujuan (R. Setiawan 1999: 1).

Dari uraian diatas ternyata bahwa untuk “Verbintenis” dikenal 3 istilah di Indonesia yaitu: perikatan, perutangan, dan perjanjian. Sedangkan untuk “Overeenkomst” dipakai 2 istilah perjanjian dan persetujuan. Perbedaan penggunaan istilah diantara para ahli hukum mengenai perjanjian seperti isi, bentuk, sifat, maksud dan lain sebagainya adalah untuk mengemukakan suatu pandangan atau pendapat. Pembatasan suatu istilah adalah sangat penting karena untuk mencegah kesalahpahaman di dalam memberi makna, sehingga hal ini akan mendoromg perkembangan ilmu hukum lebih lanjut.


(43)

commit to user

Perjanjian menurut Subekti adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal (Subekti, 2002: 36). Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.

Perjanjian adalah sumber perikatan di samping sumber-sumber lainnya. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Ada perikatan yang lahir dari suatu perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari suatu Undang–undang. Perjanjian juga dapat dikatakan sebagai persetujuan, karena kedua belah pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.

Dari kesimpulan di atas bahwa perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang terpenting. Dapat kita lihat bahwa perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa. Kita tidak dapat melihat dengan mata kepala kita suatu perikatan. Kita hanya dapat membayangkannya dalam pikiran kita saja, tetapi kita dapat membaca suatu perjanjian ataupun mendengarkan perikatan-perikatannya.

Perjanjian (Verbintenis) mengandung pengertian sebagai suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau


(44)

commit to user

lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi (M. Yahya Harahap, 1986: 6).

Perjanjian dapat terjadi karena adanya persetujuan. Persetujuan adalah suatau perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih (Moch. Chidir Ali, 1993 : 15).

Dari beberapa pengertian diatas kita jumpai didalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain: hubungan hukum (rechtshandeling) yang menyangkut hukum kekayaan antar dua orang atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum (rechtshandeling). Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak lain yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi satu hak oleh pihak lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi. Jadi satu pihak memperoleh hak (recht) dan pihak lain memikul kewajiban (plicht) menyerahkan atau menunaikan prestasi (M. Yahya Harahap, 1986: 7).


(45)

commit to user b. Subyek Perjanjian

Karena adanya hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih. Masing-masing orang menduduki tempat yang berbeda satu sama lain. Satu orang menjadi pihak kreditur dan yang seorang menjadi pihak debitur. Kreditur dan debitur inilah yang menjadi subyek perjanjian. Kreditur mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi

Sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur terdiri dari:

1) Individu sebagai person yang bersangkutan.

Jika badan hukum yang menjadi subjek perjanjian yang diikat bernama “perjanjian atas nama“ (Verbintenis op naam) dan kreditur yang bertindak sebagai penuntut disebut “tuntutan atas nama”.

2) Seseorang menurut azas keadaan tertentu yang mempergunakan

kedudukkan atau hak orang lain tertentu.

Perlu diingat bahwa kualitas perjanjian dan kualitas hak harus bersesuaian. Atas prinsip ini ada dinyatakan bahwa pergantian suatu hubungan hukum yang serupa tidak mesti selamanya mengakibatkan peralihan atas semua hak semula.

3) Person yang dapat diganti

Mengenai person kreditur yang “dapat diganti”(vervangbaar),

berarti kreditur menjadi subyek semula, telah ditetapkan dalam perjanjian: sewaktu-waktu dapat diganti kedudukannya dengan kreditur baru. Perjanjian yang dapat diganti ini dapat dijumpai dalam


(46)

commit to user

bentuk perjanjian “aan order” (perjanjian atas order/atas perintah). Demikian juga dalam perjanjian “aan toonder” (perjanjian atas nama atau kepada pemegang/pembawa) pada surat-surat tagihan hutang (M. Yahya Harahap, 1986: 16).

Tentang siapa yang dapat menjadi debitur, sama keadaannya dengan orang-orang yang dapat menjadi kreditur; yaitu:

1) Individu sebagai person yang bersangkutan

2) Seorang atas kedudukan/keadaan tertentu bertindak atas orang

tertentu.

3) Seorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitur

semula, baik atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dan persetujuan kreditur.

c. Obyek perjanjian

Dikatakan bahwa Onderwerp dari Verbintenis ialah prestasi. Prestasi

disini adalah obyek (voorwerp) dari Verbintenis. Tanpa prestasi,

hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas suatu prestasi mempunyai kedudukan sebagai kreditur dan pihak yang wajib menunaikan prestasi mempunyai kedudukan sebagai debitur. Kreditur disini berhak atas suatu prestasi yang dijanjikan dan debitur wajib melakukan prestasi yang dimaksud. Dengan demikian intisari atau hakekat dari perjanjian tiada lain daripada prestasi (M. Yahya Harahap, 1986:9).


(47)

commit to user

Jika dalam Undang-undang telah menetapkan subyek perjanjian yaitu: pihak kreditur yang berhak atas prestasi dan pihak debitur yang wajib melaksanakan prestasi, maka objek dari perjanjian adalah perjanjian itu sendiri. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi yang diperjanjikan itu ialah menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Menyerahkan sesuatu berarti sesuai dengan ketentuan Pasal 1235 KUHPerdata berkewajiban untuk menyerahkan atau melever (levering) benda. Sedangkan melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Bersifat positif disini jika isi perjanjian ditentukan untuk melakukan atau berbuat sesuatu. Ini timbul misalnya dalam perjanjian kerja seperti yang diatur dalam Pasal 1603 KUHPerdata. Sedangkan perjanjian yang berupa prestasi negatif

adalah Verbintenis yang memperjanjikan untuk tidak berbuat atau

melakukan sesuatu (niet to doen).

Tentang objek/prestasi perjanjian harus dapat ditentukan adalah suatu yang logis dan praktis. Takkan ada arti perjanjian jika Undang-undang tidak menentukan hal demikian. Itulah sebabnya Pasal 1320 ayat (3) KUHPerdata menentukan bahwa objek atau perjanjian harus memenuhi syarat yaitu: objeknya harus tertentu (een bepaalde onderwerp). Atau sekurang-kurangnya obyek itu mempunyai jenis tertentu seperti yang dirumuskan dalam Pasal 1333 KUHPerdata. Jika suatu objek perjanjian jenisnya tidak tertentu, dengan sendirinya


(48)

commit to user

perjanjian demikian tidak sah, jika seluruh obyeknya (voorwerp) tidak tertentu.

Dengan demikian agar perjanjian itu memenuhi kekuatan hukum yang sah, bernilai dan mempunyai kekuatan yang mengikat, prestasi yang jadi obyek perjanjian harus tertentu. Sekurang-kurangnya jenis tertentu itu harus ada. Pada Pasal 1320 ayat (4) KUHPerdata disebutkan bahwa isi persetujuan harus memuat causa yang diperbolehkan. Apa yang menjadi objek atau apa yang menjadi isi dan tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian harus causa yang sah. Karena itu persetujuan (overeenkomst) yang mengisi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, kepentingan umum dan nilai-nilai kesusilaan. Berdasarkan adanya pengaturan yang berupa penggantian sesuatu kerugian yang tidak berwujud berarti prestasi yang jadi objek perjanjian bisa saja merupakan sesuatu yang tidak bernilai uang, tetapi jika prestasi mempunyai nilai ekonomi dengan sendirinya prestasi itu harus mempunyai nilai uang. Tentang ketentuan yang mengatur ganti rugi yang berupa sesuatu kerugian tak berwujud, yaitu kerugian di bidang moral yang tak dapat dinilai dengan uang, adalah merupakan ketentuan pasal-pasal yang tidak masuk dalam prinsip umum perjanjian.

Ketentuan-ketentuan semacam itu harus dianggap sebagai


(49)

commit to user d. Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Undang-undang, sehingga perjanjian tersebut diakui oleh hukum (legally concluded contract). Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu:

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian.

3) Mengenai suatu hal tertentu.

4) Suatu sebab yang halal (Subekti, 2005:17).

Dua syarat pertama disebut syarat subyektif karena mengenai orangnya atau subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu (Subekti, 2005: 17).

Dari keempat syarat tersebut yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata akan penulis jabarkan sebagai berikut:

1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri

Dalam hal ini apabila orang dikatakan telah memberikan persetujuan atau sepakatnya kalau orang memang menghendaki apa yang disepakati. Sepakat di sini sebenarnya merupakan pertemuan antar dua kehendak, di mana kehendak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain (J.Satrio, 1999: 165).


