1.1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibicarakan adalah deskripsi mitos pulung gantung dalam novel JG
karya Akhmad Sekhu.
1.2 Batasan Masalah
Pembahasan sebuah karya sastra akan mengalami kesulitan jika tanpa batasan masalah karena dikhawatirkan peneliti akan menyimpang dari tujuan yang
akan dicapai. Berdasarkan judul penelitian ini, masalah akan dibatasi dengan hanya mendeskripsikan mitos pulung gantung dalam novel JG karya Akhmad
Sekhu.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mitos pulung gantung dari novel JG karya Akhmad Sekhu.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah untuk : 1. Menambah pengetahuan bagi mahasiswa sastra Indonesia tentang karya
sastra. 2. Menambah pengetahuan masyarakat tentang mitos pulung gantung.
3. Memperkaya pengkajian dan mengapresiasikan karya sastra Indonesia. 4. Memperkaya bidang ilmu sastra dan membuka peluang untuk
penelitian-penelitian berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Metode dan Teknik Penelitian
1.4.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari novel, yaitu : Judul
: Jejak Gelisah Karya
: Akhmad Sekhu Penerbit
: PT. Grasindo Tebal Buku
: 225 halaman Ukuran Buku
: 20 x 14 cm Cetakan
: Pertama Tahun
: 2005 Warna Sampul
: Perpaduan warna cokelat muda, merah maron, dan hitam. Gambar Sampul
: Gambar seorang lelaki dan perempuan terbang menuju atap rumah, berlatar belakang matahari terbenam senja.
Bahagian bawah terdapat nama pengarang Akhmad Sekhu dan judul novel Jejak Gelisah.
Desain Sampul : Hagung Sihag
Data dikumpulkan dengan menggunakan metode membaca heuristik dan hermeneutik. Menurut Pradopo 2001:84,
Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktural kebahasaannya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi
sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua
atau berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang atau retroaktif sesudah pembacaan heuristik
dengan memberikan konvensi sastranya.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, Pradopo 2001:84 juga menjelaskan, “metode membaca heuristik pada cerita rekaan atau novel merupakan metode pembacaan berdasarkan tata
bahasa ceritanya yaitu pembacaan novel dari awal sampai dengan akhir secara berurutan”. Cerita yang memiliki alur sorot balik dapat dibaca secara alur lurus.
Hal ini dipermudah dengan dibuatnya sinopsis cerita dari novel yang dibaca tersebut. Pembacaan heuristik itu adalah penerangan kepada bagian-bagian cerita
secara berurutan. Hasil pembacaan heuristik terhadap novel JG menghasilkan sinopsis cerita
sebagai berikut. Novel ini mengisahkan tentang perjuangan cinta seorang pemuda desa, dia adalah Gilang. Gilang tinggal bersama kedua orangtuanya yaitu Pak
Santosa dan Emak Citra, adik perempuannya Fitri, dan Mbok Tijah. Di samping itu, kisah ini diwarnai oleh kisah-kisah mistis yang masih dipercayai oleh
penduduk desa daerah Gunung Kidul. Salah satunya adalah mitos tentang pulung gantung.
