Peningkatan Kualitas Layanan Voice Over Internet Protocol (VOIP) Menggunakan Codec G.729 Dan G.723 Berbasis Differentiated Services (Aplikasi pada Laboratorium Pengaturan dan Komputer FT-USU)

(1)

TUGAS AKHIR

PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN VOICE OVER INTERNET

PROTOCOL (VOIP) MENGGUNAKAN CODEC G.729 DAN G.723

BERBASIS DIFFERENTIATED SERVICES

(Aplikasi pada Laboratorium Pengaturan dan Komputer FT-USU)

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh

060402084

LIZA YENNI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Layanan Voice over Internet Protocol (VoIP) atau yang biasa disebut telepon internet mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Ini dikarenakan biaya penggunaan VoIP yang murah. Layanan VoIP merupakan salah satu teknologi untuk melewatkan suatu sinyal suara melalui jaringan paket Internet protocol (IP). Oleh karena aplikasi VoIP berjalan di atas jaringan paket IP yang merupakan best-effort network maka semua paket diperlakukan sama, baik paket suara maupun paket data.

Layanan VoIP merupakan layanan komunikasi real-time yang sangat dipengaruhi oleh parameter jaringan seperti waktu tunda (delay), variasi waktu tunda (jitter), dan tingkat paket hilang (packet loss,) serta pemilihan jenis kompresi suara (codec). Oleh karena itu, terdapat hubungan antara penurunan kualitas layanan terhadap beberapa faktor tersebut.

Oleh karena itu pada Tugas Akhir ini akan dikaji tentang kinerja jaringan VoIP dengan parameter-parameter kualitas layanan yang sudah ditentukan. Selain itu, akan digunakan codec G.729 dan G.723 serta metoda Differentiated Services (DiffServ) untuk meningkatkan kualitas layanan VoIP.

Hasil penelitian Tugas Akhir ini adalah terjadi peningkatan kualitas suara yang menggunakan diffserv sekitar 0,1 sampai 0,5 poin jika dibandingkan dengan kualitas suara tanpa menggunakan metoda diffserv. Hal ini karena adanya peningkatan prioritas trafik suara sehingga kualitas suara meningkat


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR TABEL... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... ...1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Metodologi Penulisan ... 4

1.6 Sistematika Penulisan...4

BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi VoIP...6

2.1.1 Mekanisme Kerja VoIP...6

2.1.2 Protokol VoIP... . 8

2.1.2.1Protokol Pensinyalan... .... 9

2.1.2.2Protokol Media Transfer... .. 13

2.2 Codec (Kompresi Data Suara) ... 13


(4)

2.2.2 G.723.1... .. 14

2.2.3 G.726... .. 14

2.2.4 G.728... .. 14

2.2.5 G.729... .. 15

2.3 Kualitas Layanan VoIP ... 16

2.3.1 Waktu Tunda (Delay)... 16

2.3.2 Jitter... ... 17

2.3.3 Tingkat Paket Hilang (Packet Loss) ... 18

2.3.4 Pengkodean Sinyal Suara ... 19

2.3.5 Perencanaan Kapasitas ... 20

2.4 Differentiated Service ... 20

2.4.1 Keuntungan Diffserv... . 22

2.4.2 Karakteristik Diffserv... . 23

2.4.3 Arsitektur Deffserv... . ..25

2.5 Pengukuran Kualitas VoIP.. ... ..27

2.5.1 Mean Opinion Source(MOS)... . 28

2.5.2 Perseptual Evaluation of Speech Quality(PESQ)... . 29

2.6 Disiplin Linux ... .. 30

2.6.1 PFIFO (Priority First In First Out)... 30

2.6.2 TBF (Token Bucket Filter)... .. 31


(5)

3.1 ... K

omponen Sistem ... 33

2.1.1 Edge Router ... 33

2.1.2 Core Router ... 33

2.1.3 Generator Trafik Suara ... 33

3.2 Instalasi dan Konfigurasi Sistem ... 34

3.2.1 Cabling (Pengkabelan) ... 34

3.2.2. Konfigurasi Jaringan ... 35

3.2.3 Konfigurasi Tabel Routing... . 37

3.2.4 Konfigurasi IP Forwarding... . 39

3.2.5 Konfigurasi IP Masquerade... . 40

3.2.6 Rekompilasi Kernel Linux... . 42

3.2.7 Dukungan Differentiated Services di Linux... . 42

3.2.8 Rekompilasi Kernel dengan Kemampuan Diffserv... . 43

3.3 Implementasi Differentiated Services... 48

3.3.1 Script untuk Edge Router... . 48

3.3.2 Eksekusi Script Diffserv... .. 51

3.3.3 Script untuk Membatasi Koneksi... . 52

3.4 Trafik Generator... 53

3.4.1 SIPp... 54

3.4.2 Instalasi SIPp... . 54


(6)

3.4.4 Konfigurasi SIPp Server... .. 58

3.5 Asterisk... . 60

3.5.1 Instalasi Asterisk... . 61

3.5.2 Konfigurasi Asterisk... . 62

3.5.3 Uji Sambung Asterisk... . 65

3.6 Wireshark... ... 66

3.6.1 Instalasi Wireshark... 66

3.7 SPDemo... .. 67

BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Perbandingan kualitas suara dengan Metoda Diffserv dan Tanpa Metoda Diffserv ... 71

4.1.1 Pembahasan Codec G.729 dengan Paket Hilang Berubah ... 71

4.1.2 Pembahasan Codec G.729 dengan Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda Berubah ... 77

4.1.3 Pembahasan Codec G.723 dengan Paket Hilang Berubah ... 82

4.14 Pembahasan Codec G.723 dengan Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda Berubah ... 88

4.2 Perbandingan Kualitas Suara antar Codec G.729 dan G.723 ... 92

4.2.1 Pembahasan dengan Tingkat Paket Hilang yang Berubah ... 92

4.2.2 Pembahasan dengan Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda yang Berubah ... 94


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme Kerja VoIP ... 6

Gambar 2.2 Arsitektur Protokol H.323 ... 12

Gambar 2.3 Arsitektur Jaringan Diffserv ... 25

Gambar 2.4 Data Path Determination Ingress Router ... 26

Gambar 2.5 Blok Diagram untuk Perbandingan Kualitas Suara ... 29

Gambar 2.6 Model Antrian PFIFO ... 31

Gambar 2.7 Mekanisme Token Bucket Filter (TBF) ... 32

Gambar 3.1(a) Kabel UTP ... 34

Gambar 3.1(b) Konektor RJ-45 ... 34

Gambar 3.1(c) Penampang RJ-45 ... 34

Gambar 3.2 Toplogi Jaringan ... 35

Gambar 3.3 Call Flow di SIPp Client ... 56

Gambar 3.4 Call Flow di SIPp Server ... 60

Gambar 3.5 Softphone X-Lite ... 66

Gambar 3.6 Tampilan SPDemo ... 67

Gambar 3.7 Tampilan Online Audio Conversion Tool ... 68


(8)

Gambar 3.9 Parameter SPDemo untuk Mengukur Nilai PESQ ... 70 Gambar 4.1 Nilai PESQ dan MOS Terhadap Paket Hilang Tanpa Diffserv

(1 panggilan)... 72 Gambar 4.2 Nilai PESQ dan MOS Terhadap Paket Hilang Tanpa Diffserv

(2 panggilan)... 73

Gambar 4.3 Nilai PESQ dan MOS Terhadap Paket Hilang Dengan Diffserv

(1 panggilan) ... .74

Gambar 4.4 Nilai PESQ dan MOS Terhadap Paket Hilang Dengan Diffserv

(2 panggilan) ... 74

Gambar 4.5 Nilai PESQ dan MOS terhadap Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda

Tanpa Diffserv (1 panggilan) ... 78

Gambar 4.6 Nilai PESQ dan MOS terhadap Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda

Tanpa Diffserv (2 panggilan) ... 79

Gambar 4.7 Nilai PESQ dan MOS terhadap Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda

Dengan Diffserv (1 panggilan) ... 80

Gambar 4.8 Nilai PESQ dan MOS terhadap Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda

Dengan Diffserv (2 panggilan) ... 80 Gambar 4.9 Nilai PESQ dan MOS Terhadap Paket Hilang Tanpa Diffserv (1 panggilan)... 83 Gambar 4.10 Nilai PESQ dan MOS Terhadap Paket Hilang Tanpa Diffserv


(9)

Gambar 4.11 Nilai PESQ dan MOS Terhadap Paket Hilang Dengan Diffserv

(1 panggilan)... 84

Gambar 4.12 Nilai PESQ dan MOS Terhadap Paket Hilang Dengan Diffserv (2 panggilan)... 85

Gambar 4.13 Nilai PESQ dan MOS terhadap Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda Tanpa Diffserv (1 panggilan) ... 89

Gambar 4.14 Nilai PESQ dan MOS terhadap Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda Tanpa Diffserv (2 panggilan) ... 89

Gambar 4.15 Nilai PESQ dan MOS terhadap Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda Dengan Diffserv (1 panggilan) ... 90

Gambar 4.16 Nilai PESQ dan MOS terhadap Variasi Waktu Tunda dan Waktu Tunda Dengan Diffserv (2 panggilan) ... 91

Gambar 4.17 Perbandingan PESQ Codec G.729 dan G.723 (1 panggilan) ... 92

Gambar 4.18 Perbandingan PESQ Codec G.729 dan G.723 (2 panggilan) ... 93

Gambar 4.19 Perbandingan PESQ Codec G.729 dan G.723 (1 panggilan) ... 94

Gambar 4.20 Perbandingan PESQ Codec G.729 dan G.723 (2 panggilan) ... 94

Gambar 4.21 Informasi Pengunduhan Sebelum Kebijakan diberlakukan ... 95


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 VoIP per Call Bandwidth ... 15

Tabel 2.2 Pengelompokan Waktu Tunda Berdasarkan ITU-T G.114 ... 16

Tabel 2.3 Standar Jitter ... 18

Tabel 2.4 Standar Tingkat Paket Hilang ... 18

Tabel 2.5 Perbandingan Beberapa Codec Terhadap MOS ... 19

Tabel 2.6 Alokasi Kapasitas Jaringan untuk Beberapa Macam Voice Codec... 21

Tabel 2.7 Skala Penilaian MOS ... 28

Tabel 3.1 Daftar IP dan Interface di Jaringan A ... 35

Tabel 3.2 Daftar IP dan Interface di Jaringan B ... 36

Tabel 4.1 Tabel Nilai PESQ Paket Hilang tanpa Diffserv ... 72

Tabel 4.2 Tabel Nilai PESQ Paket Hilang dengan Diffserv ... 73

Tabel 4.3 Tabel Nilai PESQ Jitter dan Delay tanpa Diffserv ... 78

Tabel 4.4 Tabel Nilai PESQ Jitter dan Delay dengan Diffserv ... 79

Tabel 4.5 Tabel Nilai PESQ Paket Hilang tanpa Diffserv ... 82

Tabel 4.6 Tabel Nilai PESQ Paket Hilang dengan Diffserv ... 84

Tabel 4.7 Tabel Nilai PESQ Jitter dan Delay tanpa Diffserv ... 88


(11)

ABSTRAK

Layanan Voice over Internet Protocol (VoIP) atau yang biasa disebut telepon internet mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Ini dikarenakan biaya penggunaan VoIP yang murah. Layanan VoIP merupakan salah satu teknologi untuk melewatkan suatu sinyal suara melalui jaringan paket Internet protocol (IP). Oleh karena aplikasi VoIP berjalan di atas jaringan paket IP yang merupakan best-effort network maka semua paket diperlakukan sama, baik paket suara maupun paket data.