(50)

commit to user

Penting untuk diperhatikan bahwa yang dimaksud sepakat di sini (Pasal 1320) adalah sepakat pada saat lahirnya perjanjian dan bukan pada saat pelaksanaannya (J. Satrio, 1999: 166).

Kehendak seseorang baru nyata bagi pihak lain kalau kehendak tersebut dinyatakan. Pernyataan kehendak tersebut merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum. Kesepakatan itu dianggap tidak ada bila kesepakatan itu terjadi karena adanya suatu kehilafan (dwaling), suatu paksaan (dwang), atau suatu penipuan (bedrog). Dengan adanya hal tersebut, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut dibatalkannya perjanjian disertai tuntutan ganti rugi.

2) Cakap untuk membuat perjanjian

Di dalam Pasal 1329 KUHPerdata dinyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian sepanjang oleh Undang-undang ia tidak dinyatakan tidak cakap.

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada azasnya, setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata yang disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

a) Orang-orang yang belum dewasa.


(51)

commit to user

c) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

Undang-undang dan semua orang kepada siapa Undang-Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Dengan berlakunya Undang-undang Perkawianan No. 1 Tahun 1974, pada Pasal 47 dinyatakan bahwa seseorang dikatakan belum dewasa jika berusia dibawah 18 tahun, sedangkan menurut Pasal 330 KUHPerdata dikatakan belum dewasa seseorang yang belum genap berusia 21 tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. Bagi yang belum berusia 21 tahun tapi telah kawin dan kemudian bercerai, maka ia tetap berkedudukan sebagai orang dewasa.

Megenai orang yang di bawah pengampuan diatur dalam Pasal 443 KUHPerdata, mereka digolongkan sebagai orang yang tidak mampu menyadari taggung jawabnya dan dianggap tidak cakap mengadakan perjanjian, misalnya lemah pikiran, pemboros atau dungu. Apabila terdapat perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang tidak cakap ini maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya, sebab orang yang belum dewasa dan dibawa pengampuannya dapat menuntut pembatalan perjanjian tersebut disertai tuntutan ganti rugi jika terjadi kerugian.

Menganai kewenangan seorang istri, sejak diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 1963 telah menetapkan bahwa Pasal 108 dan 110 KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku lagi, sehingga seorang istri juga berwenang melakukan


(52)

commit to user

perbuatan hukum sendiri tanpa harus memperoleh bantuan dari suaminya. Ketentuan ini diperkuat lagi dengan Undang-undang No.1 Tahun 1974 terutama dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2 yang menyatakan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum.

3) Mengenai suatu hal tertentu

Syarat ini juga mempunyai arti penting karena memberikan kemudahan untuk melaksanakan hak dan menuntut pelaksanaan kewajiban dari pihak lain. Menurut Pasal 1332 KUHPerdata bahwa yang menjadi obyek dari perjanjian hanyalah barang-barang yang dapat diperdagangkan, sedangkan menurut Pasal 1333 KUHPerdata bahwa barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus dapat ditentukan jenisnya dan tidak menjadi halangan untuk memperjanjikan barang yang akan ada, asalkan dikemudian hari dapat ditentukan dan dihitung.

4) Suatu sebab yang halal

Yang dimaksud dengan sebab atau causa dalam syarat keempat ini tidaklah lain adalah isi perjanjian itu sendiri. Jadi jangan diartikan sebagai sebab yang mendorong orang untuk melakukan suatu perjanjian, karena Undang-undang atau hukum tidak mempedulikan sesuatu yang menyebabkan seseorang melakukan perjanjian. Yang diperhatikan oleh Undang-undang hanyalah isi perjanjian itu, yaitu


(53)

commit to user

tujuan yang akan dicapai apakah dilarang oleh Undang-undang atau tidak.

Menurut Pasal 1337 KUHPerdata sebab atau causa itu halal apabila tidak dilarang oleh Undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, sehingga suatu perjanjian dengan sebab yang tidak halal adalah dilarang oleh Undang-undang. Akibat dari suatu perjanjian yang berisi sutu sebab yang tidak halal adalah perjanjian itu menjadi batal demi hukum (voidnistig). Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian dimuka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Demikian pula apabila perjanjian yang dibuat itu tanpa sebab atau causa, ia dianggap tidak pernah ada.

