BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hepatitis Kronis
B dan Fibrosis Hati
Resiko untuk terjadi infeksi hepatitis kronis B berbanding terbalik dengan umur, dimana 90 infeksi terjadi pada bayi baru lahir dari ibu dengan
HbeAg positif, 25 - 30 pada bayi dan anak – anak dibawah 5 tahun dan kurang dari 10 pada orang dewasa
21,22,23
. Sebanyak 15 - 40 penderita yang terinfeksi hepatitis kronis B akan mengalami penyakit hati kronis
termasuk sirosis, dekompensasi hati dan karsinoma sel hati
24,25
. Progresifitas
hepatitis kronis B menjadi penyakit hati kronis disebabkan
fibrosis hati tahap lanjut . Menurut WHO 1978, fibrosis adalah kolagen berlebih akibat pembentukan jaringan ikat baru
13.
Fibrosis hati adalah proses penyembuhan luka setelah injuri hati kronis, ditandai oleh aktivasi
HSC dan produksi berlebih komponen MES. Radang hati kronis akibat berbagai penyebab seperti virus, autoimun, imbas obat, penyakit metabolik
dan keganasan. Infeksi viral hepatitis, terutama hepatitis kronis B dan hepatitis kronis C merupakan penyebab utama fibrosis hati. Setelah jejas
akut pada hati hepatitis viral sel – sel hati mengalami regenerasi dan diganti dengan jaringan nekrotik dan jaringan apoptosis. Proses tersebut terkait
dengan respon inflammasi dan terbatasnya penumpukan MES. Jika jejas hati menetap maka terjadi kegagalan regenerasi sel hati dan hepatosit mengalami
penumpukan MES dan kolagen dalam jumlah banyak. Jika fibrosis hati terus
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
berlanjut maka pada akhirnya akan terjadi sirosis hati. Fibrosis hati sendiri sangat dipengaruhi kuantitas dan komposisi MES
26,27
. Hati diperkirakan mengandung 6 kali lebih banyak MES pada tahap fibrosis hati lanjut
dibandingkan keadaan normal, termasuk kolagen I, III, IV, V dan VI, fibronektin, undulin, elastin, laminin, asam hialuronat dan proteoglikan.
Penumpukan MES terkait dengan peningkatan sintesa dan penurunan degradasi MES tersebut
28
.
20 40
60 80
100 120
140
Normal Sirosis Asam
Hialuronat
Heparan Sulfat Chondroitin
2 4
6 8
10 12
14 16
Normal Sirosis Kolagen I
Kolagen III Kolagen IV
Kolagen V Kolagen VI
Gbr.1. Perubahan komposisi MES dari kondisi normal dibandingkan sirosis
modifikasi dari J. Cell Mol Med 2006
13
2.2. Patogenesis Fibrosis Hati
Kolagen dikenal sebagai komponen jaringan ikat paling lazim pada fibrosis hati. Patogenesis fibrosis merupakan produksi dan akumulasi
berlebihan protein MES fibrogenesis. Protein MES meliputi tiga kelompok besar protein yakni glikoprotein, kolagen, dan proteoglikan gambar-2
13,29
.
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
Gambar-2. Komponen utama MES pada fibrosis hati manusia
13
Akumulasi MES lebih sering berawal pada ruang Disse perisinusoid terutama pada metabolic zone 3 di asinus hati perivenous menuju fibrosis
perisentral. Perubahan komposisi dan jumlah MES selama fibrogenesis akan mengganggu fungsi biologi sel hepatosit. Akumulasi matriks diruang Dise
perisinusoid membentuk kapilarisasi inkomplet sehingga menghalangi pertukaran aliran diantara hepatosit dan aliran darah sinusoid. Kemudian
mengganggu fungsi clearence dan fungsi biosintesis sel jaringan parenkim. Penyempitan lumen sinusoid oleh fibrosis perisinusoid merupakan faktor
penyedia resistensi hemodinamik intraparenkim hipertensi portal. Perbandingan redistribusi topografi dari MES dan peningkatan jumlah
konsentrasi pada sirosis hati diperlihatkan pada gambar-3
13,29
.
