Membangun Dialog Antar Umat Beragama.
ini. Pada perdebatan soal kekerasan global, para aktor negara-negara besar dicermati sedemikian rupa. Masih adakah kredibilitas moral negara-negara yang
menjadi kekuatan utama dunia?. Pada Forum Perdamaian dunia Krisis moral dari pemimpin global ini
diperdebatan sangat serius. Pasalnya, realitas menunjukan negara-negara besar terutama yang tergabung dalam Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
DK PBB lebih banyak menentukan tatanan politik dan keamanan global. Menurut Wakil Direktur Eksekutif Centre for Strategic and Internasional
Studies CSIS Rizal Sukma, salah satu peserta dari Forum Perdamaian Dunia ini mengatakan bahwa mereka yang tergabung dalam DK PBB dinilai berperan
dalam menginvestasikan kekerasan, khususnya terkait produksi dan penjualan senjata.
64
Karena itu, mereka perlu bertanggung jawab untuk merespon kasus- kasus kekerasan pada level global, mulai dari Darfur, Palestina, dan tempat-
tempat yang lain. Globalisasi mengakibatkan proses marjinalisasi, baik di dalam konteks
sebuah negara maupun hubungan antar negara yang melahirkan ketidakadilan atau kesenjangan global. Ketidakadilan mendorong banyak kelompok menggunakan
kekerasan sebagai jalan pintas untuk merespon dampak-dampak globalisasi. Sejumlah pengalaman memperlihatkan ketidak adilan akibat globalisasi ikut
memunculkan rasa keterasingan dan keterpinggirkan yang melahirkan kekerasan dalam bentuk konflik etnis, agama, pemberontakan dan sebagainya.
64
CDCC News, artikel ini diakses pada tanggal 8 Januari 2011 dari http: www.cdccfoundation.org.
Menurut Sekjen Global Assembely for Proximity of Islamic Schools of Thought yang berbasis di Iran, Ayatullah Muhammad Ali Tashkiri sebagai salah
satu peserta, mencermati bahwa aspek primordial justru sering dimanfaatkan. Konflik Irak misalnya bukan dipicu pertikaian agama atau aliran. Apa yang terjadi
justru sebaliknya, perang Irak dipicu oleh kepentingan atau interes Amerika. Sunni dan Syiah yang selama ini dituding sebagai penyebab konflik,
sebetulnya sudah hidup berdampingan selama lebih dari seribu tahun. Intervensi Amerika Serikat justru memecah belah Sunni dan Syiah. Latar belakang politik
dalam konflik-konflik yang sepintas bernuansa agama justru terjadi di Palestina dan Afghanistan.
Dipihak laian, ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama NU Hasyim Muzadi memperkirakan konflik yang nyata pertikaian agama hanya 30
persen saja. Sedangkan 70 persennya lebih bernuansa politik dan ekonomi, yang sengaja diagamakan atau melibatkan umat beragama sehingga seakan-akan
konflik agama. Kehadiran agama itu sendiri bukanlah penyebab utama kekerasan. Jika
disalahgunakan dan diinterpretasikan menyimpang, agama dapat digunakan untuk menciptakan kerusakan dan perpecahan. Patut disadari pula di dalam agama itu
sendiri termaktub solusi untuk mengatasi kekerasan, sejauh mana para penganut agama memahami dan memanfaatkan nilai-nilai di dalamnya.
Dunia yang damai sulit diwujudkan bila kita tidak mengelimanisi ketidak adilan dan ketidaksetaraan, eksploitasi, ekstemisme, intoleransi, diskriminasi,
penistaan dan segala bentuk kekerasan, termasuk peristiwa konflik bersenjata baik
dalam maupun antaragama, genosida, represi serta berbagai bentuk lain pelanggaran Hak Asasi Manusia HAM, terorisme, agresi, maupun tindakan-
tindakan lain yang mendegradasi martabat manusia. Dalam Forum Perdamian Dunia yang diselenggarakan oleh CDCC,
menyepakati bahwa agama bukan akar kekerasan seperti yang diungkapkan para peserta dan pembicara dalam forum ini. Tercipta konsensus bersama bahwa
agama bukanlah akar tindak kekerasan, tetapi memang kerap kali ajaran agama disalahgunakan dan digunakan sebagai alasan untuk aksi kekerasan, seperti yang
dikatakan Sekjen Religion for Peace sebuah LSM yang bermarkas di New York, Amerika Serikat, Dr William F Vandley. Menurut William, forum perdamaian
yang di hadiri oleh ratusan peserta dari segala agama dan kepercayaan juga bersepakat untuk mendesak semua pihak untuk melindungi kaum minoritas.
