Rumusan Masalah Tujuan penelitian Manfaat Penelitian Definisi Partai Politik

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari penjelasan yang telah dikemukakan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pengaruh keputusan Panitia Khusus Bank Century terhadap kelanjutan koalisi Partai Demokrat dengan Partai Keadilan Sejahtera ?

1.3 Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh keputusan Pansus Century terhadap kelanjutan koalisi partai Demokrat dan PKS 2. Untuk mengetahui bagaimana sikap Partai Demokrat terhadap rekan koalisinya, dalam hal ini dikhususkan kepada PKS saja.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Kita dapat mengetahui pengaruh keputusan Pansus Century terhadap kelanjutan koalisi partai Demokrat dan PKS 2. Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan solusi dalam permasalahan koalisi, khususnya koalisi partai Demokrat dan PKS. 3. Sebagai bahan masukan terhadap kajian ilmiah yang berkaitan tentang pemerintahan dan lobi politik. Universitas Sumatera Utara

1.5 Kerangka Teori

Bagian ini merupakan unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena pada bagian ini peneliti mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi dalam buku Metode Penelitian Sosial mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi, dan preposisi, untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 2

1.5.1. Koalisi

Wacana koalisi bukanlah barang baru dalam perpolitikan Indonesia, tahun 1999, pernah terbentuk Poros Tengah, hasil koalisi beberapa partai politik yang dimotori PAN dan PPP. Koalisi ini secara fenomenal sukses menaikkan Abdurahman Wahid sebagai presiden pertama era reformasi. Namun usia kemassifan dan kesolidan Poros Tengah ternyata hanya seumur jagung. Kemudian tahun 2004 terbentuk Koalisi Kebangsaan untuk mendukung pasangan calon presiden capres dan calon wakil presiden cawapres Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi dan Koalisi Kerakyatan untuk mendukung pasangan capres dan cawapres Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Tetapi, kedua koalisi ini pun dalam perkembangannya tidaklah solid dan massif bahkan cenderung mencair. 2 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Sosial. Jakarta : LP3ES, 1998, hal 37 Universitas Sumatera Utara Qodari dalam bukunya mengemukakan ada empat hukum koalisi Capres dan Cawapres 3 Dalam hal platform ekonomi, hampir semua partai besar punya platform yang sama: dalam retorika menekankan ekonomi kerakyatan, tapi dalam praktek melaksanakan kebijakan-kebijakan ekonomi pasar. Karena itu, platform ekonomi belum menjadi faktor yang menentukan kenapa dua partai atau lebih membangun sebuah koalisi, sementara partai lainnya tidak bergabung dengan koalisi tersebut. Dalam hal platform keagamaan, ada partai yang menekankan mendesaknya keterlibatan negara dalam menegakkan syariat Islam bagi kehidupan publik, seperti PBB, PKS, dan PPP, dan ada pula yang tidak demikian, seperti PDI-P, . Pertama, Calon dari partai dengan perolehan kursi atau persentase suara lebih besar akan menjadi capres dan calon dari wakil harus puas dengan posisi calon wapres. Kedua, Tiap partai dan calon akan berusaha berkoalisi dengan partai dan calon lain yang punya perolehan kursi yang signifikan di legislatif. Itu adalah koalisi yang berusaha mengupayakan penguatan kaki di DPR. Penguatan diperlukan untuk menjamin dukungan politik terhadap pembuatan kebijakan pemerintah. Ketiga, Partai dan calon akan mencari partai yang lebih tinggi popularitas individualnya. Keempat, Partai dan calon akan berkoalisi dengan partai dan calon lain yang dekat idiologi dan flatformnya.Meski ada kebutuhan menciptakan pasangan yang mewakili spektrum idiologis atau demografis.Terjadinya koalisi dimungkinkan oleh banyak faktor, di antaranya karena adanya kesamaan platform di antara partai yang akan berkoalisi tersebut. Platform yang dimaksud termasuk dalam masalah agama dan ekonomi. 