Gilang mempunyai seorang kekasih bernama Mayang. Mayang adalah putri dari Jeng Utari. Hubungan Gilang dan Mayang tidak disetujui oleh ibu Mayang,
alasannya karena Mayang berasal dari keturunan ningrat sedangkan Gilang hanya seorang anak petani biasa. Akhirnya, Gilang dan Mayang berhubungan secara
sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan orang tuanya. Setiap hendak bertemu mereka harus berjuang naik ke atas pohon dan sampai di atap rumah. Malam itu
Mayang melihat ada bola api berekor panjang yang berjalan di angkasa dari satu titik ke titik yang lain biasanya disebut pulung gantung yang melesat dan
dipercaya sebagai pembawa bencana menuju arah rumah Gilang. Hal tersebut merupakan suatu pertanda akan adanya kematian yang tidak wajar, tetapi Gilang
Universitas Sumatera Utara
tidak pernah percaya dengan hal yang seperti itu. Malam setelah Gilang bertemu dengan Mayang, desa Wiwitan gempar karena peristiwa gantung diri pulung
gantung peristiwa gantung diri yang dipercaya penyebabnya adalah pulung gantung yang jatuh ke arah rumah korban dan yang menjadi korban adalah ayah
Gilang, Pak Santosa. Pak Santosa mati bunuh diri dengan menggunakan tali sebagai pengikat dilehernya.Ternyata bola api itu ataupun yang biasa disebut
pulung gantung benar telah membawa kesialan bagi keluarga Gilang. Sejak itu Gilang dikenal sebagai anak korban pulung gantung. Setelah kematian ayahnya
Gilang hijrah ke Jakarta, dia kuliah di sana dan tinggal bersama Pakdenya Ardi, tetapi hanya bertahan sebentar dan Gilang lebih memilih untuk hidup mandiri dan
tinggal di rumah kos. Di kota, Gilang mempunyai sahabat dan mereka adalah Chocky, Gondho, Nana dan Hesti. Nana adalah seorang perempuan yang menaruh
hati pada Gilang sejak pandangan pertama. Gilang bekerja membanting tulang untuk membiayai kuliah, kos, dan biaya hidup sehari-hari. Namun, itu semua
tidak sebanding dengan penghasilan Gilang yang bekerja paruh waktu. Akhirnya, kuliah Gilang berantakan dan ia pun pulang ke desanya.
Sementara itu di desa, Mayang kekasihnya Gilang telah dijodohkan Jeng Utari dengan Tony. Dia adalah anak seorang rentenir di desa tersebut, ibu Mayang
bangkrut bisnisnya dan berhutang banyak pada Pak Drajat. Sesampainya Gilang di desa, ia membuat janji untuk bertemu dengan Mayang melalui Jarot sepupu
Mayang, meskipun pertemuan tersebut sempat gagal yang pertama dan akhirnya mereka bisa juga bertemu dan seperti biasa di atap rumah. Pertemuan malam itu
sudah sangat lama dinantikan baik oleh Mayang maupun Gilang. Di sana mereka melepas rindu karena telah lama tidak bertemu.
Universitas Sumatera Utara
Ketika malam Gilang dan Mayang pacaran di atap rumah, mereka tidak menyadari bahwa ibu Mayang sedang gelisah di bawah sana dan pikirannya kacau
dengan segala permasalahan yang dihadapinya. Jeng Utari stres berat. Esok harinya desa Wiwitan digemparkan dengan peristiwa gantung diri dan juga
dikarenakan pulung gantung untuk kedua kalinya dan korbannya adalah ibu Mayang, Jeng Utari. Mayang tidak menyangka kejadian ini akan menimpa
dirinya. Beberapa hari sebelumnya, rumah Jeng Utari kejatuhan pulung gantung. Bola api yang melesat jatuh tepat ke arah rumah Jeng Utari. Ibu Mayang bunuh
diri dengan menggunakan setagen tali pengikat pinggang yang biasa digunakannya. Tinggallah Mayang hidup sebatangkara, hanya ditemani oleh
sepupunya Jarot. Rumah Jeng Utari telah dikuasai Tony dan Mayang sendiri terusir dari rumahnya. Sebelum kejadian yang menimpa ibunya, Mayang telah
mengembalikan cincin pertunangan kepada ayah Tony, Pak Drajat. Setelah kejadian itu, untuk sementara Mayang tinggal di rumah Gilang. Teman-teman
Gilang turut berduka cita atas kematian ibu Mayang, terutama Nana yang sangat mencintai Gilang. Ia sudah bisa menerima kalau Gilang telah mempunyai seorang
Mayang yang sangat dicintainya, Nana pun mengalah. Nana mempunyai sahabat baru yaitu Mayang.
Teman-teman Gilang turut serta membantu Mayang, khususnya Nana. Nana meminta bantuan kepada ayahnya, Pak Darmadi untuk datang ke daerah Gunung
Kidul dan menyelesaikan semua permasalahan yang sedang dihadapi Mayang. Gilang sempat bertengkar dengan Tony karena Tony menuduh Gilang menculik
Mayang calon istrinya dan akhirnya Gilang ditahan di kantor polisi malam itu
Universitas Sumatera Utara
juga. Di sel, Gilang sempat dicelakai oleh orang suruhan Tony, tetapi untungnya cepat ketahuan sipir penjara dan perusuh itu pun dipindahkan selnya.
