Kajian Efektifitas Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Escherichia coli.

(1)

KAJIAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMBINASI KUNYIT,

BAWANG PUTIH DENGAN MINERAL ZINK DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA DAN RESPON IMUN

AYAM PEDAGING YANG DIINFEKSI

Escherichia coli

MURSYE NATALY REGAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Efektifitas Pemberian kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Escherichia coli

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2009

Mursye Nataly Regar


(3)

ABSTRACT

MURSYE NATALY REGAR. The Efectifity of Combination Turmeric, Garlic

with Zinc on Performance and Immune Response of Eschericia coli

Challenged Broiler. Under the supervisions of RITA MUTIA and SUS DERTHI WIDHYARI.

Poultry industrials are very important in protein supplied. Antibiotic was used to prevented and controled diseases, but it brings negatived effect to carcass. Turmeric and garlic known as herbal medicine that has active material of curcumin and allicin. This active material can improve performance, health status and immune response of broiler. Zinc oxide (ZnO) function as antioxidant and to give immune response to broiler. This experiment was conducted to study the combination of turmeric (1.5%), garlic (2.5%) with ZnO (180 ppm) in poultry diet on the performance and immune response of Escherichia coli – challenged broiler. Data were analized by using A Completely Randomized Design followed by the LSD test for any significant difference among treatments. Two hundred d.o.c unsexed were devided into five treatments and four replications, with ten chicks in each replicates. The treatments were R1 (basal diet as a negative control/ healhty chickens), R2 (basal diet as a positive control/ Escherichia coli

challenged), R3 (basal diet +1.5% turmeric powder + ZnO 180 ppm/ Escherichia coli challenged), R4 (basal diet + 2.5% garlic powder + ZnO 180 ppm/

Escherichia coli challenged), and R5 (basal diet + antibiotic/ Escherichia coli

challenged). Data were collected during 35 days, diet and water were offered ad libitum. The results of this research indicated that chickens fed basal diet + 1.5% turmeric powder + ZnO 180 ppm/ challenged Escherichia coli and chickens fed basal diet + 2.5% garlic powder +ZnO 180 ppm/ challenged Escherichia coli

showed performances better than control . The basal diet + 2.5% garlic powder +ZnO 180 ppm/challenged Escherichia coli showed the best result on immune response with improved immunoglobulin level more than antibiotic.


(4)

RINGKASAN

MURSYE NATALY REGAR. Kajian Efektifitas Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eschericia coli. Dibimbing oleh RITA MUTIA dan SUS DERTHI WIDHYARI.

Industri perunggasan sangatlah penting dalam penyediaan protein hewani. Antibiotik sering digunakan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit, tetapi antibiotik dapat menimbulkan residu dalam karkas ternak. Bawang putih dan kunyit merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki zat aktif allisin dan kurkumin . Zat aktif ini dapat digunakan untuk memperbaiki performa, status kesehatan dan meningkatkan respon imun sebagai antibakteri. Mineral Zink (ZnO) berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya tahan tubuh ternak. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian kombinasi kunyit (1.5%), garlic (2.5%) with ZnO (180 ppm) terhadap performa dan respon imun ayam pedaging yang diinfeksi Escherichia coli. Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dilanjutkan dengan uji lanjut bila terdapat perbedaan diantara perlakuan. Dua ratus ekor DOC dibagi ke dalam 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 10 ekor. Ransum perlakuan R1 (ransum basal sebagai kontrol negatif/ ayam sehat), R2 (ransum basal sebagai kontrol positif/ ayam diinfeksi Escherichia coli), R3 (ransum basal + 1.5% serbuk kunyit + ZnO 180 ppm/ ayam diinfeksi Escherichia coli), R4 (ransum basal + 2.5% serbuk bawang putih + ZnO 180 ppm/ ayam diinfeksi Escherichia coli), dan R5 (ransum basal + antibiotik/ ayam diinfeksi

Escherichia coli). Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari, ransum dan air minum diberikan ad libitum. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kombinasi kunyit 1.5% dengan ZnO 180 ppm dan kombinasi bawang putih 2.5% dengan zink 180 ppm dalam ransum mampu memperlihatkan performa dan status kesehatan yang lebih baik. Pemberian kombinasi bawang putih 2.5% dengan ZnO 180 ppm dalam ransum meningkatkan kadar imunoglobulin serum, sehingga dapat menjadi alternatif sebagai antimikroba alami dalam ransum ayam pedaging.


(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi undang-undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

KAJIAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMBINASI KUNYIT,

BAWANG PUTIH DENGAN MINERAL ZINK DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA DAN RESPON IMUN

AYAM PEDAGING YANG DIINFEKSI

Escherichia coli

MURSYE NATALY REGAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(7)

Judul Tesis : Kajian Efektifitas Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Escherichia coli.

Nama : Mursye Nataly Regar

NRP : D051060121

Disetujui, Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr Ketua

Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas pimpinan dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis yang berjudul Kajian Efektifitas Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih, dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eschericia coli.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Rita Mutia, M. Agr dan Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, M. Si sebagai pembimbing yang telah menuangkan ilmu dan pengalaman, meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama penelitian sampai penyusunan tesis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian tesis, Bapak Yunus (staf Balitro), Staf Lab. Patoklin FKH-IPB, Ibu Sri Murtini dari Bagian Mikrobiologi Medik FKH-IPB, Bapak Agus Sumantri dari Lab. Mikrobiologi FKH-IPB, Ibu Dian dari Lab. Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fapet-IPB, Staf Lab. Terpadu Dep. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fapet-IPB, Ibu Endang dari Lab. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM-IPB, dan Staf Lab. Pengujian Balai Besar Pasca Panen Cimanggu- Bogor, yang telah membantu menganalisa semua bahan penelitian.

Kepada yang terkasih kedua orang tua penulis, Max W. U Regar, S. Pd dan Sartje Ch. Kadoena, atas segala doa dan dorongannya. Kepada suamiku Yanto T. M. Rembang atas semua doa, cinta, kasih sayang, dan semangat yang diberikan, kepada saudaraku Masye A. Regar, SE atas dukungannya dan kepada mertuaku (Drs. A. Rembang dan J. A. M. Palar) serta semua keluargaku yang selalu memberikan masukan dan dorongan.

Yang terhormat Rektor UNSRAT, Dekan Fapet UNSRAT, dan seluruh staf Fapet UNSRAT, terima kasih atas dukungannya. Kepada Ir. Jola Londok, M.Si dan suami atas bantuannya dan dorongannya. Ketua Program Studi Pascasarjana PTK dan staf administrasi (Supri), rekan-rekan angkatan 2006 (Sri, Heru, Siska, Lendrawati, Anwar, Windu, Saharudin, Rantan, Diana, Darwis, Fahrul, Jarmuji, dan Ahmad) dan rekan-rekan mahasiswa pascasarjana PTK yang tidak dapat ditulis satu persatu atas persahabatan dan kebersamaan selama menempuh studi pascasarjana PTK. Sahabatku Dumasari dan Iffan atas persahabatan dan dukungannya. Teman-teman sepenelitian (Riza, Tika, Eci, Mahmud) atas kerjasama yang sangat baik selama penelitian berlangsung.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah wawasan dalam bidang nutrisi ternak.

Bogor, Oktober 2009


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 26 Desember 1980 dan merupakan putri sulung dari dua bersaudara pasangan Max W. U Regar, S. Pd dan Sartje Ch. Kadoena. Menikah dengan Yanto T. M. Rembang tahun 2006.

Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Manado tahun 1998 dan langsung melanjutkan pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado dengan mengambil jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak melalui program khusus T2 (Tumoutou), lulus tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister Sains pada program studi Ilmu Ternak Institut Pertanian Bogor tahun 2006 dengan biaya sendiri yang dilanjutkan dengan Beasiswa On Going Pendidikan Pascasarjana DIKTI selama 1 tahun.

Penulis saat ini bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) Manado sejak tahun 2005.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Kunyit (Curcuma domestika Val.) ... 4

Bawang Putih (Allium sativum) ... 7

Mineral Zink (Zn) ... 9

Escherichia coli ... 10

Antibiotik ... 12

Darah... 13

Respon Imun ... 17

Organ Dalam Ayam Pedaging ... 20

BAHAN DAN METODE ... 23

Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Materi Penelitian ... 23

Metode Penelitian ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Performa Ayam Pedaging ... 35

Bobot Badan Akhir, Bobot Karkas, Bobot Organ Dalam ... 40

Kadar Zink Serum Ayam Pedaging ... 44

Kinerja Kesehatan Ayam Pedaging ... 46

Respon Imun Ayam Pedaging ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Struktur umum dan berat molekul IgY dan IgG ... 20

2 Komposisi ransum penelitian ... 25

3 Komposisi kimia kunyit ... 26

4 Komposisi kimia bawang putih ... 26

5 Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum sebelum dan sesudah infeksi E. coli ... 35

6 Bobot badan akhir, bobot karkas dan persentase bobot organ dalam ayam pedaging selama 35 hari ... 40

7 Kadar zink dalam serum ayam pedaging yang diinfeksi E. coli ... 45

8 Jumlah leukosit, eritrosit, hemaglobin dan hematokrit ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli ... 46

9 Kadar total protein, albumin, globulin, rasio A/G, dan imunoglobulin serum ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli ... 58


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Pertambahan bobot badan sebelum dan sesudah ayam pedaging

diinfeksi E. coli ... 38

2 Konversi ransum sebelum dan sesudah ayam pedaging diinfeksi E. coli ... 39

3 Kadar zink serum sebelum dan sesudah infeksi E. coli ... 45

4 Total leukosit ayam pedaging sebelum dan sesudah diinfeksi E. coli ... 47

5 Kadar hemoglobin sebelum dan sesudah infeksi E. coli ... 50

6 Kadar hematokrit sebelum dan sesudah infeksi E. coli ... 51

7 Kadar total protein sebelum dan sesudah infeksi E. coli ... 53

8 Kadar globulin sebelum dan sesudah infeksi E. coli ... 55


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis ragam konsumsi ransum ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 68 2 Analisis ragam konsumsi ransum ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 68 3 Analisis ragam pertambahan bobot badan ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 69 4 Analisis ragam pertambahan bobot badan ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 70 5 Analisis ragam konversi ransum ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 72 6 Analisis ragam konversi ransum ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 73 7 Analisis ragam bobot badan akhir ayam pedaging selama 35 hari... 74 8 Analisis ragam persentase bobot karkas ayam pedaging

selama 35 hari... 75 9 Analisis ragam persentase bobot hati ayam pedaging

selama 35 hari... 75 10 Analisis ragam persentase bobot ginjal ayam pedaging

selama 35 hari... 76 11 Analisis ragam persentase bobot pankreas ayam pedaging

selama 35 hari... 77 12 Analisis ragam persentase bobot jantung ayam pedaging

selama 35 hari... 77 13 Analisis ragam persentase bobot limpa ayam pedaging

selama 35 hari... 78 14 Analisis ragam persentase bobot rempela ayam pedaging

selama 35 hari... 79 15 Analisis ragam persentase bobot usus ayam pedaging

selama 35 hari... 81 16 Analisis ragam kadar zink dalam serum ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 81 17 Analisis ragam kadar zink dalam serum ayam pedaging


