Bab2001 Rusun

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Perancangan

Perancangan dalam arsitektur menurut John Wade dalam Barliana (2012 : 9) adalah usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu yang lebih baik, melalui tiga proses : mengidentifikasi masalah-masalah, mengidentifikasi metoda untuk pemecahan masalah, dan pelaksanaan pemecahaan masalah. Dengan kata lain adalah pemograman, penyusunan rancangan, dan pelaksanaan perancangan.

2.2 Rumah Susun

2.2.1 Pengertian Rumah Susun

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun, pengertian dan pembangunan rumah susun adalah :

1) Lingkungan rumah susun adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas, di atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya secara keseluruhan merupakan tempat permukiman.

2) Satuan lingkungan rumah susun adalah kelompok susun yang terletak pada tanah bersama sebagai salah satu lingkungan yang merupakan satu kesatuan sistem pelayanan pengelolaan.

3) Prasarana lingkungan rumah susun adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan rumah susun dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Sehingga dapat disimpulkan, rumah susun dapat diartikan sebagai suatu bangunan gedung bertingkat yang memiliki sistem kepemilikan


(2)

perseorangan dengan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian, untuk mewadahi fungsi dan aktivitas keluarga yang dilaksanakan secara sederhana.

Pembangunan rumah susun diarahkan untuk mempertahankan kesatuan komunitas kampung asalnya. Pembangunannya diprioritaskan pada lokasi di atas bekas kampung kumuh dan sasaran utamanya adalah penghuni kumuh itu sendiri yang mayoritas penduduknya berpenghasilan rendah. Mereka diprioritaskan untuk dapat membeli atau menyewa rumah susun tersebut secara kredit atau angsuran ringan (Peraturan Pemerintah RI No 4/1988).

2.2.2 Karakteristik Rumah Susun

Berdasarkan peraturan pemerintah, karakteristik rumah susun di Indonesia memiliki ketetapan standar sebagi berikut (Teddy, 2010 : 11) :

1) Satuan Rumah Susun

 Mempunyai ukuran standar minimum 18 m2, lebar muka minimal 3 meter.

 Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan ruang lain (ruang penunjang) di dalam dan/atau diluar ruang utama.

 Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan buatan yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin kelancaran dan kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang cukup, serta sistem pemompaan air.

 Batas pemilikan satuan rumah susun dapat berupa ruang tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka. 2) Benda Bersama

Benda bersama dapat berupa prasaran lingkungan dan fasilitas lingkungan.


(3)

Bagian bersama dapat berupa ruang untuk umum, struktur, dan kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan yang menyatu dengan bangunan rumah susun.

4) Prasarana Lingkungan

Prasarana lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar lingkungan rumah susun, tempat parkir, utilitas umum yang terdiri dari jaringan air limbah, sampah, pemadam kebakaran, listrik, gas, telepon, dan alat komunikasi lainnya.

5) Fasilitas Lingkungan

Lingkungan rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan dan perbelanjaan, lapangan tebuka, kesehatan, pendidikan, peribadatan, pelayanan umum, serta pertanaman.

Menurut Yudohusodo dalam Audy (2008 : 9), rumah susun memiliki karakteristik yang berbeda dengan hunian horizontal. Rumah susun mengandung dualism sistem kepemilikan, yaitu kepemilikan seorangan dan bersama baik dalam bentuk ruang maupun benda. Sistem kepemilikan bersama yang terdiri dari bagian-bagian yang masing-masing merupakan satuan yang dapat digunakan secara terpisah yang dikenal dengan istilah condominium. Sistem ini diwajibkan untuk mengadakan pemisahan hak dari masing-masing satuan yang dilaksanakan dengan pembuatan akta pemisahan yang mengandung nilai perbandingan proporsional yang akan digunakan sebagai penerbitan sertifikat hak milik atas satuan yang bersangkutan.

Tipe unit rumah susun juga beragam. Kisaran luas unit rumah susun pada umumnya minimal 18m2 dan paling besar adalah 50 m2.

Tipe Unit Fasilitas

Tipe 18 m2 - 1 kamar tidur


(4)

Tipe 21 m2 Tipe 24 m2

Tipe ini biasanya untuk keluarga muda atau seseorang yang belum memiliki keluarga

- ruang tamu/keluarga - kamar mandi - dapur/pantry

Tipe 30 m2 Tipe 36 m2 Tipe 42 m2 Tipe 50 m2

Tipe ini untuk keluarga yang sudah memiliki anak

- 2 kamar tidur - ruang tamu / keluarga - kamar mandi / WC - dapur / pantry - ruang makan

2.2.3 Fasilitas Rumah Susun

Rumah susun merupakan hunian vertikal yang menjadi tempat tinggal bagi sejumlah penduduk yang menjadi penghuninya, sehingga terdapat fasilitas-fasilitas tertentu yang disediakan guna menunjang kehidupan penghuni didalamnya. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7013-3004) mengenai Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana, rumah susun haruslah memiliki fasilitas lingkungan, yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang antara lain dapat berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan (aspek ekonomi), lapanagan terbuka, pendidikan, kesehatan, peribadatan, fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum, pertamanan serta pemakaman (lokasi diluar lingkungan rumah susun atau sesuai rencana tata ruang kota).

Fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut menurut Standar Nasional Indonesia adalah :

1) Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai dengan budaya setempat

2) Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak sesuai dengan gaya hidup di rumah susun

3) Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau menggunakan fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu


(5)

4) Menunjang fungsi-fungsi aktivitas penghuni yang paling pokok bagi dan segi besaran maupun jeni sesuai dengan keadaan lingkungan yang ada

5) Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya.