Perlindungan terhadap minoritas disepakati sebagai hal yang tidak bisa lagi diabaikan bila dunia hendak menciptakan perdamaian dan toleransi.
65
Dari hasil pertemuan forum perdamaian yang diadakan oleh CDCC menyepakati Penghormatan terhadap agama merupakan kunci atasi kekerasan.
Kekerasan yang dilandasi oleh perbedaan agama dan ras tidak akan bisa diselesaikan tanpa adanya penghormatan terhadap keberagamaan. Kekerasan yang
melibatkan penyalahgunaan sentimen agama dan etnis sangat membahayakan dan dapat mengancam kemanusiaan, oleh karena itu dialog perlu dikedepankan untuk
memperkuat saling pemahaman antar agama dan etnis untuk menghindari terjadinya konflik kekerasan yang mengancam peradaban.
65
CDCC News, artikel diakses pada tanggal 10 Januari 2011dari http: www.cdccfoundation.org
Dialog yang diadakan oleh CDCC bukan hanya Forum Perdamaian Dunia world peace forum akan tetapi dialog-dialog yang lain juga diadakan
demi terwujudnya toleransi antar umat beragama. Setelah melakukan dialog dalam takaran wacana dan merespon isu-isu
tentang keagamaan, CDCC melakukan dialog dalam dialog kerja sosial. Dialog kerja sosial merupakan kelanjutan dari dialog kehidupan dan telah mengarah pada
bentuk-bentuk kerjasama yang dimotivasi oleh kesadaran keagamaan.
66
Dasar sosiologis nya adalah pengakuan akan pluralisme sehingga tercipta suatu
masyarakat yang saling percaya. Dalam konteks ini, pluralisme sebenarnya lebih sekedar pengakuan akan kenyataan bahwa kita majemuk, melainkan juga terlibat
aktif dalam kemajemukan itu. Dalam dialog ini CDCC menamakannya dengan Interfaith in Action
dengan tema “ Dialog Lintas Agama Untuk Pengentasan Kemiskinan dan Ketidakadilan”. Pada diaog ini CDCC bekerja sama Persatuan Gereja Indonesia
PGI, Konferensi Wali Gereja Indonesia KWI, Muhammadiyah, Fathayat NU dan World Vision Indonesia yang memberikan dana bagi kegiatan tersebut.
Dalam dialog ini, CDCC melakukan dialog dalam kerja-kerja sosial. Dalam melakukan kegiatan ini CDCC memusatkan pada empat titik lokasi, yaitu
wilayah barat Indonesia di Pontianak, wilayah timur Indonesia di Palu, dan wilayah Jawa di Yogyakarta, dan Surabaya, seperti yang diutarakan oleh Ilham
Munzir dalam kutipan wawancara di bawah ini,
66
Mun’im A Sirry, Fiqih Lintas Agama, Membangun Masyarakat Inklusif-pluralis, Jakarta: Paramadina,2004, h. 208
“Dalam upaya menciptakan masyarakat toleransi dalam beragama CDCC melakukan kegiatan yang dinamakan Interfaith in Action “
dialog lintas agama untuk pengentasan kemiskinan dan ketidak adilan” dalam kegiatan ini CDCC dibantu oleh World Vision
Indonesia. Sasaran kegiatan ini dibagi menjadi 4 wilayah, yaitu Pontianak berkaitan dengan fogging dan petani lele, Palu berkaitan
dengan perdamaian antar agama, Yogyakarta berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi kecil dan Surabaya berkaitan dengan
mengkampayekan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak jalanan”.
67
Di Pontianak dialog dalam bentuk kerja sosial CDCC melakukan kegiatan berkaitan dengan masalah ekonomi dan kesehatan. Dalam masalah
ekonomi CDCC dan World Vision Indonesia memberikan modal bagi masyarakat yang berbeda agama dengan melakukan budi daya ternak ikan lele. Dalam
masalah kesehatan CDCC dan World Vision Indonesia melakukan Fogging. Pada budi daya ternak lele dan fogging ini, CDCC dan World Vision Indonesia
memberikan modal sebesar Rp.100.000.000,- bagi kegiatan tersebut. Tujuan kegiatan ini untuk pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan
memberikan kesempatan mereka dengan budi daya ikan lele dan membrantas wabah demam berdarah di daerah pontianak.