(14)

18 Analisis ragam total leukosit ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 83 19 Analisis ragam total leukosit ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 84 20 Analisis ragam kadar eritrosit ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 85 21 Analisis ragam kadar eritrosit ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 86 22 Analisis ragam kadar hemoglobin ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 87 23 Analisis ragam kadar hemoglobin ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 88 24 Analisis ragam kadar hematokrit ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 90 25 Analisis ragam kadar hematokrit ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 90 26 Analisis ragam kadar total protein ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 92 27 Analisis ragam kadar total protein ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 93 28 Analisis ragam kadar albumin ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 95 29 Analisis ragam kadar albumin ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 95 30 Analisis ragam kadar globulin ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 96 31 Analisis ragam kadar globulin ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 97 32 Analisis ragam rasio A/ G ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 98 33 Analisis ragam rasio A/ G ayam pedaging

sesudah diinfeksi E. coli... 99 34 Analisis ragam kadar imunoglobulin ayam pedaging

sebelum diinfeksi E. coli ... 100 35 Analisis ragam tkadar imunoglobulin ayam pedaging


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri perunggasan merupakan salah satu industri yang cukup penting dalam penyediaan protein hewani dan merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat. Pencegahan dan pengendalian penyakit adalah salah satu kendala dalam industri perunggasan. Daya tahan tubuh ternak sangat penting peranannya dalam menangkal berbagai macam penyakit. Daya tahan erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh yang ditunjang oleh fungsi sel imun serta produksi antibodi. Sistem pertahanan yang semakin baik, sistem imun tubuh semakin tangguh melawan berbagai agen infeksi. Pakan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam peningkatan daya tahan tubuh ternak. Kecukupan zink (Zn) dalam pakan diduga berperan dalam peningkatan daya tahan tubuh. Menurut Zinc information (2008) zink sangat esensial dalam mengatur sel normal sebagai media fungsi sistem imun tubuh.

Upaya pencegahan penyakit yang telah dilakukan selain penggunaan zink dalam ransum yaitu dengan pemberian antibiotik. Penggunaan antibiotik dalam pakan ternak bertujuan sebagai pemacu pertumbuhan, untuk memperbaiki efisiensi penggunaan pakan dan pencegahan terhadap kemungkinan infeksi patogen (Solomon 1978). Antibiotik dipercaya dapat menekan pertumbuhan bakteri-bakteri patogen yang berakibat melambungnya populasi bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan (Samadi 2004).

Penggunaan antibiotik ini mulai memberikan masalah yang serius yaitu ditemukannya residu antibiotik dalam karkas ternak yang akhirnya meningkatkan prevalensi kasus penyakit infeksi yang resistan terhadap antibiotik pada manusia (Revington 2002). Rusiana dalam Samadi (2004) melaporkan dari 80 ekor broiler di Jabodetabek 85% daging broiler dan 37% hati ayam tercemar residu antibiotik

tylosin, penisilin, oxytetracycline dan kanamycin. Pelarangan penggunaan antibiotik dalam pakan ternak mulai digiatkan. Masyarakat Uni Eropa telah


(16)

menetapkan tanggal 1 Januari 2006 merupakan tonggak pemusnahan berbagai macam antibiotik.

Berbagai alternatif mulai dikembangkan untuk mencari alternatif bahan pakan tambahan yang lebih aman, antara lain melalui penggunaan enzim, probiotik, prebiotik, asam- asam organik, rempah-rempah dan ekstrak tanaman obat (Wenk 2000). Penggunaan herbal dalam pakan menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan menggunakan herbal kunyit dan bawang putih. Penggunaan herbal kunyit dan bawang putih secara tunggal telah banyak dilakukan, namun penggunaan dengan mengkombinasikan kedua herbal tersebut ditambah mineral zink belum ada penelitian yang melaporkan.

Kunyit dimanfaatkan untuk menambah cerah atau warna kuning kemerahan pada kuning telur, jika dicampurkan pada ransum ayam, dapat menghilangkan bau kotoran ayam dan menambah berat badan ayam, juga minyak atsiri kunyit bersifat antimikroba (Winarto 2003). Purwanti (2008), kombinasi serbuk kunyit 1.5% dengan zink 120 ppm cenderung memperbaiki bobot badan akhir, berat karkas, persentase karkas, lemak abdominal, persentase organ dalam, kandungan zink dalam serum, luas permukaan vili dan mukosa.

Wiryawan et al. (2005) menggunakan metode pembubukan bawang putih dengan dosis 2.5% dalam ransum dapat menurunkan koloni bakteri Salmonella typhimurium.. Suharti (2004) melaporkan pemberian serbuk bawang putih 2.5% dalam ransum dapat meningkatkan konversi ransum, meningkatkan persentase karkas, serta menurunkan koloni bakteri Salmonella typhimurium dan dapat meningkatkan kadar ?-globulin tetapi tidak mempengaruhi kadar imunoglobulin darah.

Mineral zink dalam bentuk zink inorganik mempunyai fungsi meningkatkan performan dan respon imun terhadap broiler (Ali et al. 2003). Lebih lanjut dijelaskan bahwa penelitian dengan melihat pengaruh pemberian dua level methionin (100 dan 120%) dan tiga level zink dalam bentuk ZnO (60, 120, 180 mg/kg) dan Zn-methionin (Zn-Met produk komersial, disuplementasi pada ransum kontrol sebanyak 0.36 g/kg) hasilnya menunjukkan bahwa dengan


(17)

peningkatan level zink sampai 120 mg/kg nyata meningkatkan berat badan, konversi pakan, efisiensi ekonomi dan titer antibodi.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian tentang aplikasi kombinasi kunyit, bawang putih dengan zink dalam pakan broiler terhadap performa dan sistem kekebalan (imun) tubuh. Selanjutnya, dalam penelitian ini tantangan Escherichia coli (E. coli) diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan pemberian kombinasi herbal-zink mampu menekan munculnya kasus kolibasilosis, serta kemampuannya dalam menanggulangi kejadian kolibasilosis yang merupakan salah satu penyakit bersifat fatal dan menyebabkan kematian cukup tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mempelajari pengaruh pemberian kombinasi kunyit, bawang putih dengan zink dalam ransum ayam pedaging terhadap performa.

2. Mengetahui efektifitas pemberian kombinasi kunyit, bawang putih dengan zink dalam ransum ayam pedaging terhadap respon imun.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian memberikan informasi tentang penggunaan kunyit, bawang putih, dan zink dalam fungsinya untuk memperbaiki performa dan sebagai imunostimulan.

Hipotesis Penelitian

1. Kombinasi kunyit, bawang putih dengan zink dalam ransum ayam pedaging akan memacu pertumbuhan dengan memperbaiki efisiensi penggunaan pakan. 2. Kombinasi kunyit, bawang putih dengan zink mempunyai kemampuan untuk


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kunyit (Curcuma domestika Val.)

Klasifikasi dan Morfologi

Kunyit merupakan salah satu tanaman rempah dan obat yang tumbuh sepanjang tahun. Tanaman kunyit tumbuh bercabang dan membentuk rumpun dengan tinggi 40-100 cm. Batangnya berupa batang semu yang tersusun dari pelepah daun yang terasa agak lunak. Daun kunyit berbentuk bulat telur yang memanjang hingga 10-40 cm dan melebar hingga 8-12.5 cm. Daun ini berwarna hijau pucat dan memiliki pertulangan daun yang menyirip. Ujung dan pangkal daun runcing dengan permukaan yang sedikit kasar. Kulit luar rimpang kunyit berwarna jingga kecoklatan sedangkan daging buah berwarna merah jingga kekuning-kuningan (Winarto 2003).

Curcuma longa merupakan nama latin yang asli dari kunyit, namun sejak nama tersebut menjadi nama jenis lain, Valeton mengajukan nama baru pada tahun 1918 yaitu Curcuma domestica. Curcuma longa digunakan untuk menggambarkan rimpang kunyit yang berbentuk jari (Purseglove et al. 1981).

Dalam klasifikasi tumbuhan menurut Winarto (2003), kunyit adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Curcuma


(19)

Sifat Kimia dan Fisik Kunyit

Rimpang kunyit merupakan bagian terpenting dalam pemanfaatan kunyit. Rimpang kunyit mengandung beberapa komponen kimia antara lain kurkuminoid, minyak atsiri, protein, fosfor, kalium, besi, dan vitamin C (Sumiati dan Adnyana 2004). Diantara komponen kimia tersebut, senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri merupakan komponen terpenting (Rukmana 1994).

Kurkuminoid merupakan zat pemberi warna kuning pada kunyit. Senyawa ini terdiri dari campuran senyawa-senyawa kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin. Dari ketiga senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar, yaitu sebesar 50-60% dari total kurkuminoid. Kadar total kurkuminoid sering dihitung sebagai persentase kurkumin (Sumiati dan Adnyana 2004).

Selain mengandung kurkuminoid, kunyit juga mengandung minyak atsiri. Minyak atsiri adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Beberapa senyawa penyusun minyak atsiri dalam kunyit antara lain keton sesquiterpen, turmeron, tumeon, zingiberen, felandren, sabinen, borneol, dan sineil (Wikipedia 2007).

Khasiat Kunyit

Kunyit adalah tanaman yang tidak beracun, tetapi memiliki efek farmakologis melancarkan peredaran darah, menurunkan kadar lemak, menyembuhkan nyeri dada, asma, rasa tidak enak di perut, tekanan darah tinggi, antiradang, dan antibakteri (Winarto 2003). Khasiat kurkumin lainnya menurut Hadi (1985) adalah sebagai anti inflamasi yang dapat dihubungkan dengan kortison yang dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergan. Kurkumin merangsang sekresi hormon adrenokortikoid dari korteks adrenal terutama glukokortikoid yang mempunyai efek utama pada anti inflamasi. Glukokortikoid meningkatkan jumlah leukosit polimorfonuklear karena mempercepat masuknya sel-sel tersebut dari


(20)

dari sumsum tulang ke dalam darah dan mengurangi kecepatan berpindahnya sel dari sirkulasi (Ganiswara 1995).