Tentunya, pelayanan sarana dan prasarana harus memenuhi kebutuhan penghuni. Dalam hal ini apabila fasilitas lingkungan masih dapat dilayani oleh fasilitas yang berada diluar lingkungan rumah susun, maka pemenuhan kebutuhan jenis dan jumlah fasilitas lingkungan dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan.

Perancangan Fasilitas Lingkungan

Dalam melakukan perancangan fasilitas lingkungan pada rumah susun sederhana, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan guna memenuhi kebutuhan penghuni. Hal ini telah dijelaskan pula dalam Standar Nasional Indonesia, yaitu bahwa fasilitas lingkungan yang ditempatkan pada lantai bangunan rumah susun harus memenuhi kebutuhan sebagai berikut :

1) Maksimal 30% dari jumlah luas lantai bangunan

2) Tidak ditempatkan lebih dari lantai 3 (tiga) bangunan rumah susun.

Atas ketentuan tersebut maka luasan lahan yang digunakan untuk fasilitas lingkungan rumah susun harus diperhatikan. Luas lahan yang diperuntukan sebagai fasilitas lingkungan harus memenuhi ketentuan :

1) Luas lahan untuk fasilitas rumah susun seluas-luasnya 30% dari luas seluruhnya

2) Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai penghijauan, tempat bermain anak, dan atau lapangan olah raga seluas-luasnya 20% dari luas lahan fasilitas lingkungan rumah susun


(6)

No Jenis Peruntukan Maksimum (%)Luas LahanMinimum (%)

1 Bangunan untuk hunian 50

-2 Banguanan fasilitas 10

-3 Ruang Terbuka - 20

4 Prasarana Lingkungan - 20

Jenis Fasilitas Lingkungan

Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan fasilitas lingkungan yang dapat berupa ruang atau bangunan. Jenis fasilitas lingkungan yang pokok berada di lingkungan rumah susun ada 6 (enam) jenis seperti yang tertera pada tabel.

No. Jenis Fasilitas Lingkungan Fasilitas Yang Tersedia

1 Fasilitas niaga

- Warung

- Toko-toko perusahaan dan

dagang

- Pusat perbelanjaan

2 Fasilitas pendidikan

- Ruang belajar untuk pra

belajar

- Ruang belajar untuk sekolah

dasar

- Ruang belajar untuk sekolah

lanjutan tingkat pertama

- Ruang belajar untuk sekolah

menengah umum

3 Fasilitas kesehatan

- Posyandu

- Balai pengobatan

- BKIA dan ruamah bersalin

- Puskesmas

- Praktek dokter

- Apotek

4 Fasilitas peribadatan -- MusolaMasjid kecil

5 Fasilitas pelayanan umum

- Kantor RT

- Kantor/balai RW

- Post hansip/siskamling

- Pos polisi

- Telepon umum

- Gedung serba guna

- Ruang duka

- Kotak Surat

6 Ruang terbuka

- Taman

- Tempat bermain

- Lapangan olah raga

- Peralatan usaha

- Sirkulasi

- Parkir

sumber : Standar Nasional Indonesia (2003)

sumber : Standar Nasional Indonesia (2003) Tabel 2.3 Fasilitas Lingkungan Rumah Susun


(7)

2.2.4 Penghunian dan Pengelolaan Rumah Susun

Di dalam sebuah rumah susun diharuskan memiliki perhimpunan penghuni rumah susun. Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun. Pada Pasal 54 tertulis bahwa para penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya.

Perhimpunan penghuni mempunyai fungsi sebagai berikut :

1) Membina terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat, tertib, dan aman

2) Mengatur dan membina kepetingan penghuni 3) Mengelola rumah susun dan lingkungannya

Salah satu kegiatan yang dibentuk oleh perhimpunan penghuni pada rumah susun adalah unit koperasi penghuni. Seperti yang dilakukan oleh perhimpunan penghuni Rumah Susun Otorita Batam, Kota Batam. Koperasi ini bertujuan untuk menaungi pekerja dan penghuni Rumah Susun Otorita Batam khususnya dan masyarakat umumnya yang berminat beraktifitas di koperasi.

Sistem koperasi yang dapat digunakan yang ada kaitannya dengan topik dan tema dalam penelitian ini, yaitu urban farming, adalah koperasi petani. Sebagai contoh sistem baru koperasi petani yang cukup efektif, Koperasi Jardin du Chorrotons, yang berada di Jenewa, Swiss. Koperasi ini didasarkan atas kesepakatan yang dibuat dengan petani dilingkungan tempat tinggal para anggota dengan model pertanian yang didukung konsumen. Jumlah anggotanya mencapai 140 keluarga. Para anggota membayar iuran per tahun untuk produk yang disetujui antara anggota


(8)

koperasi untuk ditanam di tanah tersebut. Sehingga dengan ini, petani yang bekerja mendapatkan kepastian gaji per bulannya. Tiap minggunya anggota koperasi mendapatkan keranjang bahan makanan. Hasil panen tidak ada yang dijual ke luar anggota koperasi. Resiko produk pangan yang dihasilkan ditanggung bersama. Jika produksi berlimpah, maka konsumen mendapatkan hasil panen yang banyak. Namun, jika produksi susut, maka konsumen juga mendapatkan hasil panen yang sedikit. Sebagai bentuk kontribusi anggota koperasi, tiap anggota wajib bekerja di lahan tani selama 16 jam per tahunnya. Dengan adanya kontrak antara anggota koperasi dan pekerja, maka menguatkan sistem koperasi ini berjalan, kontrak tidak boleh dilanggar. Sistem yang dilakukan Koperasi Jardin du Chorrotons ini dapat menjadi contoh aplikasi pengelolaan urban farming di dalam rumah susun.