5) Azas-azas Dalam Hukum Perjanjian

Dalam hukum perjanjian dapat dijumpai beberapa azas penting yang perlu diketahui. Azas-azaz tersebut antara lain sebagai berikut:

1) Azas Kebebasan Berkontrak

Azas ini terlihat dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Maksud dari azas kebebasan berkontrak adalah setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian apa saja baik yang sudah ada dalam Undang-undang maupun yang belum, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.


(54)

commit to user

Pasal–pasal ini dari hukum perjanjian dikatakan sebagai hukum pelengkap, yang berarti bahwa pasal-pasal tersebut dapat disingkirkan jika memang dikehendaki oleh para pihak yang membuat suatu perjanjian. Para pihak dapat mengatur sendiri kepentingannya dalam perjanjian yang dibuat. Bila mereka tidak mengaturnya barulah mereka akan tunduk pada Undang-undang.

2) Azas Konsesualisme (Konsesualitas atau Kesepakatan Para

Pihak)

Azas ini diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pasal itu disebutkan bahwa untuk sahnya perjanjian apabila sudah terjadi kesepakatan antara para pihak. Arti dari azas konsesualisme adalah pada dasarnya suatu perjanjan timbul pada detik tercapainya kesepakatan antara kedua pihak yang melakukan perjanjian mengenai hal-hal pokok dan tidak memerlukan lagi formalitas. Jadi dapat dikatakan bahwa azas konsesualisme merupakan suatu sendi yang mutlak dari suatu perjanjian.

Terhadap azas konsesualisme ini terdapat pengecualian yaitu apabila dalam Undang-undang telah ditetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian, atas ancaman batalnya perjanjian tersebut jika tidak menuruti bentuk cara yang dimaksud, misalnya tentang perjanjian penghibahan dan perjanjian perdamaian.


(55)

commit to user

3) Azas Kekuatan Mengikat

Disebut juga Azas Pacta Sunt Servanda. Azas ini tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang isinya bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah adalah berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya. Terikatnya para pihak pada suatu

perjanjian tidak semata-mata terbatas pada apa yang

diperjanjikan, tapi juga unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral. Para pihak harus melaksanakan apa yang telah mereka sepakati sehingga perjanjian itu berlaku sebagai Undang-undang.

4) Azas Personalitas

Azas personalitas ini dapat kita terjemahkan sebagai azas kepribadian, yang berarti bahwa pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1315 dan 1340 KUHPerdata. Terhadap azas personalitas ini ada pengecualiannya, yaitu tentang “derben-beding” atau perjanjian untuk pihak ketiga. Dalam hal ini seorang membuat perjanjian, di mana dalam perjanjian tersebut ia memperjanjikan hak-hak bagi orang lain. Apa yang telah diperjanjikan tidak dapat ditarik kembali jika pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya.


(56)

commit to user

5) Azas Itikad Baik

Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Mengenai itikad baik dibedakan menjadi itikad baik yang subyektif dan itikad baik yang oyektif.

Itikad baik yang subyektif diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang dalam melakukan perbuatan hukum tersebut, sedangkan itikad baik yang obyektif diartikan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian didasarkan atas norma kepatutan atau sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

6) Azas Kepercayaan

Seseorang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menimbulkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memegang janjinya atau akan memenuhi prestasinya dikemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian tidak mungkin diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan, kedua pihak mengikatkan dirinya dan suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat seperti suatu Undang-undang bagi keduanya.


(57)

commit to user 3. Tinjauan Umum Kredit

a. Pengertian Kredit

Secara etimologi, istilah kredit berasal dari Bahasa latin, yaitu "credere", yang berarti kepercayaan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kredit adalah pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Menurut beberapa pendapat para ahli ilmu hukum, seperti:

1. J.A.Lavy, merumuskan arti kredit adalah menyerahkan secara

sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit.