Komposisi kurkumin yang terkandung dalam kunyit berkhasiat dalam mempengaruhi nafsu makan dan memperlancar pengeluaran cairan empedu, yang pada akhirnya dapat meningkatkan aktivitas saluran pencernaan. Adanya pengaruh dari tepung rimpang kunyit secara tidak langsung berpengaruh pada konsumsi pakan dan absorbsi zat-zat makanan yang akhirnya dapat dimanifestasikan dalam bentuk produk daging (Mahmuda 2007).

Berbagai penelit ian diketahui bahwa komponen utama minyak atsiri kunyit adalah suatu alkohol dengan rumus molekul C13H18O18 yang kemudian

disebut turmenol. Kandungan minyak atsiri pada kunyit dapat mencegah keluarnya asam lambung yang berlebihan dan mengurangi peristaltik usus yang kuat (Tampubolon 1981). Selanjutnya, Rosalyn (2005) menjelaskan bahwa minyak atsiri dan kurkumin mengandung zat antibakteri yang terdapat pada gugus hidroksil fenolat, yaitu suatu sanyawa yang dapat menangkal bakteri yang merugikan dalam tubuh sehingga dapat menjaga keseimbangan populasi bakteri yang menguntungkan dalam tubuh.

Bagi dunia peternakan, kunyit yang dicampurkan baik pada ransum maupun pada minuman ayam disinyalir dapat menghilangkan bau kotoran dan menambah berat badan ayam (Winarto 2003). Selanjutnya Samarasinghe et al. (2003) mengatakan bahwa penambahan kunyit dalam ransum ayam broiler dapat memperbaiki pertumbuhan dan efisiensi pakan serta bisa digunakan sebagai alternatif penggunaan antibiotik.

Pemberian kunyit pada taraf 0.6% dalam ransum broiler memberikan hasil terbaik pada performa broiler yaitu mampu meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan broiler (Agustina 1996). Hardian (2004) melaporkan penambahan tepung kunyit dalam ransum berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan mencit umur 35 hari dengan penambahan tepung kunyit 4%.


(21)

Bawang Putih (Allium sativum)

Klasifikasi dan Morfologi

Bawang putih adalah herbal semusim berumpun yang memiliki ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam diladang- ladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari. Batang daun semu dan berwarna hijau. Bagian bawah bersiung-siung, bergabung menjadi umbi besar berwarna putih. Tiap siung terbungkus kulit tipis dan jika diiris bau sangat tajam. Daun berbentuk pita (pipih memanjang) dan berakar serabut, bunganya berwarna putih.

Menurut Rabinowitch dan Currah (2002), bawang putih memiliki taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Liliospida Ordo : Amaryllidales Family : Alliaceae Subfamily : Allioideae Genus : Alium

Spesies : Allium sativum

Kandungan Kimia

Bawang putih mengandung zat-zat kimia aktif seperti allicin, skordinin, alliil, saponin dially sulfida dan prophyl allyl sulfida, serta methilalil trisulfida

(Reynold 1982). Komponen yang terdapat dalam bawang putih diallylsulfida

60%, diallyl trisulfida 20%, alyll propil disulfida 6% dan dietil disulfida, dialyll polisulfida, alliin serta allicin dalam jumlah sedikit (Farrel 1990). Allicin yang terkandung dalam bawang putih juga kemungkinan adalah zat aktif yang berkhasiat antihelmic. Allicin tidak terbentuk pada tanaman utuh bawang putih, karena pada bawang putih utuh mengandung alliin dan enzim allinase. Apabila


(22)

bawang putih diiris atau dihancurkan maka alliin akan bereaksi dengan enzim

allianase membentuk allicin.

Sumber mineral utama yang terkandung dalam bawang putih adalah selenium dengan kandungan 70 µg/100g dalam keadaan segar dan juga mengandung mineral-mineral lain seperti kalsium, besi, magnaesium, fosfor, natrium, dan seng (Farrel 1990). Vitamin yang terdapat dalam bawang putih adalah asam askorbat, thiamin, riboflavin, niasin, asam pantothenat, dan vitamin E. Bawang putih juga mengandung saponin, sterol, flavonoid, dan ferol.

Khasiat Bawang Putih

Zat-zat kimia yang terkandung dalam bawang putih sebagian besar masuk dalam golongan minyak atsiri. Menurut Palungkun dan Budiarti (2001), allicin

adalah salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit (bersifat antibakteri). Allicin berperan ganda membunuh bakteri, yaitu bakteri gram positif maupun gram negatif karena mempunyai gugus asam amino para amino benzoat.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat efektivitas bawang putih sebagai bahan antibakteri dan antivirus. Wiryawan et al. (2005) menggunakan metode pembubukan bawang putih dengan dosis 2.5% dalam mengatasi serangan Salmonella typhimurium pada ayam pedaging. Bubuk bawang putih sebanyak 2.5% dalam ransum dapat menurunkan koloni bakteri Salmonella typhimurium. Agustina (2003), penggunaan ekstrak bawang putih dengan konsentrasi 2.5% dapat menanggulangi kecacingan pada ayam petelur. Suharti (2004) melaporkan pemberian serbuk bawang putih 2.5% dalam ransum dapat meningkatkan konversi ransum, meningkatkan persentase karkas, serta menurunkan koloni bakteri Salmonella typhimurium dan dapat meningkatkan kadar ?-globulin tetapi tidak mempengaruhi kadar imunoglobulin darah. Safitri (2004) menggunakan ekstrak air dan ekstrak etanol bawang putih dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactie, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Pada konsentrasi 20%, ekstrak air bawang putih


(23)

memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicilin 5µg terhadap bakteri

S. agalactie, S. aureus, dan E. coli.

Mineral Zink (Zn)

Zink pertama kali deketahui sebagai mineral mikro esensial sejak tahun 1939, yaitu sebagai unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan normal pada tikus yang diberi ransum defisiensi Zn (Underwood 1981). Menurut Saputra (2007), mineral zink merupakan mineral penting untuk mensintesis asam amino yang mengandung Zn (metionin, sistein, sistin). Anonim (2008c) menambahkan bahwa zink selain terbukti penting untuk daya tahan, zink juga merupakan mineral penting yang ikut membentuk lebih dari 300 enzim dan protein. Zink terlibat dalam pembelahan sel, metabolisme asam nukleat, dan pembuatan protein.

Konsentrasi Zn di dalam organ tidak konstan, bergantung pada umur, jenis kelamin, dan jumlah Zn yang dikonsumsi (Georgievskii et al. 1982). Plasma darah merupakan tempat penyimpanan Zn yang cepat dapat dimanfaatkan. Kadar Zn dalam darah utuh antara 1.5 – 3.5 mg.kg-1. Mineral Zn darah pada hewan dewasa terdistribusi dalam eritrosit (75%), serum (22%), dan leukosit (3%) (Church 1979). Zink di dalam tubuh ternak berikatan dengan protein dan jaringan tulang rangka, dan sedikit sekali yang berikatan dengan lemak (Georgievskii et al. 1982).

Zink turut membantu kerja beberapa hormon seperti hormon kesuburan dan hormon yang diproduksi oleh kelenjar di otak. Zink dapat berfungsi sebagai antioksida kuat karena mampu mencegah kerusakan sel dan menstabilkan struktur dinding sel. Zinc information (2008) menyebutkan bahwa zink sangat esensial dalam mengatur sel normal sebagai media fungsi sistem imun tubuh. Zink sangat penting untuk formasi dan aktivitas dari banyak enzim dan sel yang berperan dalam mengatur kesehatan sistem imun.

Underwood (1971) menjelaskan bahwa penyerapan mineral zink oleh ternak dan manusia sangat rendah. Kemampuan hewan untuk menyerap Zn tergantung struktur kimia dan kombinasinya. Zn dalam bentuk oksida (ZnO), karbonat (Zn CO3), dan sulfat (ZnSO4H2O) mempunyai ketersediaan yang sama


(24)

rendah, dan tempat utama absorpsi Zn pada monogastrik adalah di dalam usus halus. Absorpsi Zn dipengaruhi oleh jumlah dan imbangan mineral lain, serta kadar dan bentuk Zn dalam ransum.

Sistem imun dalam tubuh dipengaruhi oleh tingkat adanya zink dalam tubuh. Kekurangan zink yang parah melemahkan fungsi imun. Zink diperlukan bagi pengembangan dan pengaktifan T-limfosit, yaitu sejenis sel darah putih yang berfungsi untuk memerangi penyakit. Di saat suplemen zink diberikan pada individu yang memiliki zin k rendah, jumlah sel T-limfosit dalam darah meningkat dan kemampuan sel limfosit untuk memerangi infeksi meningkat. Studi menunjukkan anak-anak yang miskin dan kekurangan nutrisi di India, Afrika, Amerika Selatan dan Asia Tenggara bisa sembuh dengan lebih cepat dari penyakit diare setelah minum suplemen zink. Jumlah zink yang diberikan pada studi tersebut berkisar 4 mg per hari hingga 40 mg per hari dan diberikan dalam bentuk zink yang bervariasi (zinc acetate, zinc gluconate, atau zinc sulfate) (Anonim 2007).

Escherichia coli

Escherichia coli (E. coli) diisolasi pertama kali pada tahun 1885 oleh Buchner dan secara lengkap diuraikan oleh Theobald Escherich pada tahun 1882. Meskipun kebanyakan diantaranya nonpatogen, beberapa diantaranya menyebabkan infeksi ekstra intestinal. E. coli merupakan penghuni normal saluran pencernaan unggas. Dalam saluran pencernaan ayam normal terdapat 10-15% bakteri E. coli patogen dari keseluruhan E. coli. Dalam individu yang sama,

E. coli dalam usus tidak selalu sama dengan yang diisolasi dari jaringan lain (Anonim 2008b).

E. coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang, termasuk ke dalam family Enterobakteria. E. coli disebut juga coliform fecal karena ditemukan di dalam usus hewan dan manusia. E. coli sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz 1989). Kisaran suhu pertumbuhan E. coli

diantara 10oC-40oC sedangkan kisaran pH antara 7.0-7.5. Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas sehingga inaktif pada suhu pasteurisasi (70oC -80oC).


(25)

Bakteri ini berukuran 0.5-1.0 x 1.0-3.0 µm, bersifat motil, hidup secara anaerobic fakultatif , cenderung bersifat patogen.

E. coli yang bersifat anaerobik fakultatif pada saluran pencernaan manusia berperan penting dalam mempertahankan fisiologi usus, tetapi beberapa galur bersifat patogen dan dapat menyebabkan penyakit diare (Levine 1987). Di dalam saluran pencernaan, Soebronto (1985) menjelaskan bahwa E. coli menghasilkan endotoksin yang dapat meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit. Hal ini menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan larutan elektrolit yang berakibat kolapsnya sistem peredaran darah yang diikuti dengan stress dan kematian.