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
Gambar-3. Perubahan komposisi kolagen dan glikosaminoglikan normal dan
sirosis hati
13
Patogenesis fibrosis hati diawali destruksi sel parenkim nekrosis lebih banyak daripada apoptosis akibat injuri diikuti mekanisme inflamasi
kemudian mengaktifkan HSC, yang berperan penting secara patofisiologi pada fibrogenesis dan fibrolisis
13
. Injuri di hati mengakibatkan kerusakan sel hepatosit dan reaksi inflamasi. Sel hepatosit rusak, komponen membran,
metabolik zat toksik dan infiltrasi inflamasi akan mengaktifkan sel Kupffer. Kemudian sel Kupffer melepas zat terlarut meliputi sitokin, TGF- , PDGF,
TNF- , ROS, dan faktor lainnya gambar-4
30,31
.
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
Gambar-4. Ilustrasi patogenesis fibrosis hati.
30
Sitokin akan mempengaruhi HSC, dimana HSC secara normal adalah quiscent. Pada keadaan aktif akibat terjadinya jejas hati HSC kehilangan lipid
droplets, berproliferasi, mengalami transisi morfologi menjadi sel miofibroblas kemudian bermigrasi ke zona 3 asinus lalu berubah menjadi sel miofibroblas
yang memproduksi kolagen tipe I, III, IV dan laminin untuk pembentukan basement membrane. Transisi ini ditandai produksi sejumlah besar
komponen MES dan penurunan degradasi MES oleh MMP dimana kerja MMP dihambat TIMP. Kolagen, MMP dan TIMP dihasilkan oleh sel
Miofibroblas. Pada penyakit sirosis akumulasi komponen MES dapat meningkat sampai 10 kali lipat. Injuri kronis mengakibatkan fibrosis,
gangguan arsitektur dan fungsi hati, akhirnya bermanifestasi sebagai sirosis dan komplikasinya
13
. Patogenesis fibrosis hati bagaimanapun juga dihubungkan dengan berbagai etiologi dan faktor yang mendasari penyakit
hati
30,31,32
.
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
Pada hepatitis kronis B, patogenesis fibrosis dihubungkan dengan sitokin TNF- , IFN- , IL-4 dan TGF- berdasar studi biopsi hati
33
. Infeksi kronis virus hepatitis B mengakibatkan kerusakan hepatosit yang
berkembang menjadi fibrosis, sirosis dan karsinoma sel hati
34,35
. Penyakit hepatitis B bervariasi tingkat keparahan pada masing-masing individu ada
yang dapat mengontrol infeksi secara efisien dan virus bersih dari aliran darah tanpa bukti klinis penyakit hati. Sebagian gagal membersihkan virus
dan berkembang menjadi infeksi kronis. Penderita umumnya asimtomatik
tanpa penyakit hati yang mengancam, namun 10-30 virus hepatitis B menjadi sirosis hati dan karsinoma sel hati akibat proses nekroinflamasi
kronis
34
. Pada hepatitis kronis B, terapi antiviral dengan viral clearence telah dihubungkan dengan pengurangan fibrosis secara bermakna
36
. IFN- atau lamividune, keduanya menghasilkan remisi viral, biokemikal dan
histologikal sekitar 30-45 . Kombinasi IFN- dan analog nucleoside dihubungkan dengan efek samping yang serius dan biaya sangat mahal
sehingga obat-obatan ini tidak digunakan secara luas di negara-negara berkembang
37
.