2.2.5 Karakteristik Penghuni Rumah Susun

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harsiti (2003:99-115) pola perilaku masyarakat penghuni rumah susun dalam melestarikan fungsi lingkungan rumah susun adalah sebagai berikut :

1) Sikap terhadap lingkungan ikut menentukan perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman. Makin tinggi sikap terhadap lingkungan maka makin baik perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman.

2) Motivasi hidup sehat ikut menentukan perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman. Makin kuat motivasi hidup sehat, maka makin baik perilaku masyarkat dalam melestarikan fungsi lingkungan. Sehingga untuk dapat melestarikan fungsi lingkungan permukiman, pola hidup sehat harus ditanamkan.


(9)

3) Status sosial ekonomi turut menentukan. Makin tinggi status sosial ekonomi maka makin baik perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman.

Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang paling kuat dalam menentukan perilaku melestarikan lingkungan secara berurutan adalah (1) status sosial, (2) sikap terhadap lingkungan, dan (3) motivasi hidup sehat.

2.3 Urban Farming

Urban farming meliputi produksi, pengelolaan, dan distribusi ke berbagai bentuk makanan, termasuk produksi sayuran di dalam atau pada pinggiran suatu wilayah perkotaan. Termasuk kultivasi tanaman corps, buah dan sayuran formal, hutan, taman, kebun, kebun buah, dan aktivitas yang terkait.

Urban farming yang dimaksud dalam perancangan ini adalah produksi dan pengelolaan makanan/tanaman berskala rumah tangga. Sehingga penghuni dapat melakukan aktivitas komunal berkebun yang dapat bermanfaat bagi seluruh keluarga untuk mengonsumsi sayuran yang sehat dan bergizi.

Menurut Bakker dalam Herman (2000 : 37), menunjukan bahwa pertanian kota adalah salah satu pilihan untuk mengatasi ketahanan pangan rumah tangga. Hal ini sejalan dengan pendapat Haletky dan Tylor (2006 : 51) bahwa pertanian kota adalah salah satu komponen kunci pembangunan sistem pangan masyarakat yang berkelanjutan.

Kegiatan urban farming telah banyak diterapkan di negara-negara luar. Banyak komunitas yang melakukan kegiatan ini dalam satu lingkungan tempat tinggal. Contohnya adalah ReVision House Urban Farm yang berada di Boston, Massachusetts, diatas tanah 1 hektar. Mereka menanam banyak varietas buah-buahan, sayuran, dan bunga. Mereka


(10)

memiliki dua rumah kaca dan 1/2 hektar tanah untuk menanam pertaniannya. Mereka menggunakan metode berkebun konvensional yang menggunakan media tanam tanah dan pupuk. Hasilnya digunakan untuk keperluan penampungan, didstrubusikan ke komunitas-komunitas dengan cara penjualan, dan dijual ke dua pasar terdekat. Dalam berkebun mereka selalu menggunakan produk dan metode yang sustainable.

Konsep urban farming juga sudah mulai diterapkan ke dalam konsep perancangan rumah tinggal vertikal guna memenuhi kebutuhan pangan penghuni, seperti yang The Weave yang berada di New Delhi, India. Living Weave membentuk sebuah komunitas hidup dan tani di dalam satu modul. Dengan luas lahan sebesar 3 hektar di jantung kota New Delhi, bangunan ini dibagi menjadi blok-blok cluster yang merupakan kombinasi dari 4 unit rumah yang terintegrasi dengan pertanian individu. Blok-blok tersebut terkoneksi satu sama lain oleh plat lahan pertanian yang berada di atap dari unit blok.

Gambar 2.1 ReVision House Urban Farm

sumber : ReVision House Urban Farm Website

Gambar 2.2 Sistem Perawatan The Weave, India


(11)

Konsep urban farming yang diterapkan pada The Weave ini juga menggunakan sistem graywater bagi pemeliharaannya. Desain bangunan terintegrasi dengan sistem pemeliharaan dengan pemanfaatan graywater. Skema perawatan dan pemeliharaan lahan tanam pada The Weave dapat terlihat pada Gambar 2.2. Terdapat tangki yang berada di lantai atas yang berguna untuk mengumpulkan air hujan yang kemudian diolah dan dapat digunakan sebagai irigasi lahan pertanian. Sisa air yang digunakan untuk pengairan lahan pertanian juga diolah kembali dan diputar kembali untuk digunakan sebagai pengairan lahan pertanian.

2.4 Vertikultur

2.4.1 Definisi Vertikultur

Menurut Badan Penelitian Tanaman Sayuran, vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat, baik indoor maupun outdoor. Sistem budidaya pertanian secara vertikal atau bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok untuk daerah perkotaan dan lahan terbatas. Misalnya, umumnya pada lahan 1 m2 hanya memungkinkan untuk menanam 5 batang tanaman, namun dengan menggunkan sistem vertikultur tanaman yang ditanam dapat mencapai 20 batang tanaman. Vertikultur dapat meningkatkan hasil pertanian hingga sepuluh kali lipat bahkan lebih. Veritkultur merupakan pemanfaatan lahan sempit dengan seoptimal mungkin. Sehingga lahan sempit yang tidak produktif dapat dimanfaatkan untuk produksi pertanian. Pada umur 50 hari tanaman sudah bisa memetik hasil panen sayuran, dan selang 1-7 hari kemudian dapat dilakukan panen kedua.


