3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden di
daerah penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat
Statistik Kabupaten Langkat, Dinas Pertanian dan instansi lain yang terkait di daerah penelitian ini.
3.4 Metode Analisis Data Masalah 1 dianalisis dengan cara menghitung laju alih fungsi lahan pada
periode 2008-2014 di Kecamatan tanjung Pura Kabupaten Langkat. Cara ini dengan menggunakan persamaan yang digunakan oleh Astuti 2011 dalam
Puspasari 2012:
V = Laju alih fungsi lahan L
t
= Luas lahan tahun ke-t ha L
t-1
= Luas lahan sebelumnya ha
Masalah 2 atau hipotesis 1 dianalisis dengan menggunakan Analisis Regresi
Linier Berganda, yaitu dengan menganalisis faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di daerah penelitian, mencakup faktor tingkat wilayah dan
faktor tingkat petani. Persamaan model regresi linear berganda untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan sawah pada tingkat wilayah adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Y = α + β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ β
3
X
3
+ ε
Dimana: Y
= Penurunan luas lahan padi sawah ha α
= Intersep X
1
= Luas Sawah Irigasi ha X
2
= Luas Sawah Non Irigasi ha X
3
= Jumlah sarana pendidikan unit β
i
= Koefisien Regresi ε
= Eror Term
Sedangkan persamaan model regresi berganda untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah pada tingkat petani adalah sebagai berikut:
Y = α + β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ β
3
X
3
+ ε
Dimana: Y
= Penurunan lahan sawah akibat alih fungsi lahan sawah ha Α
= Intersep X
1
= Luas sawah sebelum melakukan alih fungsi ha X
2
= Usia kepala keluarga saat melakukan alih fungsi tahun X
3
= Jumlah tanggungan saat melakukan alih fungsi jiwa β
i
= Koefisien Regresi ε
= Eror Term
Model analisis regresi linear berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square OLS. Konsep dari metode least
squa re adalah menduga koefisien regresi β dengan meminimumkan kesalahan
Universitas Sumatera Utara
error. Ordinary least square OLS dapat menduga koefisien regresi dengan baik karena: 1 memiliki sifat tidak bias dengan varians yang minimum efisien
baik linear maupun bukan, 2 konsisten, dangan meningkatknya ukuran sampel maka koefisien regresi mengarah pada nilai populasi ya
ng sebenarnya, serta 3 β dan β
1
terdistribusi secara normal Gujarati 2002. Sebagai langkah awal pengujian dilakukan pengujian ketelitian dan kemampuan
model regresi. Pengujian model regresi diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga pengujian, yaitu uji koefisien determinasi R-squared, Uji F, dan Uji t.
1. Uji Koefisien Determinasi R-squared Nilai R-squared mencerminkan seberapa besar keragaman dari variabel dependent
yang dapat diterangkan oleh variabel independent. Nilai R-squared memiliki besaran yang positif dan besarannya adalah 0 R-squared 1. Jika nilai R-
squa red bernilai nol maka artinya keragaman variabel dependent tidak dapat
dijelaskan oleh variabel independent-nya. Sebaliknya, jika nilai R-squared bernilai satu maka keragaman dari variabel dependent secara keseluruhan dapat
diterangkan oleh variabel independent-nya secara sempurna Gujarati, 2002. Rsquared dapat dirumuskan sebagai berikut:
ESS = Explained of Sum Squared TSS = Total Sum of Squared
2. Uji t Uji t dilakukan untuk menghitung koefisien regresi masing-masing variabel
independent sehingga dapat diketahui pengaruh variabel independent tersebut
Universitas Sumatera Utara
terhadap variabel dependent-nya. Adapun prosedur pengujiannya yang diungkap Gujarati 2002:
H : β
1
= 0 H
1
: β
1
≠ 0
b = Parameter dugaan βt = Parameter Hipotesis
Seβ = Standar error parameter β Jika t hitung n-
k t tabel α2, maka H diterima, artinya variabel berarti variabel
Xi tidak berpengaruh nyata terhadap Y. Namun, jika t hitung n-k t tabel α2, maka H
ditolak, artinya variabel Xi berpengaruh nyata terhadap Y.
3. Uji F Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independent atau bebas X
i
secara bersama-sama terhadap variabel dependent atau terikat Y. Adapun prosedur yang digunakan dalam uji F Gujarati, 2002:
H = β
1
= β
2
= β
3
= .... = β
i
= 0 H
1
= minimal ada satu β
i
≠ 0
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKG = Jumlah Kuadrat Galat
k = jumlah variabel terhadap intersep n = jumlah pengamatansampel
Universitas Sumatera Utara
Apabila F hitung F tabel maka H diterima dan H
1
ditolak yang berarti bahwa variabel bebas Xi tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat Y.
Sedangkan apabila F hitung F tabel maka H ditolak dan H
1
diterima yang berarti bahwa variabel X
i
berpengaruh nyata terhadap variabel Y. Model yang dihasilkan dari regresi linear berganda haruslah baik. Jika tidak baik maka akan
mempengaruhi interpretasinya. Interpretasi ini menjadi tidak benar apabila terdapat hubungan linear antara variabel bebas
Nachrowi et a l., 2002.
