Asal Mula Munculnya Perayaan Zhong Qiu Jie

A. Asal Mula Munculnya Perayaan Zhong Qiu Jie

Masyarakat Cina mempunyai sejarah sekitar lima ribu tahun yang lalu. Mereka mempunyai banyak tradisi untuk merayakan kejadian penting. Tradisi ini diangkat dari kehidupan sehari-hari atau dari cerita rakyat yang ditulis dari generasi ke generasi. Namun dengan kemajuan tekhnologi penyebaran informasi yang cepat, dunia mengalami abad peralihan. Bentuk keluarga semakin kecil dan kesenjangan generasi pun semakin melebar, lambat laun generasi muda Cina banyak yang tidak mengetahui asal mula perayaan yang sudah menjadi adat dan tradisi masyarakat Cina sendiri. Di Cina ada tradisi setiap bulan delapan dan ketika purnama raya, diadakan pesta Kue Bulan. Namanya “Zhong Qiu Jie “. Tetapi pesta yang benar-benar dalam pengertian kuenya, dinamakan Zhong Qiu Pia. Pia artinya kue. Zhong Qiu Jie artinya perayaan musim gugur. Musim gugur dimana panen melimpah ruah dan sesudah kerja keras selama musim panen itu, dirayakan dengan berpesta sesudah sembahyang dirumah- rumah ibadah. Di sebut demikian, karena perayaan tersebut diadakan tepat pada pertengahan musim gugur dalam penanggalan Cina yaitu pada hari kelima belas bulan delapan peh gwee cap go. Konon, masyarakat etnis Cina percaya, bulan pada saat itu merupakan bulan yang paling bulat dalam satu tahun dan sinarnya paling terang. 42 Adapun latar belakang diadakannya upacara ini dapat dibagi dalam tiga bagian. Pertama, sebelum Dinasty Qin 221-206 SM rakyat China sudah mengenal tradisi sembahyang Dewi Bulan yang 42 Pesta Kue Bulan, www.indonesia.com2002septemberbuday-0902- pestakuebulan.htm. diakses pada tanggal 05 Oktober 2006 dihubungkan dengan posisi bulan bagi masyarakat untuk cocok tanam agraris. Karena dianggapnya sinar rembulan dapat memberikan kesuburan dalam ekosistem tanah bagi kaum petani dan di malam purnama memang bulan terterang sepanjang tahun juga diikuti musim panen. 43 Kedua , dikarenakan adanya legenda yang terkenal. “Pada waktu kaisar Yao 2346 – 2355 SM dinobatkan. Negrinya ditimpa berbagai malapetaka. 10 matahari memancarkan cahaya yang amat terik, sehingga semua air dibumi ini menguap. Sesudah itu, bertiup pula angin ribut dengan kerasnya, sehingga kota-kota dan kampung-kampung hancur dan banyak manusia mati. Bencana yang ketiga ialah binatang buas yang panjangnya 1000 li. Yang menelan apa saja yang dijumpai. Kaisar Yao memerintahkan untuk menyelidiki sebabnya terjadi malapetaka itu, dan bagaimana menghindarkannya. Maka adalah seorang laki-laki dinegri itu, yang bernama Ho Tjek. Telah bertahun-tahun ia berlatih memanah. Karena kepandaiannya, orang menyebutnya pemanah Ketuhanan. Ho Tjek, beruntung dapat mengetahui dari mana asalnya bahaya itu, yaitu sembilan di antara sepuluh matahari itu bukanlah matahari, melainkan burung-burung yang meludahkan api dan bersarang dipuncak gunung yang sangat tinggi. Ho Tjek memanahnya sampai mati. Sembilan gumpalan embun naik, dan yang tertinggal hanya sembilan gumpalan tanah liat, yang ditembus oleh panah-panah itu. 43 Sejarah dan Makna Tiong Chiu, WWW.harianbatampos.com, diakses pada tanggal 05 Oktober 2006 Setelah itu Ho Tjek bersiap untuk menahan angin ribut itu. Dewa Guruh dan Dewa Api bermaksud akan menganiaya manusia yang ada di bumi ini. Dibukakannya kantung tempat menyimpan angin topan. Ho Tjek