11
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Perancangan
Perancangan dalam arsitektur menurut John Wade dalam Barliana 2012 : 9 adalah usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada
menjadi sesuatu yang lebih baik, melalui tiga proses : mengidentifikasi masalah-masalah, mengidentifikasi metoda untuk pemecahan masalah, dan
pelaksanaan pemecahaan masalah. Dengan kata lain adalah pemograman, penyusunan rancangan, dan pelaksanaan perancangan.
2.2 Rumah Susun
2.2.1 Pengertian Rumah Susun
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 60PRT1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun,
pengertian dan pembangunan rumah susun adalah : 1 Lingkungan rumah susun adalah sebidang tanah dengan batas-batas
yang jelas, di atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya secara keseluruhan merupakan tempat
permukiman. 2 Satuan lingkungan rumah susun adalah kelompok susun yang
terletak pada tanah bersama sebagai salah satu lingkungan yang merupakan satu kesatuan sistem pelayanan pengelolaan.
3 Prasarana lingkungan rumah susun adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan rumah susun dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Sehingga dapat disimpulkan, rumah susun dapat diartikan sebagai
suatu bangunan gedung bertingkat yang memiliki sistem kepemilikan
12
perseorangan dengan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian, untuk mewadahi fungsi dan aktivitas keluarga yang dilaksanakan secara
sederhana. Pembangunan rumah susun diarahkan untuk mempertahankan
kesatuan komunitas kampung asalnya. Pembangunannya diprioritaskan pada lokasi di atas bekas kampung kumuh dan sasaran utamanya adalah
penghuni kumuh itu sendiri yang mayoritas penduduknya berpenghasilan rendah. Mereka diprioritaskan untuk dapat membeli atau menyewa rumah
susun tersebut secara kredit atau angsuran ringan Peraturan Pemerintah RI No 41988.
2.2.2 Karakteristik Rumah Susun
Berdasarkan peraturan pemerintah, karakteristik rumah susun di Indonesia memiliki ketetapan standar sebagi berikut Teddy, 2010 : 11 :
1 Satuan Rumah Susun Mempunyai ukuran standar minimum 18 m
2
, lebar muka minimal 3 meter.
Dapat terdiri dari satu ruang utama ruang tidur dan ruang lain ruang penunjang di dalam danatau diluar ruang utama.
Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan buatan yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin
kelancaran dan kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang cukup, serta sistem pemompaan air.
Batas pemilikan satuan rumah susun dapat berupa ruang tertutup danatau sebagian terbuka danatau ruang terbuka.
2 Benda Bersama Benda bersama dapat berupa prasaran lingkungan dan fasilitas
lingkungan. 3 Bagian Bersama
13
Bagian bersama dapat berupa ruang untuk umum, struktur, dan kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas
lingkungan yang menyatu dengan bangunan rumah susun. 4 Prasarana Lingkungan
Prasarana lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar
lingkungan rumah susun, tempat parkir, utilitas umum yang terdiri dari jaringan air limbah, sampah, pemadam kebakaran, listrik,
gas, telepon, dan alat komunikasi lainnya. 5 Fasilitas Lingkungan
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan dan perbelanjaan, lapangan tebuka, kesehatan, pendidikan,
peribadatan, pelayanan umum, serta pertanaman. Menurut Yudohusodo dalam Audy 2008 : 9, rumah susun memiliki
karakteristik yang berbeda dengan hunian horizontal. Rumah susun mengandung dualism sistem kepemilikan, yaitu kepemilikan seorangan
dan bersama baik dalam bentuk ruang maupun benda. Sistem kepemilikan bersama yang terdiri dari bagian-bagian yang masing-masing merupakan
satuan yang dapat digunakan secara terpisah yang dikenal dengan istilah condominium. Sistem ini diwajibkan untuk mengadakan pemisahan hak
dari masing-masing satuan yang dilaksanakan dengan pembuatan akta pemisahan yang mengandung nilai perbandingan proporsional yang akan
digunakan sebagai penerbitan sertifikat hak milik atas satuan yang bersangkutan.
Tipe unit rumah susun juga beragam. Kisaran luas unit rumah susun pada umumnya minimal 18m
2
dan paling besar adalah 50 m
2
.