3 Denny, Napak Tilas Reformasi Politik Indonesia Jakarta:LKIS. 2004. hal.109 Universitas Sumatera Utara Partai Golkar, PKB, dan PAN. Untuk sederhananya, kelompok yang pertama adalah partai Islam, sementara kelompok kedua adalah partai sekuler. Dalam dikotomi partai Islam dan partai sekuler ini, PKB dan PAN berada pada posisi yang agak kelabu. Walapun tidak berplatform Islam, sebagian besar elite dan pendukung partai ini secara historis terkait dengan organisasi Islam. Karena itu, secara kasar keduanya kadang-kadang dimasukkan ke kategori partai Islam. Kalau kesamaan platform keagamaan yang jadi dasar untuk koalisi, berarti koalisi yang mungkin adalah antara PPP, PBB, dan PKS, atau ditambah PAN dan PKB di satu sisi, dan di sisi lain PDI Perjuangan dan Partai Golkar. Dalam politik Indonesia pasca-Soeharto, koalisi yang pertama dikenal dengan nama Poros Tengah pernah terjadi dan sukses dalam pemilihan presiden di MPR tahun 1999. Waktu itu Abdurrahman Wahid sebagai calon dari Poros Tengah menang mengalahkan Megawati. Kalau benar koalisi itu didasarkan atas sentimen keagamaan, mengapa koalisi tidak terjadi antara Golkar dan PDI-P, yang sama- sama sekuler dan terancam oleh kekuatan Islam? Orang yang biasa melihat politik Indonesia dari kacamata Islam versus nasionalis-sekuler biasanya melakukan definisi ulang terhadap Golkar ketika dihadapkan dengan masalah tersebut: Golkar pasca-Soeharto adalah Golkar yang didominasi anak-anak santri, terutama yang berlatar belakang HMI. Dalam banyak hal, Golkar dan PAN tidak banyak berbeda. Karena itu, wakil-wakil Golkar di MPR tahun 1999 cenderung mendukung calon presiden dari Poros Tengah ketika dihadapkan pada pilihan antara Megawati yang nasionalis-sekuler dan Gus Dur yang berlatar belakang santri. Kalau memang faktor sentimen keislaman yang paling menentukan dalam koalisi ini, kemungkinan pola yang sama, yakni Poros Tengah plus Golkar, akan Universitas Sumatera Utara kembali terulang, karena sentimen keagamaan elite partai-partai itu sekarang pun kurang-lebih sama. Tapi kemungkinan lain juga harus dipertimbangkan. Pengertian koalisi Menurut Ensiklopedi populer politik pembangunan pancasila edisi ke IV 4 Definisi tersebut menunjukan bahwa koalisi dibentukterbentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Pendapat lain Koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing- masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. menjabarkan bahwa, koalisi berasal dari bahasa latin co- alescare, artinya tumbuh menjadi alat pengabung. Maka koalisi merupakan ikatan atau gabungan antara 2 atau beberapa negara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Atau beberapa partaifraksi dalam parlemen untuk mencapai mayoritas yang dapat mendukung pemerintah. 