2.3. Pentoxifylline
Pentoxifyllline, 1-5-oxohexyl-3,7-dimethylxanthine, adalah suatu analog methylxanthine theobromine . Pentoxifylline telah digunakan secara
klinis di Amerika Utara sejak tahun 1982 untuk memperbaiki aliran darah kapiler pasien claudicatio intermittent
38
. Rendahnya insidensi toksisitas
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
pentoxifylline memberikan manfaat terapetik. Pada pemberian jangka panjang menunjukkan 2.7 efek samping, sebagian besar 2.6 terkait
dengan gangguan saluran pencernaan
38,39
. Pentoxifylline bekerja melalui protein kinase A PKA, mengganggu
sinyal platelet-derived growth factor PDGF terhadap aktivasi Akt dengan menghambat translokasi membran Akt, Pentoxifylline mempunyai efek
fibrostasis dengan menghambat aktivasi dari HSC baik menghambat langsung sinyal oleh karena nekroinflamasi hepatosit atau menghambat
aktivasi sel Kuppfer yang akan menghasilkan sitokin-sitokin seperti PDGF, TGF- dan TNF-
40,41
. Penelitian pada tikus, Raetsch dkk mendapatkan
kerja pentoxifylline dapat memacu penurunan kadar prokolagen I mRNA sebanyak 8 kali dan menekan faktor fibrogenik transforming growth factor
β1 TGF -
β1 dan connective tissue growth factor CTGF sebanyak 60 – 70 setelah 4 – 6 minggu
42
. Pada penelitian lainnya Xiong dkk memperlihatkan pemberian pentoxifylline dengan dosis tinggi maupun rendah
dapat menurunkan kadar TGF - β1, prokolagen tipe I, III setelah 8 minggu
43
. Beberapa penelitian pentoxifylline pada penyakit hati kronis:
1. Eleftheriadis dkk 1996, pemberian pentoxifylline dosis 1,4 mgkgBB terhadap 10 pasien sirosis hati dengan varises esofagus dibandingkan
dengan plasebo menghasilkan penurunan viskositas aliran darah dan hipertensi portal secara bermakna
44
.
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
2. Akriviadis dkk 2000 membandingkan pemberian pentoxifylline 3 kali 400 mg sehari dengan plasebo vitamin B12 pada alcoholic liver disease
ALD selama 28 hari, mendapatkan survival penderita ALD dengan pentoxifylline lebih tinggi dibanding plasebo dan diduga hasil tersebut
disebabkan adanya perbaikan sindroma hepatorenal pada kelompok tersebut
45
. 3. Adams dkk 2004 memperlihatkan pemberian pentoxifylline pada
penderita NASH dengan dosis 1600 mghari selama 12 bulan dapat memperbaiki kadar aminotransferase
46
. 4. Austin dkk 2004 memberikan pentoxifylline 1800 mghari dengan pada
12 penderita alkoholik sirosis kompensata selama 2 minggu dengan tujuan menilai tekanan hipertensi porta, mendapatkan hasil adanya
kenaikan trombosit 10
9
L selama terapi dari 76 56 – 131 menjadi 80 66 – 243 disertai penurunan kadar TNF
α pgmL dari 295 211 – 841 menjadi 210 181 – 884. Pada penelitian ini didapatkan efek samping
pentoxifylline adalah nausea, anoreksia dan sakit kepala dan keadaan tersebut dapat ditoleransi pasien dengan mengurangi dosis pentoxifylline
menjadi 1200 mghari
47
. 5. Satapathy dkk 2004, terhadap 18 pasien NASH dengan peningkatan ALT
1,5 kali batas atas normal dan diberi pentoxifylline 3x400 mg selama 6 bulan. Setelah 6 bulan terapi fatiq diperbaiki 55.6 vs 20, p=0.016,
rerata AST 66 ± 29 vs 33 ± 11 IUL, p 0.0001 dan ALT 109 ± 44 vs
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
47±20 IUL, p 0.0001 berkurang secara bermakna. Pada bulan ke-1 ALT normal pada 23 p=0.125, 35 p=0.125 pada bulan ke-2, 60
p=0.008 pada bulan ke-6. Dan serum TNF- berkurang secara bermakna setelah terapi 22.15 ± 2.49 vs 17 ± 2.58 pgml, p=0.011. Efek
samping yang ditimbulkan dapat ditoleransi dan tidak bermakna. Efek samping nyeri ulu hati ditemukan pada 3 16 pasien, membutuhkan
proton pump inhibitor oral dan seluruh pasien menyelesaikan penelitian tanpa pengurangan dosis
48
. 6. Satapathy dkk 2007 terhadap 9 pasien NASH, dengan peningkatan ALT
1,5 batas atas normal. Terapi jangka panjang pentoxifylline 3x400mghari selama12 bulan adalah efektif memperbaiki parameter
biokimia dan resolusi secara histologis, masing-masing ALT 111 ± 53 IUL vs 45 ±19 IUL, p=0.003, AST 61 ± 27 IUL vs 33 ±12 IUL,
p=0.005. Steatosis dan inflamasi lobular masing-masing berkurang 55 dan 67 dimana p=0,009
49
. 7. Tanikella dkk 2008, pemberian pentoxifylline 400 mg tiap 8 jam selama
2 minggu terhadap 9 pasien sirosis hepatis dengan hepatopulmonary syndrome disebabkan hepatitis C kronis dan alkoholik 55,
menghasilkan penurunan kadar TNF dengan bermakna, tidak ada perubahan bermakna pada PaO2, efek samping dapat ditoleransi dimana
nausea 100 paling dominan
50
. 8. Fontaine dkk 2008 di Paris, terapi pentoxifyllline 2x400 mg kombinasi
dengan tocopherol 2x500 mg selama 12 bulan terhadap 100 pasien
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
hepatitis C kronis yang intoleran dan kontraindikasi terhadap terapi kombinasi interferon alfa dan ribavirin. Tujuan penelitian menilai efikasi
dan keamanan kombinasi pentoxifyllline dan tocopherol sebagai antifibrosis. Penelitian baru selesai dan hasil belum dipublikasikan
51
.
