10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hukum Waris menurut Hukum Islam
2.1.1 Pengertian Hukum Waris menurut Hukum Islam
Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya.
23
Hukum waris dalam ajaran Islam disebut dengan istilah “Faraid”. Kata faraid adalah bentuk jamak dari
faridah yang berasal dari kata fardu yang berarti ketetapan, pemberian sedekah. Fardu dalam Al-Qur’an mengandung beberapa pengertian yaitu ketetapan,
kewajiban.
24
Maka istilah lain dari waris disebut juga dengan faraid, yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak
menerimanya.
25
Hukum kewarisan Islam yaitu hukum yang mengatur peralihan pemilikan harta peninggalan tirkah pewaris, menetapkan siapa-siapa yang berhak menjadi
ahli waris, menentukan berapa bagian masing-masing ahli waris, dan mengatur kapan pembagian harta kekayaan pewaris dilaksanakan.
26
Pengertian hukum waris menurut hukum Islam diatur di dalam Pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam:
“Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan tirkah pewaris,
menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing.”
Pasal 171 huruf a KHI menegaskan fungsi atau tujuan dari diadakannya hukum warisan. Adanya pengaturan tersebut berarti telah terjabarnya hak-hak
keperdataan mengenai harta tersebut berupa hak menerima harta dari orang tertentu kepada dirinya ditimbulkan karena adanya hubungan khusus antara
dirinya sebagai penerima hak dengan orang yang memiliki harta dimaksud. Dalam
23
Beni Ahmad Saebani. Fiqh Mawaris. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009, hlm. 13.
24
Amin Husein Nasution, Op. Cit, hlm. 49.
25
Beni Ahmad Saebani, Loc. cit.
26
Mardani, Op. Cit, hlm. 2.
hukum kewarisan Islam, hubungan tersebut dapat berupa hubungan nasab, hubungan karena susuan dan hubungan sebab perkawinan.
27
2.1.2 Dasar Hukum Waris menurut Hukum Islam
Mengenai hukum faraidh, tidak ada satu ketentuan pun nash yang menyatakan bahwa membagi harta warisan menurut ketentuan faraidh itu tidak
wajib. Bahkan sebaliknya di dalam Surah An-Nisa’ ayat 13-14 Allah SWT menetapkan
28
bahwa: “Hukum-hukum tersebut itu adalah ketentuan-ketentuan dari
Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal
di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan.”
Ketentuan di atas jelas menunjukkan perintah dari Allah SWT agar kaum muslimin dalam melaksanakan pembagian harta warisan mestilah berdasarkan
ketentuan Al-Qur’an. Terkait hal ini Rasulullah SAW lebih mempertegas lagi dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud: “Bagilah harta
pusaka antara ahli-ahli waris menurut KitabullahAl-Qur’an”.
29
Ketentuan tentang pembagian harta warisan yang terdapat dalam Al- Qur’an dan Hadist adalah ketentuan hukum yang bersifat memaksa, dan
karenanya wajib pulalah bagi setiap pribadi muslim untuk melaksanakannya. Dan apabila pembagian harta warisan di luar ketentuan tersebut, maka perbuatan itu
sudah dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum. Adapun yang
melatarbelakangi pendapat ini juga didasari ketentuan yang ada dalam Surah An- Nisa’ ayat 29.
30
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil.”
27
Sukris Sarmadi. Hukum Waris Islam di Indonesia Perbandingan Kompilasi Hukum Islam dan Fiqh Sunni. Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013, hlm. 20.
28
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Op. Cit, hlm. 3.
29
Ibid, hlm. 3-4.
30
Ibid, hlm. 4-5.