5 4 Ensiklopedi populer politik pembangunan pancasila edisi ke IV 1988:50 Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Hal ini menunjukan bahwa dalam pembentukan sebuah koalisi muthlak adanya unsur kepentingan juga manfaat, sebuah koalisi tidak akan terbentuk begitu saja melainkan karena adanya faktor-faktor penentu yang mendukung. Misalkan partai A berkoalisi dengan partai B, hal tersebut terjadi karena partai A bisa mengakomodir kepentingan dari partai B, demikian juga sebaliknya. Dengan kata lain terjadilah simbiosis mutualisme saling menguntungkan satu sama lain dalam hal ini kepentingan masing-masing partai yang saling berkoalisi. Selain kepentingan dan untuk tercapainya tujuan tertentu pengertian lain dari koalisi bisa juga karena untuk memperoleh perolehan suara 5 dijelaskan oleh Yudha Hariwardana dalam artikelnya Mempertanyakan Urgensi Koalisi Permanen http:www.penulislepas.comv2?p=201 Universitas Sumatera Utara yang signifikan agar dapat memenangkan pertarungan.Essensi dari sebuah koalisi adalah adanya bergabungnya beberapa orang atau kelompok yang memiliki kepentingan. Karena dalam dunia politik yang berbicara adalah kepentingan, hal tersebut diperkuat n bahwa secara teoritis, masalah koalisi sebenarnya hanya relevan dalam konteks sistem pemerintahan parlementer. 6 Koalisi merupakan penggabungan dua kekuatan atau lebih untuk menggalang kekuatan lebih besar. Tujuan koalisi yakni mempengaruhi proses politik: pembuatan undang-undang dan perebutan kekuasaan. Terciptanya koalisi sebenarnya diperuntukan hanya dalam menggalang dukungan dalam membentuk pemerintahan oleh partai pemenang pemilu, serta dibutuhkan untuk membangun dan memperkuat oposisi bagi partai-partai yang mempunyai kursi di parlemen namun tidak ikut memerintah 7 6 Haris, Syamsudin, Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. hal.43 7 Kian Gie Kwik, Kebijakan ekonomi-politik dan hilangnya nalar, Jakarta : KOMPAS Media Nusantara, 2006. Hal 127 Biasanya, koalisi lahir untuk menghadapi kekuatan besar. Tak ada kamus, di mana koalisi melumat kekuatan kecil. Bisa juga, koalisi menghadapi ketidak pastian politik, di mana risiko kalah dan tersingkir jauh lebih besar ketimbang peluang menang. Koalisi amat akrab dalam praktis partai politik. Mereka yang bersekutu diwarnai perbedaan ideologi, kultural atau atribut kelompok menjadi satu barisan setelah diikat isu bersama mengenai persamaan persepsi terhadap masalah, atau kesejajaran kepentingan. Koalisi juga bisa lahir karena adanya musuh bersama. Universitas Sumatera Utara Bahkan, seringkali kambing hitam itu menjadi kebutuhan dasar yang sengaja diciptakan sebagai alasan bersatu. Tapi, koalisi juga bisa dibangun atas dasar kepentingan politik murni, yakni untuk mendapatkan jabatan publik strategis dan kemudian membagi-baginya di antara sesama peserta koalisi. Sejarah Koalisi Di Indonesia Kehidupan partai politik di Indonesia dikenal semenjak adanya maklumat presiden tanggal 16 Oktober 1945 Nomor X, dan pada tahun tersebut banyak partai politik yang di bentuk oleh rakyat berdasarkan pada maklumat tersebut. Sebelumnya saat pemerintahan Proklamasi dibentuk, dalam susunan kabinetnya tidak terdapat dan tidak ditempati oleh orang-orang dari partai politik, walaupun telah keluar maklumat pemerintahan RI pada tanggal 3 November tahun 1945 yang menganjurkan mendirikan partai politik dalam rangka memperkuat memperjuangkan kemerdekaan. Pada saat itu kabinetnya di sebut sebagai kabinet presidensial dan dipimpin oleh seorang presiden. Dalam perjalanannya usia dari kebinet ini tidak berlangsung lama hanya 3 bulan, dari tanggal 19 Agustus 1945 sampai dengan 14 November 1945. Hal tersebut terjadi karena adanya maklumat presiden No X, juga pengaruh dari Syahrir tokoh Nasional yang sangat vocal pada saat itu yang menuntut dibentuknya kabinet parlementer.Inilah kejadian pertama dari penyimpangan terhadap UUD 1945. Mulai saat itu kabinet-kabinet ke dua dan seterusnya dijabat oleh