Layanan VoIP merupakan layanan komunikasi real-time yang sangat dipengaruhi oleh parameter jaringan seperti waktu tunda (delay), variasi waktu tunda (jitter), dan tingkat paket hilang (packet loss,) serta pemilihan jenis kompresi suara (codec). Oleh karena itu, terdapat hubungan antara penurunan kualitas layanan terhadap beberapa faktor tersebut.

Oleh karena itu pada Tugas Akhir ini akan dikaji tentang kinerja jaringan VoIP dengan parameter-parameter kualitas layanan yang sudah ditentukan. Selain itu, akan digunakan codec G.729 dan G.723 serta metoda Differentiated Services (DiffServ) untuk meningkatkan kualitas layanan VoIP.

Hasil penelitian Tugas Akhir ini adalah terjadi peningkatan kualitas suara yang menggunakan diffserv sekitar 0,1 sampai 0,5 poin jika dibandingkan dengan kualitas suara tanpa menggunakan metoda diffserv. Hal ini karena adanya peningkatan prioritas trafik suara sehingga kualitas suara meningkat


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu multimedia network yang sedang berkembang pada saat ini yaitu pada bidang telepon internet yang biasa dikenal dengan Voice over Internet Protocol (VoIP). Layanan telepon internet merupakan salah satu teknologi untuk melewatkan suatu sinyal suara melalui jaringan paket Internet protocol (IP). Oleh karena itu telepon internet atau VoIP juga dikenal dengan sebutan IP Telephony.

VoIP merupakan aplikasi yang memungkinkan penggunanya melakukan percakapan dua arah dengan memanfaatkan jaringan internet. Keunggulan utama dari VoIP adalah biaya yang murah. Hal ini dimungkinkan karena VoIP hanya menggunakan jaringan internet sebagai medianya. Selain itu, karena VoIP menggunakan internet, maka keunggulan-keunggulan internet pun terdapat dalam VoIP. Misalnya adalah selain mengirimkan voice, VoIP juga dapat mengirimkan data, dan aplikasi-aplikasi lainnya. Dengan kata lain, VoIP bersifat multiaplikasi.

Di samping keunggulan-keunggulan, VoIP juga memiliki kelemahan-kelemahan. Hal yang menjadi isu utama dalam penggunaan VoIP adalah kualitas layanan atau Quality of Service (QoS) yang diberikan. Beberapa parameter yang mempengaruhi kualitas layanan suatu VoIP yaitu adanya waktu tunda (delay), variasi waktu tunda (jitter), tingkat paket hilang (packet loss), serta pemilihan jenis kompresi suara (codec). Dengan demikian, masalah kualitas layanan menjadi masalah yang krusial.


(13)

Codec adalah metode untuk mengkompres sinyal dijital agar ukurannya lebih

kompak (padat). Codec bertujuan untuk mengurangi penggunaan bandwidth didalam transmisi sinyal pada setiap panggilan dan sekaligus berfungsi untuk meningkatkan jumlah panggilan/user. Dalam Tugas Akhir ini penulis akan menggunakan codec

G.729 dan G.723.

Differentiated Services (diffserv) adalah metoda yang dapat digunakan untuk

mengatasi masalah kualitas layanan VoIP. Diffserv adalah pendekatan yang bersifat modular, performa tinggi, mudah diinstalasi, dan dapat diukur di dalam membuat kualitas layanan end-to-end internet. Diffserv mengikuti filosofi pemetaan aliran ganda ke dalam beberapa level layanan, kadang-kadang mengacu sebagai Class of

Service (CoS).

Untuk mengatasi masalah kualitas layanan VoIP ini penulis akan melakukan

studi kinerja jaringan VoIP dengan parameter-parameter kualitas layanan yang sudah ditentukan menggunakan codec G.729 dan G.723 berbasis metoda Differentiated

Services yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan VoIP.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu kualitas layanan (QoS) VoIP yang masih rendah yang sangat dipengaruhi oleh parameter-parameter kualitas layanan (QoS) itu sendiri dan bagaimana cara untuk meningkatkan kualitas layanan VoIP dengan menggunakan codec G.729 dan G.723 berbasis metoda Differentiated Services.


(14)

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah membandingkan kualitas layanan VoIP saat tidak menggunakan dan menggunakan metoda

Differentiated Services.

1.4 Batasan Masalah

Untuk membatasi pembahasan yang terlalu luas, maka penulis akan membatasi Tugas Akhir ini dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Hanya membahas Voice over Intenet Protocol (VoIP) secara umum

2. Parameter kualitas layanan yang diujikan menggunakan metode Differentiated

Services,

3. Studi hanya dilakukan terhadap 3 (tiga) parameter kualitas layanan yang umum

digunakan dalam analisis kinerja jaringan, yaitu waktu tunda (delay), variasi waktu tunda (jitter), dan tingkat paket hilang (packet loss),

4. Sistem Operasinya adalah Linux Ubuntu

5. Protokol yang digunakan SIPp

6. Software yang digunakan Asterisk

7. Codec yang digunakan G.723 dan G.729

8. Hasil percobaan ditentukan dengan 2 penilaian, yaitu secara subjektif dan

objektif. Untuk penilaian secara subjektif digunakan metoda MOS. Sedangkan penilaian secara objektif digunakan metoda PESQ.


(15)

1.5 Metodologi Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Studi Literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku teks pendukung

dan jurnal-jurnal dari internet.

2. Studi lapangan yaitu dengan melaksanakan percobaan di Laboratorium

Pengaturan dan Komputer FT-USU

3. Studi analisa yaitu berupa penganalisaan terhadap data – data yang diperoleh.

4. Diskusi yaitu berupa konsultasi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen

pembimbing, dosen – dosen bidang telekomunikasi, asisten laboratorium komputer dan teman – teman sesama mahasiswa Departemen Teknik Elektro FT-USU.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagi berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan dari Tugas Akhir ini.

BAB II DASAR TEORI

Bab ini berisi dasar teori yang menunjang penulisan Tugas Akhir, seperti: definisi teknologi VoIP, kompresi suara (codec), protokol


(16)

jaringan, konfigurasi jaringan VoIP, mmetode Differentited Service, kualitas VoIP, dan metode pengukuran kualitas VoIP.

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

Bab ini secara garis besar membahas tinjauan sistem yang digunakan dalam pengujian ini. Selain itu, pada bab ini juga dibahas secara detail mengenai konfigurasi pengujian dan prosedur pengujian yang digunakan untuk meneliti pengaruh waktu tunda (delay), variasi waktu tunda (jitter), dan paket hilang (packet loss) terhadap kualitas dan jumlah panggilan VoIP.

BAB IV DATA DAN ANALISIS

Bab ini berisi karakteristik-karakteristik jaringan yang diujikan beserta hasil perbandingan kuantitatif yang diperoleh dari membandingkan sinyal suara asli dengan sinyal suara yang terdegradasi akibat dilewatkan pada jaringan VoIP yang memiliki karakteristik tertentu. Bab ini juga berisi analisis terhadap hasil-hasil yang diperoleh tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


(17)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Teknologi VoIP

Salah satu multimedia network yang sedang berkembang saat ini yaitu pada bidang telepon internet yang biasa dikenal dengan Voice over Internet Protocol (VoIP). Layanan VoIP merupakan salah satu teknologi untuk melewatkan suatu sinyal suara melalui jaringan paket Internet Protocol (IP). Oleh karena itu, telepon internet atau VoIP juga dikenal dengan sebutan IP Telephony[1].

2.1.1 Mekanisme Kerja VoIP

Pada sisi pengirim (transceiver), sinyal suara yang dihasilkan ditransformasikan atau dikodekan (encode) menjadi data digital, kemudian data digital tersebut dikompresi dan dipaketisasi menjadi paket-paket kecil. Data yang sudah berbentuk paket ini kemudian disalurkan (transmisikan) melalui jaringan IP. Kemudian pada sisi penerima (receiver), data yang diterima dalam bentuk paket data yang telah dikodekan, sekarang didekode (decode) kembali agar dapat membentuk sinyal suara (audio) seperti sinyal suara yang dikirimkan. Mekanisme tersebut tersebut diperlihatkan seperti pada Gambar 2.1.


(18)

Pemrosesan sinyal sinyal suara meliputi mekanisme sampling, kuantisasi,

encoding , dan decoding. Sampling merupakan proses yang mengubah sinyal

kontinyu menjadi sinyal diskrit. Sinyal suara yang kontinyu akan di-sampling pada domain waktu dengan kecepatan sampling tertentu kemudian diambil nilai amplitudanya. Keluaran dari proses sampling yaitu sinyal diskrit pada domain waktu dan sinyal kontinyu pada domain amplituda.

Mekanisme selanjutnya adalah kuantisasi. Pada mekanisme kuantisasi, sinyal diskrit keluaran dari proses sampling dipetakan bersadarkan amplituda tertentu. Jika pada proses sampling sinyal didskritkan pada domain waktu maka pada proses kuantisasi sinyal didiskritkan pada domain amplituda. Keluaran dari proses kuantisasi berupa sinyal yang diskrit pada domain waktu dan amplituda. Sinyal keluaran dari proses kuantisasi didigitalisasi dengan mekanisme encoding. Suatu dereten bit keluaran hasil kuantisasi akan dipetakan menjadi suatu codeword bit tertentu. Keluaran dari encoder ini adalah sinyal digital. Teknik yang melakukan proses sinyal suara ini biasa dikenal dengan istilah codec.

International Telecommunication Union-Telecommunication (ITU-T) telah

menstandarisasi beberapa codec seperti G.723, G.726, G.729, dan lain-lain. Setiap

codec mengimplementasikan algoritma kompresi yang berbeda-beda. Bitrate serta

ukuran frame yang dihasilkan pun berbeda-beda. Oleh karena itu untuk mendapatkan kualitas layanan VoIP yang baik dan efisien maka codec merupakan satu hal yang tidak boleh dilupakan.


(19)

Agar sinyal digital dapat ditransmisikan dalam jaringan paket, maka sinyal digital perlu dipaketisasi menjadi paket-paket yang lebih kecil. Sinyal digital diberi

header-header yang diperlukan agar paket tersebut mengikuti protokol stack seperti Transfer Control Protocol / Internet Protocol (TCP/IP) atau protokol jaringan yang

digunakannya. Informasi tambahan seperti alamat IP, jumlah urutan paket,

timestamps, dan lain-lain semuanya diperlukan untuk memudahkan pentransmisian

paket melalui jaringan. Keluaran dari mekanisme ini yaitu berupa frame. Ukuran

frame untuk layanan VoIP biasanya berkisar antara 10 – 30 ms. Frame inilah yang

dipertukarkan dalam jaringan.

Pada sisi penerima paket – paket IP tersebut akan di-decode kembali menjadi sinyal digital. Karena sinyal suara tadi dipecah-pecah menjadi paket – paket IP maka pada sisi penerima paket – paket tersebut perlu dikumpulkan sementara pada sebuah

buffer sebelum direkontruksi menjadi sinyal suara. Setelah sinyal digital suara

diterima dan dikumpulkan sementara dalam buffer penerima, sinyal tersebut kemudian di-decode sesuai urutan aslinya[2].

2.1.2 Protokol VoIP

Berdasarkan fungsinya, protokol pada VoIP dapat dibedakan menjadi 2 yaitu protokol pensinyalan dan media transfer. Protokol pensinyalan digunakan untuk membangun, menjaga suatu sesi komunikasi yang sedang berlangsung, dan memutus suatu koneksi. Sedangkan protokol media transfer berfungsi untuk mengatur komunikasi pada saat transfer data (baik voice, video, maupun data) secara real-time berlangsung dengan baik.