Kedatangan Pak Darmadi yang pada akhirnya dapat menyelesaikan segala permasalahan, tidak hanya pada Mayang, tetapi juga masalah yang selama ini
mengganggu desa Wiwitan daerah Gunung Kidul. Gilang pun bebas, sementara itu Tony ditangkap polisi dan dibawa ke rumah tahanan karena selama ini dia
adalah biang perusuh juga perusak pemuda di kampung tersebut. Tony adalah pengguna sekaligus pengedar narkoba di desa Wiwitan. Desa Wiwitan selama ini
bermasalah dengan koperasinya, untuk itu Jarot sebagai wakil dari pemuda setempat ikut membangun desa tersebut dengan bantuan Pak Darmadi. Kesulitan
ekonomilah yang sebenarnya menjadi permasalahan di desa Wiwitan. Lepas dari semua permasalahan itu, Pak Darmadi mengangkat Mayang sebagai anaknya dan
Mayang menjadi saudara perempuan Nana. Begitu juga dengan Gilang, Gilang kembali ke Jakarta untuk meneruskan kuliahnya di sana dan untuk melupakan
segala peristiwa yang telah dialaminya. Khususnya mengenai pulung gantung. Akhirnya Gilang dan Mayang pun bersatu, sangat berat perjuangan cinta
mereka. Mereka berdua adalah anak korban pulung gantung. Lain halnya dengan Penduduk desa Wiwitan daerah Gunung Kidul, sebagian besar masih percaya
dengan adanya mitos pulung gantung yang menjadi pembawa bencana bagi mereka, meskipun sebenarnya bahwa kesulitan ekonomi yang melanda kehidupan
di desa itu. Metode membaca heuristik harus diulang kembali dengan bacaan retroaktif
dan ditafsirkan secara hermeneutik sehingga pada sistem semiotik tingkat kedua
Universitas Sumatera Utara
isi cerita rekaan atau novel dapat memberikan pemahaman serta penafsiran makna cerita keseluruhan dari novel yang dibahas.
Selanjutnya penafsiran tersebut dicatat pada kartu data. Ukuran kartu data adalah 10 x 15 cm. Penafsiran tersebut dicatat berdasarkan masalah yang
berhubungan dengan deskripsi mitos pulung gantung dalam novel JG pada kartu data yang berbeda.
1.4.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Data dianalisis dengan mendeskripsikan data yang sudah dicatat pada kartu data sesuai dengan masalah yang ditawarkan. Pendeskripsian dilakukan
dengan penggambaran mitos pulung gantung yang terdapat dalam novel JG.
1.5 Landasan Teori
Pada sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang
digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Landasan teori yang dipergunakan untuk mengkaji novel JG dalam
penelitian ini adalah teori mitos. Kata mitos hampir sama pengertiannya dengan mite. Mitos merupakan kata sifat sedangkan mite merupakan kata benda. Mitos
adalah sifat dari mite. “Mite pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk
topografi, gejala alam, dan sebagainya. Mite juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, kisah perang
mereka, dan sebagainya” Bascom dalam Danandjaya, 1965b: 4-5.
Universitas Sumatera Utara
Mite di Indonesia dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan tempat asalnya, yakni: yang asli Indonesia dan yang berasal dari luar negeri pun pada
umumnya sudah menglami pengolahan lebih lanjut, sehingga tidak terasa lagi keasingannya. Hal ini disebabkan mereka telah mengalami yang oleh Robert
Redfield et al disebut sebagai proses adaptasi adaption 1963: 152. M. V. Moens-Zorab dalam Danandjaya, 1925: 52 tepat sekali sewaktu mengatakan
bahwa, “orang Jawa bukan saja telah mengambil alih mite-mite India, melainkan juga telah mengadopsi dewa-dewa serta pahlawan-pahlawan Hindu sebagai dewa
dan pahlawan Jawa. Bahkan orang Jawa pun percaya bahwa mite-mite itu yang berasal dari eps Ramayana dan Mahabarata terjadi di Pulau Jawa dan bukan di
India” Zorab dalam Danandjaya, 1925: 258-266. Di Jawa Timur misalnya, ada Gunung Semeru yang dianggap oleh orang Jawa maupun orang Bali sebagai
gunung suci Mahameru, atau sedikitnya puncak Gunung Mahameru yang dipindahkan dari India ke Pulau Jawa.
