Kondisi Pajak Rokok Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.5 Kondisi Pajak Rokok

Mengatur pajak daerah pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi. Pungutan pajak tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah di satu sisi guna untuk meningkatkan pendapatan daerah di sisi lain sebagai kebijakan desentralisasi fiskal yang difokuskan pada pengutan kemampuan keuangan daerah yang salah satunya implementasi pajak rokok. Implementasi pajak rokok dengan bagi hasil kepada pemerintah pusat dengan mengenakan tambahan pajak pada rokok, meskipun sudah dikenakan cukai, selanjutnya bagian pemerintah provinsi tersebut akan dibagi hasilkan kembali kepada kabupatenkota. Kebijakan rokok melalui pajak rokok diharapkan satu sisi untuk meningkatkan PAD disisi lain diharapkan sebagai pengendali konsumsi, ketika harga rokok naik diharapkan konsumen mengurangi konsumsi rokok dan mengalihkan konsumsi ke makanan yang bergizi karena rokok tidak mengandung zat gizi yang dapat meningkatkan kesehatan. Ketika konsumsi rokok berkurang tidak hanya perokok aktif yang diuntungkan namun perokok pasif juga diuntungkan karena mengurangi dari paparan asap rokok. Pajak rokok juga digunakan sebagai pengendali peredaran rokok ilegal. Penerapan pajak rokok sebesar 10 dari cukai rokok dimaksudkan juga untuk memberikan peran yang optimal bagi pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat. Tabel 4.3 Penerimaan Pajak Rokok bedasarkan KabupatenKota di Jawa Tengah Tahun 2013 No. KabupatenKota Pajak 1 Kab. Cilacap 39.585.620.480 2 Kab. Banyumas 38.241.548.831 3 Kab. Purbalingga 27.372.881.030 4 Kab. Banjarnegara 27.680.795.681 5 Kab. Kebumen 32.147.247.240 6 Kab. Purworejo 24.983.129.527 7 Kab. Wonosobo 25.913.213.488 8 Kab. Magelang 32.503.398.408 9 Kab. Boyolali 28.641.098.809 10 Kab. Klaten 31.700.423.145 11 Kab. Sukoharjo 26.979.168.009 12 Kab. Wonogiri 28.597.135.242 13 Kab. Karanganyar 26.815.021.934 14 Kab. Sragen 27.483.329.850 15 Kab. Grobogan 34.457.478.678 16 Kab. Blora 27.068.699.426 17 Kab. Rembang 23.397.556.501 18 Kab. Pati 32.640.765.271 19 Kab. Kudus 26.271.956.192 20 Kab. Jepara 31.195.937.361 21 Kab. Demak 30.606.362.794 23 Kab. Temanggung 25.194.540.293 24 Kab. Kendal 28.164.040.120 25 Kab. Batang 25.162.238.641 26 Kab. Pekalongan 27.202.132.708 27 Kab. Pemalang 33.738.959.741 28 Kab. Tegal 35.748.125.589 29 Kab. Brebes 40.999.982.410 30 Kota Magelang 16.096.503.847 31 Kota Surakarta 21.994.193.176 32 Kota Salatiga 16.910.230.901 33 Kota Semarang 38.239.672.031 34 Kota Pekalongan 18.623.575.936 35 Kota Tegal 18.006.389.163 Sumber: Buku Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok Untuk Bidang Kesehatan 2015. Penerimaan pajak rokok di Jawa Tengah tertinggi ketiga setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Penerimaan pajak rokok Jawa Barat pada tahun 2013 sebesar 1.896.133.248.260 dan Jawa Timur sebesar 1.651.708.378.655 serta Jawa Tengah sebesar 1.427.138.337.229. Jawa Tengah menempati posisi ketiga sebagai penerima pajak tertinggi karena Jawa Tengah juga menempati posisi ketiga pada konsumen rokok terbanyak di Indonesia. 35 KabupatenKota yang ada di Jawa Tengah penerimaan pajak rokok pada tahun 2013 tertinggi berada di Kabupaten Cilacap yaitu sebesar 39.585.620.480. Kabupaten yang penerimaan pajak rokok yang paling rendah di Jawa Tengah yaitu Kota Magelang sebesar 16.096.503.847. Kontribusi pajak rokok di Jawa tengah sebesar 13,14 persen dari total keseluruhan yang ada di Indonesia.

4.2 Uji Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini analisis regresi bertujuan untuk menghitung seberapa besar pengaruh garis kemiskinan dan pajak terhadap konsumsi rokok di Jawa Tengah pada tahun 2013. Hasil regresi ini menggunakan alat bantu yaitu program komputer Eviews 8.0. Hasil regresi berganda yang di dapat adalah sebagai berikut :