(20)

2.1.2.1Protokol Pensinyalan

Protokol signalling (pensinyalan) yang dibahas pada Tugas Akhir ini adalah H.323 dan Session Initiation Protocol (SIP). Protokol – protokol ini digunakan untuk membangun, menghubungkan, dan menjaga sesi komunikasi yang sedang berlangsung. Protokol H.323 dikembangkan oleh International Telecommunication

Union-Telecommunication (ITU-T) sedangkan SIP dikembangkan oleh Internet Engineering Task Force (IETF)[3].

1. Session Initiation Protocol (SIP)

SIP merupakan protokol yang terdapat pada layer aplikasi yang mendefenisikan proses inisiasi, modifikasi, dan memutus suatu sesi. Sesi komunikasi tersebut dapat berupa internet multimedia conference, telepon internet, dan juga aplikasi multi media lainnya. SIP merupakan protokol signalling, maka SIP tidak membawa paket data voice atau video[3][4].

Terdapat tiga fungsi utama SIP yaitu ; 1. Call Initiation

a. Membangun sebuah sesi komunikasi

b. Negosiasi media transfer protokol

c. Menggundang user agent lain untuk bergabung dalam sesi komunikasi

2. Call Modification yaitu modifikasi sesi komunikasi

3. Call Termination yaitu menutup sesi komunikasi

SIP bisa dikatakan berkarakteristik client server. Ini berarti request diberikan oleh client dan dikirimkan ke server. Kemudian server mengolah request dan memberikan tanggapan terhadap request tersebut ke client. Request dan respon


(21)

terhadap request tersebut disebut transaksi SIP. SIP juga disebut protokol berbasis teks.

Protokol SIP didukung oleh beberapa protokol, antara lain Resource

Reservation Protocol (RSVP) untuk melakukan pemesanan resource pada jaringan, Real-time Transport Protocol (RTP) dan Real-time Transport Control Protocol

(RTCP) untuk mentransmisikan media dan mengetahui kualitas layanan, serta

Session Description Protocol (SDP) untuk mendiskripsikan sesi media. Secara default, SIP menggunakan Protokol UDP (User Datagram Protocol), tetapi pada

beberapa kasus dapat menggunakan TCP (Transport Control Protocol) sebagai protokol transport.

Dalam hubungannya dengan VoIP, ada dua komponen yang terdapat dalam sistem SIP, yaitu :

1. User Agent

Merupakan end system yang digunakan untuk berkomunikasi. User Agent terdiri dari dua bagian, yaitu user agent client dan user agent server.

2. Network Server

Agar client pada sistem SIP dapat memulai suatu panggilan dan dapat pula dipanggil, maka client terlebih dahulu harus melakukan registrasi ke server agar lokasinya dapat diketahui. Registrasi dapat dilakukan dengan mengirimkan pesan “ REGISTER” ke server SIP. Lokasi client dapat berbeda-beda, sehingga untuk mendapatkan lokasi client yang aktual diperlukan suatu location server.


(22)

2. H.323

H.323 merupakan standar yang menspesifikasikan komponen, protokol, dan prosedur yang menyediakan layanan komunikasi multimedia (komunikasi real-time

audio, video, dan data) melalui jaringan paket, termasuk jaringan berbasis IP. Standar

H.323 merupakan bagian dari protokol H.32X yang dikeluarkan oleh ITU-T.

Salah satu tujuan dari utama dari pengembangan standar H.323 adalah dapat melakukan suatu proses pengaktifan fungsi atau pemanggilaan suatu metode secara

remote (interoperabilitas) pada jaringan pelayanan multimedia lainnya. Hal ini dapat

dilakuakn dengan penggunaan gateway. Suatu gateway melakukan translasi jaringan atau pensinyalan yang diperlukan untuk adanya suatu interoperabilita.

Standar H.323 menspesifikasikan empat macam komponen yang bila digunakan dalam suatu jaringan secara bersama akan memberikan layanan komuniaksi multimedia pint-to-point atau point-to-multipoint. Komponen-komponen tersebut adalah :

1. Terminal

Digunakan untuk komunikasi multimedia nyata waktu dan dua arah, suatu terminal H.323 dapat berupa PC atau stand alone device, yang menjalankan aplikaasi multimedia dan H.323. terminal juga mendukung komunikasi suara dan komunikasi video atau data (opsional). Suatu terminal H.323 harus mendukung protokol-protokol berikut, diantaranya H.245, H.223, RAS, dan RTP/RTCP, G.711. sedangkan komponn opsional pada terminal adalah kompresi video, T.120, dan Multipoint

Conferencing Unit (MCU) Gambar 2.2 adalah gambaran singkat mengenai arsitektur


(23)

Gambar 2.2 Arsitektur Protokol H.323

2. Gateway

Digunakan untuk menghubungkan dua jaringan yang berbeda. Gateway ini memberikan konektivitas antara jaringan H.323 dengan jaringan non-H.323. konektivitas antara jaringan ini diperoleh dengan translasi protokol untuk call setup dan call release, konversi format media, dan transfer informasi antara jaringan-jaringan yang dihubungkan oleh gateway.

3. Gatekeeper

Merupakan titik utama untuk semua panggilan pada jaringan H.323. Gatekeeper memberikan empat layanan penting, yaitu address translation, admission control,

bandwidth control, dan zone managem. 4. Multi Control Unit (MCU)

Menyediakan kemampuan unutk konferensi (conference) antar tiga atau lebih terminal H.323. Semua terminal yang dalam konferensi membangun hubungan dengan MCU. Biasanya MCU terdiri dari Multipoint Controller dan Multipoint

Processor. MCU mengatur sumber (source) dari konferensi, negosiasi antar terminal

dengan tujuan menentukan coder/decoder yang digunakan, dan menangani aliran media.


(24)

2.1.2.2 Protokol Media Transfer

Real Time Protocol (RTP) adalah protokol yang digunakan pada proses

transfer data multimedia seperti voice. Tiap paket RTP berisi potongan percakapan suara. Besarnya ukuran tiap paket bergantung jenis codec yang digunakan RTP dapat digunakan pada beberapa macam data stream yang real-time seperti data suara dan data video. RTP berisi informasi tipe data yang dikirim, timestamp yang digunakan untuk pengaturan waktu, dan sequence numbers yang digunakan dalam hal pengurutan paket data dan mendeteksi adanya paket yang hilang.

Informasi RTP dienkapsulasi dalam User Datagram Protocol (UDP). Hal tersebut dikarenakan karakteristik komunikasi suara yang sensitif terhadap delay tetapi tidak sensitive terhadap hilangnya paket. Maka dari itu jika paket RTP hilang dalam jaringan, maka RTP tidak akan melakukan transmisi ulang. Dengan tidak adanya mekanisme transmisi ulang maka user tidak perlu menunggu paket tersebut yang akan menambah nilai waktu tunda total[3].

2.2 CODEC ( Kompresi Data Suara )

Codec adalah metode untuk mengkompres sinyal digital agar ukurannya lebih kompak (padat). Codec bertujuan untuk mengurangi penggunaan bandwidth di dalam transmsmisi sinyal pada setiap panggilan dan sekaligus berfungsi untuk meningkatkan jumlah panggilan[5].

ITU-T (International Telecommunication Union – Telecommunication Sector) membuat beberapa standar untuk voice codec yang direkomendasikan untuk implementasi VoIP. Beberapa standar yang sering dikenal antara lain :


(25)

2.2.1 G.711

G.711 adalah suatu standar Internasional untuk kompresi audio dengan menggunakan teknik Pulse Code Modulation (PCM) dalam pengiriman suara dengan

bit rate 64 kbps. Bit rate 64 kbps ini merupakan standar transmisi untuk satu kanal

telepon digital. Percakapan berupa sinyal analog yang melalui jaringan PSTN mengalami kompresi dan pengkodean menjadi sinyal digital oleh PCM G.711 sebelum memasuki VoIP gateway .

2.2.2 G.723.1

Pengkode sinyal suara G.723.1 adalah jenis pengkode suara yang direkomendasikan untuk terminal multimedia dengan bit rate rendah. G.723.1 memiliki dual rate speech coder yang dapat di-switch pada batas 5.3 kbps dan 6.3 kbps.

2.2.3 G.726

G.726 merupakan teknik pengkodean suara ADPCM dengan hasil pengkodean pada 40, 32, 24, dan 16 kbps. Biasanya juga digunakan pada pengiriman paket data pada telepon publik maupun peralatan PBX yang mendukung ADPCM.

2.2.4 G.728

G.728 merupakan teknik pengkodean suara CELP dengan hasil pengkodean 16 kbps. CODEC ini memiliki kualitas suara yang bagus dan spesifik didesain untuk

low latency applications. Tabel 2.1 memperlihatkan kombinasi codec dan voice payload size.


(26)

Tabel 2.1 VoIP per Call Bandwidth

2.2.5 G.729

Codec ini adalah salah satu Codec yang berkualitas lebih baik. G.729 merupakan pengkodean suara jenis Code-Excited Linear Prediction ( CELP ) dengan hasil kompresi pada 8 kbps.

Dalam tugas akhir ini, teknik kompresi yang digunakan adalah codec G.729 dan G.723.1 yang menyediakan kualitas ucapan tinggi secara relative di kecepatan bit rendah.


(27)

2.3 Kualitas Layanan VoIP

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas suara, yaitu waktu tunda (delay), variasi waktu tunda (jitter), dan pemilihan jenis codec. Ukuran dan pengalokasian kapasitas jaringan juga mempengaruhi kualitas VoIP secara keseluruhan. Berikut penjelasan dari beberapa faktor tersebut [6]:

2.3.1 Waktu Tunda (Delay)

Total waktu tunda merupakan penjumlahan dari waktu tunda pemrosesan, waktu tunda paketisasi, waktu tunda antrian, waktu tunda propagasi, dan waktu tunda akibat jitter buffer di sisi penerima. Waktu tunda sangat mempengaruhi kualitas layanan suara, karena pada dasarnya suara memiliki karakteristik ”timing”. Urutan pengucapan tiap suku kata yang ditransmisikan harus sampai ke sisi penerima dengan urutan yang sama pula sehingga dapat terdengar dengan baik secara

real-time. ITU G.114 membagi karakteristik waktu tunda berdasarkan tingkat

kenyamanan user, seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Pengelompokan Waktu Tunda berdasarkan ITU-T G.114

Waktu Tunda Kualitas

0-150 ms Baik

150-300 ms Cukup, masih dapat diterima

> 300 ms Buruk

Ada beberapa komponen waktu tunda yang terjadi di jaringan. Komponen waktu tunda tersebut yaitu waktu tunda pemrosesan, waktu tunda paketisasi, waktu tunda propagasi, dan waktu tunda akibat adanya jitter buffer di terminal penerima.


(28)

Berikut ini penjelasan mengenai beberapa jenis waktu tunda yang dapat mempengaruhi kualitas layanan telepon internet:

1. Waktu Tunda Pemrosesan

Waktu tunda yang terjadi akibat proses pengumpulan dan pengkodean sampel analog menjadi digital. Waktu tunda ini tergantung pada jenis codec yang digunakan.

2. Waktu Tunda Paketisasi

Waktu tunda ini terjadi akibat proses paketisasi sinyal suara menjadi paket-paket yang siap ditransmisikan ke dalam jaringan.

3. Waktu Tunda Antrian

Waktu tunda yang disebabkan oleh antrian paket data akibat terjadinya kongesti jaringan.

4. Waktu Tunda Propagasi

Waktu tunda ini disebabkan oleh medium fisik jaringan dan jarak yang harus dilalui oleh sinyal suara pada media transmisi data antara pengirim dan penerima.

5. Waktu Tunda Akibat Jitter Buffer

Waktu tunda ini terjadi akibat adanya jitter buffer yang digunakan untuk meminimalisasi nilai jitter yang terjadi.

