PENDAHULUAN Gempa dahsyat yang melanda Indonesia tiga tahun terakhir yang telah

2

I. PENDAHULUAN Gempa dahsyat yang melanda Indonesia tiga tahun terakhir yang telah

menimbulkan korban terhadap manusia dan harta benda yang cukup besar adalah sbb: • GempaTsunami Aceh 26 Desember 2004 dengan besaran 9 Skala Richter • Gempa Nias 28 Maret 2005 dengan besaran 8,7 Skala Richter • Gempa Yogyakarta 26 Mei 2006 dengan besaran 5,9 Skala Richter • Gempa Bengkulu 12 September 2007 dengan besaran 7,9 Skala Richter. Saat ini ada peraturan yang terbaru untuk mendesain Gempa di Indonesia yakni SNI 1726, yang diterbitkan pada tahun 2002, sedangkan sebelumnya adalah SKBI-2.3.53.1987 yang diterbitkan tahun 1987. Melihat kejadian gempa mulai tahun 2004 dan peraturan gempa Indonesia tahun 2002 apakah struktur bangunan di Medan yang didirikan sebelum tahun 2004 masih aman terhadap Gempa yang akan datang? II. BELAJAR DARI GEMPA YANG LALU II.1 GempaTsunami Aceh 26 Desember 2004 Gempa besar terjadi lebih dahulu, lalu kemudian diikuti dengan gelombang tsunami yang kecepatannya gelombangnya diperkirakan 600 kmjam. Gempa terjadi dengan 9 Skala Richter dengan epicenter di pulau Andaman, sebelah utara Aceh. Korban yang tewas akibat gempatsunami ini sebanyak lebih kurang 230.000 orang yang tersebar di Aceh, Nias, Malaysia, Thailand, Sri Langka, dan India. Rumah kebanyakan runtuh akibat disapu gelombang tsunami. Akan tetapi banyak juga bangunan yang runtuh akibat gempa sebelum tsunami terjadi. Contoh bangunan yang rusak akibat gempa Aceh di Banda Aceh dapat dilihat dari Gambar II.1, di mana kolomnya patah total sedangkan lantai bertemu lantai. Kerusakan tipe ini disebut juga kerusakan tipe sandwich, di mana pelat lantai bertemu dengan pelat lantai, sehingga penghuni akan terhimpit di sela-sela pelat lantai. Gedung ini strukturnya bertingkat 4, milik Departemen Keuangan yang didirikan pada tahun 1980. Diprediksi konstruksinya didesain dengan PBI-71, di mana sengkang masih jarang. Demikian juga gaya gempa masih didesain dengan percepatan gempa yang masih kecil sekitar 0,05g, sedangkan gempa yang terjadi lebih besar yakni 0,30g. Johannes Tarigan: Kajian Struktur Bangunan Di Kota Medan Terhadap Gaya Gempa Di Masa Yang Akan Datang, 2007. USU e-Repository © 2008 terhadap Gaya Gempa di Masa yang Akan Datang 3 Pada Gambar II.2 kerusakan yang terjadi ada pada kolom. Bangunan ini adalah perkantoran milik swasta dengan jumlah tingkat 5 lantai. Bangunan ini belum roboh, walaupun kolomnya sudah miring, karena sendi plastis sudah terjadi di kolom. Desain yang benar adalah bahwa sendi plastis harus didesain terjadi di balok lebih dahulu. Dikenal dengan perencanaan kolom kuat balok lemah. Ada sesuatu yang menarik dalam kasus pada Gambar II.2 ini yakni bahwa Modal Shape yang terjadi diperkirakan adalah Modal Shape ke-2. Gambar II.1: Gedung Keuangan yang Rusak Akibat Gempa Gambar II.2: Gedung Perkantoran yang Bentuk Kerusakan Seperti Modal Shape yang Ke-2 Gambar II.3: Bangunan yang Kerusakannya Tipe Sandwich. Gedung di Sampingnya Tidak Mengalami Kerusakan Gambar II.4: Gedung Supermarket yang Rusak Total dan Rata dengan Tanah Setelah Gempa Johannes Tarigan: Kajian Struktur Bangunan Di Kota Medan Terhadap Gaya Gempa Di Masa Yang Akan Datang, 2007. USU e-Repository © 2008 4 Dari persamaan dinamik [ ] { [ ] } { } 2 = • − A M K ω , maka Modal Shape yang kedua didapat dari 2 ω , dari persamaan [ ] { [ ] } 2 = − M K ω . { } ≠ A dari sini akan diperoleh Modal Shape seperti persamaan: [ ] N Φ Φ Φ = Φ ,........ , 2 1 Modal Shape yang kedua adalah 2 Φ seperti yang terlihat di Gambar II.2. Dari Gambar II.3 kerusakan yang terjadi adalah tipe sandwich. Jika dilihat bangunan sebelahnya masih berdiri. Sudah pasti ada sesuatu perbedaan dalam rancangan struktur di antara kedua bangunan tersebut. Yang satu tahan terhadap gempa, yang satu tidak tahan terhadap gempa. Contoh bangunan lain yang rusak akibat Gempa Aceh adalah supermarket di Banda Aceh seperti pada Gambar II.4. Bangunan rusak berat dan rata dengan tanah. Seharusnya bangunan publik didesain tidak boleh roboh dan rusak seperti ini. II.2 Gempa Nias 28 Maret 2005 Gempa 28 Maret 2005 yang terjadi di Nias adalah dengan besaran 8,7 Skala Richter. Jumlah korban hampir 1.000 orang di seluruh pulau Nias. Korban kebanyakan diakibatkan oleh reruntuhan bangunan dari berlantai satu sampai berlantai tiga. Tipe kerusakan akibat Gempa Nias dapat dilihat dari Gambar II.5, II.6, II.7, dan II.8. Gambar II.5: Gedung 2 Lantai yang Roboh di Gunung Sitoli Gambar II.6: Jembatan yang Terguling Akibat Likuifaksi Johannes Tarigan: Kajian Struktur Bangunan Di Kota Medan Terhadap Gaya Gempa Di Masa Yang Akan Datang, 2007. USU e-Repository © 2008 terhadap Gaya Gempa di Masa yang Akan Datang 5 Dari Gambar II.5 dapat dilihat kerusakan gempa pada gedung Pertokoan Monalisa yang terkenal di Gunung Sitoli. Bangunan ini rata dengan tanah dengan tipe kerusakan sandwich. Tipe kerusakan yang spesifik dapat dilihat pada Gambar II.6 Jembatan Idanogawo yakni girder jembatan miring. Penyebabnya adalah terjadi likuifaksi, yakni abutment bergeser dan terguling. Ini dikarenakan pondasi tidak lagi dapat ditahan oleh tanah di bawah pondasi dikarenakan tanah kehilangan daya dukung akibat gempa yang terjadi. Kasus likuifaksi banyak terjadi di Nias setelah Gempa 28 Maret 2005. Rumah penduduk yang roboh dapat dilihat di Gambar II.7, di mana kolom tidak mampu memikul gempa sedangkan balok beton pada atap masih utuh. Dapat dipastikan bahwa pada rumah ini penghuninya kena timpa reruntuhan. Kerusakan masih dapat dicegah seandainya strukturnya dikonsep dengan baik demikian juga pelaksanaan pembangunan kolomnya memakai material beton minimum K175 dan besi beton minimum 4 diameter 12 mm dengan ukuran sengkang yang cukup. Detailing juga harus memenuhi persyaratan di daerah gempa seperti pada literatur SKBI-1987. Yang menarik adalah Gambar II.8 adalah bangunan Gereja BNKP Gunung Sitoli, di mana kolom dan dinding tidak rusak, akan tetapi kuda-kuda kayu dan atapnya sebagian roboh ke bawah. Robohnya atap ke bawah adalah akibat Gempa Vertikal. Berdasarkan SNI 1726 tahun 2002 bahwa gempa vertikal harus diperhitungkan terhadap struktur. Sedangkan peraturan sebelumnya belum ada ketentuan tersebut. Gambar II.7: Rumah yang roboh Rata dengan Tanah Gambar II.8: Rangka Atap yang Roboh Akibat Gempa Vertikal Johannes Tarigan: Kajian Struktur Bangunan Di Kota Medan Terhadap Gaya Gempa Di Masa Yang Akan Datang, 2007. USU e-Repository © 2008 6 II.3 Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 Berkekuatan 5,9 Skala Richter. Korban jiwa sekitar 4.500 orang dan 3.800 bangunan hancur total akibat gempa ini. Beda gempa Yogyakarta dengan Gempa Aceh dan Nias adalah karena epicenter-nya terletak di daratan sehingga walaupun gempanya hanya 5,9 Skala Richter akan tetapi menimbulkan korban yang cukup parah karena bangunan yang rusak kebanyakan terletak di sekitar patahan seperti pada Gambar II.9. ` Bangunan yang roboh akibat gempa Yogyakarta dapat dilihat di gambar II.10, II.11, dan II.12. Pada Gambar tersebut dapat dilihat pada bentuk kerusakan yang terjadi di mana yang menyebabkan bangunan rusak adalah gempa pada saat Modal Shape yang pertama. Seperti pada rumus dinamika [ ] N Φ Φ Φ = Φ ,........ , 2 1 maka [ ] 1 Φ adalah Modal Shape yang pertama. Bangunan pada Gambar II.10 adalah bangunan yang baru. Bangunan ini diprediksi didesain belum memakai SNI 2847. Bangunan pada Gambar II.11 juga sama halnya dengan bangunan pada Gambar II.10. Gambar II.12 adalah ciri khas bangunan perumahan di daerah Yogyakarta, di mana atapnya genteng, akan tetapi kebanyakan rumah warga dibangun dengan kolom tanpa tulangan. Dan mayoritas korban terdapat di daerah pemukiman di mana dinding dan atapnya runtuh menimpa warga penghuni rumah tersebut. Bangunan yang rusak didaerah patahan ini Gambar II.9: Patahan pada Gempa Yogyakarta Johannes Tarigan: Kajian Struktur Bangunan Di Kota Medan Terhadap Gaya Gempa Di Masa Yang Akan Datang, 2007. USU e-Repository © 2008 terhadap Gaya Gempa di Masa yang Akan Datang 7