mengajak nya berkelahi dan akhirnya Dewa Guruh dan Api terpaksa memanggil topan itu kembali kedalam kantongnya. Setelah itu Ho Tjek mencari binatang buas yang panjangnya 1000 li itu dan yang telah banyak meminta korban. Ia menemukannya dipinggir sebuah danau, ia menembaknya sekali saja, binatang itu mati. Kaisar sangat berterimakasih atas kepahlawanannya, sehingga ia dipandang sebagai orang keramat. Pada suatu hari Ho Tjek melihat suatu benda yang bercahaya dilangit. Diikutinya benda itu sampai ke suatu gerbang. Di sana dilihatnya seekor binatang yang sangat buruk rupanya yang menjaga pintu itu. “Tunggu…” Katanya, “Engkaupun akan kubunuh”. Diambilnya panahnya dan binatang itupun dipanahnya sampai mati. Ternyata pintu itu merupakan jalan masuk ke surga bagian Barat. Di sana tinggal Dewi See Ong Bo Nio Nio sang Dewi dengan dayang- dayangnya yang memerintah Surga Barat. Dewi itu telah banyak mendengar kepahlawanannya. Selain ahli panah, ternyata ia juga ahli bangunan. “Dirikanlah sebuah Istana untuk saya”, kata See Ong Bo Nio Nio. “Yang indah dan besar, yang belum pernah orang lain dirikan”. Nanti akan saya berikan padamu sebuah pil sakti yang berkhasiat sebagai ramuan hidup kekal. Ho Tjek sangat senang. Didirikanlah sebuah istana yang sangat indah yang belum pernah dilihat orang. Dindingnya terbuat dari batu Giok yang mahal-mahal, dan atapnya dari batu-batu layur pilihan. Sesudah istana itu siap, See Ong Bo Nio Nio sangat senang melihatnya. Diberikan pil sakti yang dijanjikan itu kepada Ho Tjek. Tetapi sebelum meminum pil itu, ia harus menjauhkan diri dari segala noda dunia selama setahun. Dengan rasa penuh terima kasih di dalam hatinya ditinggalkannya See Ong Bo Nio Nio. Pil itu ditinggalkannya di atas kasau. Belum lama ia beristirahat, datanglah seorang suruhan kaisar yang meminta supaya ia menangkap seorang penjahat, yang mengganggu beberapa daerah di negri itu. Orang itu dapat dikenal dengan segera, karena giginya yang sebelah atas menjorok keluar. Karena itu ia disebut orang “Gigi Pahat”. Dengan segera, Ho Tjek dapat menangkap dan membunuh penjahat itu. Sementara itu pil sakti yang di atas kasau itu memancarkan cahaya putih. Istri Ho Tjek sangat ingin melihatnya. Diambilnya tangga dan pil itu diperhatikannya. “Barangkali ini pil untuk mencantikkan”, pikirnya sambil menelannya. Ia merasa dirinya sangat ringan, seolah-olah pandai terbang. Kebetulan Ho Tjek tiba di rumahnya. Dengan segera ia mengetahui, bahwa pil itu hilang. Sebelum ia sempat bertanya, istrinya telah terbang keluar melalui jendela. Ia tidak mau menunggu sampai suaminya menanyakan apakah dia yang memakan pil itu. Ho Tjek marah sehingga ia ingin memanah istrinya. Tapi angin kencang meniup dia kepuncak gunung yang tinggi. sesudah ia sadar, dilihatnya Tuhan yang Kekal berdiri di hadapannya. “Ampunilah istrimu”, katanya. “Ia tidak tahu, apa yang diperbuatnya. Ia sekarang ada di istana bulan. Tempatilah istana matahari, sebab kamu telah berjasa terhadap matahari. Ini ada sebuah jimat. Pakailah ini, kalau kamu akan mengunjungi istrimu, karena istrimu tidak dapat datang padamu sebab ia tidak boleh masuk ke dalam istana matahari.” Ho Tjek mendapat seekor burung dari langit. Bersama burung itu, ia terbang ke matahari. Matahari itu sangat besar, Ho Tjek merasa sangat beruntung. Ia tidak merasa, bahwa matahari itu selalu