(12)

2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Vertikultur

Budidaya secara vertikultur memiliki kelebihan dan kekurangan, Keuntungan budidaya secara vertikultur adalah (Pujo, 2006 : 425) :

1) Kualitas produksi lebih baik dan lebih bersih

2) Kuantitas produksi lebih tinggi dan kontinuitas produksi dapat dijaga

3) Menjadi lahan bisnis, baik langsung maupun tidak langsung 4) Dapat digunakan sebagai sumber tanaman obat keluarga 5) Menambah dan memperbaiki gizi keluarga

6) Efisiensi lahan, pupuk, air, benih, dan tenaga kerja 7) Menghilangkan stress atau mengurangi beban pikiran

Sedangkan kekurangan dari budidaya secara vertikultur menurut Pujo (2006 : 425) adalah :

1) Rawan terhadap serangan jamur

2) Investasi awal yang dibutuhkan cukup tinggi

3) Apabila menggunakan atap plastik, maka harus dilakukan penyiraman tiap hari

4) Perlu tangga atau alat khusus yang dapat dinaiki untuk pemeliharaan dan pemanenan di lantai atas.

2.4.3 Jenis Vertikultur

Menurut Ir. Mulyono Niti Sapto, staff edukatif pada Fakultas Pertanian UGM, jenis pot vertikultur dapat berupa gerabah, bambu, ataupun peralon. Jenis-jenis tersebut cocok untuk menanam sayuran berbatang kecil, seperti selada, sawi, kol, bunga, seledri, atau kangkung (Gede : 2012). Ada beberapa jenis vertikultur yang memiliki karakteristik yang berbeda, diantaranya adalah :

1) Vertikultur Vertikal

Biasanya jenis ini ditemui dalam bentuk wadah-wadah kokoh berbentuk kolom yang tegak berdiri di lahan.


(13)

2) Vertikultur Horizontal

Jenis ini ditemui dalam bentuk rak-rak atau tangga bertingkat.

3) Vertikultur Gantung

Jenis ini umum terlihat dalam bentuk pot-pot atau wadah yang diikat oleh tali/kawat dan digantung pada atap.

4) Vertikultur Susun

Jenis ini mirip dengan vertikultur vertikal, hanya berbeda dalam penyajian wadah dan kolom untuk media tanam yang akan digunakan

2.4.4 Sistem Vertikultur

Gambar 2.3 Vertikultur Vertikal

sumber : thegreenstall.blogspot.com

Gambar 2.4 Vertikultur Horizontal

sumber : thegreenstall.blogspot.com

Gambar 2.5 Vertikultur Gantung

sumber : thegreenstall.blogspot.com

Gambar 2.6 Vertikultur Susun


(14)

Berikut ini merupakan sistem vertikultur yang dijelaskan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah (Pujo, 2006 : 424-429)

A. Media Tanam

Media tanam yang dapat digunakan dalam becocok tanam secara vertikultur sebenarnya beragam. Namun pilihan yang paling baik adalah menggunakan tanah gambut. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, campuran media tanam yang baik digunakan adalah menggunakan campuran kompos, tanah, dan arang sekam dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Sekam berfungsi untuk menampung air di di dalam tanah, sedangkan kompos berfungsi untuk menyediakan unsur-unsur penting yang dibutuhkan. Sebaiknya media tanam juga ditambah dengan pupuk TSP dan KCL masing-masing 10 gram per tanaman, bisa juga menggunakan pupuk majemuk yaitu NPK Ponska.

B. Persemaian

Sebelum penanaman ada proses yang disebut persemaian, yaitu proses pematangan benih hingga menjadi bibit sehingga siap untuk ditanam pada media tanam vertikultur. Beberapa jenis tanaman yang membutuhkan proses persemaian adalah tomat, cabai, terong, mentimun, bunga kol, brokoli, selada, caisim, kailan, dan lain-lain.

Cara melakukan penyemaian yang diuraikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan adalah sebagai berikut :

1) Siapkan media untuk penyemaian benih yang biasanya terdiri dari campuran tanah kebun yang telah diayak dengan pupuk kandang


(15)

atau pasir dengan perbandingan 2:1:2. Dapat pula dicampur dengan pupuk NPK.

2) Masukan media semai ke dalam wadah bak plastik datar, sementara itu benih yang akan disemai direndam terlebih dahulu kedalam air hangat selama kurang lebih satu jam.

3) Setelah direndam selama satu jam, benih langsung dibariskan kedalam bak persemaian dan ditutupi dengan hamparan media tipis.

4) Setelah tiga minggu benih telah tuimbuh menjadi bibit dan siap dipindahkan ke dalam pot verti.

Perawatan yang dilakukan selama dalam persemaian cukup dengan melakukan penyiraman saja dengan menggunakan hand sprayer yang disemprotkan secara halus.

C. Penanaman

Pada pot yang telah dipersiapkan, isikan media tanam yang telah disiapkan sebelumnya. Masukan media tanam sebanyak 2/3 bagian. Setelah pot diisi dengan media, sebaiknya disiram terlebih dahulu sehingga didapatkan kelembaban yang ideal. Setelahnya, barulah tanamkan bibit yang telah disemaikan. Pastikan semua bagian akar dari semua bibit telah tertanam kedalam media. Sedangkan untuk jenis tanaman kangkung,

Gambar 2.7 Proses Persemaian


(16)

bayam, baby capro, lebih baik ditanam langsung dari saat masih benih. Karena menggunakan pot bertingkat, maka aturlah penanaman. Misalnya rak terbawah dengan satu jenis tanaman, kemudian rak atasnya lagi dengan jenis tanaman yang berbeda, sehingga akan didapatkan susunan yang serasi dan punya nilai seni.