E. coli sering ditemukan pada beberapa infeksi hewan, mikroba ini dapat merupakan agensia primer maupun sekunder pada infeksi. Infeksi E. Coli yang parah menyebabkan bakteriaemia atau septikemia disebabkan oleh E. Coli yang berdaya merusak (Lay dan Hastowo 2000).

Kolibasilosis adalah penyakit yang disebabkan oleh E. coli. Kolibasilosis dapat terjadi pada semua umur ayam. Pada anak ayam sampai umur 3 minggu, kolibasilosis menyebabkan kematian dengan gejala omphalitis. Pada ayam petelur, kolibasilosis menyebabkan produksi telur turun, puncak produksi telur tidak tercapai, masa produksi telur tertunda dan mudah terinfeksi penyakit lain. Ayam yang pernah terinfeksi E. coli dapat menjadi pembawa (carrier) sehingga penyakit ini mudah kambuh di kemudian hari. Sementara, pada broiler Kolibasilosis menyebabkan kematian yang terjadi selama periode pemeliharaan dan perolehan berat badan saat panen yang rendah (Anonim 2008a).

Bakteri E. coli banyak terdapat di usus bagian belakang dan dikeluarkan dari tubuh dalam jumlah besar bersama dengan feses. Di dalam feses, bakteri ini dapat bertahan sampai beberapa minggu, tetapi tidak tahan terhadap kondisi asam, kering dan desinfektan. Bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, dapat bergerak dan tidak membentuk spora. Pada saluran pencernaan biasanya E. coli menyerang usus yang telah mengalami luka karena cacing, jamur atau koksidiosis. Kerusakan dapat dilihat berupa peradangan, penebalan dinding usus, edema dan keluar lendir bercampur darah. Ayam mengalami diare dan menurunnya kondisi tubuh secara cepat (Anonim 2008b).


(26)

Antibiotik

Antibiotik adalah komponen kimia yang diproduksi secara biologi oleh tumbuhan atau mikroorganisme, biasanya fungi, yang mempunyai sifat bakteriostatik atau bakteriosidal (Leeson and Summer 2001). Pada umumnya antibiotik digunakan sebagai pengobatan terhadap infeksi bakteri, tetapi penggunaan dalam dosis rendah dapat menimbulkan pengaruh dalam memacu pertumbuhan (growth promotor). Antibiotik yang digunakan dalam dosis rendah untuk pencegahan penyakit seperti salinomisin sodium, yang digunakan dalam pakan unggas untuk mencegah infeksi koksidia. Selain itu antibiotik dosis rendah juga digunakan untuk meningkatkan performa dan kesehatan saluran pencernaan (flavophospolipol), sedangkan antibiotik dengan konsentrasi tinggi digunakan untuk pengobatan penyakit (Border et al. 1999).

Penggunaan antibiotik yang kurang tepat pada manusia dan hewan akan menghantarkan munculnya mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target antibiotik, tetapi juga mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroorganisme target (Suharti 2004). Kadar antibiotik yang dianjurkan USDA untuk ditambahkan dalam pakan ternak sebaiknya kurang dari 200 g per ton pakan.

Colimas

Colimas adalah antibiotik untuk colibacillosis produksi PT. Mensana Aneka Satwa Jakarta, Indonesia. Colimas merupakan kombinasi dua jenis antibiotik yang senergis dalam membunnuh bakteri E.coli dan bakteri lainnya. Menghambat dua jalur siklus biosintesa bakteri sehingga efek kombinasi menjadi lebih besar. Dapat diberikan pada ayam yang sudah kebal terdadap obat-obat antibiotik dan preparat sulfa laiinya. Dua jenis antibitotik yang sinergis tersebut, yaitu trimethoprim dan sulfadiazine. Trimethoptim bekerja dengan cara menghambat reduksi dihydrofolic acid menjadi tetrahydrofolic acid yang berguna untuk pertumbuhan bakteri. Sulfadiazine menghambat kerja para amino benzoic acid (PABA).


(27)

Darah

Darah terdiri atas matriks berupa cairan yang mengikat elemen pembentuknya, yaitu plasma darah dan sel-sel darah (Jones dan Johansen 1972). Ilmupedia (2008) menjelaskan lebih lanjut, darah terdiri dari dua komponen yaitu 1) korpuskuler yang merupakan unsur padat darah yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit dan 2) plasma darah yang merupakan cairan darah. Analisis darah dapat menggunakan serum, plasma atau whole blood. Serum merupakan cairan plasma yang tidak mengandung fibrinogen dan faktor-faktor penggumpalan darah, sedangkan plasma mengandung zat antikoagulan (Frandson 1992). Darah memiliki tiga fungsi penting menurut Colville dan Bassert (2002), yaitu : sebagai sistem transportasi, regulasi, dan sistem pertahanan. Darah sebagai sistem transportasi berperan dalam mengangkut oksigen, zat makanan, dan berbagai senyawa esensial yang sangat diperlukan untuk kelangsungan sel dalam tubuh. Darah sebagai sistem regulasi berperan dalam membantu menjaga suhu tubuh (termoregulasi), menjaga keseimbangan cairan tubuh, dan menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh (homeostasis). Darah sebagai sistem pertahanan berperan dalam fagositosis dan memberikan respon imunitas. Darah memenuhi sekitar 12% dari bobot badan anak ayam yang baru menetas dan sekitar 6-8% pada ayam dewasa (Bell 2002).

Leukosit

Leukosit adalah sel darah putih yang tidak mengandung hemoglobin. Leukosit dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit mengandung granula atau butiran di dalam sitoplasma dan memberikan warna dengan pewarnaan biasa seperti pewarnaan Wright. Kelompok granulosit memiliki komponen sel darah putih yang disebut neutrofil, eosinofil, dan basofil. Kelompok agranulosit hanya memperlihatkan sejumlah komponen-konponen sel darah putih (monosit dan limfosit) (Fradson 1992).

Leukosit merupakan salah satu komponen darah yang berfungsi sebagai pertahanan non spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui


(28)

fagositosis. Fungsi primer sel darah putih adalah melindungi tubuh dari infeksi. Sel ini bekerja sama dengan erat bersama protein respon imun, imunoglobulin, dan komplemen (Mehta dan Hoffbrand 2008). Effendi (2003) menambahkan bahwa leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing.

Leukosit merupakan unit aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem pertahanan ini sebagian terbentuk di dalam sumsum tulang belakang dan sebagian lagi dalam organ limfoid termasuk kelenjar limfe dan timus. Leukosit yang telah terbentuk akan masuk ke dalam darah. Kebanyakan leukosit secara khusus diangkut menuju daerah-daerah yang mengalami peradangan (Guyton 1996). Jumlah sel leukosit bergantung dari bibit penyakit/ benda asing yang masuk tubuh. Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi (Ilmupedia 2008).

Eritrosit

Eritrosit atau sel darah merah merupakan bagian utama dari sel darah. Berbentuk bikonkaf, warna merah disebabkan oleh hemoglobin (Ilmupedia 2008). Eritrosit mengandung hemoglobin (Hb) yang dapat membawa oksigen (O2) dan

karbondioksida (CO2) (Mehta dan Hoffbrand 2008). Eritrosit unggas berbentuk

oval, berinti dan berukuran lebih besar daripada darah mamalia (Smith et al.

2000). Eritrosit berfungsi menyalurkan nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju jaringan tubuh serta membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru (Ganong 1995).

Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi menurut Meyer dan Harvey (2004), antara lain yaitu hormon eritropoietin yang berfungsi merangsang eritropoiesis dengan memicu produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang. Breazile (1971), masa hidup sel eritrosit pada ayam berkisar antara 35 – 45 hari, setelah itu sel eritrosit dihancurkan dalam sel


(29)

Hemoglobin

Hemoglobin adalah senyawa organik kompleks yang terdiri atas empat pigmen porfirin merah (heme) yang merupakan suatu derivat porfirin yang mengandung besi ditambah globin yang merupakan protein globular yang terdiri dari empat asam amino (Frandson 1992). Hemoglobin berperan penting dalam mengangkut oksigen dari paru-paru menuju ke semua jaringan tubuh hewan. Setelah sampai di jaringan oksigen dibebaskan untuk diberikan kepada sel. Karbondioksida yang dihasilkan sel akan berdifusi ke dalam darah dan dibawa kembali ke paru-paru untuk dibuang saat terjadi pernapasan.

Produksi hemoglobin dipengaruhi oleh kadar besi (Fe) dalam tubuh karena besi merupakan komponen penting dalam pembentukan molekul heme (Guyton dan Hall 1997). Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin (HbO2), dengan oksigen menempel pada Fe2+ dalam heme (Jones dan Johansen

1972). Kemampuan hemoglobin mengikat oksigen diukur sebagai kurva disosiasi hemoglobin-O2 (Mehta dan Hoffbrand 2008).

Konsentrasei hemoglobin dipengaruhi oleh umur, kedewasaan, dan jenis kelamin (Jones dan Johansen 1972). Pada berbagai jenis unggas normal, hemoglobin menempati sepertiga dari volume sel darah merah (Campbell 1995).

Hematokrit

Hematokrit menunjukkan persen volume sel darah merah dalam darah. Keadaan hematokrit sangat dipengaruhi oleh jumlah sel darah merah. Jumlah sel darah merah yang berkurang akan mempengaruhi persen volume sel darah merah dalam darah. Nilai hematokrit ini berhubungan dengan jumlah sel darah merah, nilai selalu berubah-ubah tergantung kepada faktor nutrisi dan umur. Hematokrit diperoleh dengan menambahkan antikoagulan pada sejumlah darah kemudian mensentrifugasinya dalam sebuah tabung. Sel-sel tersebut adalah sesuatu yang lebih berat dari plasma dan berada di bagian bawah pada tabung selama sentrifugasi. Hasil sentrifugasi dalam satu paket dari sel darah merah di bagian bawah tabung disebut dengan Packed Cell Volume (PCV) atau hematokrit (Cunningham 2000). Perubahan volume sel darah merah dan plasma darah yang


(30)

tidak proporsional dalam sirkulasi darah akan mengubah nilai PCV (Swenson 1984).

Plasma darah

Plasma darah terdiri dari air dan protein darah (albumin, globulin, dan fibrinogen). Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut serum darah, dalam serum terdapat antibodi. Protein dalam serum inilah yang bertindak sebagai antibodi terhadap adanya benda asing (antigen) (Ilmupedia 2008). Plasma darah berguna dalam mengatur tekanan osmotik darah sehingga dengan sendirinya jumlahnya dalam tubuh akan diatur, misalnya dengan proses ekskresi. Plasma darah juga bertugas membawa sari-sari makanan, sisa metabolisme, hasil eksresi, dan beberapa gas (Crayonpedia 2008).