Tipe Unit Fasilitas
Tipe 18 m
2
- 1 kamar tidur
Tabel 2.1 Tipe Unit Rumah Susun
14
Tipe 21 m
2
Tipe 24 m
2
Tipe ini biasanya untuk keluarga muda atau seseorang yang belum
memiliki keluarga - ruang tamukeluarga
- kamar mandi - dapurpantry
Tipe 30 m
2
Tipe 36 m
2
Tipe 42 m
2
Tipe 50 m
2
Tipe ini untuk keluarga yang sudah memiliki anak
- 2 kamar tidur - ruang tamu keluarga
- kamar mandi WC - dapur pantry
- ruang makan
2.2.3 Fasilitas Rumah Susun
Rumah susun merupakan hunian vertikal yang menjadi tempat tinggal bagi sejumlah penduduk yang menjadi penghuninya, sehingga terdapat
fasilitas-fasilitas tertentu yang disediakan guna menunjang kehidupan penghuni didalamnya. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 03-
7013-3004 mengenai Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana, rumah susun haruslah memiliki fasilitas lingkungan,
yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang antara lain
dapat berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan aspek ekonomi, lapanagan terbuka, pendidikan, kesehatan, peribadatan, fasilitas
pemerintahan dan pelayanan umum, pertamanan serta pemakaman lokasi diluar lingkungan rumah susun atau sesuai rencana tata ruang kota.
Fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut menurut Standar Nasional Indonesia adalah :
1 Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai dengan budaya setempat
2 Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak sesuai dengan gaya hidup di rumah susun
3 Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau menggunakan fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi atau
kelompok tertentu
sumber : Rosfian 2009
15
4 Menunjang fungsi-fungsi aktivitas penghuni yang paling pokok bagi dan segi besaran maupun jeni sesuai dengan keadaan
lingkungan yang ada 5 Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan
penyelenggaraan dan pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya.
Tentunya, pelayanan sarana dan prasarana harus memenuhi kebutuhan penghuni. Dalam hal ini apabila fasilitas lingkungan masih dapat dilayani
oleh fasilitas yang berada diluar lingkungan rumah susun, maka pemenuhan kebutuhan jenis dan jumlah fasilitas lingkungan dapat
disesuaikan sesuai dengan kebutuhan.
Perancangan Fasilitas Lingkungan
Dalam melakukan perancangan fasilitas lingkungan pada rumah susun sederhana, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan guna memenuhi
kebutuhan penghuni. Hal ini telah dijelaskan pula dalam Standar Nasional Indonesia, yaitu bahwa fasilitas lingkungan yang ditempatkan pada lantai
bangunan rumah susun harus memenuhi kebutuhan sebagai berikut : 1 Maksimal 30 dari jumlah luas lantai bangunan
2 Tidak ditempatkan lebih dari lantai 3 tiga bangunan rumah
susun. Atas ketentuan tersebut maka luasan lahan yang digunakan untuk fasilitas
lingkungan rumah susun harus diperhatikan. Luas lahan yang diperuntukan sebagai fasilitas lingkungan harus memenuhi ketentuan :
1 Luas lahan untuk fasilitas rumah susun seluas-luasnya 30 dari luas seluruhnya
2 Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai penghijauan, tempat bermain anak, dan atau lapangan olah raga
seluas-luasnya 20 dari luas lahan fasilitas lingkungan rumah susun
Tabel 2.2 Peruntukan Luas Lahan Rumah Susun
16
No Jenis Peruntukan
Luas Lahan Maksimum
Minimum
1 Bangunan untuk hunian
50 -
2 Banguanan fasilitas
10 -
3 Ruang Terbuka
- 20
4 Prasarana Lingkungan
- 20
Jenis Fasilitas Lingkungan
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan fasilitas lingkungan yang dapat berupa ruang atau bangunan. Jenis fasilitas
lingkungan yang pokok berada di lingkungan rumah susun ada 6 enam jenis seperti yang tertera pada tabel.
