Perhitungan Jumlah Hematokrit Total Protein, kadar globulin, albumin dan rasio AG menggunakan spektrofotometer. Imunoglobulin

memutar pipet dengan angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet ke kertas tissue. Setelah itu meneteskan satu tetes kedalam hemocytometer, usahakan jangan sampai ada udara yang masuk. Setelah itu mendiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu perhitungan dapat dimulai di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Untuk menghitung leukosit dalam hemocytometer, digunakan kotak leukosit. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil perhitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit setiap 1 mm 3 darah Sasatradipradja et al. 1989. Jumlah Leukosit per mm3 darah = b x 50 butir. c. Perhitungan Kadar Hemoglobin Metode yang digunakan adalah metode Sahli. Larutan HCl 0.1 N diteteskan pada tabung sahli sampai pada tera 10 atau garis batas bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai tanda tera 20 cm 0.02 ml. Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan di tunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematin. Setelah itu larutan ditambah dengan aquades dan meneteskannya sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan aquadest ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat dengan membaca tinggi permukaan cairan pada tabung sahli, dengan melihat skala jalur g, yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah Sastradipradja et al. 1989.

d. Perhitungan Jumlah Hematokrit

Pengisian pipa mikrokapiler dilakukan dengan memiringkan tabung yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa diisi sampai mencapai 45 bagian kemudian ujung pipa disumbat dengan crestaseal, kemudian pipa mikrokapiler tersebut disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan putaran 2500 rpm. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur volume eritrosit lapisan merah dari darah dengan menggunakan alat baca hematocrite reader. Uji ini dilakukan dengan duplo Sastradipradja et al. 1989.

e. Total Protein, kadar globulin, albumin dan rasio AG menggunakan spektrofotometer.

Preparasi serum : Darah diambil 1ml dengan menggunakan spuit pada bagian belakang sayap ayam, lalu dibiarkan 1 jam dan disentrifuse dengan kecepatan 700 g selama 10 menit. Serum yang diperoleh disimpan pada suhu -10 o C dan dicairkan kembali bila akan dianalisis. Analisis total protein secara otomatis dengan Hitachi Protein Total dengan pereaksi biuret.