Protein Plasma

Girindra (1989) menjelaskan protein plasma merupakan bagian utama plasma darah dan terdiri dari campuran yang sangat kompleks, yaitu protein sederhana dan protein konjungasi seperti glikoprotein dan berbagai bentuk lipoprotein. Tipe utama protein yang terdapat dalam plasma adalah fibrinogen, albumin dan globulin. Protein plasma berfungsi menjaga tekanan osmotik, sebagai sumber asam amino jaringan, berperan dalam transportasi lipid, bilirubin, vitamin A, D dan E, hormon tiroksin dan steroid, mineral seperti besi yang terikat pada transferin, kalsium yang diangkut oleh seruloplasmin dan albumin, tembaga dan zink yang diangkut oleh albumin (Murray et al. 2003). Protein plasma juga berperan penting mencegah terjadinya perubahan-perubahan besar dalam pH darah (sistem buffer).

Protein total plasma merupakan hasil penjumlahan albumin dan globulin. Sturkie (1954) mengatakan kadar protein total pada ayam sekitar 4.83 g/dl dengan rasio albumin-globulin sebesar 0.68. Perbandingan yang ideal antara albumin : globulin adalah 2:1. Protein total plasma yang abnormal merupakan gejala dari hipertensi, endokarditis, tuberkulosis, dan gangguan pada gastrointestinal (Prewitt


(31)

et al. 2007). Penurunan kadar protein total plasma secara drastis dapat dijumpai pada penyakit hati, kekurangan asam amino dan gastroenteritis (Girindra 1989).

Menurut Murray et al. (2003), albumin merupakan protein utama yang berada dalam plasma. Sekitar 40% dari albumin terdapat dalam plasma dan 60% lainnya ditemukan dalam ruang ekstraseluler. Albumin memiliki sejumlah fungsi. Pertama, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel. Fungsi ini erat kaitannya dengan bahan metabolism-asam lemak bebas dan bilirubuin- dan berbagai macam obat yang kurang larut dalam air tetapi harus diangkut melalui darah dari satu organ ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau dieksresi. Fungsi kedua yakni memberi tekanan osmotik di dalam kapiler. Albumin bermanfaat dalam pembentukan jaringan sel baru. Dalam ilmu kedokteran, albumin dimanfaatkan untuk mempercepat pemulihan jaringan sel tubuh yang terbelah, misalnya karena operasi, pembedahan atau luka bakar (Sariikankutuk 2009).

Frandson (1992) menjelaskan, globulin merupakan protein yang diklasifikasikan berdasarkan migrasi atau separasinya melalui elektroporosis yaitu a-1-globulin, a-2-globulin, ß-1-globulin, ß-2-globulin, dan ?-globulin. Alfa dan betaglobulin disintesis di hati, sedangkan gammaglobulin disintesis oleh sel plasma dan limfosit pada saat sel-sel ini dirangsang oleh antigen. Gammaglobulin berperan sebagai antibodi yang dikenal sebagai imunoglobulin (Ig). Imunoglobulin terdiri atas IgM, IgG, IgA, IgD dan IgE. IgG merupakan komponen antibodi paling utama dalam respon sekunder (Murray et al. 2003).

Respon Imun

Tubuh manusia maupun hewan memiliki sistem pertahanan untuk melindungi dari benda asing dan mikroorganisme patogen yang masuk ke dalam tubuh, dikenal sebagai sistem imun. Ening (2000) menyebutkan sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun terbagi atas sistem imun non-spesifik


(32)

dan spesifik (Roitt 1994). Kedua sistem imun tersebut bekerja sama dalam mengeliminasi benda asing dari dalam tubuh. Sistem imun non-spesifik telah ada dan berfungsi sejak lahir. Sistem ini merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, serta dapat langsung memberikan respon terhadap antigen. Sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen sebelum dapat memberikan respon.

Apabila tubuh terinfeksi dengan bakteri E. coli maka tubuh akan mengenali bakteri tersebut sebagai benda asing yang dikenal dengan istilah antigen. Antigen adalah bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh dan merangsang respon imun yang khas. Respon imun yang dihasilkan disebut sebagai antibodi yang beredar di dalam aliran darah. Tizard (1987) menjelaskan bahwa antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai akibat reaksi antara limfosot B peka- antigen dengan antigen khusus. Antibodi memiliki kemampuan berkaitan khusus dengan antigen serta mempercepat proses penghancuran antigen tersebut. Imunoglobulin adalah protein yang mempunyai aktivitas antibodi maupun beberapa protein yang mempunyai struktur imunoglobulin yang khas tetapi tidak memiliki aktivitas antibodi. Protein globulin yang banyak mengandung antibodi dikenal dengan istilah imunoglobulin (yang dapat disingkat Ig).

Tubuh akan mengerahkan elemen-elemen sistem imun untuk menghancurkan benda asing atau mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Ada tiga pertahanan yang dilakukan tubuh, yaitu :

1. Penghalang pada permukaan seperti enzim dan mucus yang secara langsung bertindak sebagai antimikroba atau menghambat penempelan mikroba.

2. Mikroba yang berhasil menembus lapisan ektoderm, maka yang akan menghadapi pertama kali adalah respon imun natural (innate immunity) yang meliputi sel-sel fagosit (neutrofil, monosit, dan makrofag) yang melepaskan media inflamasi (basofil, sel mast, dan eosinofil) dan sel natural killer (NK). Komponen molekuler yang terlibat dalam respon imun natural antara lain komplemen, protein fase akut dan sitokin.


(33)

3. Pertahanan yang ketiga adalah respon imun (acquired immunity) yang meliputi proliferasi sel B dan T peka- antigen. Sel B mengeluarkan imunoglobulin, dan sel T membantu sel B membuat antibodi dan juga membasmi patogen intraseluler dengan mengaktifkan makrofag. Respon imun natural dan dapatan bekerja bersama-sama untuk membunuh patogen (Delves dan Roitt 2004).

Respon imun terdiri dari respon imun non spesifik dan respon imun spesifik. Tanggapan pertama yang bersifat non spesifik dengan mekanisme yang stereotipik. Tubuh menyediakan berbagai enzim termasuk sistem komplemen dan interferon yang merupakan perangkat dalam mekanisme humoral. Mekanisme seluler akan melibatkan sel-sel dengan kemampuan fagosit: netrofil dan makrofag. Sistem imun spesifik dengan mekanisme humoral menggunakan antibodi yang bersifat sangat spesifik, sedangkan seluler melibatkan limfosit T (Nuraini 2009).

Imunoglobulin adalah senyawa glikoprotein yang berada di serum darah dan berbagai cairan tubuh pada semua mamalia. Beberapa imunoglobulin ini berada pada permukaan sel B, yang bertindak sebagai reseptor untuk antigen spesifik (Roitt et al. 1996). Imunoglobulin merupakan substansi pertama yang diidentifikasi sebagai molekul dalam serum dengan kemampuan untuk menetralkan sejumlah benda asing atau mikroorganisme penyebab infeksi. Imunoglobulin dalam serum manusia dibagi menjadi lima bentuk yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE (Tizard 1987).

Imunoglobulin pada Unggas

Ayam memiliki tiga kelas imunoglobulin yang dapat disamakan dengan imunoglobulin mamalia yaitu IgA, IgM, dan IgY (Carlender 2002). Imunoglobulin G (IgG) yang dihasilkan bangsa unggas dinamakan imunoglobulin Y (IgY). Secara keseluruhan struktur IgY menyerupai IgG mamalia yaitu terdapat dua rantai light (L) dan dua rantai heavy (H). Tabel 1 menunjukkan massa molekul IgY lebih besar dari IgG, rantai L IgY lebih ringan dari IgG (Sun et al.


(34)

Tabel 1 Struktur umum dan berat molekul IgY dan IgG

Aspek kajian IgY IgG Pustaka

Tipe rantai H Berat molekul (Da)

Berat molekul rantai H (Da) Berat molekul rantai L (Da)

Upsilon (?) 167.250 65.105 18.660

Gama (?) 150.000 53.000 23.000

Carlender (2000)

Sun et al. (2001); Kuby (1997)

Warr et al.(1995); Kuby (1997) Warr et al.(1995); Kuby (1997)

IgY merupakan antibodi utama yang terdapat dalam serum maupun telur ayam. IgY memiliki kelebihan untuk keperluan diagnostik, yaitu :

1. Memperkecil kemungkinan terjadinya cross reactivity IgY terhadap IgG mamalia (Song et al. 1985).

2. IgY menghilangkan aktivasi komplemen pada material serum darah sampel segar sehingga dapat mengurangi ikatan antigen dan menyebabkan hasil false negative (Schade et al. 1999).

3. IgY menghindari terjadinya reaksi dengan Rheumatoid factor (RF) dan

Human Anti-mouse IgG antibodies (HAMA) sehingga tidak terjadi kesalahan positif atau kesalahan negatif dalam pengujian imunologi (Larsson et al.

1991).

Kelemahan IgY yang harus diperhatikan adalah struktur IgY lebih kaku daripada IgG sehingga kurang efisien dalam mengendapkan antigen. IgY dapat menurunkan atau hilangnya aktivitas antibodi jika diinkubasi pada suhu 37oC dengan pH 2 (Akita et al. 1998).

Organ Dalam Ayam Pedaging

Hati merupakan organ tubuh yang mempunyai fungsi cukup kompleks. Salah satu fungsi hati adalah sebagai tempat pembentukan dan ekskresi empedu, tempat menyimpan zat hidrat arang berupa glikogen, mengatur dan mempertahankan kadar glukosa dalam darah, mengatur daya pembekuan darah, metabolisme dan sintesis protein dan lemak. Lu (1995) hati adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam


(35)

metabolisme zat makanan serta sebagai obat dan toksikan. Hati berperan dalam metabolisme lemak, besi, pembentukan darah dan menyimpan vitamin. Hati terdiri dari dua lobus besar yang sangat penting dalam pencernaan dan absorbsi adalah produksi empedu (Suprijatna et al. 2005). Hati disebut juga sebagai alat ekskresi di samping berfungsi sebagai kelenjar dalam sistem pencernaan. Hati menjadi bagian dari sistem ekskresi karena menghasilkan empedu (Ilmupedia 2008). Empedu berfungsi sebagai penetral kondisi asam dari saluran usus dan dapat mengawali pencernaan lemak dengan membentuk emulsi (Amrullah 2003). Hati juga berfungsi merombak hemoglobin menjadi bilirubin dan biliverdin, dan setelah mengalami oksidasi akan berubah menjadi urobilin yang memberi warna pada feses menjadi kekuningan pada manusia (Ilmupedia 2008). Hati sering menjadi organ sasaran karena sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal dan setelah diserap toksikan dibawa oleh vena porta ke hati. Kelainan hati yang disebabkan oleh toksik atau zat yang bersifat toksik berupa nekrosa (kematian sel hati) (Lu 1995).