No. Jenis Fasilitas Lingkungan
Fasilitas Yang Tersedia
1 Fasilitas niaga
- Warung
- Toko-toko perusahaan dan
dagang -
Pusat perbelanjaan
2 Fasilitas pendidikan
- Ruang belajar untuk pra
belajar -
Ruang belajar untuk sekolah dasar
- Ruang belajar untuk sekolah
lanjutan tingkat pertama -
Ruang belajar untuk sekolah menengah umum
3 Fasilitas kesehatan
- Posyandu
- Balai pengobatan
- BKIA dan ruamah bersalin
- Puskesmas
- Praktek dokter
- Apotek
4 Fasilitas peribadatan
- Musola
- Masjid kecil
5 Fasilitas pelayanan umum
- Kantor RT
- Kantorbalai RW
- Post hansipsiskamling
- Pos polisi
- Telepon umum
- Gedung serba guna
- Ruang duka
- Kotak Surat
6 Ruang terbuka
- Taman
- Tempat bermain
- Lapangan olah raga
- Peralatan usaha
- Sirkulasi
- Parkir
sumber : Standar Nasional Indonesia 2003
sumber : Standar Nasional Indonesia 2003
Tabel 2.3 Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Tabel 2.2 Peruntukan Luas Lahan Rumah Susun
17
2.2.4 Penghunian dan Pengelolaan Rumah Susun
Di dalam sebuah rumah susun diharuskan memiliki perhimpunan penghuni rumah susun. Seperti yang disebutkan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun. Pada Pasal 54 tertulis bahwa para penghuni dalam suatu
lingkungan rumah susun baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk mengatur dan mengurus
kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya.
Perhimpunan penghuni mempunyai fungsi sebagai berikut : 1 Membina terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat, tertib, dan
aman 2 Mengatur dan membina kepetingan penghuni
3 Mengelola rumah susun dan lingkungannya Salah satu kegiatan yang dibentuk oleh perhimpunan penghuni pada
rumah susun adalah unit koperasi penghuni. Seperti yang dilakukan oleh perhimpunan penghuni Rumah Susun Otorita Batam, Kota Batam.
Koperasi ini bertujuan untuk menaungi pekerja dan penghuni Rumah Susun Otorita Batam khususnya dan masyarakat umumnya yang berminat
beraktifitas di koperasi. Sistem koperasi yang dapat digunakan yang ada kaitannya dengan
topik dan tema dalam penelitian ini, yaitu urban farming, adalah koperasi petani. Sebagai contoh sistem baru koperasi petani yang cukup efektif,
Koperasi Jardin du Chorrotons, yang berada di Jenewa, Swiss. Koperasi ini didasarkan atas kesepakatan yang dibuat dengan petani dilingkungan
tempat tinggal para anggota dengan model pertanian yang didukung konsumen. Jumlah anggotanya mencapai 140 keluarga. Para anggota
membayar iuran per tahun untuk produk yang disetujui antara anggota
18
koperasi untuk ditanam di tanah tersebut. Sehingga dengan ini, petani yang bekerja mendapatkan kepastian gaji per bulannya. Tiap minggunya
anggota koperasi mendapatkan keranjang bahan makanan. Hasil panen tidak ada yang dijual ke luar anggota koperasi. Resiko produk pangan yang
dihasilkan ditanggung bersama. Jika produksi berlimpah, maka konsumen mendapatkan hasil panen yang banyak. Namun, jika produksi susut, maka
konsumen juga mendapatkan hasil panen yang sedikit. Sebagai bentuk kontribusi anggota koperasi, tiap anggota wajib bekerja di lahan tani
selama 16 jam per tahunnya. Dengan adanya kontrak antara anggota koperasi dan pekerja, maka menguatkan sistem koperasi ini berjalan,
kontrak tidak boleh dilanggar. Sistem yang dilakukan Koperasi Jardin du Chorrotons ini dapat menjadi contoh aplikasi pengelolaan urban farming di
dalam rumah susun.
2.2.5
Karakteristik Penghuni Rumah Susun
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harsiti 2003:99-115 pola perilaku masyarakat penghuni rumah susun dalam melestarikan
fungsi lingkungan rumah susun adalah sebagai berikut : 1 Sikap terhadap lingkungan ikut menentukan perilaku melestarikan
fungsi lingkungan permukiman. Makin tinggi sikap terhadap lingkungan maka makin baik perilaku melestarikan fungsi
lingkungan permukiman. 2 Motivasi hidup sehat ikut menentukan perilaku melestarikan
fungsi lingkungan permukiman. Makin kuat motivasi hidup sehat, maka makin baik perilaku masyarkat dalam melestarikan fungsi
lingkungan. Sehingga untuk dapat melestarikan fungsi lingkungan permukiman, pola hidup sehat harus ditanamkan.