2.3.2 Jitter

Jitter merupakan perbedaan selang waktu kedatangan antar paket di terminal

tujuan. Jitter dapat disebabkan oleh terjadinya kongesti, kurangnya kapsitas jaringan, variasi ukuran paket, serta ketidakurutan paket. Faktor ini perlu diperhitungkan karena karakteristik komunikasi voice adalah sensitif terhadap waktu tunda dan jitter.


(29)

Untuk meminimalisasi jitter dalam jaringan maka perlu diimplementasikan suatu buffer yang akan menahan beberapa urutan paket sepanjang waktu tertentu hingga paket terakhir datang. Namun adanya buffer tersebut akan memepengaruhi waktu tunda total sistem akibat adanya tambahan proses untuk mengompensasi jitter. Tabel 2.3 menjelaskan mengenai standar nilai jitter yang mempengaruhi kualitas layanan VoIP[6].

Tabel 2.3 Standar Jitter

Jitter Kualitas

0-20 ms Baik

20-50 ms Cukup

> 50 ms Buruk

2.3.3 Tingkat Paket Hilang (Packet Loss)

Sinyal suara pada telepon internet akan ditransmisikan dalam jaringan IP dalam bentuk paket-paket IP. Karena jaringan IP merupakan best effort network maka tidak ada jaminan pada pengiriman paket tersebut. Setiap paket dapat dirutekan pada jalur yang berbeda menuju penerima. Pada best effort network tidak ada perbedaan antara paket data voice dengan paket-paket data lainnya yang mengalir di jaringan. Maka dari itu tentunya akan mempengaruhi kualitas layanan. Tabel 2.4 memperlihatkan standar tingkat paket hilang pada jaringan[6].

Tabel 2.4 Standar Tingkat Paket Hilang

Tingkat Paket Hilang Kualitas

0-1 % Baik

1-2 % Cukup


(30)

2.3.4 Pengkodean Sinyal Suara

Pengkosean sinyal suara merupakan suatu teknik yang menjelaskan bagaimana suatu aliran sinyal suara yang analog didigitalisasi dan dikompresi menjadi suatu bentuk sinyal digital. Sinyal suara tersebut kemudian dikompresi sehingga didapat ukuran yang lebih padat. Proses pengkodean ini biasa dikenal dengan nama codec. Beberapa codec telah distandarisasi oleh ITU-T seperti G.711, G.723 dan G.729. Setiap codec tersebut memiliki metode kompresi, waktu tunda untuk code dan decode suara, serta bitrate yang berbeda-beda. Pemilihan codec yang tepat akan mempengaruhi kualitas layanan secara keseluruhan.

Tabel 2.5 memperlihatkan perbandingan beberapa jenis codec terhadap nilai MOS. Codec dengan bitrate yang lebih besar tentunya memiliki kualitas suara yang lebih baik dibanding codec dengan bitrate yang lebih rendah. Akan tetapi codec dengan bitrate yang tinggi membutuhkan kapasitas jaringan yang besar pula[6].

Tabel 2.5 Perbandingan Beberapa Codec Terhadap MOS

Codec Bitrate (Kbps) Framing Size (ms) MOS Score

G.711 64 0.125 4.1

G.726 32 0.125 3.85

G.728 16 0.625 3.61

G.729 8 10 3,92

G.723.1 6.3 30 3.9


(31)

2.3.5 Perencanaan Kapasitas

Satu hal penting yang perlu diperhatikan saat membangun sebuah jaringan VoIP adalah kapasitas jaringan. Dengan mengetahui kapasitas jaringan yang diperlukan untuk tiap codec maka perencanaan kapasitas jaringan menjadi lebih mudah. Tabel 2.6 merupakan tabel alokasi kapasitas jaringan unttuk beberapa codec[6].

Tabel 2.6 Alokasi Kapasitas Jaringan untuk Beberapa Macam Voice Codec

2.4 Differentiated Services

Salah satu solusi untuk mengaplikasikan QoS adalah menerapkan arsitektur

Differentiated Service (DiffServ) pada jaringan. DiffServ adalah salah satu

pendekatan dalam mengembangkan end-to-end pada internet secara modular,

incrementally, deployable dan scalable. DiffServ bertujuan untuk memberikan

pembedaan (diskriminasi) layanan terhadap aliran paket data tanpa memerlukan pensinyalan antar node (per-hop signalling).

DiffServ mengijinkan ISP untuk menawarkan layanan yang berbeda-beda kepada customer dalam hal forwarding paket data/aliran tertentu. Differentiated


(32)

kelas-kelas, dan memperlakukan setiap kelas secara berbeda. Tujuan utama dari arsitektur Diffserv ini adalah untuk menyediakan frame yang scalable untuk mendukung tersedianya QoS tanpa perlu mempunyai per flow state.

Hal ini terutama didapat melalui pengumpulan sejumlah flow dan memberinya perlakuan yang mirip (hampir sama). Identifikasi kelas dilakukan dengan memasang semacam kode Diffserv, disebut Diffserv Code Point (DSCP) ke dalam paket IP. Ini dilakukan dengan tidak menambah header baru, tetapi dengan menggantikan field TOS (Type of Service) di header IP dengan DS field. Dengan cara ini, klasifikasi paket melekat pada paket dan bisa diakses tanpa perlu protokol pensinyalan tambahan.

Berdasarkan kesepakatan bersama router yang lainnya dalam domain tersebut, yang menerima paket hanya melihat nilai DiffServ codepoint (DSCP) yang memberi perlakuan istimewa pada paket tersebut. Perlakuan istimewa ini disebut

Per-Hop Behavior (PHB). Dasar pemikiran pada arsitektur DiffServ adalah router

pada suatu domain jaringan mempunyai kemampuan untuk meneruskan dan melakukan conditioning aliran trafik dimana aliran trafik menerima perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan per hop behavior (PHB). Arsitektur DiffServ tidak memakai suatu pensinyalan antar masing-masing router tetapi semua forwarding


(33)

2.4.1 Keuntungan DiffServ

Diffserv bisa digunakan sebagai solusi untuk mengatasi masalah kulaitas layanan VoIP. Hal ini dikarenakan tujuan utama dari arsitektur Diffserv ini adalah untuk menyediakan frame yang scalable untuk mendukung tersedianya QoS tanpa perlu mempunyai per flow state. Penggunaan diffserv juga memberi beberapa keuntungan bagi penggunanya, diantaranya:

1. Scalability

Scalability sangat penting menyangkut sebagai sebuah jaringan inti dapat

mempunyai jumlah flow yang sangat besar dan beberapa protokol yang memerlukannya untuk mengurus per flow state atau perhitungan kompleksitas yang tidak diskalakan dengan baik. Diffserv mengumpulkan banyak flow, oleh karena itu dapat menangani jumlah flow yang besar. Bahkan sejak PHB secara esensial menjadi sederhana, Diffserv meminjamkannya dengan baik untuk digunakan pada kecepatan yang tinggi yang membuatnya scalable dengan kecepatan.

2. Easy of administering

Dalam DS framework, domain Diffserv yang berbeda dapat menerapkan PHB, apabila cocok, sejauh terdapat persetujuan terlebih dahulu dengan domain lainnya yang ditemui. Hal ini memberi service provider sebuah kebebasan untuk memilih penerapannya sebagai konsekuensi mereka dapat menyediakan Diffserv dengan perubahan yang minimal pada infrastruktur tersebut.

3. Simplicity

Penerapan Diffserv tidak meyimpang/berbeda banyak dari dasar IP. Maka Diffserv membentuk kesederhanaan dan kemudahan penerapan di dalamnya.


(34)

4. Measureable

Semenjak masing-masing hop berada dalam sebuah domain Diffserv, traffic

conditioner dan shapers secara konstan melakukan pengukuran kecepatan

kedatangan dan link schedulers melakukan monitoring paket yang dikirim, tidak banyak usaha yang diperlukan untuk mendapatkan informasi penting dari tingkah laku jaringan . Service providers dapat menggunakan informasi untuk alokasi bandwidth yang terbaik dan membuat SLA dengan pengguna.

2.4.2 Karakteristik DiffServ

Arsitektur DiffServ menyediakan frame yang scalable untuk mendukung tersedianya QoS tanpa perlu mempunyai per flow state. Hal ini terutama didapat melalui pengumpulan sejumlah flow dan memberinya perlakuan yang mirip. Pada jaringan diffserv, node-node di pinggir (ingress) sebuah domain memproses dan memberi tanda TOS (Type of Service) byte di dalam IP header dari sebuah paket oleh sebuah kode yang dinamakan Diffserv Code Points (DSCP) atau DS byte yang berdasarkan negosiasi kontrak dan router-router yang lainnya dalam domain tersebut.

Hal ini yang menerima paket hanya melihat nilai DSCP yang memberi perlakuan istimewa pada paket tersebut. Perlakuan istimewa ini dinamakan Per-Hop

Behavior (PHB). Saat ini IETF (Internet Engineering Task Force) mempunyai

standar klasifikasi PHB, yaitu Expedited Forwarding (EF), Assured

Forwarding(AF), Best Effort (BE). Masing-masing PHB ini dikarakteristikkan dari resources yang mereka miliki (seperti ukuran buffer dan bandwidth), prioritas relatif


(35)

terhadap PHB lainnya atau karakteristik pengamatan yang mereka miliki (seperti

delay dan loss).

Klasifikasi trafik multimedia digolongkan dalam kelas diffserv meliputi VoIP dan video yang digolongkan kelas EF, data UDP sebagai kelas AF dan data TCP (FTP) sebagai kelas BE. Dari keterangan di atas dapat dijelaskan beberapa hal yang menjadi karakteristik diffserv, yaitu[8]:

a. Dalam Header pada IP termasuk DSCP menunjukkan tingkat layanan yang

diinginkan.

b. DSCP memetakan paket ke PHB tertentu untuk diproses oleh router yang

kompatibel.

c. PHB menyediakan tingkat layanan tertentu (seperti bandwidth, queueing, dan

dropping decisions) yang sesuai dengan network policy. Misal untuk paket-paket

yang sangat sensitive terhadap timbulnya error, seperti pada aplikasi keuangan, paket-paket tersebut dikodekan dengan sebuah DSCP yang mengindikasikan layanan dengan bandwidth tinggi dan lintasan routing yang bebas error

(0-frame-loss). Sedangkan pada aplikasi-aplikasi seperti email dan web-browsing data

dapat dikodekan dengan sebuah DSCP yang mengindikasikan layanan dengan

bandwidth yang lebih rendah. Selanjutnya router akan memilih jalur yang

dipergunakan dan meneruskan paket-paket tersebut sesuai dengan yang telah ditentukan oleh network policy dan PHB. Kelas trafik yang tertinggi akan memperoleh pelayanan yang terbaik, baik dalam hal antrian maupun bandwidth, sedangkan kelas trafik dibawahnya akan memperoleh layanan yang lebih rendah.


(36)

2.4.3 Arsitektur Diffserv

Ada dua jenis router dalam arsitektur diffserv yaitu edge router dan core router. Edge Router dan core router mempunyai fungsi dan tugas masing-masing, yaitu:

1. Edge Router

Edge Router adalah yang menjadi pintu keluar masuk domain diffserv. Tiap

paket yang menuju domain akan melewati edge router yang berfungsi untuk melakukan klasifikasi paket dengan filter dan me-marking paket dengan memberikan nilai DSCP tertentu di DSP field. Edge Router terdiri dari Ingress Router dan Egress

Router.

2. Core Router

Core Router melakukan pekerjaan memperlakukan paket-paket yang telah di beri

diffserv mark oleh edge router dengan mekanisme tertentu. Perlakuan ini disebut Per

Hop Behavior (PHB). Gambar 2.3 berikut ini adalah contoh jaringan DiffServ yang

memuat edge dan core router.