Di Palu dialog dalam bentuk kerja sosial, CDCC bekerja sama dengan PGI dan KWI dari Kristen, Muhammadiyah dan NU dari Islam. Pada kegiatan ini
menekankan pada pentingnya perdamaian agama. Pada dialog ini CDCC berkerjasama dengan tokoh-tokoh agama dan para aktivis agama dari agama yang
berbeda. Pada kegiatan ini CDCC melakukan penyuluhan dan seminar-seminar yang berkaitan dengan pentingan perdamaian agama. Agama merupakan ajaran
kasih sayang, dan ajaran damai. Agama bukanlah sumber dari terjadi konflik.
67
Wawancara Pribadi dengan Ilham Munzir, Jakarta 21 November 2010.
Kegiatan dialog kerja sosial ini diharapkan dapat mewujudkan masyarakat Palu menjadi masyarakat yang toleran terhadap agama yang berbeda-
beda dan menghargai pluralisme, sehingga dapat terwujud masyarakat Palu yang damai dan selalu tersenyum untuk semua agama, tanpa adanya permusuhan.
Di Yogyakarta dialog dalam bentuk kerja sosial, CDCC memusatkan pada hal ekonomi. CDCC melakukan pemberdayaan ekonomi kecil dan
menengah dengan memberikan pinjaman sebagai modal usaha. Dengan melakukan hal ini diharap ekonomi kecil dan menengah tetap bisa berusaha,
sehingga bisa menekan angka kemiskinan yang ada di daerah Yogyakarta. Pada kegiatan ini CDCC dan World Vision Indonesia juga memberikan modal sejumlah
Rp.100.000.000,-. Di Surabaya dialog dalam bentuk kerja sosial, CDCC lebih menekankan
pada hal kemanusiaan. Dalam melakukan kegiatan ini CDCC bekerjasama dengan Persatuan Gereja Indonesia PGI, KWI, Nasiatul Aisyah NA, Fatayat NU dan
World Vision Indonesia. Pada kegiatan ini CDCC fokus pada mengkampayekan, melindungi dan memperdayakan perempuan dan anak jalanan. Pada kegiatan ini
diharapkan nilai-nilai kemanusiaan bisa terangkat. CDCC mempunyai nilai dalam perjuangan, yaitu nilai kemanusiaan yang
bersifat universal. Kemanusiaan yang bersifat universal dimaknai sebagai nilai yang mengedepankan penghormatan dan penghargaan terhadap perbedaan dan
keluhuran umat manusia tanpa membedakan agama, latar belakang Negara, etnis, dan kebudayaan. Kerena pada dasar nya ada sebuah common agreement diantara
berbagai peradaban dan agama yang menempatkan manusia pada kedudukan yang
sangat terhormat. Dengan memperdayakan perempaun dan anak jalanan berarti CDCC berusa mewujudkan nilai-nilai kemanusian yang mereka perjuangkan
melalui dialog dalam bentuk kerja sosial. Dari kegiatan Interfaith in Action merupakan kilat project yang diadakan
oleh CDCC yang bekerja sama dengan World Vision Indonesia. Kegiatan ini saat ini belum terlihat hasilnya, karena usia pelaksanaan nya kurang lebih baru satu
tahun. Menurut Ilham apabila kegiatan itu berjalan sudah dua tahun maka akan dievaluasi apakah kegiatan ini berhasil untuk menciptakan masyarakat yang
toleran dengan kegiatan Interfaith in Action ini. Jadi untuk saat ini belum terlihat hasilnya sukses atau tidak.
Untuk mewujudkan masyarakat yang toleran, pada tanggal 6 Februari 2011, di Istora Senayan, Jakarta CDCC bekerjasama dengan Inter Religius
Council Indonesia dan lembaga-lembaga keagamaan seperti Muhammadiyah, Persada Hindu Darma Indonesia PHDI, Konferensi Wali Gereja Indonesia
KWI, Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia MATAKIN, WALUBI, dan Majelis Taoisme Indonesia menyelengarakan World Interfaith Harmony Week “
Pekan Kerukunan Antar Umat Beragama Sedunia” dengan tema “Harmony in Diversity”.
Pada acara ini diisi dengan pesan-pesan kerukunan dari tokoh-tokoh agama dan pemerintahan. Dari kalangan agama pesan kerukunan tersebut
disampaikan oleh tokoh agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Dari kalangan pemerintahan disampaikan oleh Ketua MPR RI dan
Ketua DPD RI. Dalam pesan tersebut masing-masing agama menyerukan untuk
saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama, guna terciptanya masyarakat indonesia yang toleran terhadap yang lain, dengan terwujudnya
masyarakat yang toleran tersebut maka perdamaian di bumi Indonesia ini dapat terwujud.