D. Perawatan

Perawatan mulai dilakukan sejak tanaman dipindahkan kedalam pot verti. Kegiatan perawatan terdiri dari penyiraman, pemupukan, dan pencegahan hama/penyakit yang dilakukan secara rutin dan teliti. Penyiraman pada tanaman sebaiknya dengan memperhatikan ukuran tanaman dan daya cengkeram akar terhadap medianya. Tanaman yang berukuran kecil dan akarnya halus dilakukan penyiraman dengan semprotan halus. Namun, tanaman yang berukuran besar dan relatif kuat bisa dengan gayung secara hati-hati.

Hama/penyakit pada sayuran yang ditanam di dalam pot sangat relatif dikit. Namun, untuk mencegahnya perlu dilakukan dengan menjaga kelembaban. Kelembaban yang ada di area pot jangan terlalu tinggi, karena akan menjadi tidak sehat yang dapat menimbulkan kematian.

Proses pemupukan juga tidak dapat dilepaskan dari aktivitas perawatan tanaman vertikultur. Pemupukan dilakukan secara rutin 2-7 hari sekali. Pada sayuran daun, karena titik beratnya pertumbuhan vegetatif, maka pupuk yang diberikan harus banyak mengandung unsur nitrogen, dosis 20gr pupuk urea atau ZA yang dilarutkan dalam 10 liter air yang disiramkan pada masing-masing pot secukupnya saja sampai media tanam basah. Apabila kesulitan menemukan pupuk, maka limbah dapur dan daun-daun kering dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk bokashi. Pupuk


(17)

bokashi adalah hasil fermentasi bahan-bahan organik (jerami, sampah organik, pupuk kandang, dll). Pupuk ini dapat menjadi pupuk organik yang membantu menyuburkan tanah dan meningkatkan hasil pertanian.

E. Pemanenan

Pemanenan sayuran biasanya dilakukan dengan sistem cabut akar. Seperti pemanenan sawi, bayam, seledri, kemangi, selada, kangkung, dan sebagainya. Apabila fungsi tanaman ini untuk dikonsumsi sendiri, maka akan lebih menghemat apabila pemanenan dilakukan dengan cara potong daunnya. Dengan cara tersebut maka tanaman sayuran bisa bertahan lebih lama dan dapat dipanen berulang-ulang.

2.4.5 Jenis Tanaman Vertikultur

Dalam bercocok tanam dengan sistem vertikultur persyaratannya adalah kuat dan mudah dipindah-pindahkan. Tanaman yang ditanam sebaiknya memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan berakar pendek. Tidak semua jenis tanaman dapat ditanam secara vertikultur. Tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan dengan cara ini adalah jenis tanaman sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan yang memiliki perakaran yang dangkal dan memiliki berat yang relatif rimgan sehingga tidak akan membebani media tanam vertikultur pada pertumbuhan tanaman tersebut.

Sebelum menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan dengan menggunakan sistem vertikultur, harus diketahui terlebih dahulu sifat-sifat tanaman yang ingin ditanam. Karena tidak semua tanaman dapat ditanam secara vertikultur, ada tanaman yang hanya dapat tumbuh didataran rendah


(18)

ada pula yang hanya dapat tumbuh di dataran tinggi. Pencahayaan matahari juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Badan Penelitian Tanaman Sayuran mengatakan bahwa tanaman sayuran yang sering dibudidayakn secara vertikultur antara lain selada, kangkung, bayam, pokcoy, caisim, katuk, kemangi, tomat pare, kacang panjang, mentimun, dan tanaman sayuran daun lainnya.

Pujo (2006 : 425) mengatakan bahwa jenis tanaman pangan rumah tangga yang dapat dibudidayakan menggunakan sistem vertikultur terbagi menjadi 5 jenis tanaman :

1) Sayuran Buah

Jenis sayuran buah biasanya dikonsumsi bagian buahnya. Yang bisa ditanam dalam pot diantaranya adalah cabai besar, cabai rawit, terong, mentimun, tomat, kacang panjang, buncis, dan paprika. Pertumbuhan dan produksi paprika, kapri, dan tomat akan lebih bagus bila ditanam di daerah dataran tinggi. Namun, jenis tomat tertentu seperti mutiara, intan, berlian, dan tomat sayur dapat diusahakan di dataran rendah dengan hasil yang baik.

2) Sayuran Daun

Jenis tanaman sayuran daun yang dapat dipotkan lebih beragam, antara lain : bayam, kangkung, selada, seledri, bawang daun, kobis, kemangi, pokcoy, dan kailan. Selada merupakan sayuran dataran tinggi. Namun, jenis selada betawi yang berdaun tipis dan rasanya renyah dapat diusahakan di dataran rendah. Beberapa sayuran yang baik diusahakan di dataran rendah adalah pokcoi, kailan, kubis, dan baby capri.


(19)

Hanya beberapa jenis sayuran bunga saja yang bisa ditanam dalam pot, yaitu bunga kol dan brokoli. Itupun harus memperhatikan kondisi iklim setempat, karena kedua tanaman ini umumnya banyak ditanam di dataran tinggi.

4) Sayuran Umbi

Sayuran umbi memang jarang ditemukan tumbuh di dalam pot. Syarat pot harus tinggi agar pertumbuhan umbinya maksimal. Jenis sayuran umbi yang dipotkan antara lain adalah wortel, kentang, bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay. Semua jenis sayuran umbi umumnya di dataran tinggi hanya bawang merah dan beberapa jenis bawang putih yang cocok diusahakan di dataran rendah.