(37)

Dalam contoh Gambar 2.3 tampak bahwa ingress router merupakan awal dari suatu jaringan DiffServ dan selalu diakhiri dengan egress router. Dalam suatu jaringan DiffServ ingress router memiliki fungsi penentuan jalur data (data path

determination) yang digambarkan seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Data Path Determination Ingress Router

Pada Gambar 2.4, setiap paket data yang masuk ke ingress router akan dilakukan proses klasifikasi, sehingga dapat dihasilkan penggolongan trafik data ke dalam beberapa tingkat layanan sesuai dengan tingkat prioritasnya. Jika paket data yang masuk bukan paket prioritas maka paket akan dianggap sebagai paket


(38)

2.5 Pengukuran Kualitas VoIP

Ada dua pengujian yang biasa digunakan, yaitu uji subyektif dan uji obyektif. Uji subyektif dilakukan dengan cara melakukan survey terhadap sekelompok orang tentang bagaimana kualitas percakapan suara tersebut. Uji obyektif dilakukan dengan melakukan pengukuran-pengukuran seperti pengukuran waktu tunda. Namun hasil uji obyektif harus dibandingkan dengan hasil uji subyektif.

Uji subyektif dilakukan untuk mencari persepsi kualitas suara rata-rata dari suatu sistem. Uji ini dapat dilakukan dengan melakukan survey kepada sekelompok orang dan meminta pendapat mereka. Mereka diminta untuk menilai kualitas suara dengan memberikan suatu nilai misalnya antara 1 sampai 5. Kemudian dari hasil tersebut dapat dicari dari Mean Opinion Score (MOS). Hal yang membuat sulit dari pengujian ini adalah subjektivitas masing-masing orang berbeda menyebabkan sulit untuk menentukan kualitas sinyal suara.

Metode uji obyektif melakukan pengujian terhadap faktor-faktor kualitas layanan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Metode ini mudah dilakuka n berulang-ulang, cepat, dan efisien sehingga cocok digunakan untuk pengujian dengan kombinasi parameter. Pada metode ini, aspek fisiologi dan persepsi manusia harus dimasukkan supaya menghasilkan hasil pengujian yang akurat. Sinyal masukan yang diberikan ke dalam pengujian ini harus memenuhi beberapa persyaratan. Pertama, sinyal masukan harus difilter terlebih dahulu supaya sinyal tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan oleh skema kompresi yang digunakan. Sinyal masukan yang berada diluar spesifikasi skema kompresi akan memberikan hasil yang tidak akurat. Kedua, sinyal tersebut harus memiliki panjang waktu tertentu, tidak boleh terlalu singkat dan


(39)

tidak boleh terlalu lama. Dari pengujian-pengujian yang telah dilakukan, panjang sinyal masukan yang ideal adalah 8 sampai 10 detik. Faktor terakhir adalah jenis suara yang digunakan. Jenis suara yang digunakan untuk pengujian haruslah sama[9].

2.5.1 Mean Opinion Source (MOS)

Merupakan sistem penilaian yang berhubungan dengan kualitas suara yang di dengar pada ujung pesawat penerima. Standar penilaian MOS dikeluarkan oleh ITU-T pada tahun 1996. ITU-Tabel 2.7 adalah tabel yang menunjukkan skala penilaian MOS. MOS memberikan penilaian kualitas suara dengan skala 1(satu) sampai 5(lima), dimana satu mempresentasikan nilai kualitas suara yang paling buruk dan lima mempresentasikan kualitas suara yang paling baik. Penilaian dengan menggunakan MOS masih bersifat subyektif karena kualitas pendengaran dan pendapat dari masing-masing pendengar berbeda-beda[10].

Tabel 2.7. Skala Penilaian MOS

Kualitas Percakapan Nilai

Sangat Baik (excellent) 5

Baik (good) 4

Cukup Baik (fair) 3

Kurang Baik (poor) 2

Buruk (bad) 1

Berdasarkan rekomendasi ITU-T G.175, batas minimum dari nilai MOS masih dapat diterima adalah 2,6 poin dari rata-rata skore yang diberikan oleh


(40)

beberapa pengguna. Nilai Mos inilah yang akan digunakan sebagai batas minimum diterima untuk pengujian Tugas Akhir ini.

2.5.2 Perceptual Evaluation of Speech Quality (PESQ)

PESQ adalah metode perbandingan kuantitatif yang digunakan untuk mengukur kualitas suara VoIP secara obyektif yang didasarkan pada rekomendasi ITU-T P.862. PESQ dikembangkan oleh British Telecom, Psytechnics, dan KPN Research of the Netherlands. Nilai PESQ tidak sama dengan nilai MOS. Pada P.862.1 dijelaskan agaimana memetakan nilai PESQ menjadi Mean Opinian

Score-Listening Quality Objective (MOS-LQO), berdasarkan funsi pemetaan orde-3 yang

seragam seperti pada Gambar 2.5.

Sinyal Suara Asli

Sinyal Suara Pengujian

Pengukuran Waktu Tunda

Transformasi Perseptual

Pemodelan Kognitif

Hasil Perbandingan Kualitas Suara

{di,di+1,di+2...}

Transformasi Perseptual

Gambar 2.5. Blok Diagram untuk Perbandingan Kualitas Suara

Algoritma perbandingan PESQ dimulai dengan melakukan penyamaan tingkatan (level-alignment) dari masing-masing sinyal menjadi standar tingkat pendengaran, yaitu 79 dB. Sinyal-sinyal tersebut kemudian ditapis pada domain frekuensi (FFT) dengan suatu filter masukan untuk memodelkan sperangkat telepon standar.


(41)

Proses berikutnya adalah penyamaan waktu (time-alignment) dimana waktu tunda yang terdapat pada sinyal suatu rekaman tetap dihitung. Waktu tunda ini membuat suara rekaman lebih panjang dari suara original.

Transformasi perseptual melibatkan proses atenuasi untuk linear filtering pada sistem dan variasi gain. Perbedaan antara transformasi dari kedua sinyal yang ingin dibandingkan terletak pada gangguan (disturbance) yang ada. Dua faktor distorsi akan diekstrak dari gangguan tersebut dan dikombinasi diwaktu dan frekuensi yang sama, serta dibandingkan dengan metode prediksi yang sifatnya subyektif (MOS).

Diketahui bahwa nilai PESQ dapat diperoleh dengan membandingkan sinyal

suara original (sinyal referensi) dengan sinyal suatu rekaman yang telah tergradasi. Sinyal suara rekaman mempresentasikan sinyal yang sampai ke telinga pendengar.

Disiplin Antrian Linux

Untuk memahami bagaimana Linux dapat mendukung mekanisme diffserv, maka perlu dipahami bagaimana router Linux memproses paket-paket. Di dalam tugas akhir ini, disiplin antrian yang digunakan adalah Priority First In First Out (PFIFO) dan Token Bucket Filter (TBF)[11].

PFIFO (Priority First In Fist Out)

PFIFO dibentuk oleh disiplin antrian yang terdiri dari kelas-kelas yang memiliki tingkat prioritas yang berbeda. Dengan membuat suatu PFIFO yang terdiri dari 3 kelas, berarti membuat disiplin antrian dengan 3 kelas yang didalamnya terdapat sub disiplin antrian yang menerapkan model antrian FIFO. Pada disiplin


(42)

antrian PFIFO, tiap kelas antrian dilayani ketika antrian dengan dengan prioritas lebih tinggi kosong. Antrian prioritas kedua dilayani setelah semua antrian di kelas tinggi telah kosong. Sedangkan antrian kelas ketiga dilayani setelah semua antrian di kelas kedua telah kosong. Model antrian PFIFO ditunjukkn oleh Gambar 2.6.

Filter

Filter

Class : 1

Class : 2

Class : 3 PFIFO PFIFO

PRIO qdisc Filter

PFIFO

Gambar 2.6 Model Antrian PFIFO

TBF (Token Bucket Filter)

Token Bucket Filter adalah mekanisme pengontrolan throughput maksimum

dari suatu antrian paket. Beberapa istilah digunakan dalam mekanisme TBF adalah sebagai berikut :

Bucket (buffer) adalah ukuran ruang antrian yang dimiliki oleh disiplin antrian.

Token adalah koin virtual.

Token rate adalah informasi tentang laju yang dimiliki token.

Untuk melepaskan paket dari antrian (bucket), maka harus “dibayar” dengan koin virtual (token). Semakin tinggi token rate, maka antrian semakin cepat keluar. Nilai token rate merupakan laju maksimum paket-paket yang keluar dari antrian. Informasi token rate tidak dibuat dengan satuan paket, tetapi dengan satuan byte. Sebagai contoh, suatu antrian membutuhkan 670 byteper detik, maka token harus membayar 670 byte dari yang dimiliki. Sisa token dapat diakumulasi yang


(43)

memungkinakan dapat menyebabkan burst suatu saat. Gambar 2.7 menjelaskan mekanisme TBF sebagai berikut :

Policing Shaping Paket

Cocok

Metering Ukuran bucket

Rate Drop

Melebihi

Ukuran antrian = batas – ukuran bucket

Paket Cocok

Gambar 2.7 Mekanisme Token Bucket Filter (TBF)

Berdasarkan Gambar 2.7, ada tiga kemungkinan skenario yang bisa terjadi yaitu :

a. Paket data masuk ke antrian TBF dengan laju yang sama dengan token rate.

Dengan skenario ini, paket akan keluar tanpa waktu tunda.

b. Paket data masuk ke antrian TBF dengan laju yang rendah dari token rate.

Pengeluaran paket dari antrian hanya membutuhkan sebagian dari token. Sisa

token akan diakumulasi sehingga memungkinkan untuk terjadinya burst sesaat.

c. Paket data masuk ke antrian TBF dengan laju yang lebih tinggi dari token rate.

Pada skenario ini, bucket akan kehabisan token sebelum semua paket keluar dari antrian. Karena ukuran bucket yang terbatas, maka paket yang datang kemudian kemnugkinan dapat dihilangkan. Skenario inilah yang mendasari pengaturan


(44)

BAB III

METODOLOGI PENGUJIAN

3.1 Komponen Sistem

Sistem terdiri dari komponen-komponen yang berada di dalam dan di luar domain diffserv. Komponen yang berada di dalam domain diffserv adalah 3 buah komputer yang berfungsi sebagai router. Sedangkan komponen yang berada di luar domain diffserv adalah komputer yang berfungsi sebagai generator trafik.

3.1.1 Edge Router

Komputer edge router menggunakan sistem operasi ubuntu 10.04 untuk mendukung fungsi routing dan traffic contolling. Di dalam implementasi, komput er yang berfungsi sebagai edge router ada 4 buah.

3.1.2 Core Router

Sama seperti edge router , komputer core router juga akan menggunakan sistem operasi ubuntu 10.04. Di dalam implementasi, komputer yang digunakan sebagai core router ada 2 buah.

3.1.3 Generator Trafik Suara

Komputer-komputer ini berfungsi sebagai router yang meneruskan paket-paket dari client ke server. Di dalam router ini juga diberlakukan traffic controller yang berfungsi untuk mengatur kondisi jaringan agar sesuai dengan yang diinginkan.


(45)

3.2 Instalasi dan Kofigurasi Sistem

Setelah semua komponen system disiapkan, langkah selanjutnya adalah implementasi sistem. Implementasi sistem terdiri dari pengakabelan dan konfigurasii jaringan.