Jantung pada unggas terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian kanan dan kiri. Masing-masing bagian terdiri atas atrium dan ventrikel. Akoso (1998) mendefinisikan jantung adalah organ otot yang berperan penting dalam peredaran darah. Besar ja ntung bergantung pada jenis, umur, besar dan aktivitas hewan (Ressang 1984).

Rempela atau gizzard terletak diantara proventrikulus dengan batas atas usus halus. Rempela mempunyai dua pasang otot yang kuat dan sebuah mukosa (North dan Bell 1990). Pond et al. (1995), fungsi rempela pada unggas hampir sama dengan fungsi gigi pada mamalia, bekerja untuk memperkecil ukuran partikel makanan secara fisik. Nesheim et al.(1979) menambahkan bahwa fungsi rempela adalah untuk menggiling dan menghancurkan makanan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.

Ginjal menurut Ressang (1984) adalah alat tubuh yang mempunyai daya saring dan serap kembali. Ginjal terletak di belakang paru-paru dan berjumlah dua buah (North dan Bell 1990). Fungsi utama ginjal adalah memproduksi urine, melalui proses filtrasi darah dan reabsorpsi beberapa nutrien yang kemungkinan


(36)

digunakan kembali (Suprijatna et al. 2005). Ginjal juga berfungsi mensekresikan zat-zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogen misalnya amonia dan mensekresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin yang larut dalam air; mempertahankan cairan ekstraseluler dengan jalan mengeluarkan air bila berlebihan; serta mempertahankan keseimbangan asam dan basa (Ilmupedia 2008). Ressang (1984) menyebutkan fungsi ginjal lainnya yaitu mempertahankan keseimbangan susunan darah dengan mengeluarkan zat-zat seperti air yang berlebih, garam-garam organik dan bahan-bahan asing yang terlarut dalam darah seperti pigmen darah.

Limpa merupakan organ yang komplek dengan banyak fungsi, menurut Ressang (1984) limpa berfungsi selain untuk menyimpan darah, bersama hati dan sumsum tulang belakang berperan dalam pembinasaan eritrosit-eritrosit tua, berperan dalam metabolisme nitrogen terutama dalam pembentukan asam urat serta membentuk limfos it yang berhubungan dengan pembentukan antibodi.

Pankreas terletak di antara lekukan duodenum usus halus. Amrullah (2004) menjelaskan bahwa pankreas adalah sebuah kelenjar yang mensekresikan sari cairan yang kemudian masuk ke dalam duodenum melewati saluran pankreas. Lima enzim yang disekresikan oleh pankreas adalah lipase, amilase, tripsin, nuklease, dan peptidase membantu pencernaan pati, lemak, dan protein.

Usus terbagi atas usus besar dan usus halus. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Dinding usus halus terdiri atas empat lapisan dasar yaitu mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan serosa (Contran et al.

1999). Akoso (1998) usus halus berfungsi sebagai tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan zat makanan. Selaput lendir usus halus mempunyai otot jonjot yang lembut dan menonjol seperti jari. Enzim yang disekresi oleh usus halus adalah peptidase, sukrose, maltose, laktase, dan polinukleatidase (Ensminger 1992).


(37)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kandang B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor mulai bulan Juli sampai dengan September 2008. Analisa dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu- Bogor; Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan-IPB; Laboratorium Patologi Klinik Bagian Klinik Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Bagian Mikrobiologi Medik Fakultas Kedokteran Hewan-IPB; Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.

Materi Penelitian Ternak

Penelitian ini menggunakan 200 ekor ayam broiler strain Hybro diproduksi oleh PT. Manggis Farm berumur 1 hari (day old chick).

Kandang dan Perlengkapan

Kandang yang digunakan adalah kandang litter sebanyak 20 petak berukuran 1.5 m x 1.5 m yang diisi 10 ekor ayam. Setiap petak dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum. Perlengkapan lain yang digunakan adalah timbangan, plastik ransum, tong, nomor sayap dan ember. Kapas, alkohol, spuite 3 ml, tabung reaksi, dan antikoagulan digunakan saat pengambilan sampel darah.

Perlakuan Kunyit dan Bawang Putih

Serbuk kunyit dan bawang putih diperoleh dari BALITRO Cimanggu, Bogor. Serbuk ini diperoleh melalui beberapa proses. Pertama dilakukan pencucian kunyit segar hingga bersih dari tanah yang melengket, ditiriskan kemudian diiris tipis. Bawang putih dikupas kulit luarnya lalu diiris tipis-tipis. Irisan kunyit dan bawang putih dijemur yang sebelumnya telah dilapisi


(38)

dengan plastik hitam tipis untuk kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Kunyit dan bawang putih yang telah kering digiling untuk dibuat serbuk agar mudah tercampur dengan bahan pakan dan siap digunakan.

Pakan

Pakan yang digunakan disusun berdasarkan iso-protein dan iso-energi. Pakan basal terdiri dari jagung, dedak, bungkil kedele, tepung ikan, minyak, lysin, methionin, DCP, dan premix (Tabel 2). Pakan basal yang telah disusun dicampur dengan serbuk kunyit 1.5% (Tabel 3), serbuk bawang putih 2.5% (Tabel 4), dan mineral zink dalam bentuk ZnO 180 ppm, kemudian dianalisa proksimat di laboratorium. Formula ransum perlakuan terdiri dari :

R1 = Pakan basal/ ayam sehat (kontrol negatif)

R2 = Pakan basal/ ayam diinfeksi E.coli (kontrol positif)

R3 = Pakan basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 180 ppm/ ayam diinfeksi E.coli

R4 = Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 180 ppm/ ayam diinfeksi E.coli

R5 = Pakan basal + antibiotik/ ayam diinfeksi E.coli

Penggunaan mineral zink adalah dalam bentuk ZnO (mengandung 80% Zn), mengingat ZnO tidak bersifat toksik jika digunakan dalam taraf yang relatif tinggi dan mudah didapat di pasaran dengan harga yang relatif murah.

Bakteri dan Antibiotik

Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Escherichia coli

dengan dosis 108 CFU/ml diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Antibiotik yang digunakan adalah antibiotik komersial merk Colimas® dengan dosis pengobatan selama 3 hari, diberikan dalam air minum.


(39)

Tabel 2. Komposisi ransum penelitian

Bahan Pakan

Starter Grower

R1 R2 R3 R4 R5 R1 R2 R3 R4 R5 ---%--- Jagung Dedak MinyakKelapa Tepung Ikan Bungkil Kedelai CaCO3 DCP Premiks Lysin Methionin 50 3 6 11 28 1 0.5 0.3 0.1 0.1 50 3 6 11 28 1 0.5 0.3 0.1 0.1 50 3 6 11 28 1 0.5 0.3 0.1 0.1 50 3 6 11 28 1 0.5 0.3 0.1 0.1 50 3 6 11 28 1 0.5 0.3 0.1 0.1 60 4 4 10 20 1 0.5 0.3 0.1 0.1 60 4 4 10 20 1 0.5 0.3 0.1 0.1 60 4 4 10 20 1 0.5 0.3 0.1 0.1 60 4 4 10 20 1 0.5 0.3 0.1 0.1 60 4 4 10 20 1 0.5 0.3 0.1 0.1

Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Kunyit - - 1.5 - - - - 1.5 - -

Bawang Putih - - - 2.5 - - - - 2.5 -

ZnO - - 0.018 0.018 - - - 0.018 0.018 -

Antibiotik - - - v

E. coli - - - v v v v

Zat Makanan : GE (kkal/kg)* Protein Kasar (%)* Serat Kasar (%)** Lemak Kasar (%)** Ca (%)***

P (%)*** Zink (%)***

3 842 24.62 3.21 10.21 1.80 0.72 0.005 3 842 24.62 3.21 10.21 1.80 0.72 0.005 4 044 24.38 3.11 9.46 1.32 0.62 0.017 3 985 24.35 2.73 11.15 1.90 0.61 0.015 3 842 24.62 3.21 10.21 1.80 0.72 0.005 4 086 19.80 2.68 8.32 0.25 0.73 0.0003 4 086 19.80 2.68 8.32 0.25 0.73 0.0003 3 957 19.20 2.71 6.29 0.49 0.72 0.0212 4 069 18.54 2.73 6.38 0.23 0.62 0.0179 4 086 19.80 2.68 8.32 0.25 0.73 0.0003 Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan , Fapet IPB

(2008)

** Hasil analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM-IPB (2008)

***


(40)

Tabel 3. Komposisi kimia kunyit

Komponen 1 2

Kadar Air (%) Bahan Kering (%) Abu (%)

Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Energi Bruto (kal) Kurkumin (%) Ca (%) P (%) 10.21 19.51* 6.93* 8.21* 7.5* 18.02 4 250 5.4** - - 21.65 - 12.67 9.93 5.42 5.93 4 048* 3.85** 0.059*** 0.138***

Sumber : 1 = Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet-IPB (2004) * Hasil Analisa Laboratorium Akademi Kimia Analis Bogor (2004)

** Hasil Analisa Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu-Bogor (2004) 2 = Hasil Analisa Laboratorium PAU-IPB (2008)

* Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet-IPB (2008) ** Hasil Analisa Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu-Bogor (2008) *** Hasil Analisa Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Fapet-IPB (2008)

Tabel 4. Komposisi kimia bawang putih

Komponen 1 2

Kadar Air (%) Energi (kal) Gross Energi (kkal) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Karbohidrat (%) Ca (mg) Ca (%) P (%) Fosfat (mg) Fe (mg) Na (mg) K (mg)

60.9 – 67.8 122

- 3.5 – 7

0.3 0.7 24 – 27.4

26 – 28 - - 79 – 109 1.4 – 1.5

16 – 28 346 – 377

1152 - 3 961*

18.39 0.21 1.53 - - 0.049*** 0.135*** - - - -

Sumber : 1 = Wibowo (2001)

2 = Hasil Analisa Laboratorium PAU-IPB (2008)

* Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet-IPB (2008) ** Hasil Analisa Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu-Bogor (2008) *** Hasil Analisa Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Fapet-IPB (2008)


(41)

Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian

Ayam DOC sebanyak 200 ekor ditimbang untuk mengetahui bobot awal kemudian dibagi secara acak ke dalam 5 perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 20 unit percobaan. Masing-masing unit percobaan terdiri dari 10 ekor ayam DOC.

Pemberian vaksin ND diberikan saat ayam berumur 4 hari melalui tetes mata dan pada umur 21 hari melalui mulut. Vaksin Gumboro diberikan saat ayam berumur 14 hari. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Setiap minggu dilakukan penimbangan ayam untuk mengetahui pertambahan bobot badan, dan penimbangan pakan sisa untuk mengetahui pakan yang dikonsumsi.

