BAB 1 PENDAHULUAN
Kehilangan gigi sebagai akibat penyakit, trauma, kegagalan untuk berkembang dan kerugian dari pemasangan gigi tiruan sebagian sering terjadi. Untuk itu, riwayat
tentang penggantian gigi telah lama dipelajari dan jenisnya beraneka ragam. Berdasarkan tingkatan edentulus, ada beberapa pilihan, diantaranya gigi tiruan
sebagian, gigi tiruan penuh, konvensional atau jembatan adhesif, gigi tiruan dukungan implan dan transplantasi. Diketahui juga pengelolaan edentulus menjadi sebuah
tantangan bagi praktisi. Sejarah membuktikan bahwa pada masyarakat kuno seseorang mencoba untuk mengganti giginya dengan berbagai macam bahan seperti gading,
kayu, dan tulang.
1
Tengkorak masyarakat Honduras dari zaman pre-columbia diketahui sebagai orang pertama yang mengenal dental implan. Gigi insisivus pada
mandibula pada tengkorak tersebut telah digantikan dengan menggunakan batu hitam yang ditutupi kalkulus. Dengan penemuan itu diketahui bahwa batu ini telah
dimasukkan sejak orang tersebut masih hidup.
2
Sebagai salah satu teknik menggantikan gigi asli, penggunaan dental implan untuk melekatkan mahkota, jembatan maupun gigi tiruan lain telah sangat berkembang
saat ini. Implan ekstraoral juga tersedia untuk meletakkan protesis wajah seperti telinga atau hidung. Perlu diketahui bahwa penempatan implan harus dengan
pertimbangan yang matang dan dilakukan dengan hati – hati pada pasien yang telah diseleksi.
1,2
Universitas Sumatera Utara
Belakangan ini, desain implan telah berkembang yang didasarkan pada pengertian tentang biokompatibilitas, penyembuhan jaringan, dan perbaikan fungsi.
2
Ada tiga tipe implan yang tersedia. Implan subperiosteal, hanya menyebabkan sedikit kerusakan pada saat pemasangannya, tapi memerlukan anastesi umum untuk membuka
permukaan tulang yang akan diambil. Implan ini berfungsi selama beberapa tahun, tetapi karena adanya proses atropi pada epitel, maka dapat menyebabkan kegagalan
perawatan implan jenis subperiosteal ini. Implan transosseus atau implan transmandibular merupakan implan yang terdiri dari plat yang dipasangkan ke pinggir
bawah mandibula dan mampu mendukung beberapa tipe dari gigi tiruan. Implan ini mempunyai kerugian karena dilakukannya insisi ekstraoral sehingga sangat
berpengaruh terhadap estetis pasien.
1,3
Implan endosseous dapat diaplikasikan pada maksila dan mandibula melalui insisi mukoperiosteum di dalam mulut. Tipe implan ini
memiliki beberapa bentuk beberapa tahun belakangan. Tetapi bentuk akar adalah bentuk yang paling umum digunakan.
1,2
Pada akhir tahun 1950, Per-Ingvar Branemark, ahli anatomi dari Swedia mempelajari sirkulasi darah pada tulang dan sum – sum, dia meramalkan tercapainya
aposisi tulang ke implan yang dapat memberikan kekuatan yang cukup untuk mengatasi pemindahan tekanan. Dia menyebut fenomena ini dengan osseointegrasi.
Pasien pertama yang dirawat dengan cara ini pada tahun 1965 merupakan pasien yang mempunyai daerah edentulus pada rahang bawah. Rangkaian bentuk skrup, implan
titanium murni dimasukkan ke simfisis dan dibiarkan tertutup selama beberapa bulan. Kemudian jaringan gingiva dan mukosa dibuka kembali, dan titanium abutmen
diletakkan diatas fiks protesa yang akan disekrupkan. Semua implan dapat
Universitas Sumatera Utara
dijangkarkan dengan kuat. Perlu diketahui bahwa beberapa bahan dari implan dapat menyebabkan efek toksik terhadap sel. Beberapa bahan dapat biokompatibel karena
tidak menimbulkan reaksi yang dapat menghambat proses penyembuhan. Sifat kimia dari permukaan implan dapat dimodifikasi dengan melapisi permukaannya sehingga
tidak menimbulkan efek berbahaya terhadap jaringan. Kalsium fosfat terutama hidroksiapatit merupakan bahan yang banyak digunakan karena kemiripannya dengan
jaringan tulang. Penelitian lain menyebutkan lapisan titanium oksida TiO
2
dapat mempercepat pembentukan tulang. Hal tersebut dapat dicapai dengan proses kimia. Isi
oksida dari lapisan TiO
2
penting untuk proses nukleasi membentuk endapan kalsium fosfat yang menyebabkan pembentukan tulang dapat termineralisasi. Penelitian
lainnya meliputi integrasi fluorida pada lapisan TiO
2.
Ion ini dapat digantikan oleh oksigen dari fosfat, jadi terjadi ikatan kovalen antara implan dan permukaan tulang.
4
Sinus maksilaris merupakan salah satu dari sinus paranasal yang ukurannya paling besar dan mempunyai bentuk seperti piramida. Atap antrum membentuk
sebagian besar dasar orbita, dan dinding median antrum membentuk sebagian besar dinding nasal lateral. Dinding posterior sinus memisahkannya dari fosa
infratemporalis, sedangkan dinding anterior membentuk pars maksilaris fosa kanina. Dinding tulang mempunyai ketebalan yang bervariasi dari regio satu ke regio lainnya
dan dari pasien yang satu ke pasien yang lain, tetapi umumnya ketebalannya hanya setipis kulit telur.
5
Rehabilitasi maksila edentulus posterior dengan implan gigi endosseus sering menimbulkan tantangan tersendiri karena ketidakcukupan volume tulang. Termasuk
adanya resorpsi tulang alveolar sepanjang dasar sinus maksilaris. Sebelum adanya
Universitas Sumatera Utara
prosedur penambahan tinggi tulang dengan bahan cangkok, pasien dengan defisiensi tulang alveolar pada maksila posterior selalu direhabilitasi dengan gtsl, implan pendek,
atau restorasi kantilever. Sayangnya, penempatan implan pada maksila posterior mengalami kegagalan lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan seluruh
lokasi anatomis lain. Oleh karena itu prosedur operasi pemasangan implan dengan teknik sinus lift up dilakukan sebagai upaya penambahan jumlah tinggi tulang vertikal
pada maksila posterior sehingga dapat mendukung penempatan implan.
6
Teknik sinus lift up ini dapat diartikan sebagai penempatan bahan cangkok tulang di dasar antral
dengan terjadinya osseointegrasi pada implan di alveolus maksila. Prosedur ini bertujuan untuk memperkuat retensi dengan menambah ketebalan tulang yang tersedia
dengan penempatan bahan cangkok tulang ke dinding antral.
7
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk membahas teknik sinus lift up sebagai suatu cara yang dapat digunakan untuk pemasangan dental implan di rahang atas
dengan cara menambah tinggi tulang alveolar yang bertambah pendek akibat kehilangan gigi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 SINUS LIFT UP