19
3 Status sosial ekonomi turut menentukan. Makin tinggi status sosial ekonomi maka makin baik perilaku melestarikan fungsi
lingkungan permukiman. Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang paling kuat dalam menentukan
perilaku melestarikan lingkungan secara berurutan adalah 1 status sosial, 2 sikap terhadap lingkungan, dan 3 motivasi hidup sehat.
2.3 Urban Farming
Urban farming meliputi produksi, pengelolaan, dan distribusi ke berbagai bentuk makanan, termasuk produksi sayuran di dalam atau pada
pinggiran suatu wilayah perkotaan. Termasuk kultivasi tanaman corps, buah dan sayuran formal, hutan, taman, kebun, kebun buah, dan aktivitas
yang terkait. Urban farming yang dimaksud dalam perancangan ini adalah
produksi dan pengelolaan makanantanaman berskala rumah tangga. Sehingga penghuni dapat melakukan aktivitas komunal berkebun yang
dapat bermanfaat bagi seluruh keluarga untuk mengonsumsi sayuran yang sehat dan bergizi.
Menurut Bakker dalam Herman 2000 : 37, menunjukan bahwa pertanian kota adalah salah satu pilihan untuk mengatasi ketahanan pangan
rumah tangga. Hal ini sejalan dengan pendapat Haletky dan Tylor 2006 : 51 bahwa pertanian kota adalah salah satu komponen kunci pembangunan
sistem pangan masyarakat yang berkelanjutan. Kegiatan urban farming telah banyak diterapkan di negara-negara
luar. Banyak komunitas yang melakukan kegiatan ini dalam satu lingkungan tempat tinggal. Contohnya adalah ReVision House Urban
Farm yang berada di Boston, Massachusetts, diatas tanah 1 hektar. Mereka menanam banyak varietas buah-buahan, sayuran, dan bunga. Mereka
20
memiliki dua rumah kaca dan 12 hektar tanah untuk menanam pertaniannya. Mereka menggunakan metode berkebun konvensional yang
menggunakan media tanam tanah dan pupuk. Hasilnya digunakan untuk keperluan penampungan, didstrubusikan ke komunitas-komunitas dengan
cara penjualan, dan dijual ke dua pasar terdekat. Dalam berkebun mereka selalu menggunakan produk dan metode yang sustainable.
Konsep urban farming juga sudah mulai diterapkan ke dalam konsep perancangan rumah tinggal vertikal guna memenuhi kebutuhan pangan
penghuni, seperti yang The Weave yang berada di New Delhi, India. Living Weave membentuk sebuah komunitas hidup dan tani di dalam satu
modul. Dengan luas lahan sebesar 3 hektar di jantung kota New Delhi, bangunan ini dibagi menjadi blok-blok cluster yang merupakan kombinasi
dari 4 unit rumah yang terintegrasi dengan pertanian individu. Blok-blok tersebut terkoneksi satu sama lain oleh plat lahan pertanian yang berada di
atap dari unit blok.
Gambar 2.1 ReVision House Urban Farm sumber : ReVision House Urban Farm Website
Gambar 2.2 Sistem Perawatan The Weave, India sumber : Archdaily 2012
21
Konsep urban farming yang diterapkan pada The Weave ini juga menggunakan sistem graywater bagi pemeliharaannya. Desain bangunan
terintegrasi dengan sistem pemeliharaan dengan pemanfaatan graywater. Skema perawatan dan pemeliharaan lahan tanam pada The Weave dapat
terlihat pada Gambar 2.2. Terdapat tangki yang berada di lantai atas yang berguna untuk mengumpulkan air hujan yang kemudian diolah dan dapat
digunakan sebagai irigasi lahan pertanian. Sisa air yang digunakan untuk pengairan lahan pertanian juga diolah kembali dan diputar kembali untuk
digunakan sebagai pengairan lahan pertanian.
2.4 Vertikultur