2. Drs. Muchdarsyah Sinungan, kredit adalah suatu prestasi yang

diberikan oleh satu pihak kepada pihak lainnya, dimana prestasi akan dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan diserahi dengan suatu kontraprestasi berupa bunga.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian kredit diatur dalam Pasal 1 angka 12, "kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan". Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Undang-Undang yang Diubah), pengertian kredit diatur dalam Pasal 1 butir 11, "kredit adalah penyediaan uang


(58)

commit to user

atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga". Pasal 1 butir 12 Undang-Undang yang Diubah, merumuskan pengertian "pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk melunasi uang atau tagihan tersebut, setelah jangka waktu yang tertentu dengan imbalan atau bagi hasil".

Prinsip Syari'ah, menurut Pasal 1 butir 13 Undang-Undang yang Diubah, adalah aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syaria'ah, antara lain: mudharabah, musharaqah, murabahah, ijarah, dan ijarah wa iqtina.

Dari defenisi diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa unsur-unsur kredit adalah:

1. Kepercayaan

Adanya keyakinan dari pihak bank terhadap prestasi yang diberikan kepada nasabah debitur yang akan dilunasinya sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan.


(59)

commit to user

2. Jangka Waktu

Adanya jangka waktu antara pemberian kredit dan pelunasannya, dimana jangka waktu tersebut sebelumnya telah ditentukan terlebih dahulu, berdasarkan kesepakatan bersama.

3. Prestasi

Adanya objek berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya kesepakatan dalam perjanjian pemberian kredit antara bank dengan nasabah debitur, berupa bunga atau imbalan.

4. Risiko

Adanya jangka waktu antara pemberian kredit dan pelunasannya, memungkinkan adanya risiko dalm perjanjian kredit tersebut. Untuk itu, untuk mencegah terjadinya risiko tersebut maka diadakan pengikatan jaminan/agunan yang dibebankan kepada pihak nasabah debitur.

b. Tujuan kredit

1. Untuk mencari keuntungan bagi bank/kreditur, berupa pemberian

bunga, imbalan, biaya administrasi, provisi, dan biaya-biaya lainnya yang dibebankan kepada nasabah debitur.

2. Untuk meningkatkan usaha nasabah debitur. Bahwa dengan adanya

pemberian kredit berupa pemberian kredit investasi atau kredit modal kerja bagi debitur, diharapkan dapat meningkatkan usahanya.


(60)

commit to user

3. Untuk membantu Pemerintah. Bahwa, dengan banyaknya kredit

yang disalurkan oleh bank-bank, hal ini berarti dapat meningkatkan pembangunan disegala sektor, khususnya disektor ekonomi.

c. Fungsi kredit secara luas

1. Untuk meningkatkan daya guna uang.

2. Untuk meningkatkan peredaran uang dan lalu lintas uang.

3. Untuk meningkatkan daya guna barang.

4. Untuk meningkatkan peredaran barang.

5. Sebagai alat stabilitas ekonomi.

6. Kredit dapat mengaktifkan atau meningkatkan aktifitas-aktifitas atau

kegunaan potensi-potensi ekonomi yang ada.

7. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pemerataan

pendapatan nasional.

8. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional.

d. Prinsip-prinsip pembrian kredit

Didasarkan pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tetang Perbankan, bunyinya:

"dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib memiliki keyakinan atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya, sesuai dengan yang diperjanjikan".

Dalam penjelasannya, dijelaskan bahwa kredit yang diberikan oleh bank umum mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank wajib memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, dengan


(61)

commit to user

memberikan jaminan dalam arti bank wajib memiliki keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi

utangnya/kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum kredit diberikan bank harus melakukan penilaian terhadap watak, modal, jaminan/agunan, da prospek usaha dari nasabah debitur.

Sedangkan bunyi Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 (UU yang Diubah):

ayat (1): "dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, bank umum wajib memiliki keyakinan terhadap analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan atau kesanggupan nasabah debitur, untuk melunasi utangnya, sesuai dengan yang diperjanjikan".

ayat (2): "bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuann yang ditetapkan oleh Bank Indonesia".