2.3.1. Farmakokinetik Pentoxifylline
Metabolisme pentoxifylline diketahui sebagian besar dihati dan kurang dari 1 dosis pentoxifylline diekskresikan sebagai bahan tercampur melalui
urin
38
. Terdapat 7 bentuk metabolit Gambar 3 dengan M -5 merupakan bentuk primer metabolit eliminasi. Salah satu metabolit , 1 -5-hydroxyhexyl-
3,7-dimethyilxanthine M – 1, diyakini terbentuk diluar hati, kemungkinan oleh eritrosit
38,39
. Bersihan plasma pentoxifylline ternyata lebih besar dibandingkan
aliran darah hepatik, yang menguatkan dugaan adanya mekanisme metabolisme ekstrahepatik tersebut. Bentuk metabolit M – 1 diyakini memiliki
aktivitas farmakologi
38,52
. Biotransfomasi pentoxifylline diketahui terganggu dengan merokok, penyakit sirosis hati
53
serta berinteraksi dengan theophylline dan simetidin
54,55,56
. Dosis juga memperlihatkan peranan penting terhadap jumlah
pentoxifylline sebenarnya didalam darah, sebagian besar kepustakaan menyatakan kadar serum setelah pemberian dosis oral tidak menentu dan
cenderung sangat rendah. Perbedaan kadar pentoxifylline tersebut akan berperan besar didalam kemampuan kerja pentoxifylline.
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
Gbr.5. Jalur metabolisme utama pentoxifylline
. Pentoxifylline dimetabolisme dengan
berkurangnya bentuk M – 1 dan oksidasi menjadi bentuk – bentuk metabolit lainya
46
2.4. PENILAIAN FIBROSIS HATI
2.4.1. Biopsi hati
Biopsi hati merupakan metode tradisional untuk menilai, mendeteksi dan memonitoring fibrosis hati. Walaupun menjadi baku emas, keterbatasan
seperti keengganan pasien dilakukan biopsi menyulitkan untuk memonitor perkembangan penyakit dan efek terapi yang telah diberikan, biaya lebih
mahal, kesalahan sampel, kesalahan interpretasi, risiko yang dimiliki pasien, sirosis makronodular cenderung perdarahan, dan keterbatasan pemahaman
fibrosis bila sampel minimal
57
. Komplikasi akibat biopsi yang memerlukan perawatan dirumah sakit
maupun harus tinggal lebih lama dirumah sakit, terjadi pada 1 – 5 pasien dan dilaporkan tingkat mortalitas antara 1 : 1000 sampai 1:10000
58,59
. Biopsi hati tunggal hanya mewakili 150.000 bagian hati sehingga
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
kemungkinan terjadinya kesalahan sampel cukup besar. Penelitian pada penderita sirosis memperlihatkan kesalahan terjadi pada 10 – 30 kasus
yang dilakukan biopsi hati tunggal tidak terpimpin single blind biopsy
57,59
. Sebagian besar kesalahan terjadi pada saat penetapan tingkat fibrosis hati
dan lebih sering terjadi pada penderita sirosis hati makronodular. Beberapa studi menyarankan sampel adekuat bila panjang sedikitnya 15 mm dan berisi
lebih dari 5 traktus portal. Guide dkk menyarankan tingkat dan stadium fibrosis lebih adekuat dengan panjang 20 mm dan berisi lebih dari 11 traktus
portal. Baik besar ukuran biopsi dan jumlah biopsi yang dilakukan memiliki efek besar terhadap akurasi pemeriksaan
59
. Bagaimanapun biopsi hati bukan merupakan baku emas yang
sempurna karena hasil tergantung ukuran sampel dan variabilitas interpretasi antara peneliti yang dapat mencapai 33
57
. Berbagai jenis sistem penilaian telah dipakai untuk menilai stage
fibrosis hati seperti skor METAVIR, Knodell dkk dan skor Ishak. Skor METAVIR oleh Poynard dkk telah direkomendasikan pada saat ini terdiri dari
5 stage Tabel 1.