Namun, agar diperoleh model regresi linear berganda yang baik, maka model harus memenuhi kriteria BLUE Best Linear Unbiased Estimator. BLUE dapat
dicapai bila memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik merupakan pengujian pada model yang telah berbentuk linear untuk mendapatkan model yang baik.
Setelah model diregresikan kemudian dilakukan uji penyimpangan asumsi.
a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah model tersebut baik atau tidak.
Model dikatakan baik jika mempunyai distribusi normal atau hampir normal. Uji yang dapat digunakan adalah Uji Kolmogorov-Smirnov.
Hipotesis pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut: H
: Error term terdistribusi normal. H
1
: Error term tidak terdistribusi normal. Dengan kriteria uji :
Jika P-value α maka tolak H
Jika P-value α maka terima H
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat lain. Penerapan pada uji
Kolmogorov-Smirnov adalah jika signifikansi di atas 5 persen berarti tidak
terdapat pebedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, artinya data tersebut normal.
b. Uji Autokorelasi Menurut Nachrowi et al. 2002, autokorelasi adalah adanya korelasi antara
variabel itu sendiri, pada pengamatan berbeda waktu dan individu. Umumnya, kasus autokorelasi terjadi pada data time series. Ada beberapa cara yang dapat
digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi. Salah satu cara yang digunakan adalah Uji Durbin Watson DW-test. Uji ini hanya digunakan untuk
autokorelasi tingkat satu first order autocorrelation dan mensyaratkan adanya intercept
dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel penjelas. Jika pengujian autokorelasi diabaikan, maka akan berdampak terhadap
pengujian hipotesis dan proses peramalan. Besarnya nilai statistik DW dapat diperoleh dengan rumus Nachrowi et al., 2002:
d = statistik Durbin-Watson u
t
dan u
t-1
= Gangguan estimasi Pengambilan keputusannya:
− Jika nilai DW terletak antara batas atau upper bound du dan 4-du, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi positif.
Universitas Sumatera Utara
− Jika nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau lower bound dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar dari pada nol, berarti ada autokorelasi positif.
− Jika DW lebih besar dari pada 4-dl, maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari pada nol, berarti ada autokorelasi positif.
− Jika nilai DW lebih besar dari pada 4-dl, maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari pada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
− Jika nilai DW terletak diantara batas atas du dan batas bawah dl atau DW terletak antara 4-du dan 4-dl, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
c. Uji Multikolinearitas Jika suatu model regresi berganda terdapat hubungan linear sempurna antar
peubah bebas dalam model tersebut, maka dapat dikatakan model tersebut mengalami
multikolinearitas. Terjadinya
multikolinearitas menyebabkan
Rsquared tinggi namun tidak banyak variabel yang signifikan dari uji t. Ada berbagai cara untuk menentukan apakah suatu model memiliki gejala
multikolinearitas. Salah satu cara yang digunakan adalah uji Varian Infiaction Fa ctor
VIF. Cara ini sangat mudah, hanya melihat apakah nilai VIF untuk masing-masing variabel lebih besar dari 10 atau tidak. Bila nilai VIF lebih besar
dari 10 maka diindikasikan model tersebut mengalami multikolinearitas. Sebaliknya, jika VIF lebih kecil dari 10 maka diindikasikan bahwa model tersebut
tidak mengalami multikolinearitas yang serius.
d. Uji Heteroskedastisitas Asumsi penting dari regresi linear klasik adalah bahwa gangguan yang muncul
dalam fungsi regresi adalah heteroskedastisitas. Menurut Juanda 2009,
Universitas Sumatera Utara
heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan kei dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Masalah heteroskedastisitas
biasanya sering terjadi dalam data cross section. Salah satu cara dalam mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan transformasi terhadap peubah respon dilakukan
dengan tujuan untuk menjadikan ragam menjadi homogen pada peubah respon hasil
transformasi tersebut.
Namun, dalam
mendeteksi terjadinya
heteroskedastisitas dalam model dapat digunakan juga metode grafik.
Masalah 3 atau hipotesis 2 dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata.
Perubahan pendapatan dilihat dari perubahan pendapatan rumah tangga petani sebelum dan sesudah melakukan alih fungsi lahan.
Persamaan uji T adalah sebagai berikut:
X
1
= Rata-rata pendapatan petani sebelum terjadinya alih fungsi lahan sawah X
2
= Rata-rata pendapatan petani setelah terjadinya alih fungsi lahan sawah n
1
= Jumlah petani sebelum terjadinya alih fungsi lahan sawah n
2
= Jumlah petani setelah terjadinya alih fungsi lahan sawah s
1
= Standar deviasi sebelum terjadinya alih fungsi lahan sawah s
2
= Standar deviasi setelah terjadinya alih fungsi lahan sawah Hipotesis:
H = X
1
= X
2
H
1
= X
1
≠ X
2
Universitas Sumatera Utara
Apabila t
hitung
t
tabel
maka H diterima dan H
1
ditolak yang berarti tidak ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan.
Sedangkan apabila t
hitung
t
tabel
maka H ditolak dan H
1
diterima yang berarti ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan.
3.5 Defenisi dan Batas Operasional Defenisi