Secara umum, bank wajib memberikan kredit dengan menggunakan prinsip pemberian kredit didasarkan pada 5C atau "the 5C's analisys of credit", yaitu:

1. Character (watak).

2. Capacity (kemapuan).

3. Capital (modal).


(62)

commit to user

5. Collateral (jaminan/agunan).

e. Jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi

1. Dari segi Kegunaan: a. Kredit Investasi; b. Kredit Modal Kerja.

2. Dari segi Tujuan Kredit: a. Kredit Produktif; b. Kredit Konsumtif; c.

Kredit Perdagangan.

3. Dari segi Jangka Waktu: a. Kredit Jangka Pendek (jangka waktu

pengembalian kurang dari 1 tahun); b. Kredit Jangka Menengah (jangka waktu pengembalian antara 1 - 3 tahun); c. Kredit Jangka Panjang (jangka waktu pengembalian diatas 3 - 5 tahun).

4. Dari segi Agunan: a. Kredit dengan agunan; b. Kredit tanpa agunan.

5. Dari segi Sektor Usaha: a. Kredit Peternakan; b. Kredit Pertanian; c.

Kredit Industri; d. Kredit Pertambangan; e. Kredit Profesi; f. Kredit Perumahan; g. dan kredit-kredit sektor usaha lainnya.

f. Perjanjian Kredit

Perjanjian Kredit sama halnya dengan perjanjian secara umum yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Namun, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang Perjanjian Kredit, bahkan dalam Undang-Undang Perbankan sekalipun. Istilah perjanjian Kredit terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Nagari (PT. BPD Sumbar) Nomor SK/208/Dir/07-2000 tentang Perjanjian Kredit dan Ketentuan Umum Pemberian Kredit oleh Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat.


(63)

commit to user

Menurut Soebekti, Perjanjian Kredit pada hakikatnya sama dengan Perjanjian Pinjam Meminjam yang diatur dalam pasal 1754 sampai 1769 KUHPerdata.

Dalam prakteknya, Perjanjian Kredit memiliki 2 (dua) bentuk, yaitu:

1. Dalam Bentuk Akta Bawah Tangan (Pasal 1874 BW)

Merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan hukum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menanda-tangani dalam akta perjanjian tersebut. Agar akta ini tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh Notaris, agar memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat seperti akta otentik.

2. Dalam bentuk Akta Otentik.

Merupakan akta perjanjian yang memiliki kekuatan hukum pembuktian yang sempurna, karena ditanda tangani langsung oleh pejabat pembuat akta, yaitu Notaris, dan akta ini dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan keabsahannya dari tanda tangan pihak lain.

g. Sifat-sifat umum perjanjian kredit

1. Merupakan perjanjian pendahuluan.

Sebelum uang/objek dari perjanjian diserahkan, terlebih dahulu harus ada persesuaian kehendak antara pemberi dan penerima kredit yang disepakati dalam suatu perjanjian kredit. Jadi perjanjian kredit

merupakan perjanjian pendahuluan sebelum diberikannya


(64)

commit to user

2. Merupakan perjanjian bernama.

Hal ini sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kalau dia diatur dalam perundang-undangan disebut dengan perjanjian bernama, maka sebaliknya.

3. Merupakan perjanjian standar.

Dimana bentuk dan isi dari perjanjian tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu, sehingga pihak lawan dalam perjanjian hanya diminta untuk menyetujui apa-apa saja yang tercantum dalam perjanjian kredit tersebut.

h. Fungsi perjanjian kredit

1. Sebagai perjanjian pokok.

2. Sebagai alat bukti mengenai batasan hak antara kreditur dan debitur.

3. Sebagai alat monitoring kredit.

i. Hal-hal yang diperjanjikan dalam Perjanjian Kredit

1. Jangka waktu.

2. Suku bunga.

3. Cara pembayaran.

4. Agunan/jaminan kredit.

5. Biaya administrasi.

6. Asuransi jiwa dan tagihan.

j. Hal-hal yang diperjanjian dalam kredit dapat dihapus/berakhir

1. Ditentukan oleh pihak-pihak terlebih dahulu dalam perjanjian kredit


(65)

commit to user

2. Adanya pembatalan oleh salah satu pihak terhadap perjanjian

tersebut.

4. Tinjauan Umum Fidusia

Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan. Namun lama kelamaan dalam prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak.

Menurut Undang-undang nomor 42 Tahun 1999, pengertian Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Sedangkan yang dimaksud dengan Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai mana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia (debitor), sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.