5) Tanaman Empon-empon

Jenis empon-empon umumnya banyak disukai ibu-ibu rumah tangga. Alasannya, jika memerlukan bumbu tidak perlu ke warung atau pasar. Jenis tanaman bumbu dan empon-empon yang dapat dipotkan adalah kunyit, kencur, lengkuas, dan lain-lain. Tanaman ini baik diusahakan di dataran rendah maupun tinggi. Dari penjabaran jenis tanaman diatas maka dapat dilihat bahwa jenis tanaman pangan untuk rumah tangga pada umumnya dapat ditanam secara vertikultur, yaitu :

No. Jenis Tanaman Kelompok Tanaman

1 Cabai Besar

Sayuran Buah

2 Cabai Rawit

3 Terong

4 Mentimun

5 Tomat

6 Kacang Panjang

7 Buncis

8 Paprika

9 Bayam Sayuran Daun


(20)

10 Kangkung

11 Selada

12 Seledri

13 Bawang Daun

14 Kemangi

15 Pokcoy

16 Kailan

17 Bunga Kol Sayuran Bunga

18 Brokoli

19 Wortel

Sayuran Umbi

20 Kentang

21 Bawang Merah

22 Bawang Putih

23 Bawang Bombay

24 Kunyit

Tanaman Empon-Emponan

25 Kencur

26 Lengkuas

27 Serai

Syarat Tumbuh Tanaman

Pertumbuhan tanaman tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan yang ada di sekitarnya. Menurut para ahli pertanian, faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah nutrisi, air, cahaya, suhu, dan kelembapan. Persyaratan tumbuh masing-masing tanaman memiliki angka yang berbeda-beda. Pada Tabel 2.5 dapat terlihat syarat tumbuh tanaman pangan rumah tangga yang telah dijabarkan sebelumnya.

No Jenis Tanaman Suhu(oC) Kelembaban(%)

Intensitas cahaya

1 Cabai Besar 18-30 60-80 Cukup

2 Cabai Rawit 18-30 60-80 Cukup

3 Terong 20-30 - Penuh

4 Mentimun 21-30 80-85 Cukup

5 Tomat 18-25 - Cukup

6 Kacang Panjang 20-35 - Penuh

7 Buncis 25 50-60 Penuh

8 Paprika 21-27 80 Cukup

9 Bayam 20 40-60 Penuh

10 Kangkung 20-32 - Penuh

11 Selada 15-20 - Cukup

12 Seledri 18-24 80-90 Cukup

13 Bawang Daun 19-24 80-90 Cukup

14 Kemangi 5-30 - Cukup

15 Pokcoy 15-21 60 Penuh

16 Kailan 15-20 - Penuh

sumber : Pujo Rasapto (2006)


(21)

17 Bunga Kol 24 80-90 Cukup

18 Brokoli 24 80-90 Cukup

19 Wortel 26 80-90 Cukup

20 Kentang 18-21 80-90 Penuh

21 Bawang Merah 30 70 Penuh

22 Bawang Putih 15-25 60-70 Penuh

23 Bawang Bombay 18-20 60-70 Penuh

24 Kunyit 19-30 60-80 Penuh

25 Kencur 19-30 60-80 Penuh

26 Lengkuas 25-29 60-80 Penuh

Wilayah Kebon Kacang termasuk dalam Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat yang memiliki letak geografis 6.188 lintang selatan dan 106.8 bujur timur. Data iklim Jakarta rata-rata menurut bulan pada tahun 2011 dapat dilihat dari Tabel 2.6.

No Bulan Suhu(oC) Kelembaban(%)

Penyinaran Matahari

(%)

1 Januari 27,3 79 30,8

2 Februari 27,4 79 46,6

3 Maret 27,9 76 44,8

4 April 28,6 75 70,3

5 Mei 28,8 76 51,7

6 Juni 28,7 73 50,8

7 Juli 28,3 74 70,0

8 Agustus 28,8 69 98,2

9 September 29,0 68 98,5

10 Oktober 29,2 72 70,5

11 November 28,9 74 61,2

12 Desember 28,9 76 37,7

Dari data diatas maka didapatkan suhu rata-rata Jakarta adalah 27,35 oC, kelembaban rata-rata 74,25%, dan penyinaran matahari 60,92%.

Produksi Tanaman Vertikultur

Kemampuan produksi tiap tanaman berbeda-beda per meter perseginya. Untuk dapat mengetahui berapa luasan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan seluruh penghuni rumah susun, maka harus diketahui banyaknya produksi tiap tanaman per meter perseginya, dapat

sumber : berbagai buku pertanian

sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta (2003) Tabel 2.6 Data Iklim Rata-Rata Jakarta


(22)

dilihat pada tabel 2.7. Data didapatkan dari Data Kementrian Pertanian dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Evy Latiffah pada tahun 2012.

2.5 Kebutuhan Sayuran Rumah Tangga

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian dalam Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012 mengeluarkan data konsumsi kelompok sayur-sayuran per kapita yang dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Dari data di atas

dapat terlihat

kebutuhan konsumsi tiap orang terhadap jenis-jenis sayuran tertentu.