partai-partai politik dan bertanggung jawab kepada parlemen, dan partai-partai yang memimpin kementrian dalam kabinet baik parlementer maupun presidensial pada saat itu adalah partai-partai yang yang melakukan koaliasi berkoalisi seperti ParkindoMasyumi yang berkoaliasi pada Universitas Sumatera Utara masa kabinet Syahrir I. Adapun partai yang tidak ikut berkoalisi adalah partai yang memilih jalur sebagai oposisi, Miftah Toha juga menjelaskan, Kabinet yang tersusun pada waktu itu ternyata telah dilakukan berdasarkan koalisi diantara parpol 8 Dikutip dari buku Rusadu Kartaprawira, bahwa: Setelah selesai pemilihan umum pada tahun 1955, partai-partai politik merasa mempunyai legalitas dan memperoleh kekuasaan secara formal. Sejak saat itu, dalam politik Indonesia, prtailah yang memegang kekuasaan politik; walaupun dalam kenyataan kepemimpinan politiknya dilakukan atas dasar kerjasama, aliansi, koalisi antara dua kekuatan atau lebih. . Selebihnya diantara parpol yang tidak berkoalisi memilih jalur oposisi, koalisi dan oposisi di mulai dari kabinet parlementer syahrir pertama sampai seterusnya dan kembali ke kabinet presidensial Moh.Hatta dan seterusnya 9 Oleh karena itu, perkembangan situasi Tanah Air yang rawan oleh pemberontakan. Pada tahun 1945 presiden Soekarno menganjurkan untuk membubarkan partai-partai kecil karena tidak mampu membuat konsensus pembentukan kabinet koalisi. Dari penjabaran di atas jelas terlihat bahwa istilah koalisi antar partai politik bukanlah merupakan barang baru dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Koalisi tidak muncul pertama kalinya pada saat PEMILU CapresCawapres tahun 2004 lalu, melainkan dari tahun 1945. Selanjutnya pada PEMILU 2004 saat diadakannya pemilihan presiden secara 8 Miftah Thoha, Birokrasi dan politik di Indonesia , Jakarta: LP3ES, 2003. Hal 119 9 Rusadu, Kartaprawira, Sistem Pengambilan Keputusan Demokratis Menurut Konstitusi, Bandung: Sinar Baru, 2000. Hal 19 Universitas Sumatera Utara langsung untuk pertama kalinya di Indonesia, wacana koalisi terangkat kembali, partai politik yang mengusung pasangan Capres-Cawapres adalah partai poltitik yang saling berkoalisi terlepas dari tujuan diakannya koalisi tetrsebut, apakah untuk memenangkan PEMILU, menghadapi kekuatan besar ataukah hanya kepentingan. Terlepas dari berbagai regulasi mengenai koalisi point penting terhadap masalah ini adalah sejauh mana para pemimpin bangsa sungguh-sungguh bertanggung jawab dan berpihak kepada aspirasi dan kepentingan rakyat, dan hal tersebut barangkali masih merupakan pertanyaan besar. Begitupula, kualitas demokrasi dan tata-pemerintahan mungkin masih memerlukan waktu untuk mengevaluasi dan menilainya. Apakah koalisi tersebut bersifat permanen atau masih hanya sekedar untuk kemenangan calon saja koalisi pragmatis. Kendati demikian, berbagai kecenderungan proses dan hasil pemilihan capres-cawapres, tetap merupakan bahan kajian yang menarik. Kecenderungan proses pencalonan dan koalisi antar partai dalam mengajukan kandidat atau pasangan calon adalah salah satu fenomena paling menarik Daya tarik itu tidak hanya terletak pada kecenderungan yang berbeda dengan yang terjadi melainkan juga pada pola koalisi antar partai yang cenderung berbeda dengan hasil pemilu legislatif. Partai- partai yang secara ideologis sering dipandang sangat berbeda satu sama lain bahkan bisa saling berkoalisi dalam mengajukan pasangan kandidat dalam pemilihan Capres-Cawapres. 10 10 http:www.ranahdamai.orgindex2.php?option=com_contentdo_pdf=1id=158 Universitas Sumatera Utara

