stress breaker sehingga dapat meningkatkan marginal integrity. Polimerisasi shrinkage merupakan masalah terbesar pada semua bahan restorasi berbahan dasar
resin. C-faktor pada saluran akar adalah 200, hal ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan restorasi pada daerah coronal yang hanya 1-5 volume.
3,17,23
Polimerisasi shrinkage berkaitan dengan C-faktor yang merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan yang bebas.
Semakin tinggi C-faktor maka semakin tinggi potensi terjadinya polimerisasi shrinkage. Pada resin komposit aktivasi sinar, shrinkage terjadi ke arah tengah dari
massa resin. Adanya kontraksi polimerisasi menyebabkan terjadinya kehilangan kontak antara resin dan dentin saluran akar sehingga mengakibatkan terbentuknya
celah gaps pada restorasi tersebut. Selain itu, resin komposit memiliki koefisien ekspansi termal tiga atau empat kali lebih besar daripada koefisien ekspansi termal
struktur gigi. Perbedaan ekspansi termal antara struktur gigi dan resin komposit dapat menyebabkan terjadinya perbedaan perubahan volume yang dapat menimbulkan
celah mikro.
3,17,25
Davidson dkk. cit Rosin dkk. menyatakan bahwa tekanan kontraksi resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan
kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas, hal ini merupakan salah satu penyebab utama terbentuknya celah mikro.
Petrovic dkk. juga menyatakan bahwa kontraksi polimerisasi menyebabkan perubahan volume resin komposit, yang berperan penting dalam menentukan celah
gap antara kavitas dan restorasi serta microleakage yang terbentuk. Celah yang terbentuk menjadi jalan masuk bagi bakteri dan saliva beserta komponennya dari
dalam rongga mulut. Menurut Brannstrom cit Petrovic dkk., hal ini dapat menyebabkan timbulnya perubahan warna, kerusakan tepi restorasi, karies sekunder,
penyakit pulpa, dan adanya rasa sakit setelah penumpatan.
3
2.5 Perlekatan Fiber Polyethylene dengan Resin Komposit
Pita fiber polyethylene diaplikasikan dengan melumurinya menggunakan wetting resin. Pita fiber polyethylene yang telah dipotong sesuai dengan panjang
ruang pasak diletakkan pada tempat yang bersih. Kemudian siapkan wetting resin lalu celupkan pita fiber polyethylene ke dalam wetting resin. Fiber yang telah dibasahi
oleh wetting resin dapat dipegang dengan tangan baik memakai sarung tangan atau tidak. Untuk menghindari setting yang terlalu dini antara wetting resin dengan fiber
polyethylene, jaga agar fiber yang telah dibasahi terhindar dari sinar sampai siap untuk digunakan.
22
2.6 Sistem Perlekatan Pasak dan Inti Adhesif
Selain bentuk, ukuran, dan desain dari pasak juga dipengaruhi oleh semen luting, interaksi antara post-core, post-cement dan dentin-cement interface gambar
17. Semen resin direkomendasikan sebagai semen luting pada pasak fiber reinforced composite FRC. Hal ini dikarenakan semen resin memiliki daya tahan terhadap
fraktur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan semen yang lainnya. Komposisi resin-based cements hampir menyerupai resin-based composite filling materials
matriks resin dengan inorganic fillers. Monomer yang tergabung di dalam semen resin digunakan untuk meningkatkan perlekatan ke dentin.
4
Gambar 4. A. Inti yang dibentuk dari pita polyethylene fiber
dengan resin komposit, B. pasak individu yang
dibentuk dari pita polyethylene dengan luting resin semen, C. gutta-
percha
23
A
B
C
Polimerisasi dapat dicapai dengan conventional peroxide-amine induction system self cure, autopolymerizble atau dengan light cure. Beberapa sistem
menggunakan kedua mekanisme tersebut dan disebut sistem dual-cure. Dual-cure dapat meningkatkan derajat konversi dari semen, sifat mekanis semen seperti
modulus elastisitas dapat diperbaiki Giachetti et al 2004.
4
Mekanisme adhesi terpenting dari sistem adhesi pada post cementation adalah mekanisme adhesi interlocking, chemical adhesi, dan interdiffusion. Mekanisme
adhesi bergantung pada interlocking dari adhesif ke permukaan substrat. Chemical adhesi berdasarkan ikatan kovalen ataupun ionik yang menghasilkan sistem
perlekatan yang kuat. Perlekatan interdiffusion didasarkan pada difusi dari molekul polimer pada suatu permukaan ke permukaan yang lainnya. Mekanisme ini
digunakan ketika perlekatan antara pasak dengan dentin saluran akar.
4
2.7 Faktor Penting dalam Restorasi Pasak Adhesif