Mite Indonesia biasanya menceritakan terjadinya alam semesta cosmogony, terjadinya susunan para dewa, dunia dewata pantheon, terjadinya
manusia pertama dan tokoh pembawa kebudayaan culture hero, terjadinya makanan pokok, seperti beras dan sebagainya, untuk pertama kali. Banyak artikel
dan beberapa buku telah ditulis orang mengenai mite Indonesia, namun karangan- karangan itu sudah ditulis lama sekali. Mengenai kosmoni orang Jawa misalnya
ada karangan H. Kern dalam Danandjaya, 1925: 52 yang berjudul “Een Oud- Javaansche Cosmogonie Kosmogoni Jawa Kuno” 1887. Dalam karangan ini
Kern juga menganggap bahwa kosmogoni Jawa sangat kuat dipengaruhi oleh Kosmogoni Hindu.
Universitas Sumatera Utara
“Mite adalah cerita yang mempunyai latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak
mengandung hal-hal yang ajaib, dan umumnya ditokohi oleh dewa” Kridalaksana, 2002: 749.
Pengertian antara mite dan mitos berbeda satu sama lain. “Mitos adalah cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung
penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib” Kridalaksana,
2002: 749. Lain halnya dengan pengertian memitoskan. “Memitoskan adalah mengeramatkan, mengagungkan secara berlebih-lebihan tentang pahlawan, benda,
dan sebagainya; menjadikan mitos; mendewakan; kecenderungan seseorang perlu dicegah. Sedangkan pemitosan yaitu cara, perbuatan menjadikan mitos,
pendewaan” Kridalaksana, 2002: 749. Jelaslah bahwa pada penelitian ini lebih membicarakan kepada bagaimana memitoskan pulung gantung yang terdapat
dalam novel JG tersebut. Hartoko 1986: 88 menyebutkan, “Mitos berasal dari bahasa Yunani yaitu
mythos yang artinya adalah kata yang diucapkan. Pengertian kata mitos secara keseluruhan adalah cerita mengenai dewa-dewa, pahlawan-pahlawan dari zaman
baheula. Lewat tradisi lisan yang panjang akhirnya mengendap dalam berbagai macam jenis sastra.”
Sudjiman ed. 1984;50 memberikan pengertian mitos yakni, “Cerita rakyat legendaris atau tradisional, biasanya bertokoh makhluk yang luar biasa dan
mengisahkan peristiwa-peristiwa yang tidak dijelaskan secara rasional, seperti terjadinya sesuatu.”
Universitas Sumatera Utara
Jika diperhatikan uraian atau pengertian tentang mitos yang dikemukakan oleh para ahli seperti hal tersebut di atas, maka dapat diperoleh suatu pengertian
secara umum mengenai mitos yaitu cerita suci yang dalam bentuk simbolis mengisahkan serangkaian peristiwa nyata dan imajiner tentang asal-usul dan
perubahan-perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan-kekuatan adikodrati, manusia, pahlawan, dan masyarakat. Dengan demikian, mitos
membenarkan berbagai cara tindakan masa sekarang dalam kebudayaan tertentu, menimbulkan kepercayaan bersama, dan memperkokoh rasa kebersamaan dalam
kelompok. Darma 1983:92 memberikan pula pandangannya tentang keterkaitan
antara mitos dengan karya sastra. Disebutkan bahwa, mitos sifatnya tidak logis dan mengungkapkan dunia yang aneh. Dalam karya sastra terdapat pula ciri atau
sifat mitos itu. Sehingga melalui karya sastra dapat dilihat dan diketahui bentuk- bentuk mitos yang ada.