2.6 Kesimpulan Landasan Teori

Sehingga dapat disimpulkan variabel yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian ini adalah :

1) Syarat Tumbuh Tanaman Pangan Rumah Tangga 2) Intensitas Cahaya

3) Konsumsi Tanaman Pangan Rumah Tangga 4) Produksi Panen Tanaman Pangan Rumah Tangga No Jenis Tanaman

Hasil Produksi per triwulan

(kg/m2)

Hasil Produksi per tahun

(kg/m2) Sumber

1 Cabai Besar 6,8 27,2 KementrianPertanian

2 Terong 8,8 35,2 Evy Latiffah

3 Mentimun 4,6 18,4 Evy Latiffah

4 Kacang Panjang 3,6 14,6 Evy Latiffah

5 Kangkung 2,6 10,4 Evy Latiffah

6 Bawang Merah 9,6 38,4 KementrianPertanian

No Jenis Sayuran kapita/tahun (kg)Konsumsi per

1 Cabai Besar 1,5

2 Terong 2,55

3 Mentimun 1,77

4 Kacang Panjang 3,4

5 Kangkung 4,3

6 Bawang Merah 2,36

Tabel 2.7 Hasil Panen Tanaman Pangan

sumber : Badan Pusat Statistik (2012) dan Latiffah (2012)

Tabel 2.8 Konsumsi Sayuran per Kapita


(1)

bokashi adalah hasil fermentasi bahan-bahan organik (jerami, sampah organik, pupuk kandang, dll). Pupuk ini dapat menjadi pupuk organik yang membantu menyuburkan tanah dan meningkatkan hasil pertanian.

E. Pemanenan

Pemanenan sayuran biasanya dilakukan dengan sistem cabut akar. Seperti pemanenan sawi, bayam, seledri, kemangi, selada, kangkung, dan sebagainya. Apabila fungsi tanaman ini untuk dikonsumsi sendiri, maka akan lebih menghemat apabila pemanenan dilakukan dengan cara potong daunnya. Dengan cara tersebut maka tanaman sayuran bisa bertahan lebih lama dan dapat dipanen berulang-ulang.

2.4.5 Jenis Tanaman Vertikultur

Dalam bercocok tanam dengan sistem vertikultur persyaratannya adalah kuat dan mudah dipindah-pindahkan. Tanaman yang ditanam sebaiknya memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan berakar pendek. Tidak semua jenis tanaman dapat ditanam secara vertikultur. Tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan dengan cara ini adalah jenis tanaman sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan yang memiliki perakaran yang dangkal dan memiliki berat yang relatif rimgan sehingga tidak akan membebani media tanam vertikultur pada pertumbuhan tanaman tersebut.

Sebelum menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan dengan menggunakan sistem vertikultur, harus diketahui terlebih dahulu sifat-sifat tanaman yang ingin ditanam. Karena tidak semua tanaman dapat ditanam secara vertikultur, ada tanaman yang hanya dapat tumbuh didataran rendah


(2)

ada pula yang hanya dapat tumbuh di dataran tinggi. Pencahayaan matahari juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Badan Penelitian Tanaman Sayuran mengatakan bahwa tanaman sayuran yang sering dibudidayakn secara vertikultur antara lain selada, kangkung, bayam, pokcoy, caisim, katuk, kemangi, tomat pare, kacang panjang, mentimun, dan tanaman sayuran daun lainnya.

Pujo (2006 : 425) mengatakan bahwa jenis tanaman pangan rumah tangga yang dapat dibudidayakan menggunakan sistem vertikultur terbagi menjadi 5 jenis tanaman :

1) Sayuran Buah

Jenis sayuran buah biasanya dikonsumsi bagian buahnya. Yang bisa ditanam dalam pot diantaranya adalah cabai besar, cabai rawit, terong, mentimun, tomat, kacang panjang, buncis, dan paprika. Pertumbuhan dan produksi paprika, kapri, dan tomat akan lebih bagus bila ditanam di daerah dataran tinggi. Namun, jenis tomat tertentu seperti mutiara, intan, berlian, dan tomat sayur dapat diusahakan di dataran rendah dengan hasil yang baik. 2) Sayuran Daun

Jenis tanaman sayuran daun yang dapat dipotkan lebih beragam, antara lain : bayam, kangkung, selada, seledri, bawang daun, kobis, kemangi, pokcoy, dan kailan. Selada merupakan sayuran dataran tinggi. Namun, jenis selada betawi yang berdaun tipis dan rasanya renyah dapat diusahakan di dataran rendah. Beberapa sayuran yang baik diusahakan di dataran rendah adalah pokcoi, kailan, kubis, dan baby capri.


(3)

Hanya beberapa jenis sayuran bunga saja yang bisa ditanam dalam pot, yaitu bunga kol dan brokoli. Itupun harus memperhatikan kondisi iklim setempat, karena kedua tanaman ini umumnya banyak ditanam di dataran tinggi.

4) Sayuran Umbi

Sayuran umbi memang jarang ditemukan tumbuh di dalam pot. Syarat pot harus tinggi agar pertumbuhan umbinya maksimal. Jenis sayuran umbi yang dipotkan antara lain adalah wortel, kentang, bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay. Semua jenis sayuran umbi umumnya di dataran tinggi hanya bawang merah dan beberapa jenis bawang putih yang cocok diusahakan di dataran rendah.

5) Tanaman Empon-empon

Jenis empon-empon umumnya banyak disukai ibu-ibu rumah tangga. Alasannya, jika memerlukan bumbu tidak perlu ke warung atau pasar. Jenis tanaman bumbu dan empon-empon yang dapat dipotkan adalah kunyit, kencur, lengkuas, dan lain-lain. Tanaman ini baik diusahakan di dataran rendah maupun tinggi. Dari penjabaran jenis tanaman diatas maka dapat dilihat bahwa jenis tanaman pangan untuk rumah tangga pada umumnya dapat ditanam secara vertikultur, yaitu :

No. Jenis Tanaman Kelompok Tanaman

1 Cabai Besar

Sayuran Buah 2 Cabai Rawit

3 Terong

4 Mentimun

5 Tomat

6 Kacang Panjang

7 Buncis

8 Paprika

9 Bayam Sayuran Daun


(4)