II.4 Gempa Bengkulu 12 September 2007 Gempa Bengkulu 12 September 2007, dengan skala gempa 7,9 Skala

Richter. Sebelum Gempa ini pada tahun 2000 telah terjadi gempa di Bengkulu. Pada saat itu banyak bangunan yang roboh. Pada gempa 12 September 2007, kelihatannya masih juga banyak bangunan yang roboh yang lokasi bangunannya dibangun pada lokasi yang sama pada waktu kejadian gempa 2000. Artinya adalah bahwa bangunan yang dibangun setelah kejadian gempa tahun 2000 belum juga memenuhi bangunan tahan gempa. Kerusakan bangunan akibat gempa tahun 2007 tidak hanya terjadi di Bengkulu akan tetapi sampai ke daerah pesisir Selatan Sumatera Barat sampai ke Padang. Kerusakan bangunan akibat gempa Bengkulu dapat dilihat di Gambar II.13 dan II.14. Gambar II.10: Modal Shape 1 yang Terjadi pada Bangunan Bertingkat 5. Gambar II.11: Modal Shape 1 yang Terjadi pada Bangunan Bertingkat 2. Gambar II.12: Modal Shape 1 yang Terjadi pada Bangunan Sederhana Johannes Tarigan: Kajian Struktur Bangunan Di Kota Medan Terhadap Gaya Gempa Di Masa Yang Akan Datang, 2007. USU e-Repository © 2008 8 Pada Gambar II.13 dapat dilihat bangunan sedehana yang roboh di mana bangunan tersebut belum memenuhi kaedah bangunan tahan gempa. Demikian juga pada Gambar II.14 kolomnya patah karena diprediksi bangunannya belum didesain dengan bangunan tahan gempa.

III. DINAMIKA STRUKTUR Dari teori dinamika struktur bahwa ada tiga model untuk menghitung