Tabel -1. Skoring METAVIR pada fibrosis hati
60
Stage Gambaran F0 Tanpa
fibrosis F1
Fibrosis portal tanpa septa F2
Fibrosis portal dengan sedikit septa F3
Fibrosis septal tanpa sirosis F4 Sirosis
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
2.4.2. Radiologi
CT, MRI dan ultrasound mampu merinci gambar dari hati dan struktur sekitarnya, namum tidak cukup menentukan stadium dini dari fibrosis
17,57
. Saat ini modalitas terbaru yaitu transient elastography FibroScan
merupakan metoda baru, non-invasif dan cepat yang dapat mengevaluasi fibrosis hati dengan mengukur kekakuan hati. Keuntungan metoda ini antara
lain: mudah digunakan, tidak nyeri, tidak perlu anestesi atau rawat inap, cepat kecepatan akuisisi 110 detik. Kelemahan metoda ini antara lain:
kekakuan hati sulit diukur pada orang gemuk atau obese dan tidak mungkin diukur pada pasien dengan asites. FibroScan ini telah dibandingkan dengan
beberapa petanda seperti APRI indeks dan Fibrotest, menunjukkan secara akurat tingkat fibrosis hati yang dievaluasi dengan skor METAVIR
61,62,63
. Setelah
FibroScan dikenalkan sebagai metoda non-invasif untuk fibrosis hati, perkembangan saat ini telah menggunakan sonografi berdasar
real-time elastography yang dapat dilakukan dengan probe ultrasonografi konvensional selama pemeriksaan sonografi rutin. Metoda ini mengukur
elastisitas jaringan dengan autokorelasi dan model 3 dimensi jaringan serta hasil yang didapat setelah dilakukan analisa statistik dengan regresi logistik
multivariat berupa skor elastisitas. Akurasi diagnostik dengan areas under receiver operating characteristic AUROC untuk fibrosis signifikan
≥ F2, fibrosis berat
≥ F3, sirosis adalah 0,75; 0,73; 0,69
‘64
.
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
2.4.3. Petanda Serum
Petanda fibrosis non invasif sangat dibutuhkan saat ini mengingat keterbatasan dari biopsi hati untuk melihat progresifitas penyakit dan fibrosis
hati, sebelum dan sesudah pengobatan. Walaupun sampai saat ini belum didapati tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang memuaskan untuk menilai
keakuratan tingkatan fibrosis hati dan untuk memonitor perjalanannya. Adapun petanda non invasif fibrosis hati harus memenuhi persyaratan
seperti; spesifik untuk hati, mudah dilakukan di laboratorium klinik, menggambarkan stadium dari fibrosis, tidak mahal, pemeriksaan
distandarisasi dilaboratorium
57,60,65
. Petanda
s
erum untuk fibrosis hati dibagi atas 2 kelompok: petanda
langsung dan tidak langsung. Marker tidak langsung bertanggung jawab terhadap perubahan fungsi hati tetapi tidak secara langsung bertanggung
jawab pada metabolisme MES. Marker langsung menunjukkan secara langsung pergantian turnover MES. Sehingga kombinasi kedua petanda ini
adalah pilihan yang menjanjikan terhadap pasien fibrosis hati
17,57
.
a. Petanda tidak langsung indirect marker.
Studi-studi sebelumnya telah mengevaluasi petanda non-invasif untuk memprediksi keberadaan fibrosis atau sirosis pada penderita hepatitis kronis,
seperti: 1. Rasio AST ALT indeks AAR: Rasio ASTALT lebih besar dari 1
dengan kuat menyarankan sirosis dengan sensitiviti 78 dan spesificiti 97.