Dari berbagai uraian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, tampaklah bahwa antara karya sastra dengan mitos terdapat keterkaitan
hubungan yang erat. Membicarakan sebuah karya sastra, berarti sudah pula turut membicarakan mitos itu sendiri. Keduanya adalah dua sisi yang saling
berhubungan. Pada sisi lain kehidupan manusia telah dipenuhi oleh mitos, sehingga karya sastra mengandung pula mitos itu. Untuk itulah novel sebagai
suatu bentuk karya sastra berdampingan secara erat dengan mitos. Menurut Levi Strauss 2001:80, “Mitos berada dalam dua waktu
sekaligus, yaitu waktu yang bisa berbalik dan waktu yang tidak bisa berbalik.” Mitos disampaikan melalui bahasa dan mengandung pesan-pesan. Pesan-pesan
Universitas Sumatera Utara
dalam sebuah mitos diketahui lewat proses penceritaannya, seperti halnya pesan- pesan yang disampaikan lewat bahasa diketahui dari pengucapannya. yaitu waktu
yang bisa berbalik, dan waktu yang tidak bisa berbalik. Ini terlihat misalnya dari fakta bahwa mitos selalu menunjuk ke peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa
lampau. Di lain pihak, pola-pola khas dari mitos merupakan ciri yang membuat mitos dapat tetap relevan dan operasional dalam konteks yang ada sekarang. Pola-
pola tertentu yang diungkapkan mitos, yang dideskripsikan oleh mitos tidak terikat pada waktu. Pola-pola ini menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu,
namun sekaligus juga dapat menjelaskan apa yang tengah terjadi sekarang, dan apa yang akan terjadi di masa mendatang.
Dalam mitos ditemukan sebuah kontradiksi yang menarik. Banyak peristiwa dalam mitos yang tidak mungkin dan tidak akan kita percayai terjadinya
dalam kenyataan sehari-hari. Segala sesuatu memang mungkin terjadi dalam mitos. Mulai dari yang masuk akal, setengah masuk akal, sampai hal-hal yang
tidak masuk akal sama sekali, semuanya bisa kita temukan dalam mitos. Oleh karena itu, seringkali kita merasa bahwa tampaknya tidak ada logika sama sekali
dalam mitos-mitos tersebut. Ciri apapun dapat muncul pada diri tokoh-tokoh mitis mythical figures di situ dan relasi apapun bisa terjadi di antara mereka. Dalam
mitos tidak ada yang tidak mungkin. Oleh sebab itulah, penulis memilih pendekatan teori mitos dalam
penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB II DESKRIPSI MITOS PULUNG GANTUNG DALAM NOVEL
JEJAK GELISAH
2.1 Mitos Pulung Gantung di Gunung Kidul
Pakar ilmiah menyimpulkan bahwa gantung diri itu karena faktor kesulitan ekonomi. Akan tetapi bagi warga Gunung Kidul, gantung diri itu seolah-olah
kodrat, nasib, ataupun suratan takdir yang tidak dapat dielakkan. Di sana ada istilah “pulung gantung”. Pulung itu sendiri bisa diartikan sebagai wahyu.
Seperti pada pemilihan lurah, di sana ada istilah pulung juga. Bedanya, pulung untuk calon lurah terpilih itu berupa cahaya biru dari langit yang jatuh ke
tempat calon lurah dan kemudian memang akhirnya memenangkan pemilihan lurah. Sementara, pulung gantung berupa cahaya bola api berwarna merah api-
lebih kecil daripada bola voli yang jatuh ke rumah calon korban. http:www.betaufo.orangotherpulung.html
Orang Gunung Kidul percaya penghuni rumah yang didatangi pulung gantung itu akan melakukan bunuh diri dengan cara gantung diri. Adapun salah
satu kisah nyata seseorang terhadap mitos pulung gantung. Ia adalah Amiruddin, warga Dusun Jlantir, Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo, Gunung Kidul, Kamis
213. Ia berkisah, sewaktu ia kecil kepercayaan terhadap pulung gantung itu hidup di tengah masyarakat. Ia sendiri pernah menyaksikan adanya cahaya merah
dari langit dan terbang sekitar 50 meter dari atas tanah menuju salah satu rumah di kampungnya. Dan warga sekitar percaya bahwa itulah pulung gantung.
Amiruddin juga berkisah bahwa, ada saudara jauhnya yang berkali-kali mencoba bunuh diri dengan berbagai macam cara. Pernah ia sengaja memakan buah
Universitas Sumatera Utara