Fidusia ini merupakan suatu jaminan yang didasarkan pada adanya perjanjian pokok. Jadi merupakan ikutan dari suatu perjanjian pokok


(66)

commit to user

tertentu misalnya perjanjian kredit/hutang piutang yang jaminannya adalah barang bergerak.

Selanjutnya dibuatkan suatu akta Fidusia secara notaril dan akta tersebut didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia dimana pemilik objek benda yang difidusiakan tersebut bertempat tinggal . Misalnya di Kantor Wilayah Pendaftaran Fidusia Jakarta Pusat apabila benda yang bersangkutan/pemilik benda tersebut berada di wilayah Jakarta Pusat.

1. Sifat Jaminan Fidusia

a) Bersifat Accesoir

Yaitu berupa perjanjian tambahan atau ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi

b) Droit de Preferenca atau Hak mendahului

Hak mendahului adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek Jaminan fidusia. Hak yang didahulukan dari penerima fidusia ini tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia. Apabila benda yang sama menjadi obyek jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan tersebut diberikan kepada hak yang lebih dahulu pendaftarannya pada kantor pendaftaran fidusia.


(67)

commit to user

c) Droit de suite

Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek jaminan fidusia. Pemberi jaminan fidusia yang telah mengalihkan obyek jaminan atas benda persediaan, wajib mengganti obyek yang setara.

d) Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.

2. Objek dan Subjek Jaminan Fidusia

1. Benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud.

2. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani

Hak Tanggungan.

3. Hapusnya Jaminan Fidusia

Yang dimaksud dengan hapusnya jaminan fidusia adalah tidak berlakunya lagi jaminan fidusia. Ada tiga sebab hapusnya perjanjian fidusia, yaitu:

a) Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia antara lain karena

pelunasan dan bukti bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat kreditur.

b) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia.

c) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia ( Pasal 25


(1)

commit to user BAB III TEMUAN

A. KELEBIHAN

Dalam prakteknya pemberian kredit dengan jaminan fidusia mempunyai kelebihan, baik bagi debitur sang penerima kredit maupun kreditur sang pemberi kredit.

1. Bagi debitur :

Selain mendapat kredit, debitur juga tetap menguasai barang-barang jaminan sehingga kelancaran usahanya terjamin. Karena benda sepenuhnya dikuasai oleh debitur, kreditur hanya membawa hak atas benda yang dijaminkan.

2. Bagi kreditur :

Karena kreditur tidak membawa barang jaminan, maka kreditur tidak perlu mengeluarkan biaya untuk perawatan barang jaminan dan biaya-biaya lain seperti biaya-biaya penyimpanan barang jaminan.

B. KELEMAHAN

Dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan perjanjian fidusia mempunyai beberapa kelemahan, antara lain :

1. Karena tidak ada keharusan segera mendaftarkan jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia dan juga tidak ada sanksinya, pendaftaran fidusia tersebut banyak disalahgunakan, yaitu pada umumnya


(2)

commit to user

jaminan fidusia didaftarkan apabila telah terjadi masalah dimana debitur sudah ada tanda-tanda tidak akan mampu untuk melunasi kreditnya.

Sehingga apabila benda sebagai obyek jaminan fidusia tersebut tidak terdaftar kemudian dijaminkan lagi kepada pihak lain dan pihak lain tersebut segera mendaftarkan jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, maka jaminan fidusia yang diakui adalah jaminan fidusia yang terdaftar di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia.

Pihak kreditur tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat untuk mengeksekusi barang yang dijadikan jaminan, walaupun pihak kreditur memegang ataupun mempunyai surat kuasa menjual yang disetujui ataupun ditandatangani oleh pihak debitur dan kreditur. Apabila pihak kreditur belum mendaftarkan jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia.

2. Debitur terkadang menggunakan bukti kepemilikan barang orang lain, dimana pihak kreditur tidak mengetahuinya, dengan kata lain debitur tidak menguasai barang yang dijaminkan dan barang tersebut dikuasai oleh pemilik barang, dimana pemilik barang dapat memindahkan barang yang dijadikan jaminan kepada orang lain tanpa sepengetahuan debitur maupun kreditur, sehingga pada saat debitur wanprestasi, pihak kreditur akan kesulitan menyita barang karena barang yang dijaminkan sudah berpindah tangan.