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
2. Skor PGA: Kombinasi pengukuran indeks protrombin, GGT dan apolipoprotein A1 PGA. Akurasi diagnosa skor PGA untuk
mendeteksi sirosis dilaporkan antara 66-72. 3. Fibrotest, pemeriksaan melibatkan alfa-2 makroglobulin, alfa2-globulin,
gamma globulin, apolipoprotein A1, gamma GT, dan Billirubin total. Hasil Formula ditentukan dalam 3 kelompok: ringan METAVIR F 0-1,
fibrosis bermakna METAVIR F 2-4, dan indeterminate. 4. Acti Test, pemeriksan memodifikasi Fibrotest dengan menyertakan
ALT. 5. Skor Forns indeks Forns, berdasar 4 variabel meliputi jumlah
trombosit, umur, level kolesterol, dan GGT. 6. Rasio AST trombosit indeks APRI, model ini konsinten dan objektif
pada laboratorium rutin pasien-pasien dengan penyakit hati kronis. 7. Fibroindeks menggunakan variabel yang umum dijumpai di klinik yaitu
trombosit, AST dan Gamma globulin. 8. Kombinasi AST, INR, trombosit indeks GUCI
29,34,57
.
b. Petanda langsung direct marker
Fibrosis hati mengakibatkan petanda MES berubah secara kualitatif dan kuantitatif karena petanda MES menggambarkan fibrogenesis dan
regresi fibrosis. Petanda langsung yang potensial meliputi produksi sintesa atau degradasi kolagen, enzim yang terlibat pada biosintesa atau degradasi
glikoprotein MES, proteoglikan dan Glikosaminoglikan. Belum ada petanda
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
langsung ideal melibatkan pembentukan dan pembersihan MES. Petanda langsung yang dilaporkan terhadap pergantian MES dilihat pada Tabel-2.
Kombinasi biomarker meliputi European Liver Fibrosis, Fibrospect, serum asam hyaluronat, AST, dan albumin indeks SHASTA
17,57
.
Tabel-2. Petanda langsung terhadap deposit dan pembersihan MES
57
Petanda deposit MES • Procollagen I C terminal
• Procollagen III N terminal • Tenascin
• Tissue inhibitor of metalloproteinase TIMP • TGF-
Petanda pembersihan MES • Procollagen IV C peptide
• Procollagen IV N peptide 7-S collagen • Collagen
IV • Undulin
• Metalloproteinase MMP
• Urinary demosine and hydroxylysylpyridinoline Belum pasti
• Hyaluronan • Laminin
• YKL-40 chonrex
2.5. FibroIndeks
FibroIndeks adalah penanda hati non invasif yang terdiri atas perhitungan SGOT, trombosit dan gamma globulin. Koda dkk mendapatkan
penanda ini dengan membandingkan prediktor dari tingkat fibrosis yaitu usia, trombosit, bilirubin, SGOT, SGPT, ALP, GT, albumin, gamma globulin, masa
protrombin. Dari semua variabel ini didapatkan tiga prediktor independen
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
pada analisis multivariat dengan analisis regresi yaitu trombosit, SGOT dan gamma globulin. Maka dirancang FibroIndeks dengan rumus
18
FibroIndeks = 1,738 – 0,064 trombosit [x10
4
mm
3
] + 0,005 SGOT [IUL] + 0,463 gamma globulin [gdl]
Koda dkk meneliti pada 360 pasien hepatitis kronik C dan menetapkan nilai cutoff untuk fibrosis yang signifikan :
≥ 2,25, fibrosis yang tidak signifikan :
≤ 1,25. Akurasi diagnostik untuk memperkirakan fibrosis tidak signifikan dengan sensitivitas 40,2, spesifisitas 94,3, positive predictive value 87,
negative predicitive value 62,4. Akurasi diagnostik untuk memperkirakan fibrosis yang signifikan dengan sensitivitas 35,8, spesifisitas 97,4,
positive predictive value 94,3, negative predicitive value 59,1. AUROC untuk memprediksi fibrosis yang signifikan adalah 0,83. Koda dkk melakukan
penelitian dengan mono interferon alfa selama 6 bulan dan membandingkan penggunaan 3 penanda non invasif yaitu APRI indeks, Forn indeks dan