Pada umur 3 mingggu ayam diinfeksi dengan bakteri E .coli. Infeksi

E. coli dilakukan secara oral dengan dosis 108 CFU/ml. Antibiotik diberikan 1 hari setelah infeksi selama 3 hari.

Pengambilan darah dilakukan pada vena axillaris yang terletak di bagian bawah sayap sebelum infeksi diberikan (umur 3 minggu) dan 14 hari setelah infeksi (umur 5 minggu). Pada saat pengambilan darah menggunakan heparin sebagai antikoagulan.

Pada akhir penelitian setelah 5 minggu diambil 3 ekor ayam disetiap unit percobaan untuk dipotong, sehingga terdapat 60 ekor ayam yang dipotong. Pengamatan mortalitas setiap hari sampai akhir penelitian.

Peubah

1. Bobot badan

Penimbangan bobot badan awal dilakukan satu persatu pada waktu anak berumur tiga hari, hal ini dimaksudkan agar selama dua hari ayam diberi kesempatan untuk menyesuaikan pada keadaan lingkungan kandang. Penimbangan bobot badan berikutnya dilakukan setiap minggu sampai pada akhir minggu ke- lima.


(42)

2. Konsumsi pakan

Konsumsi pakan rataan per ekor per minggu diukur berdasarkan selisih pakan yang diberikan dengan sisa pakan setiap minggu pada setiap unit percobaan.

3. Pertambahan berat badan

Rataan pertambahan bobot badan per ekor per minggu dihitung dari rataan bobot badan per ekor pada akhir minggu dikurangi rataan bobot badan per ekor pada awal minggu. Dari rataan bobot badan per ekor yang diperoleh setiap minggu selama 5 minggu dirata-ratakan lagi menjadi rataan per minggu selama 5 minggu.

4. Konversi pakan

Konversi pakan dihitung berdasarkan perbandingan antara rataan pertambahan bobot badan dengan rataan konsumsi pakan setiap minggu

5. Bobot karkas

Bobot karkas adalah bobot tubuh setelah dipotong, dikurangi bulu, kepala, kaki, alat pencernaan, dan organ-organ tubuh bagian dalam kecuali ginjal dan paru-paru. Bobot karkas ditimbang pada akhir penelitian.

6. Persentase karkas

Persentase karkas dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup ayam broiler pada akhir penelitian dikalikan 100%.

7. Persentase bobot hati

Diperoleh dari pembagian antara bobot hati dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.

8. Persentase bobot ginjal

Diperoleh dari pembagian antara bobot ginjal dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.


(43)

9. Persentase bobot pankreas

Diperoleh dari pembagian antara bobot pankreas dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.

10.Persentase bobot empedu

Diperoleh dari pembagian antara bobot empedu dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.

11.Persentase bobot jantung

Diperoleh dari pembagian antara bobot jantung dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.

12.Persentase bobot limpa

Diperoleh dari pembagian antara bobot limpa dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100%.

13.Persentase bobot rempela

Diperoleh dari pembagian antara bobot rempela dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100%.

14.Persentase bobot usus

Usus yang sudah dibersihkan dari isinya ditimbang sebagai bobot kosong. Diperoleh dari pembagian antara bobot usus dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100%.

15.Kandungan zink dalam darah

Kandungan zink dalam darah dianalisis dengan metode AAS Prinsip Kerja AAS dalam Analisis Zink:

a) Larutan serum sampel dihisap oleh nebuliser

b) Dibakar dengan adanya gas acetyline HP (High Pure)

c) Larutan sampel tersebut diubah menjadi partikel-partikel halus


(44)

e) Absorbance sample dibandingkan dengan absorbance standard dikalikan konsentrasi standard

Pemisahan Serum

a) Sampel darah dicentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1 500 rpm b) Pemisahan serum darah merah dari sel darah merah

c) Serum disimpan dalam tube serum dan disimpan dalam freezer d) Pada minggu berikutnya, serum dari freezer divortex selama + 3 detik

Pengenceran Sampel

a) Serum sample diencerkan 10 kali pengenceran b) Pipet serum sample sebanyak 75 mikroliter (µl) c) Taruh di dalam tabung serum (efendorf)

d) Tambahkan air bebas mineral 9 kali penyaringan sebanyak 675 µl

Analisis

Pembacaan pada alat AAS

1. Pembacaan diawali dengan blanko dengan konsentrasi zink nol (0)

2. Selanjutnya diikuti dengan pembacaan larutan standar 1, 2, 3 dan 4 dengan konsentrasi zink untuk masing-mas ing larutan standard adalah 0.2, 0.4, 1, dan 2 µl/l

3. Pembacaan selanjutnya adalah pembacaan serum sample yang sudah diencerkan

Perhitungan

Untuk mengetahui kadar zink dalam plasma darah, telah dilakukan analisis dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrometer) Flame. Perhitungan konsentrasi mineral zink dalam serum darah mengikuti persamaan sebagai berikut:

absorbance sample

Konsentrasi zink = --- x konsentrasi standard absorbance standard


(45)

16.Jumlah eritrosit, leukosit, hemoglobin, dan hematokrit

Sampel darah diambil melalui vena sayap dengan menggunakan spoit yang mengandung antikoagulan untuk memperoleh whole blood, dan tanpa antikoagulan untuk memperoleh serum. Pengambilan darah dilakukan pada akhir penelitian.

a. Perhitungan Jumlah Eritrosit

Sampel darah dihisap menggunakan pipet eritrosit hingga pada tera 0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu dihisap larutan Rees dan Echer hingga tanda 101, kemudian memutar pipet dengan membentuk angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet ke kertas tisue. Setelah itu meneteskan satu tetes darah kedalam hemositometer dan jangan sampai ada udara yang masuk. Kemudian mendiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu perhitungan dapat dimulai dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Perhitungan eritrosit dalam hemocytometer, menggunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kanan bawah dan satu kotak pojok kiri bawah. Untuk membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit dapat berpatokan pada tiga baris pemisah pada kotak eritrosit serta luas kotak eritrosit yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah eritrosit diperoleh maka jumlah darah dikalikan dengan 104, untuk mengetahui jumlah erirosit dalam 1 mm3 darah ( Sastradipradja et al. 1989).

Jumlah Eritrosit per mm3 darah = a x 104 butir

b. Perhitungan Jumlah Leukosit

Sampel darah dihisap menggunakan pipet leukosit hingga pada tera 0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu dihisap larutan modifikasi Rees dan Echer hingga tanda 11. Kemudian


(46)

memutar pipet dengan angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet ke kertas tissue. Setelah itu meneteskan satu tetes kedalam hemocytometer, usahakan jangan sampai ada udara yang masuk. Setelah itu mendiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu perhitungan dapat dimulai di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Untuk menghitung leukosit dalam hemocytometer, digunakan kotak leukosit. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil perhitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit setiap 1 mm3 darah (Sasatradipradja et al. 1989).

Jumlah Leukosit per mm3 darah = b x 50 butir.

c. Perhitungan Kadar Hemoglobin

Metode yang digunakan adalah metode Sahli. Larutan HCl 0.1 N diteteskan pada tabung sahli sampai pada tera 10 atau garis batas bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai tanda tera 20 cm (0.02 ml). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan di tunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk

asam hematin. Setelah itu larutan ditambah dengan aquades dan meneteskannya sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan aquadest ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat dengan membaca tinggi permukaan cairan pada tabung sahli, dengan melihat skala jalur g%, yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah (Sastradipradja et al. 1989).

d. Perhitungan Jumlah Hematokrit

Pengisian pipa mikrokapiler dilakukan dengan memiringkan tabung yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa diisi sampai mencapai 4/5 bagian kemudian ujung pipa disumbat dengan crestaseal, kemudian pipa mikrokapiler tersebut


(47)

disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan putaran 2500 rpm. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur % volume eritrosit (lapisan merah) dari darah dengan menggunakan alat baca hematocrite reader. Uji ini dilakukan dengan duplo (Sastradipradja et al. 1989).

e. Total Protein, kadar globulin, albumin dan rasio A/G menggunakan spektrofotometer.

Preparasi serum :

Darah diambil 1ml dengan menggunakan spuit pada bagian belakang sayap ayam, lalu dibiarkan 1 jam dan disentrifuse dengan kecepatan 700 g selama 10 menit. Serum yang diperoleh disimpan pada suhu -10oC dan dicairkan kembali bila akan dianalisis.

Analisis total protein secara otomatis dengan Hitachi Protein Total dengan pereaksi biuret.

f. Imunoglobulin

Prosedur ELISA IgY :

1. Coating Plate dengan anti IgY pengeceran 1 : 5000 dengan Carbonat Bicarbonat Buffer 9.6. Volume yang dimasukkan 100 µ l. Inkubasi semalam dalam 40C.

2. Cuci dengan PBS -tween 3x dan sekali dengan PBS biasa (pH 7,2). 3. Blocking dengan menambahkan skim-PBS 5% ke dalam

masing-masing well kemudian inkubasi 370C selama 1 jam. 4. Cuci plate dengan PBS 0.5% 3x dan PBS biasa 1x.

5. Tambahkan/masukkan sample yang akan diuji pada masing-masing well sebanyak 100 µ1.

6. Inkubasi 370C selama 1 jam. 7. Cuci seperti prosedur no.4

8. Masukkan Conjugat (Anti IgY peroksidase) sebanyak 100 µ1 pada masing-masing well.


(48)

10.Cuci seperti prosedur no.4

11.Tambahkan substrat, inkubasi 15-30 menit. 12.Baca pada panjang gelombang 405.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan dengan model matematis sebagai berikut :

Yij = µ + t

i + eij i = 1, 2, 3, 4,5,6 j = 1, 2, 3, 4

Yij = Respon pengamatan satuan percobaan yang memperoleh perlakuan

ke-i dan ulangan ke-j

µ

= Rataan Umum

t

i = Pengaruh perlakuan ke- i

eij

= Pengaruh galat

Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam (SPSS versi 17.0) dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (Steel dan Torrie 1995).