3.2.1 Cabling (Pengkabelan)

Di dalam domain diffserv, antara edge dan core router dihubungkan secara langsung dengan kabel UTP. Kabel ini terhubung secara cross over, yang digunakan untuk hubungan secara peer to peer. Konektor RJ-45 dipasang di tiap ujung kabel dan di pasang ke kartu jaringan di tiap-tiap komputer. Ini merupakan hubungan antar router di jaringan dengan domain yang sama. Pada pengkabelan ini dibutuhkan alat bantu crimping dan cable-tester. Gambar 3.1 menunjukkan contoh kabel UTP dan konektor RJ-45 .

Gambar 3.1 (a) Kabel UTP (b) Konektor RJ-45 (c) Penampang RJ-45

Di samping itu, ada juga hubungan antar router di jaringan dengan domain berbeda. Hubungan antar router adalah hubungan antara edge router di tiap-tiap domain yang berbeda. Untuk itu, diperlukan switch agar edge router satu terhubung dengan yang lainnya. Kabel yang menghubungkan antara switch dengan edge router adalah UTP secara straight.


(46)

3.2.2 Konfigurasi Jaringan

Setelah semua kabel dan kartu jaringan terpasang, maka tiap-tiap komputer dihubungkan seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Topologi Jaringan

Konfigurasi alamat IP tiap-tiap kartu jaringan masing-masing komputer ditunjukkan di Tabel 3.1 dan 3.2.

Tabel 3.1 Daftar IP dan Interface di Jaringan A

Jenis Sistem Core Router Edge Router Komputer Pengguna

Kartu Jaringan C2 : 2 E1 : 2 U1 : 1

E2 : 2

Alamat IP

C:

10.4.12.242 (eth0) 10.4.12.244 (eth1)

E1 :

10.4.12.250 (eth2) 10.4.12.241 (eth0)

U1 : 10.4.12.249

E2 :

10.4.12.245 (eth2) 10.4.12.247 (eth1)


(47)

Tabel 3.2 Daftar IP dan Interface di Jaringan B

Jenis Sistem Core Router Edge Router Komputer Pengguna

Kartu Jaringan C2 : 2 E1 : 2 U1 : 1

E2 : 2

Alamat IP

C:

10.4.12.242 (eth4) 10.4.12.244 (eth1)

E1 :

10.4.12.251 (eth0) 10.4.12.241 (eth1)

U1 : 10.4.12.249

E2 :

10.4.12.245 (eth1) 10.4.12.247 (eth0)

Netmask 255.255.255.0 255.255.255.0 255.255.255.0

Untuk memberikan IP Address dan default gateway address pada Linux Ubuntu dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Buka terminal dengan akses root

2. Ketikkan perintah berikut pada terminal

# ifconfig <dev> <ip_address> netmask <bit_netmask>

Keterangan :

dev : interface Internet yang ingin dikonfigurasi ip_address : IP address

bit_netmask : netmask Contoh:

#ifconfig eth0 10.4.12.240 netmask 255.255.255.0

Perintah ini akan memberikan IP address 10.4.12.240 pada interface eth0 dengan netmask 255.255.255.0.


(48)

3. Memastikan apakah konfigurasi sudah benar dengan perintah # ifconfig-a eth0

4. Memberikan default gateway dapat dilakukan dengan perintah

#route add default gw <ip_gateway>

Keterangan :

ip_gateway : IP address gateway default

3.2.3 Konfigurasi Tabel Routing

Untuk dapat meneruskan aliran paket menuju ke komputer tujuan yang berbeda jaringan, router harus memiliki tabel routing sehingga dapat meneruskan aliran paket dari satu node ke node yang lain sehinnga paket sampai di tujuan.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membuat tabel routing di sistem operasi Ubuntu 10.04, yaitu:

a. Membuat routing permanen dengan menambah script di /etc/network/if-up.d

b. Menambah perintah “up” ke kartu jaringan yang digunakan di

/etc/network/interfaces.

Di dalam Tugas Akhir ini metoda ke-dua digunakan untuk membuat tabel routing di jaringan. Langkah yang dilakukan sebagai berikut:

1. Menentukan tabel routing untuk masing-masing komputer router(jaringan B).


(49)

Router E1

Paket dengan tujuan jaringan 10.4.12.243 dan 10.4.12.246 di arahkan melalui

gateway 10.4.12.242 pada kartu jaringan eth4.

Router C

 Paket dengan tujuan jaringan 10.4.12.249 dan 10.4.12.240 diarahkan

melalui gateway 10.4.12.241 pada kartu jaringan eth1.

 Paket dengan tujuan jaringan 10.4.12.246 diarahkan melalui gateway

10.4.12.245 pada kartu jaringan eth1. Router E2

Paket dengan tujuan jaringan 10.4.12.240 dan 10.4.12.243 diarahkan melalui

gateway 10.4.12.245 pada jaringan eth1.

File konfigurasi /etc/network/if-up.d/static-route untuk router E1 adalah: # /bin/sh

# Tabel routing untuk E1

Up route add –net 10.4.12.243 netmask 255.255.255.0 gw 10.4.12.252 Up route add –net 10.4.12.246 netmask 255.255.255.0 gw 10.4.12.242 Up route add default gw 10.4.12.252

File konfigurasi /etc/network/if-up.d/static-route untuk router C adalah: # /bin/sh

# Tabel routing untuk C

Up route add –net 10.4.12.240 netmask 255.255.255.0 gw 10.4.12.241 Up route add –net 10.4.12.246 netmask 255.255.255.0 gw 10.4.12.245 Up route add default gw 10.4.12.241


(50)

File konfigurasi /etc/network/if-up.d/static-route untuk router C adalah: # /bin/sh

# Tabel routing untuk E2

Up route add –net 10.4.12.240 netmask 255.255.255.0 gw 10.4.12.244 Up route add –net 10.4.12.243 netmask 255.255.255.0 gw 10.4.12.244 Up route add default gw 10.4.12.244

2. Mengaktifkan tabel routing dengan me-restart kartu jaringan

# /etc/network/if-up.d/static-route

3. Melihat daftar tabel routing yang baru dibuat. # route –nN

3.2.4 Konfigurasi IP Forwarding

IP Forward adalah suatu sistem yang berfungsi untuk meneruskan atau

mem-forward paket-paket dari suatu jaringan ke jaringan yang lain. Untuk

menkonfigurasinya, perlu mengubah modul kernel ip_forward menjadi enable. Langkah yang dilakukan untuk mengubah modul kernel ip_forward menjadi enable adalah sebagai berikut :

1. Mengaktifkan IP forwarding

# echo “net.ipv4.ip_forward=1”>>/etc/sysctl.conf #sysctl –p /etc/sysctl.conf

2. Memeriksa apakah IP forwarding sudah aktif.


(51)

Apabila hasilnya adalah 1, maka IP forwarding sudah dapat diaktifkan. Selanjutnya paket-paket yang dikirim oleh jaringan sudah dapat diteruskan ke jaringan lainnya.

3.2.5 Kofigurasi IP Masquerade

IP masquerade adalah salah satu fasilitas di Linux yang memungkinkan komputer yang tidak memiliki alamat IP public agar dapat tersambung ke internet melewati komputer Linux. Karena Ubuntu sudah mengaktifkan layanan ini pada kernelnya, maka hanya perlu mengkofigrasi saja agar dapat memkaia layanan ini.

Langkah yang dilakukan sebagai berikut:

1. Mengaktifkan IP masquerade

# iptables –t nat –A POSTROUTING –s 10.4.12.240 /24 –d 0/0 -j MASQUERADE

2. Memeriksa apakah IP masquerade sudah aktif.

# iptbles –L –t nat

Apabila hasilnya seperti yang tertulis di bawah ini, _______ Cut ________

Chain POSTROUTING (policy ACCEPT) target prot opt source destination

MASQUERADE 0 - 10.4.12.240 /24anywhere ______ Cut ________


(52)

Secara umum, kofigurasi jaringan diletakkan di file rc.local yang terletak di direktori /etc/. isi file rc.local di edge router adalah sebagai berikut:

#!bin/sh –e #

rc.local #

#This script is execute at the end of each multiuser runlevel.

#Make sure that the script wiil “exit 0” on success or any other value on error. #

#In order to enable or disable this script just change the execution bits. #By default this script does nothing.

#IP Forwarding dan NAT

echo 1 > / proc/sys/net/ipv4/ip_forward /sbin/iptables –P FORWARD ACCEPT

/sbin/iptables --table nat –A POSTROUTING –s 10.4.12.240 /16 –d 0/0 -j MASQUERADE

#Port Forwarding untuk Core Router

/sbin/iptables –t nat –A PREROUTING –p tcp –i eth0 –d 10.4.12.251 --dport 222 –j DNAT --to 10.4.12.242:22

/sbin/iptables –A FORWARD –p tcp –i eth4 –d 10.4.12.242 --dport 22 -j ACCEPT

#Port Forwarding untuk Edge2 Router

/sbin/iptables –t nat –A PREROUTING –p tcp –i eth0 –d 10.4.12.251 --dport 333 -j DNAT --to 10.4.12.245:22

/sbin/iptables –A FORWARD –p tcp –i eth1 –d 10.4.12.245 -dport 22 -j ACCEPT

#Port Forwarding untuk SIPp


(53)

multiport --dport 5000:32000 -j DNAT --to –destination 10.4.12.249 /sbin/iptables –A FORWARD –p udp –s 10.4.12.249 -j ACCEPT

/sbin/iptables –A FORWARD –p udp –m multiport --dport 5000:32000 -d 10.4.12.249 –j ACCEPT

exit 0

3.2.6 Rekompilasi Kernel Linux

Kernel merupakan bagian fundamental dari sistem operasi Linux. Kernel Linux berisi driver dan dukungan untuk perangkat-perangkat keras baru sehingga harus selalu diperbaharui. Di dalam tugas akhir ini, spesifikasi sistem operasi dan kernel mesin router adalah sebagai berikut:

a. Sistem Operasi : Linux Ubuntu 10.04

b. Kernel : 2.6.32-21 c. Kapasitas link : 64 Kbps

3.2.7 Dukungan Differentiated Services di Linux

Dukungan diffserv di Linux telah tercakup pada kernel 2.6.32-21 untuk dapat menngunakannya, maka modul-modul tersebut perlu diaktifkan. Caranya adalah dengan mengkofigurasikan kernel linux dan mengkompilasi ulang (recompiling) kernel. Berikut ini adalah yang perlu diaktifkan agar kernel mendukung diffserv:

1. Bagian Networking Options

a. Kernel/User netlink socket (CONFIG_NETLINK)

b. Network packet filtering (CONFIG_NETFILTER)


(54)

2. Bagian Network Options, QoS and/or fair queueing

a. CBQ packet scheduler (CONFIG_NET_SCH_CBQ)

b. The simplest PRIO pseudoscheduler (CONFIG_NET_SCH_PRIO)

c. RED queue (CONFIG_NET_SCH_RED)

d. GRED queue (CONFIG_NET_SCH_GRED)

e. Diffserv field marker (CONFIG_NET_SCH_DSMARK)

f. Ingress Qdisc (CONFIG_NET_SCH_INGGRESS)

g. QoS Support (CONFIG_NET_QOS)

h. Packet classifier API (CONFIG_NET_CLS)

i. TC index classifier (CONFIG_NET_CLS_TCINDEX)

j. U32 classifier (CONFIG_NET_CLS_U32)

k. Traffic policing (CONFIG_NET_CLS_POLICE)

3.2.8 Rekompilasi Kernel dengan Kemampuan Diffserv

Langkah awal yang harus dipenuhi untuk rekompilasi kernel adalah tersedianya kernel yang baru dan menggunakan system operasi Ubuntu 10.04. Untuk mengaktifkan diffserv, dilakukan kompilasi kernel yang baru dari kernel bawaan sistem operasi Ubuntu 10.04. Tujuannya agar komputer router berfungsi sebagai diffserv router. Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:

1. Melihat status kernel sekarang yang digunakan.

# uname –a

2. Download kernel versi terbaru. Di dalam tugas akhir ini kernel standar versi : 2.6.32-21.


(55)

#cd /usr.src

#apt-get install linux-source-2.6.32-21 #ls –l

#tar jxvf linux-source-: 2.6.32-21.tar.bz2

3. Membuat symbolic link berjalan dengan nama “linux” yang mengarah ke

versi kernel terbaru. #cd /usr/src #rm linux

#ln –s linux-source-: 2.6.32-21 linux

4. Memeriksa opsi-opsi kernel baru secara terpisah tanpa menimpa konfigurasi

kernel standar menggunakan editor teks. #ls -1

5. Konfigurasi opsi-opsi kernel baru secara terpisah tanpa menimpa konfigurasi

kernel standar menggunkan editor teks.