Fibroindeks untuk melihat penurunan atau peningkatan dari tingkat fibrosis. Ternyata pada pasien yang ada perbaikan, FibroIndeks menurun signifikan
dari 1,82 ± 0,45 awalnya menjadi 1,35 ± 0,56 dengan p=0,0043. Pada pasien dengan perburukan, FibroIndeks meningkat signifikan dari 1,70 ± 0,66
awalnya menjadi 2,09 ± 0,81 dengan p=0,043. Pada APRI indeks walau ada penurunan signifikan pada pasien dengan perbaikan dari 1,24 ± 0,77 menjadi
0,69 ± 0,87 dengan p=0,043; tidak ada perbedaan yang signifikan pada APRI indeks pasien yang memburuk dari 1,29 ± 0,97 menjadi 2,22 ± 1,67 dengan
p=0,225. Pada Forn indeks tidak ada perbedaan signifikan pada kedua grup
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
yang membaik dari 7,15 ± 1,74 menjadi 6,96 ± 2,11 dengan p=0,435 atau memburuk dari 7,33 ± 0,87 menjadi 8,66 ± 2,31 dengan p=0,225
18
. Perubahan histologis dari tingkat fibrosis berkorelasi dengan
perubahan dari FibroIndeks Spearman r =0,500 , p = 0,0072; tetapi tidak dengan perubahan dari APRI indeks Spearman r = 0.244, P =0,190 atau
Forn indeks Sperman r = 0,361, P=0,052
18
. Parameter dari FibroIndeks ini tidak berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa studi mengkonfirmasi bahwa SGOT dan jumlah trombosit adalah prediktor independen untuk tingkat fibrosis
66-69
. Serum gamma globulin berhubungan dengan fibrosis hati dan shunt portosistemik. Serum ini
menggambarkan inflamasi kronik di hati dan fenomena autoimun yang mengarahkan kepada fibrosis hati. Imbert-Bismuth dkk melaporkan bahwa
serum gamma globulin lebih tinggi pada pasien dengan skor F2-F3 dibanding F0-F1
70
. Ikeda dkk melaporkan bahwa serum gamma globulin adalah parameter signifikan membedakan sirosis dari hepatitis kronik
71
. Pemeriksaan pada FibroIndeks trombosit, SGOT dan gamma
globulin ini rutin dilakukan pada kebanyakan rumah sakit dan laboratorium maka FibroIndeks selain dapat dipercaya juga dapat dilakukan di
laboratorium manapun. Asam hyaluronat yang dilaporkan sebagai penanda fibrosis yang paling berguna tetapi nilai diagnostiknya untuk fibrosis tingkat
F2-F3 tidaklah lebih baik dibandingkan FibroIndeks. FibroIndeks mempunyai spesifisitas dan positive predictive value yang tinggi untuk mengidentifikasi
pasien dengan fibrosis signifikan atau berat
18
.
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
Adapun kelemahan dari FibroIndeks dengan memperhitungkan jumlah trombosit dimana pada pasien-pasien yang mendapatkan terapi interferon
terdapat efek samping penurunan jumlah trombosit sehingga bisa terjadi peningkatan tingkat fibrosis. Indeks ini kurang berguna pada pasien yang
mendapat terapi interferon ataupun kombinasi dengan ribavirin. Tetapi karena efek ini hilang pada akhir pengobatan sehingga indeks ini berguna
sebagai penanda dari efek antifibrosis. Indeks ini sangat berguna memberi informasi perjalanan penyakit pasien hepatitis C dan mengevaluasi efek
antifibrosis pada beberapa pengobatan hepatitis C
18
. Penelitian lain yang menggunakan FibroIndeks sebagai petanda
fibrosis hati adalah yang dilakukan oleh Halfon dkk pada 125 orang penderita hepatitis C kronik. Didapatkan AUC FibroIndeks untuk fibrosis signifikan lebih
rendah dibandingkan dengan penelitian Koda dkk 0,76 vs 0,86 walau perbedaan ini tidak signifikan
19
.
Eric Halim Sumampow : Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU RS H Adam Malik Medan, 2008
USU Repository © 2008
BAB III PENELITIAN SENDIRI