(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink terhadap Performa Ayam Pedaging Sebelum dan Sesudah Infeksi E. coli

Data hasil penelitian terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum sebelum dan sesudah infeksi E. coli

Perlakuan

Konsumsi Ransum (g/ ekor)

PBB

(g/ ekor) Konversi Ransum Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

R1 1032.84

± 42.39

1249.63 ± 107.83

480.40 a ± 37.97 962.32b ±88.92 2.16b ± 0.23 1.30 ± 0.12

R2 1068.99

± 18.66 995.73 ± 250.99 689.55b ± 47.56 766.49a ± 153.48 1.55a ± 0.08 1.33 ± 0.36

R3 1107.13

± 47.62

1249.77 ± 231.42

697.06 b ± 26.22

822.99ab ± 30.30

1.59 a ± 0.05

1.52 ± 0.31

R4 1106.72

± 46.17

895.17 ± 382.57

718.36 b ± 29.30

703.74a ± 94.67

1.54 a ± 0.13

1.25 ± 0.45

R5 1099.76

± 89.10

1083.71 ± 127.02

676.79 b ± 81.42

766.34a ± 154.31

1.64 a ± 0.18

1.46 ± 0.36

Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0.05).

Sebelum : ayam berumur 1- 3 minggu belum diinfeksi E. coli

Sesudah : ayam berumur 3-5 minggu telah diinfeksi E. coli

R1(ransum basal/ kontrol negatif), R2 (ransum basal/ kontrol positif), R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5%/ infeksi E. coli), R4 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5%/ infeksi E. coli), R5 (ransum basal + antibiotik/ infeksi

E. coli).

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum sebelum diinfeksi E. coli yaitu pada umur 1-3 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P> 0.05). Kondisi ini mengindikasikan bahwa pemberian kombinasi kunyit, bawang putih dengan mineral zink tidak mempengaruhi konsumsi ransum ayam penelitian selama 3 minggu. Kisaran


(1)

ANOVA

ALBUMINpost

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .163 4 .041 1.381 .287

Within Groups .443 15 .030

Total .606 19

Lampiran 30 Analisis ragam kadar globulin sebelum infeksi

E. coli

Descriptives

GLOBULINPRE

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

R1 4 3.1250 .26300 .13150 2.7065 3.5435 2.90 3.50

R2 4 3.2750 .72744 .36372 2.1175 4.4325 2.60 4.20

R3 4 3.1500 .50000 .25000 2.3544 3.9456 2.60 3.80

R4 4 3.6000 .36515 .18257 3.0190 4.1810 3.20 4.00

R5 4 3.7750 .69462 .34731 2.6697 4.8803 3.00 4.50

Total 20 3.3850 .54895 .12275 3.1281 3.6419 2.60 4.50

ANOVA

GLOBULINPRE

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.333 4 .333 1.138 .376

Within Groups 4.392 15 .293


(2)

Lampiran 31 Analisis ragam kadar globulin sesudah infeksi

E. coli

Descriptives

GLOBULINpost

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

R1 4 3.4750 .20616 .10308 3.1470 3.8030 3.30 3.70

R2 4 2.5000 .76158 .38079 1.2882 3.7118 1.80 3.30

R3 4 2.9250 .97767 .48883 1.3693 4.4807 1.60 3.80

R4 4 2.8000 .36515 .18257 2.2190 3.3810 2.40 3.20

R5 4 3.5750 .20616 .10308 3.2470 3.9030 3.40 3.80

Total 20 3.0550 .67315 .15052 2.7400 3.3700 1.60 3.80

ANOVA

GLOBULINpost

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.347 4 .837 2.385 .098

Within Groups 5.263 15 .351


(3)

Multiple Comparisons

GLOBULINpost LSD

(I)

PERLAKUAN (J)

PERLAKUAN

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

R1 R2 .97500* .41883 .034 .0823 1.8677

R3 .55000 .41883 .209 -.3427 1.4427

R4 .67500 .41883 .128 -.2177 1.5677

R5 -.10000 .41883 .815 -.9927 .7927

R2 R1 -.97500* .41883 .034 -1.8677 -.0823

R3 -.42500 .41883 .326 -1.3177 .4677

R4 -.30000 .41883 .485 -1.1927 .5927

R5 -1.07500* .41883 .021 -1.9677 -.1823

R3 R1 -.55000 .41883 .209 -1.4427 .3427

R2 .42500 .41883 .326 -.4677 1.3177

R4 .12500 .41883 .769 -.7677 1.0177

R5 -.65000 .41883 .142 -1.5427 .2427

R4 R1 -.67500 .41883 .128 -1.5677 .2177

R2 .30000 .41883 .485 -.5927 1.1927

R3 -.12500 .41883 .769 -1.0177 .7677

R5 -.77500 .41883 .084 -1.6677 .1177

R5 R1 .10000 .41883 .815 -.7927 .9927

R2 1.07500* .41883 .021 .1823 1.9677

R3 .65000 .41883 .142 -.2427 1.5427

R4 .77500 .41883 .084 -.1177 1.6677

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 32 Analisis ragam rasio A/ G sebelum infeksi

E. coli

Descriptives

RASIOAGPRE

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

R1 4 .4500 .06532 .03266 .3461 .5539 .37 .53

R2 4 .4800 .18294 .09147 .1889 .7711 .29 .69

R3 4 .5050 .10909 .05454 .3314 .6786 .37 .62

R4 4 .4175 .06185 .03092 .3191 .5159 .35 .47

R5 4 .4275 .08958 .04479 .2850 .5700 .33 .53


(4)

ANOVA

RASIOAGPRE

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .021 4 .005 .432 .784

Within Groups .184 15 .012

Total .206 19

Lampiran 33 Analisis ragam rasio A/ G sesudah infeksi

E. coli

Descriptives

RASIOAGpost

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

R1 4 .4100 .02828 .01414 .3650 .4550 .39 .45

R2 4 .6125 .16560 .08280 .3490 .8760 .39 .78

R3 4 .5775 .29703 .14851 .1049 1.0501 .37 1.00

R4 4 .5575 .06344 .03172 .4565 .6585 .47 .62

R5 4 .4725 .06652 .03326 .3667 .5783 .41 .53

Total 20 .5260 .15968 .03571 .4513 .6007 .37 1.00

ANOVA

RASIOAGpost

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .110 4 .027 1.099 .393

Within Groups .375 15 .025


(5)

Lampiran 34 Analisis ragam kadar imunoglobulin sebelum infeksi

E. coli

Descriptives

IGGPRE

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

R1 4 76.4725 20.08625 10.04312 44.5108 108.4342 51.95 98.51 R2 4 165.0775 56.13516 28.06758 75.7539 254.4011 81.32 198.96 R3 4 122.6700 121.97255 60.98627 -71.4155 316.7555 33.16 299.02 R4 4 99.5450 76.08542 38.04271 -21.5239 220.6139 40.72 207.90 R5 4 139.6775 118.73587 59.36793 -49.2578 328.6128 62.05 315.78 Total 20 120.6885 83.95027 18.77185 81.3986 159.9784 33.16 315.78

ANOVA

IGGPRE

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 18947.976 4 4736.994 .618 .656

Within Groups 114957.343 15 7663.823

Total 133905.319 19

Lampiran 35 Analisis ragam kadar imunoglobulin sesudah infeksi

E. coli

Descriptives

IGGpost

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

R1 4 116.3570 52.23607 26.11803 33.2378 199.4762 74.92 192.87 R2 4 184.8550 85.12081 42.56040 49.4088 320.3012 82.00 290.46 R3 4 198.8178 91.80703 45.90351 52.7323 344.9032 88.88 282.20 R4 4 345.8410 70.11607 35.05803 234.2707 457.4113 260.88 425.99 R5 4 241.4538 63.56515 31.78258 140.3074 342.6001 161.88 315.16 Total 20 217.4649 101.78349 22.75948 169.8288 265.1010 74.92 425.99


(6)

ANOVA

IGGpost

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 114759.269 4 28689.817 5.243 .008

Within Groups 82078.440 15 5471.896

Total 196837.709 19

Multiple Comparisons

IGGpost LSD (I)

PERLAKUAN (J)

PERLAKUAN

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

R1 R2 -68.49800 52.30629 .210 -179.9862 42.9902

R3 -82.46075 52.30629 .136 -193.9490 29.0275 R4 -229.48400* 52.30629 .001 -340.9722 -117.9958

R5 -125.09675* 52.30629 .030 -236.5850 -13.6085

R2 R1 68.49800 52.30629 .210 -42.9902 179.9862

R3 -13.96275 52.30629 .793 -125.4510 97.5255 R4 -160.98600* 52.30629 .008 -272.4742 -49.4978

R5 -56.59875 52.30629 .296 -168.0870 54.8895

R3 R1 82.46075 52.30629 .136 -29.0275 193.9490

R2 13.96275 52.30629 .793 -97.5255 125.4510 R4 -147.02325* 52.30629 .013 -258.5115 -35.5350 R5 -42.63600 52.30629 .428 -154.1242 68.8522 R4 R1 229.48400* 52.30629 .001 117.9958 340.9722

R2 160.98600* 52.30629 .008 49.4978 272.4742

R3 147.02325* 52.30629 .013 35.5350 258.5115

R5 104.38725 52.30629 .064 -7.1010 215.8755

R5 R1 125.09675* 52.30629 .030 13.6085 236.5850

R2 56.59875 52.30629 .296 -54.8895 168.0870 R3 42.63600 52.30629 .428 -68.8522 154.1242 R4 -104.38725 52.30629 .064 -215.8755 7.1010 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.


Dokumen yang terkait

Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe dan Bawang Putih terhadap Bakteri Salmonella typhimurium serta Pengaruh Bawang Putih terhadap Performans dan Respon Imun Ayam Pedaging

0 27 78

Kajian antibakteri temulawak, jahe dan bawang putih terhadap Salmonella lyphimuriam serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging

0 4 11

Pengaruh pemberian ampas kunyit (Curcuma ransum) dalam ransum terhadap performa produksi, respon imun dan kadar kolesterol plasma darah mencit putih (Mus musculus)

0 5 58

Efek Pemberian Serbuk Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink Terhadap Protein Total, Albumin dan Globulin Pada Ayam Broiler

1 3 66

Kajian Histopatologi Hati Pada Ayam Pedaging yang Terinfeksi Penyakit Marek dan Pengaruh Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dan Zink (Zn)

0 17 72

Kajian Histopatologi Pemberian Kombinasi Herbal (Bawang Putih dan Kunyit) dengan Zink Terhadap Organ Ginjal Ayam Broiler yang Terinfeksi Virus Marek

0 10 62

Efek Pemberian Kombinasi Herbal dan Zink Terhadap Jumlah Eritrosit, Nilai Hematokrit, dan Kadar Hemoglobin Ayam Broiler yang Diinfeksi Escherichia coli

0 5 95

Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih Dan Mineral Zink terhadap Performa, Kadar Lemak, Kolesterol Dan Status Kesehatan Broiler

3 15 166

Kajian Efektifitas Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Escherichia coli

0 18 115

Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe dan Bawang Putih terhadap Salmonella lyphimuriam serta Pengaruh Bawang Putih terhadap Performans dan Respon Imun Ayam Pedaging

0 0 11