#vim /usr/src/linux-source-: 2.6.32-21/Makefile Contoh file konfigurasi yang diedit sebagai berikut:

VERSION = 2 PATCHLEVEL = 6 SUBLEVEL = 22

EXTRAVERTION = .coreroutera

Keterangan :

EXTRAVERTION merupakan nama untuk membedakan kernel yang telah dikompilasi. Dapat diisi secara bebas sesuai keinginan. Di dalam tugas akhir ini,


(56)

nama .coreroutera diberikan sesuai dengan nama domain diffserv yang digunakan.

6. Agar mudah dikompilasi, diperlukan beberapa program untuk konfigurasi

kernel.

#apt-get install fakeroot build-essential kernel-package libqt3-mt-dev modutils module-init-tools libncurses-dev

7. Membuat salinan dari konfigurasi file dan modifikasi itu. File konfigurasi

sekarang diletakkan di /boot dan sering disebut /boot/config-:2.6.32-21-generic.

Gunakan symbolic link jika di boot terdapat beberapa file config. #ls –l /boot

#cp /boot/config- -generic /usr/src/linux- #cd linux-source-

#ls –l

8. Di dalam direktori/usr/src/linux-source- , harus ada file dengan nama .config. #cp config- -generic .config

9. Menjalankan utility konfigurasi. #make menuconfig

Setelah itu, akan muncul window. Di dalam window, aktifkan opsi-opsi yang mendukung diffserv. Contoh sebagai berikut:

In the section Networking option :

* Kernel/User netlink socket (CONFIG_NETLINK) * Network packet filtering (CONFIG_NETFILTER) * QoS and/or fair queueing (CONFIG_NET_SCHED)


(57)

In the subsection, QoS and/or fair queueing : and aspecially :

* CBO packet scheduler (CONFIG_NET_SCH_CBQ)

* the simplest PRIO pseudoscheduler (CONFIG_NET_SCH_PRIO) * RED queue (CONFIG_NET_SCH_RED)

* GRED queue (CONFIG_NET_SCH_GRED)

* Diffserv field marker (CONFIG_NET_SCH_INGRESS) * QoS support (CONFIG_NET_QoS)

* Packet classifier API (CONFIG_NET_CLS) * TC index classifier (CONFIG_NET_CLS_TCINDEX) * Firewall based classifier (CONFIG_NET_CLS_FW) *U32 classifier (CONFIG_NET_CLS_U32)

* Traffic policing (CONFIG_NET_CLS_POLICE)

IP : advance router (CONFIG_IP_ADVANCE_ROUTER) IP : policy routing (CONFIG_IP_MULTIPLE_TABLES) (CONFIG_IP_ROUTE_FWMARK)

10.Melakukan kompilasi kernel. Waktu yang dibutuhkan bergantung kepada

spesifikasi computer.

#cd /usr//src/linux-source-2.6.32-21/ #make

#make modules_install #make install

11.Memeriksa apakah sudah terinstall di /boot dan symbolic link terbarui juga. #cd /boot

#ls -1

12.Membuat direktori baru untuk kernel baru #cd /lib/firmwire

#mkdir 2.6.32-21 coreroutera

13.Membuat RAMdisk awal yang bertanggungjawab terhadap kernel yang baru


(58)

#update-intiaramfs –c –k 2.6.32-21 coreroutera

14.Memeriksa kembali apakah file initrd.img-2.6.32-21.net.corerouter sudah

berada di /boot. #cd /boot #ls -1

15.Kernel baru selesesai dibuat. Lakukan konfigurasi boot loader untuk melihat efeknya. Lakukan perbaruan jika menggunakan grub.

#update-grub

16.Memeriksa semua apakah sudah berjalan lancar.

#vim /boot/grub/menu.list

17.Reboot komputer. #reboot now

18.Jika sudah masuk grub, pilih kernel “ 2.6.32-21.coreroutera” untuk mencoba


(59)

3.3 Implementasi Differentiated Service

Kompilasi kernel yang dilakukan pada router Linux seperti yang dilakukan pada langkah 3.2.6. (Rekompilasi Kernel Linux) bertujuan agar mesin router yang digunakan memiliki dukungan dalam mekanisme Differentiated Service. Mekanisme diffserv diawali dengan melakukan pengklasifikasian paket pada edge router dan melabeli paket tersebut dengan DS mark yang sesuai. Setelah sampai di core router, perlakuan terhadap tiap-tiap paket yang masuk akan ditentukan berdasarkan klasifikasi dan labelling yang dilakukan di edge router.

Proses-proses yang dilakukan di edge router dan core router dapat terlaksana karena adanya program yang disebut tc (traffic controller). Jadi, di dalam implementasi diffserv pada Linux, dibutuhkan juga tool yang melaksanakan proses-proses dalam mekanisme diffserv, yaitu tc, selain dukungan kernel. Di Linux Ubuntu 10.04, tc telah terinstall secara otomatis.

3.3.1 Script untuk Edge Router

Di dalam edge router, proses yang dilakukan adalah pengelompokkan paket (packet filtering). Script untuk edge router adalah sebagai berikut:

#!/bin/sh

#parameter interface edgeB INDEV =”eth0”

EGDEV =”eth1” # parameter source SRC1=10.4.12.253 SRC2=10.4.12.247 # parameter destination DST1=10.4.12.254 DST2=10.4.12.245


(60)

# parameter rate, burst, dan mtu untuk ingress policing rate RATE=20Mbit

BURST=50k MTU=9k

### Policing untuk interface masuk ###

# filter berdasarkan source

iptables –t mangle –A FORWARD –p udp –m multiport –sport 5000:32000 -i $INDEV –s $SRC1 –j MARK --set-mark 1

iptables –t mangle –A FORWARD –I $INDEV –s $SRC2 –j MARK --set-mark 2

# parameter rate datang di interface masuk tc qdisc add dev $INDEV handle ffff: ingress

tc filter add dev $INDEV parent ffff: protocol ip prio 50 u32 match ip src $SRC1 police rate $RATE burst $BURST mtu $MTU drop flowid :1

# setup konfirmasi

echo “---qdisc parameter ingress---“ tc qdisc ls dev $INDEV

echo “---qdisc parameter ingress---“ tc class ls dev $INDEV

echo “---qdisc parameter ingress---“ tc filter ls dev $INDEV parent 1:0

### Policing untuk interface keluar ###

# setup DSMARK

tc qdisc add dev $EDGE handle 1:0 root dsmark indices 64 set_tc_index


(61)

tc class change dev $EGDEV classid 1:1 dsmark mask 0x3 value 0xb8

# marking paket yang masuk ke kelas 1:2 menjadi kelas BE

tc class change dev $EGDEV classid 1:2 dsmark mask 0x3 value 0x0

# pemetaan konfigurasi

tc filter add dev $EGDEV parent 1:0 protocol ip prio 4 handle 1 fw classid 1:1 tc filter add dev $EGDEV parent 1:0 protocol ip prio 4 handle 2 fw classid 1:2

# setup konfigurasi

echo “---qdisc parameter egress---“ tc qdisc ls dev $EGDEV

echo “---qdisc parameter egress---“ tc class ls dev $EGDEV

echo “---qdisc parameter egress---“ tc filter ls dev $EGDEV parent 1:0

Sedangkan di dalam core router, proses yang dilakukan adalah meneruskan paket berdasarkan klasifikasi yang sudah dilakukan oleh edge router. Karena menggunakan 3 kondisi resource, maka script untuk core router dapat diubah sesuai kebutuhan. Script untuk core router adalah sebagai berikut:

#!/bin/sh # TBF

# parameter interface out going packet DEV=”eth1”

# rate untuk kelas EF dan BE eFRATE=44kbit


(62)

berate=20kbit

# peak rate untuk EF dan BE efPEAK=64kbit

bePEAK=25kbit

# nilai ukran bucket (burst) BURST=5kb

# setup qdisc PRIO

tc qdisc add dev $DEV root handle 1:prio # setup filter

tc filter add dev $DEV parent 1:0 prio 1 protocol ip u32 match ip tos 0xb8 0xff flowid 1:1

tc filter add dev $DEV parent 1:0 prio 2 protocol ip u32 match ip tos 0x0 0xff flowid 1:1

# setup sub-qdisc dengan mekanisme TBF untuk kelas 1:1

tc qdisc add dev $DEV parent 1:1 handle 10:tbf rate $efRATE burst $BURST latency 70 ms peakrate $efPEAK minburst 1540

# setup sub-qdisc dengan mekanisme TBF untuk kelas 1:2

tc qdisc add dev $DEV parent 1:2 handle 11:tbf rate $beRATE burst $BURST latency 70 ms peakrate $bePEAK minburst 1540

Script di atas ini berlaku untuk edge dan coure router di jaringan B. Untuk script di jaringan A disesuaikan dengan parameter yang ada di router sama.

3.3.2 Eksekusi Script Diffserv

Untuk menjalankan script diffserv, pastikan bahwa permission file script dapat dieksekusi. Jika hanya root yang diberi akses untuk menjalankan script tersebut, maka beri nilai 700 (real-write-execute untuk root) dengan mengetikkan perintah berikut ini:


(63)

# chmod 700 liza-edge liza-core

Setelah itu, script tersebut dapat dijalankan di masing-masing router.

a. Di edge router

# ./liza-edge

b. Di core router # ./liza-core

3.3.3 Script untuk Membatasi Koneksi

Selain membatasi koneksi di tiap-tiap router diffserv, batasan koneksi juga dilakukan di edge router yang menghubungkan jaringan diffserv dengan jaringan bukan diffserv. Script yang digunakan adalah sebagai berikut (dengan paket hilang yang berubah-ubah):

#! /bin/sh # resource

tc qdisc add dev eth0 root tbf rate 64 kbit latency 50ms burst 1540 # packet loss

tc qdisc add dev eth0 root netem loss 0% delay 100ms 20ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 1% delay 100ms 20ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 2% delay 100ms 20ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 3% delay 100ms 20ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 4% delay 100ms 20ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 5% delay 100ms 20ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 10% delay 100ms 20ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 15% delay 100ms 20ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 20% delay 100ms 20ms


(64)

Script lain yang digunakan untuk membatasi koneksi adalah sebagai berikut

(dengan variasi waktu tunda dan waktu tunda yang berubah-ubah): #! /bin/sh

# resource

tc qdisc add dev eth0 root tbf rate 64 kbit latency 50ms burst 1540 # packet loss

tc qdisc add dev eth0 root netem loss 1% delay 70ms 0ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 1% delay 80ms 10ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 1% delay 90ms 20ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 1% delay 100ms 30ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 1% delay 110ms 40ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 1% delay 120ms 50ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 1% delay 130ms 60ms # tc qdisc replace dev eth0 root netem loss 1% delay 140ms 80ms

3.4 Trafik Generator

Trafik generator berfungsi untuk membangkitkan paket-paket data, baik TCP atau UDP maupun keduanya, dengan ukuran paket tertentu dan laju paket tertentu. Di dalam tugas akhir ini, digunakan trafik generator yaitu SIPp (voice traffic

generator). Tujuannya adalah untuk melakukan simulasi domain jaringan agar penuh

dengan lalulintas paket data. Selain itu, untuk membuktikan bahwa metoda diffserv dapat digunakan untuk melakukan prioritas pada paket-paket tertentu.