berputar. Apabila duduk di atas sinar matahari, ia dapat terbang ke bulan. Bulan itu dingin dan berkilat-kilat seperti kaca. Di tempat yang dingin inilah istrinya tinggal. Waktu Ho Tjek sampai ke bulan, dilihatnya istrinya sedang kedinginan. Tetapi sinar yang dibawanya menghangatkan bulan itu. Bulan itupun bercahaya sangat terang tidak seperti biasanya. Tepat pada tanggal lima belas bulan itu. Sejak itu, satu kali dalam sebulan pada hari itu juga Ho Tjek mengunjungi istrinya. Itulah sebabnya, maka pada hari itu bulan memancarkan cahaya seterang-terangnya dan sangat bulat menurut perhitungan bulan Tionghoa. Pada hari kelimabelas bulan ke delapan pada pertengahan musim rontok orang merayakan Bulan, untuk menghormati Dewi Bulan, yang akan memberikan cahaya pada bulan-bulan yang akan datang, waktu malam sangat dingin dan lama, sebab matahari menjauhkan diri. Orang- orang menyajikan Tiong Chiu Pia, yang artinya kue pertengahan musim rontok, dibuat dari tepung gandum dan bulat menyerupai bulan purnama, yang berisi daging babi dan tangkwe manisan bligo atau biji mijen yang ditumbuk. Diatasnya digambarkan seekor kelinci merah. 44 Menurut hikayat di bulan ada seekor kelinci. “ pada zaman purbakala adalah tiga ekor binatang bersahabat, seekor serigala, seekor kera dan seekor kelinci. Mereka hidup dengan damai dan sama-sama menanggung duka dan ria. Hal ini menarik perhatian yang menjadikan alam. Ia berhajat akan mengunjungi mereka, lalu menjelma sebagai orang tua. Ia minta makanan dan berdiam di rumah mereka. Di hutan sangat dingin dan udaranya lembab. Serigala itu pergi dengan segera mengambil makanan, kera dan kelinci mengikutinya. Serigala itu pulang dengan membawa ikan yang ditangkapnya dirawa yang tidak tertutup es. Kera itu membawa buah- buahan dari simpanannya untuk musim dingin. Tetapi kelinci tidak secerdik yang lain-lain itu. Ia pulang dengan tangan hampa dan sangat bersedih hati. Setelah ia mengetahui siapa tamunya. Ia berlutut sambil berkata: “Ampun beribu ampun Tuanku Saya tidak beruntung mendapat sesuatu makanan buat Tuanku. Tetapi penggallah saya di dalam api itu, supaya saya dapat mengenyangkan Tuanku dengan daging saya”. Seketika itu juga kelinci itu melompat ke dalam api. Orang tua itu sangat terharu. Diambilnya kelinci yang telah terbakar itu dari api serta berkata: “..Saudara-saudara, karena ia tidak mementingkan dirinya, ia 44 Han Swen Tiem, Hari Raya Tionghoa, Jakarta: J.B. Wolters,1953,h. 48-53 akan diberi upah. Dia akan saya tempatkan dibulan, supaya dihormati keturunan manusia”. 45 Ketiga , kue Tiong Chiu Pia. Pada tahun 1206 M China dijajah Monggoria pimpinan Tieh Mu Chen hingga tahun 1368 M berarti selama 89 tahun China dijajah Monggol. China berhasil merebut kembali dari Monggoria berkat upaya kepala pengemis Zhu Yan Chang menjelang sembahyang Dewi Bulan mengedarkan pesan-pesan dalam kue –kue agar pada malam purnama tiong Chiu kita merebut kekuasaan kembali dari tangan Monggol dan ternyata berhasil bertepatan pada tanggal 9 September 1368 M. semenjak itulah kue Tiong Chiu mengalami perkembangan hingga dewasa ini. Dan semenjak inilah berdirinya kerajaan pertama di Tiongkok dengan sebutan Dinasti Ming 1368-1644 M. masa kepemimpinan Tieh Mu Chen 1206-1368 M oleh adiknya bernama Hu Pit Lei Han dinamai Dinasty Yan 1206-1368 M. 46

B. Waktu Pelaksanaan Perayaan Zhong Qiu Jie