(3)

commit to user BAB IV PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan mengenai pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan perjanjian fidusia di BMT Alfa Dinar Surakarta, dapat ditarik kesimpulan antara lain:

Tahapan-tahapan yang terjadi dalam permohonan kredit dengan jaminan fidusia di BMT Alfa Dinar Surakarta:

1. Tahap Permohonan

Pengisian formulir pembiayaan yang telah disediakan beserta melampirkan syarat-syarat yang telah ditentukan.

2. Tahap Penilaian dan Ferifikasi

Calon debitur menunggu konfirmasi dari pihak kreditur, setelah pihak kreditur melakukan penilaian dan ferifikasi serta melakukan rapat.

3. Tahap Analisis Pembiayaan

Pihak kreditur melakukan analisis terhadap calon debitur, apakah layak untuk diberikan kredit. Hal ini melibatkan beberapa bagian yaitu,bagian keuangan, bagian marketing dan bagian accounting.

4. Tahap Persetujuan Permohonan dan Realisasi Pembiayaan

Tahap persetujuan permohonan dan realisasi pembiayan adalah tahap paling akhir apakah permohonan tersebut layak atau tidak bila dilakukan pembiayaan.


(4)

commit to user

5. Tahap Akad atau Perjanjian dan Penyerahan Barang Jaminan

Yaitu tahap dimana dilakukan perjanjian antara kreditur dengan debitur. Disertai calon debitur membawa benda yang akan dijadikan jaminan. Apabila kedua belah pihak menyetujui perjanjian tersebut maka kreditur dan debitur akan menandatangani surat tanda terima agunan dan surat kuasa menjual.

6. Tahap Pencairan

Yaitu tahap dimana kreditur memberikan pembiayaan kepada debitur berupa pencairan uang yang besarnya telah disetujui. Tetapi setelah pihak kreditur melakukan pemerikasaan terhadap dokumen-dokumen untuk yang terakhir kalinya.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pemberian kredit dengan jaminan perjanjian fidusia tersebut, terdapat beberapa kelemahan dalam pelaksanaannya. Penulis mencoba memberikan saran sebagai pertimbangan untuk peningkatan kinerja. Adapaun saran-saran yang mungkin dapat penulis berikan antara lain sebagai berikut:

1. Sebaiknya perusahaan segera melakukan pendaftaran jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Untuk menanggulangi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Dengan mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia maka perusahaan akan mendapatkan kepastian hukum.


(5)

commit to user

2. Mengingat terkadang benda yang dijadikan jaminan oleh debitur

merupakan benda kepemilikan orang lain, sebaiknya perusahaan melakukan pengecekan yang lebih teliti mengenai barang yang akan dijadikan sebagai jaminan serta mewajibkan debitur untuk melampirkan syarat-syarat dengan lengkap agar apabila terjadi sesuatu dapat dilakukan konfirmasi dengan mudah.

3. Karena benda jaminan fidusia yang sifatnya berupa benda bergerak, maka benda tersebut mudah berpindah tangan tanpa sepengetahuan kredit. Walaupun hal tersebut memang sulit dikendalikan secara langsung atau terus-menerus oleh kreditur, tetapi setidaknya masih ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan seperti sesekali untuk melakukan pengecekan terhadap benda yang yang dijadikan jaminan atau dengan mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia seperti hal yang diuaraikan di atas. Karena dengan mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, maka kreditur memperoleh hak prefern, yaitu didahulukan daripada kreditur-kreditur yang lain.


(6)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

Chidir Ali. (1993). Hukum Pajak Elementer. Bandung: PT. Eresco.

Harahap, M.Yahya. 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Ichsan, Ahmad, Hukum Perdata I B, cetakan 1, Jakarta, Pembimbing Masa, 1967.

J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996

Mulyadi, 2008. Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.

Saleh, Utrecht. (1983). Pengantar dalam Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru.

Sinungan, Muchdarsyah, (2003), Produktivitas, Apa dan Bagaimana, Jakarta: Bumi Aksara.

Soebekti. Aneka Perjanjian. Jakarta: Intermasa, 1992.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata Cet. XXXII. Jakarta: PT Intermasa

Pradnya Paramita, 1986.