(65)

3.4.1 SIPp

SIPp merupakan software open source yang digunakan untuk menguji panggilan VoIP dengan metode signaling SIPp. SIPp akan berperan sebagai User

Agent Client (UAC) dan User Agent Server (UAS). UAC akan membangkitkan

panggilan dan UAS akan merespon panggilan tersebut. SIPp mampu membangkitkan beberapa panggilan secara simultan dan dapat diintegrasikan dengan asterisk. SIPp menerapkan beberapa skenario tertentu dalam membangkitkan dan memutus suatu panggilan. SIPp juga mendukung transfer data voice/video. Oleh karena itu, software ini digunakan dalam tugas akhir ini.

3.4.2 Instalasi SIPp

SIPp dapat di-download secara gratis dari websit

Tugas akhir ini menggunakan SIPp versi 3.1. Berikut ini langkah-langkah instalasi SIPp:

1. Download source sipp.3.1.src.tar.gz.

2. Ekstrak ke direktori /usr/local/src. # tar –xvzf sip.3.1.src.tar.gz

3. Instalasi paket openssl, libnet, dan libpcap. Hal ini digunakan agar SIPp

mendukung proses autentikasi dan pcapplay (untuk steraming RTP). # apt-get install openssl.0.9.8 libnet1-dev libnet1 libppcap

4. Instalasi SIPp (yang sudah mendukung autentikasi dan pcapplay)

# cd /usr/local/src/sipp.svn # make pcapplay_ossl


(66)

3.4.3 Konfiguarsi SIPp Client

SIPp client bertugas untuk membangun panggilan, memodifikasi dan menutup sesi komunikasi. SIPp client akan mengirimkan Request message pada server SIPp. Pada pembangunan hubungan ini harus jelas didefenisikan secara rinci semua informasi baik pemanggil maupun pihak yang dipanggil. Di dalam tugas akhir ini, skenario uac_pcap_xml digunakan. Skenario tersebut mendukung adanya

transfer voice melalui protokol RTP sehingga mensimulasikan panggilan VoIP yang

sebenarnya. Berikut ini isi skenario uac_pcap_xml untuk codec G.729.

<? xm l ve rsio n =” 1.0” e nc o d ing =”ISO -8859-1” ? > <!DO C TYPE sc e na rio SYSTEM “ sip p .d td ” > <sc e na rio na m e =”UAC w ith m e d ia ” > <se nd re tra ns=” 500:>

<![C DATA[

INVITE sip :[se rvic e ]@ [re m o te _ip ]:[re m o te _p o rt]SIP/ 2.0 Via :SIP/ 2.0/ [tra nsp o rt][lo c a l_ip ]:[lo c a l_p o rt];b ra nc h=[b ra nc h] Fro m :sip p <sip :sip p @ [lo c a l_ip ]:[lo c a l_p o rt]>;ta g =[c a ll_num b e r] To : sut <sip :[se rvic e ]@ [re m o te _ip ]:[re m o te _p o rt]>

C a ll-ID: [c a ll_id ] C Se q : 1 INVITE

C o nta c t: sip :sip p @ [lo c a l_ip ]:[lo c a l_p o rt] Ma x-Fo rw a rd : 70

Sub je c t: Pe rfo rm a nc e Te st C o nte nt-Typ e : a p p lic a tio n/ sd p C o nte nt-Le ng th: [le n]

v=0

o =use r1 53655765 2353687637 IN IP[lo c a l_ip _typ e ][lo c a l_ip ] s=-

c =IN IP [lo c a l_ip _typ e ][lo c a l_ip ] t=0 0

m =a ud io [a uto _m e d ia _p o rt] RTP/ AVP 18 a =rtp m a p :18 G 729/ 8000

a =rtp m a p :101 te le p ho ne -e ve nt/ 8000 a =fm tp :101 0-11,16

]]> </ se nd >

<re c v re sp o nse =” 100” o p tio na l=”true ”> </ re c v>

<re c v re sp o nse =” 180” o p tio na l=”true ”> </ re c v>

<re c v re sp o nse =” 200” rtd =” ”true ” c rlf=”true ” > </ re c v>


(67)

<se nd > <![C DATA[

AC K sip :[se rvic e ]@ [re m o te _ip ]:[re m o te _p o rt]SIP/ 2.0

Via :SIP/ 2.0/ [tra nsp o rt][lo c a l_ip ]:[lo c a l_p o rt];b ra nc h=[b ra nc h] Fro m :sip p <sip :sip p @ [lo c a l_ip ]:[lo c a l_p o rt]>;ta g =[c a ll_num b e r] To : sut <sip :[se rvic e ]@ [re m o te _ip ]:[re m o te _p o rt]>[p e e r_ta h_p a ra m ] C a ll-ID: [c a ll_id ]

C Se q : AC K

C o nta c t: sip :sip p @ [lo c a l_ip ]:[lo c a l_p o rt] Ma x-Fo rw a rd : 70

Sub je c t: Pe rfo rm a nc e Te st C o nte nt-Typ e : a p p lic a tio n/ sd p C o nte nt-Le ng th: 0

<no p > <a c tio n>

<e xe c p la y_p c a p _a ud io =”pc a p/ g 729.pc a p” / > <a c tio n>

</ no p >

<p a use m illise c o nd =” 8000” / > <!-- Pla y a n o ut o f b a nd DTMF ‘ 1’ <no p >

<a c tio n>

<e xe c p la y_p c a p _a ud io =” p c a p / d tm f_2833_1.p c a p ”/ > <a c tio n>

<no p >

<p a use m illise c o nd s=” 1000” / >

Untuk codec G.729, nilai rtpmap yang digunakan adalah 18. sedangkan untuk codec G.723 menggunakan nilsi rtpmap 4. Skenario tersebut akan membentuk call flow seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.3.

(1) INVITE (2) 100 (optional) (3) 180 (optional) (4) 200 (5) ACK (6) RTP Sends (8s) (7) RFC2833 DIGIT 1

(8) BYE (9) 200

Pengirim Penerima


(1)

95 4.3 Pemberlakuan Kebijakan Router di dalam Domain Diffserv

Untuk melihat apakah kebijakan router berjalan, maka dilakukan pengujian dengan mengunduh file berukuran 47,5 MB.

1. Sebelum kebijakan diberlakukan

Gambar 4.21 Informasi Pengunduhan sebelum Kebijakan diberlakukan 2. Setelah kebijakan diberlakukan

Gambar 4.22 Informasi Pengunduhan setelah Kebijakan diberlakukan


(2)

Analisis

Pengujian kebijakan di dalam router dilakukan dengan cara mengunduh suatu data file. Dari Gambar 4.21 dan 4.22 di atas dapat dilihat bahwa sebelum dilakukan kebijakan router, nilai throughput pada saat mengunduh masih besar yaitu 37,1 KB/sec. setelah dilakukan kebijakan router, nilai throughput pada saat mengunduh turun menjadi 5,2 KB/sec. Hal ini karena protokol yang digunakan saat mengunduh adalah FTP. Di dalam kebijakan router, FTP dimasukkan ke dalam kelas best effort. Sehingga, penggunaan resource untuk mengunduh dibatasi.


(3)

97

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa terhadap data pengujian yang diperoleh berupa nilai PESQ dan MOS dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada tingkat paket hilang 0% dengan menggunakan codec G.729 tanpa diffserv nilai PESQ nya adalah 3,71 untuk 1 panggilan, sedangkan pada saat menggunakan diffserv nilai PESQ naik menjadi 4,103%. Saat menggunakan codec G.723 tanpa diffserv dengan paket hilang 0% nilai PESQ sebesar 3,475 dan saat menggunakan diffserv dengan paket hilang 0% nilai PESQ naik menjadi 3,501. Pada saat nilai paket hilang >3% nilai PESQ untuk kedua codec baik menggunakan diffserv atau tanpa diffserv <2,6 (di bawah batas minimum nilai kualitas suara yang masih dapat diterima).

2. Pada saat jitter 0 ms dan delay 70 ms nilai PESQ untuk codec G.729 tanpa diffserv 3,45 sedangkan saat menggunakan diffserv nilai PESQ naik menjadi 3,792. Pada codec G.723 tanpa diffserv dengan nilai jitter 0ms dan delay 70 ms nilai PESQ 3,56 dan saat menggunakan diffserv nilai PESQ naik menjadi 3,676. Pada nilai jitter > 30 ms dan delay >100 ms nilai PESQ <2,6 (batas minimum nilai kualitas suara yang masih dapat diterima)


(4)

3. Kualitas suara VoIP bisa meningkat sekitar 01 sampai 0,5 poin ketika menggunakan metoda diffserv.

4. Jangkauan kualitas suara yang masih dapat diterima menggunakan codec G.729 lebih luas daripada codec G.723.

5. Dengan menggunakan metoda diffserv, prioritas terhadap paket suara dapat dilakukan sehingga kualitas suara lebih baik.

5.2 Saran

Untuk penelitian lebih lanjut, ada beberapa saran yang dapat penulis berikan : 1. Pengukuran dilakukan lebih dari 1 kali sehingga data lebih mencerminkan

kondisi yang debenarnya.

2. Kapasitas link yang digunakan lebih dari 64 Kbps untuk meningkatkan jumlah panggilan VoIP.

3. Penelitian dilakukan di domain jaringan dengan lebih banyak router dan menggunakan IP public untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.


(5)

99

DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandarsyah, M.Harahap. 2003, ”Dasar Dasar Jaringan VoIP“,

2. Wahyudi, H.Mochamad. “ Teknologi Telepon Menggunakan Internet Protocol (Voice over Internet Protocol)”. Bina Sarana Informatika. Hal 2-3.

3. Wijaya, Christian Henry. 2008. ”Studi Mengenai Pengaruh Waktu Tunda, Jitter, dan Paket Hilang Terhadap Kualitas dan Jumlah Panggilan Telepon Internet”. Laporan Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung.

4. Raharja, Anton. 2006. VoIP Rakyat: Jaringan VoIP Berbasis Protokol SIP (Session Initiation Protocol). Diambil dar

5. Immanuel, Dedi Gultom. 2010. ”Analisis Paket Delay VoIP(Voice over Internet Protocol) pada Jaringan Ad-Hoc Wireless LAN (IEEE 802.11)”. Laporoan Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara. Hal 15-18.

6. Wirawan, Fikri. 2008. ” Karakterisasi Waktu Tunda dan Tingkat Paket Hilang telepon Internet di Jaringan Berkapasitas Terbatas”. Laporan Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung.

7. “Differentiated Service”.

Maret 2010. Hal 22-28.


(6)

8. “Differentiated Services (Diffserv)”. tanggal 29 Maret 2010. Hal 22-28.

9. Ridha, Ahmad. 2006. ”Manajemen QoS Dengan Metoda Differentiated Service”. Laporan Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung.

10. Galen, Jack Van. 2006.”Quality Internet Telephony”. University of Twenty, Netherland. Hal 30.

11. Ahson, Syed A, Mohammad Ilyas.2009, “VoIP Hand Book Applications, Technologies, Reliability, and Security” , CRC Press. Hal 4.

12. Alvarion White Paper.2006,” Implementing VoIP Services Over Wireless Network “,

13. Asterisk :: ”An Open Source PBX and Telephony Toolkit” 14. Tharom, Tabratas dan W. Purba, Onne,”Teknologi VoIP”. PT. Elex Media