suatu protein x dari virus hepatitis B menyebabkan hilangnya kendali pertumbuhan sel hati dan memicu transformasi malignitas, sehingga berakhir
sebagai karsinoma hepa-toseluler Suharjo, 2006.
2.1.5. Transmisi
VHB dapat ditularkan melalui cairan tubuh, penetrasi jaringan perkutan dan permukosa. Transmisi VHB yang sering terjadi adalah melalui perinatal
misalnya dari ibu ke bayi biasanya terjadi semasa proses kelahiran, hubungan seksual, penggunaan jarum suntik bersama, pekerja kesehatan atau pekerja yang
terpapar dengan darah Shepard, Simard, Finelli, Fiore, dan Bell, 2006
2.1.6. Manifestasi Klinis
Pada infeksi yang sembuh spontan : 1.
Spektrum penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata sampai kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut.
2. Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala
prodromal dan gejala gastrointestinal, seperti: a
Malaise, anoreksia, mual dan muntah. b
Gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, sakit kepala, dan mialgia. 3.
Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada virus hepatitis A VHA dan virus hepatitis E VHE, pada virus yang lain secara insidious.
4. Demam jarang ditemukan kecuali pada infeksi virus hepatitis A.
5. Immune complex mediated, serum sickness like syndrome dapat
ditemukan pada kurang dari 10 pasien dengan infeksi VHB, jarang pada infeksi virus lain.
6. Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala
anoreksia, malaise, dan kelemahan dapat menetap. 7.
Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap, pruritus biasanya ringan dan sementara dapat timbul ketika ikterus meningkat.
8. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada
hepar.
Universitas Sumatera Utara
9. Splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15-20 pasien Sanityoso,
2006
2.1.7. Penatalaksanaan
Jika pasien terinfeksi dengan virus hepatitis B dan sembuh spontan, pasien tersebut hanya perlu dirawat jalan, kacuali pasien dengan mual atau anoreksia
berat yang akan menyebabkan diare. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan juga perlu dihindari Sanityoso, 2006.
Menurut Kumar dan Clark’s 2009, untuk hepatitis B yang akut dan pasien mempunyai gejala klinis, dapat diberikan antiviral seperti lamivudine.
Namun, tidak ada data yang terkontrol tentang efikasi obat ini. Menurut Soemohardjo dan Gunawan 2006, pada saat ini dikenal 2
kelompok terapi untuk poenderita yang sudah didiagnosa menderita hepatitis B kronik yaitu;
1. Kelompok Imunomodulasi
a. Interferon
b. Timosin alfa1
c. Vaksinasi terapi
2. Kelompok Terapi Antivirus
a. Lamivudin
b. Adefovir Dipivoksil
Tujuan pengobatan hepatitis B adalah mencegah atau menghentikan progresi jejas hati liver injury dengan cara melakukan replikasi virus atau
menghilangkan injeksi. Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering dipakai
adalah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif secara menetap HBeAg dan DNA VHB. Pada umumnya, serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe disertai
dengan hilangnya DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati. Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, serokonversi HbeAg tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat dipakai sebagai titik akhir terapi dan respons tetapi hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.
2.1.8. Prognosis