1.5.2. Partai Politik

Kehadiran partai politik dalam sistem demokrasi tidak dapat yang dikelola tetapi juga kepada hangsa dan negara. Karena, organisasi partai politik yang dapat menempatkan orang-orangnya dalam jabatan-jabataii politic berarti akan menentukan kebijakan publik wing berdanipak luas, tidak hanya kepada konstituen mereka. Sehingga, kehadiran partai politik juga perlu diletakkan dalam kerangka yang lebill luas dan tidak terbatas pada kelompok ideologi mereka saja. Baik buruktinya sistem kaderisasi dan regenerasi dalam tubuh organisasi partai politik akan menentukan kualitas calon-calon pemimpin bangsa. Untuk dapat menganalisis, peran dan kontribusi partai politik dalam konteks yang lebih luas, ada baiknya kita memahami apa itu partai politik. Karenanya, penulis melakukan penelusuran referensi yang memuat definisi penting partai politilk. Tindakan ini bertujuan agar pomahaman kita tentang partai politik dapat menjadi komprehensif. Pemahaman dasar tentang apakah partai politik itu dapat memberikan kesamaan pemahaman kita tentang objek yang kita bicarakan. Pemahaman ini diperlukan karma penulis melihat perlunya usaha untuk mengembalikan fungsi dan kedudukan partai politik, di tengah-tengah kepragmatisan para politisi, agar kita tidak mudlah terbawa oleh arus populer. Untuk dapat mongetahui apabli kita sudah berada di jalur yang tepat atau tidak. ada baiknya kita nielihat kembali definisi yang benar mengenai partai politik.

a. Definisi Partai Politik

Partai politik modern seperti yang kita kenal merupakan fenomena Baru dalam sistem politik. Untuk mengetahui apa dan bagaimana partai politik beroperasi, ada baiknya kita melihat kembali literatur yang terkait dengan partai Universitas Sumatera Utara politik. Max Veber dapat dikategorikan yang dikategorikan sebagai pendiri pemikiran politik modern Brechon, 1999. Dalam bukunya yang berjudul Economic et Societe 1959 Max Weber menekankan aspek profesionalisme dalam dunia politik modern. Partai politik kemudian didefinisikan sebagai organisasi publik yang bertujutan untuk menibawa pemimpinnya berkuasa dan memungkinkan para pendukungnya politisi untuk mendapatkan keuntungan Bari dukungan tersebut. Partai politik menurut Max Weber sangat berkembang pesat di abad ke-19 karna didukung oleh legitimasi legal-rasional. Partai politik adalah organisasi yang bertujuan untuk membentuk opini publik Seilere. I993. Sebagai suatu organisasi yang khas, partai politik dilihat sebagai suatu bentuk organisasi yang berbeda dengan organisasi lain Duverger, 1976. Partai politik dilihat sebagai autonomous groups that make nominations and contest elections in the hope of eventuallY, gaining and exercise control of the personnel and policies of government Kinney Kendall, 1956. Dalam konteks ini, mereka melihat bahwa tujuan utama dibentuknya partai politik adalah mendapatkan kekuasaan dan melakukan kontrol terhadap orang-orang yang duduk dalam pemerintahan sekaligus kehijakannya. partai politik sangat terkait dengan kekuasaan, mituk membentuk dan mengontrol kebijakan publik. Selain itu, partai politik juga diharapkan independen dari pengaruh peme rintah. Hal ini tentunya menyiratkan tujuan agar partai politik bisa mangkritisi setiap kebijakan dan tidak tergantung pada pemerintah yang dikritisi. Partai politik dalam era modern dimaknai sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita- cita yang sama. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan Universitas Sumatera Utara merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. 11

b. Fungsi Partai Politik