10 Kangkung

11 Selada

12 Seledri

13 Bawang Daun

14 Kemangi

15 Pokcoy

16 Kailan

17 Bunga Kol Sayuran Bunga

18 Brokoli

19 Wortel

Sayuran Umbi

20 Kentang

21 Bawang Merah 22 Bawang Putih 23 Bawang Bombay

24 Kunyit

Tanaman Empon-Emponan

25 Kencur

26 Lengkuas

27 Serai

Syarat Tumbuh Tanaman

Pertumbuhan tanaman tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan yang ada di sekitarnya. Menurut para ahli pertanian, faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah nutrisi, air, cahaya, suhu, dan kelembapan. Persyaratan tumbuh masing-masing tanaman memiliki angka yang berbeda-beda. Pada Tabel 2.5 dapat terlihat syarat tumbuh tanaman pangan rumah tangga yang telah dijabarkan sebelumnya.

No Jenis Tanaman Suhu(oC) Kelembaban(%)

Intensitas cahaya

1 Cabai Besar 18-30 60-80 Cukup

2 Cabai Rawit 18-30 60-80 Cukup

3 Terong 20-30 - Penuh

4 Mentimun 21-30 80-85 Cukup

5 Tomat 18-25 - Cukup

6 Kacang Panjang 20-35 - Penuh

7 Buncis 25 50-60 Penuh

8 Paprika 21-27 80 Cukup

9 Bayam 20 40-60 Penuh

10 Kangkung 20-32 - Penuh

11 Selada 15-20 - Cukup

12 Seledri 18-24 80-90 Cukup

13 Bawang Daun 19-24 80-90 Cukup

14 Kemangi 5-30 - Cukup

15 Pokcoy 15-21 60 Penuh

16 Kailan 15-20 - Penuh

sumber : Pujo Rasapto (2006)


(5)

17 Bunga Kol 24 80-90 Cukup

18 Brokoli 24 80-90 Cukup

19 Wortel 26 80-90 Cukup

20 Kentang 18-21 80-90 Penuh

21 Bawang Merah 30 70 Penuh

22 Bawang Putih 15-25 60-70 Penuh 23 Bawang Bombay 18-20 60-70 Penuh

24 Kunyit 19-30 60-80 Penuh

25 Kencur 19-30 60-80 Penuh

26 Lengkuas 25-29 60-80 Penuh

Wilayah Kebon Kacang termasuk dalam Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat yang memiliki letak geografis 6.188 lintang selatan dan 106.8 bujur timur. Data iklim Jakarta rata-rata menurut bulan pada tahun 2011 dapat dilihat dari Tabel 2.6.

No Bulan Suhu(oC) Kelembaban(%)

Penyinaran Matahari

(%)

1 Januari 27,3 79 30,8

2 Februari 27,4 79 46,6

3 Maret 27,9 76 44,8

4 April 28,6 75 70,3

5 Mei 28,8 76 51,7

6 Juni 28,7 73 50,8

7 Juli 28,3 74 70,0

8 Agustus 28,8 69 98,2

9 September 29,0 68 98,5

10 Oktober 29,2 72 70,5

11 November 28,9 74 61,2

12 Desember 28,9 76 37,7

Dari data diatas maka didapatkan suhu rata-rata Jakarta adalah 27,35 oC,

kelembaban rata-rata 74,25%, dan penyinaran matahari 60,92%. Produksi Tanaman Vertikultur

Kemampuan produksi tiap tanaman berbeda-beda per meter perseginya. Untuk dapat mengetahui berapa luasan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan seluruh penghuni rumah susun, maka harus diketahui banyaknya produksi tiap tanaman per meter perseginya, dapat

sumber : berbagai buku pertanian

sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta (2003)

Tabel 2.6 Data Iklim Rata-Rata Jakarta


(6)

dilihat pada tabel 2.7. Data didapatkan dari Data Kementrian Pertanian dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Evy Latiffah pada tahun 2012.

2.5 Kebutuhan Sayuran Rumah Tangga

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian dalam Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012 mengeluarkan data konsumsi kelompok sayur-sayuran per kapita yang dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Dari data di atas

dapat terlihat

kebutuhan konsumsi tiap orang terhadap jenis-jenis sayuran tertentu. 2.6 Kesimpulan Landasan Teori

Sehingga dapat disimpulkan variabel yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian ini adalah :

1) Syarat Tumbuh Tanaman Pangan Rumah Tangga 2) Intensitas Cahaya

3) Konsumsi Tanaman Pangan Rumah Tangga 4) Produksi Panen Tanaman Pangan Rumah Tangga No Jenis Tanaman

Hasil Produksi per triwulan

(kg/m2)

Hasil Produksi per tahun

(kg/m2) Sumber 1 Cabai Besar 6,8 27,2 KementrianPertanian

2 Terong 8,8 35,2 Evy Latiffah

3 Mentimun 4,6 18,4 Evy Latiffah

4 Kacang Panjang 3,6 14,6 Evy Latiffah

5 Kangkung 2,6 10,4 Evy Latiffah

6 Bawang Merah 9,6 38,4 KementrianPertanian

No Jenis Sayuran kapita/tahun (kg)Konsumsi per

1 Cabai Besar 1,5

2 Terong 2,55

3 Mentimun 1,77

4 Kacang Panjang 3,4

5 Kangkung 4,3

6 Bawang Merah 2,36

Tabel 2.7 Hasil Panen Tanaman Pangan

sumber : Badan Pusat Statistik (2012) dan Latiffah (2012)

Tabel 2.8 Konsumsi Sayuran per Kapita