f. Imunoglobulin

Prosedur ELISA IgY : 1. Coating Plate dengan anti IgY pengeceran 1 : 5000 dengan Carbonat Bicarbonat Buffer 9.6. Volume yang dimasukkan 100 µ l. Inkubasi semalam dalam 4 C. 2. Cuci dengan PBS -tween 3x dan sekali dengan PBS biasa pH 7,2. 3. Blocking dengan menambahkan skim-PBS 5 ke dalam masing- masing well kemudian inkubasi 37 C selama 1 jam. 4. Cuci plate dengan PBS 0.5 3x dan PBS biasa 1x. 5. Tambahkanmasukkan sample yang akan diuji pada masing-masing well sebanyak 100 µ1. 6. Inkubasi 37 C selama 1 jam. 7. Cuci seperti prosedur no.4 8. Masukkan Conjugat Anti IgY peroksidase sebanyak 100 µ1 pada masing-masing well. 9. Inkubasi selama 1 jam 37 C. 10. Cuci seperti prosedur no.4 11. Tambahkan substrat, inkubasi 15-30 menit. 12. Baca pada panjang gelombang 405. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL yang terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan dengan model matematis sebagai berikut : Y ij = µ + t i + e ij i = 1, 2, 3, 4,5,6 j = 1, 2, 3, 4 Y ij = Respon pengamatan satuan percobaan yang memperoleh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan Umum t i = Pengaruh perlakuan ke- i e ij = Pengaruh galat Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam SPSS versi 17.0 dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil Steel dan Torrie 1995. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink terhadap Performa Ayam Pedaging Sebelum dan Sesudah Infeksi E. coli Data hasil penelitian terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum sebelum dan sesudah infeksi E. coli Perlakuan Konsumsi Ransum g ekor PBB g ekor Konversi Ransum Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah R1 1032.84 ± 42.39 1249.63 ± 107.83 480.40 a ± 37.97 962.32 b ±88.92 2.16 b ± 0.23 1.30 ± 0.12 R2 1068.99 ± 18.66 995.73 ± 250.99 689.55 b ± 47.56 766.49 a ± 153.48 1.55 a ± 0.08 1.33 ± 0.36 R3 1107.13 ± 47.62 1249.77 ± 231.42 697.06 b ± 26.22 822.99 ab ± 30.30 1.59 a ± 0.05 1.52 ± 0.31 R4 1106.72 ± 46.17 895.17 ± 382.57 718.36 b ± 29.30 703.74 a ± 94.67 1.54 a ± 0.13 1.25 ± 0.45 R5 1099.76 ± 89.10 1083.71 ± 127.02 676.79 b ± 81.42 766.34 a ± 154.31 1.64 a ± 0.18 1.46 ± 0.36 Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata p 0.05. Sebelum : ayam berumur 1- 3 minggu belum diinfeksi E. coli Sesudah : ayam berumur 3-5 minggu telah diinfeksi E. coli R1ransum basal kontrol negatif, R2 ransum basal kontrol positif, R3 ransum basal + serbuk kunyit 1.5 infeksi E. coli, R4 ransum basal + serbuk bawang putih 2.5 infeksi E. coli, R5 ransum basal + antibiotik infeksi E. coli. Konsumsi Ransum Konsumsi ransum sebelum diinfeksi E. coli yaitu pada umur 1-3 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata P 0.05. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pemberian kombinasi kunyit, bawang putih dengan mineral zink tidak mempengaruhi konsumsi ransum ayam penelitian selama 3 minggu. Kisaran konsumsi ransum ayam pedaging sebelum diinfeksi dengan E. coli adalah sebesar 1032.84-1107.13 g ekor. Nilai konsumsi ransum sebelum infeksi E. coli tertinggi pada perlakuan R3 ransum basal + kunyit 1.5 + zink 180 ppm yaitu 1107.13 ± 46.17 g ekor dibandingkan dengan perlakuan lain. Nilai konsumsi ransum terendah pada perlakuan R1 ransum basal yaitu 1032. 84 ± 42.39 g ekor. Konsumsi ransum pada periode selanjutnya, umur 4-5 minggu yaitu saat ayam pedaging telah diinfeksi E. coli juga tidak menunjukkan perbedaan P 0.05. Nilai konsumsi ransum setelah infeksi E. coli tertinggi dicapai oleh perlakuan R3 ransum basal + kunyit 1.5 + zink 180 ppm yaitu 1249.77 ± 231.42 g ekor seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1. Nilai terendah konsumsi ransum pada perlakuan R4 ransum basal + bawang putih 2.5 + zink 180 ppm yaitu 895.17 ± 382.57 g ekor. Secara umum, konsumsi ransum sebelum dan sesudah ayam pedaging diinfeksi E. coli menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata, hal ini mengindikasikan bahwa infeksi E. coli belum mempengaruhi konsumsi ransum ayam pedaging dan semua jenis ransum memiliki palatabilitas yang sama. North 1984 mengatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh kualitas bahan dan palatabilitas. Selain itu konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, kesehatan ternak, bentuk ransum, imbangan nutrien, cekaman, bobot badan, kecepatan pertumbuhan, kandungan protein, dan energi dalam ransum NRC 1994. Tingginya konsumsi ransum pada perlakuan R3 karena kandungan kurkumin dalam kunyit dan Zn yang berfungsi di dalam peningkatan nafsu makan. Kunyit dapat menambah nafsu makan Darwis 1991, tetapi jika digunakan secara berlebihan dapat menurunkan palatabilitas makanan Sambaiah 1982. Rendahnya konsumsi pada perlakuan R4 kemungkinan disebabkan oleh adanya bau agak menyengat dari bawang putih yang mengandung sulfur yang berbau khas. Bawang putih mengandung zat skordinin yang memberi bau yang kurang sedap dan bersifat antiseptik Block 1985, sehingga menurunkan palatabilitas dan mengakibatkan penurunan nafsu makan. Penerimaan unggas terhadap makanan dipengaruhi oleh rasa, tekstur dan bau akibat yang dirasakan setelah makanan ditelan dan tingkah lakunya. Meskipun jumlah titik perasa lebih sedikit dibandingkan dengan hewan lainnya akan tetapi sensitivitasnya lebih tinggi Amrullah 2003. Penambahan ZnO ke dalam ransum sebanyak 180 ppm tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menyatakan suplementasi ZnO sebanyak 500, 1000, dan 1500 mgkg 663, 1183, dan 1611 ppm ke dalam ransum tidak mempengaruhi konsumsi ransum Kim dan Patterson 2004. Absorpsi Zn pada hewan monogastrik relatif rendah. Tempat utama absorpsi Zn adalah dibagian atas usus halus McDowel 1992. Pertambahan Bobot Badan Data pertambahan bobot badan sebelum ayam pedaging diinfeksi E. coli Tabel 5 menunjukkan perbedaan yang nyata P 0.05 antara perlakuan R2, R3, R4, R5 dengan R1. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian kombinasi kunyit, bawang putih, dengan mineral zink nyata meningkatkan pertambahan bobot badan. Nilai tertinggi pertambahan bobot badan sebelum infeksi E. coli dapat dilihat pada perlakuan R4 ransum basal + bawang putih 2.5 + zink 180 ppm yaitu 718.36 ± 29.30 gekor dan nilai terendah pada perlakuan kontrol negatif R1 yaitu 480.40 ± 37.97 gekor seperti yang tercantum pada Gambar 1. Pada umur 4-5 minggu setelah ayam pedaging diinfeksi E. coli, pertambahan bobot badan menunjukkan R1 nyata P 0.05 lebih tinggi dari perlakuan R2, R4, dan R5, sementara tidak berbeda antara perlakuan R1 dengan R3. Pertambahan bobot badan tertinggi pada perlakuan R1 yaitu 962.32 ± 88.92 g ekor dan terendah pada perlakuan R4 703.74 ± 94.67 gekor. Pertambahan bobot badan yang tinggi pada perlakuan kontrol negatif R1 karena tidak diinfeksi E. coli, sehingga pakan yang dikonsumsi digunakan untuk pertambahan bobot badan. Sebaliknya pertambahan bobot badan rendah pada ayam pedaging yang diinfeksi E. coli karena pakan yang dikonsumsi tidak digunakan untuk pertambahan bobot badan tetapi untuk kekebalan tubuh. Bila terjadi infeksi maka kesehatan ternak menurun yang diikuti dengan penurunan jumlah konsumsi ransum dan penurunan bobot badan. Gambar 1 Pertambahan bobot badan ayam pedaging sebelum dan sesudah diinfeksi E. coli Semua perlakuan yang mendapat infeksi E. coli, perlakuan R3 menunjukkan pertambahan bobot yang tinggi dibandingkan perlakuan R2, R4 dan R5. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan kurkumin dalam kunyit dan mineral Zn yang berfungsi dalam peningkatan nafsu makan yang diikuti oleh terjadinya peningkatan bobot badan. Penggunaan serbuk kunyit memberikan efek menguntungkan pada lambung dengan meningkatkan sekresi musin yang berfungsi sebagai pelindung mukosa lambung dari bahan iritan, sehingga proses pencernaan tidak terganggu Lee 2004. Konversi Ransum Nilai konversi ransum diperoleh dari perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Konversi ransum sebelum ayam pedaging diinfeksi E. coli memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata P 0.05 antara perlakuan R1 dengan perlakuan R2, R3, R4, dan R5.. Gambar 2 memperlihatkan nilai konversi ransum terendah ada pada perlakuan R4 ransum basal + bawang putih 2.5 + zink 180 ppm sebesar 1.54 ± 0.13, 480,40 689,55 697,06 718,35 676,80 962,32 766,49 822,99 703,74 766,34 200 400 600 800 1000 1200 R1 R2 R3 R4 R5 P e rt a m b a h a n B o b o t B a d a n g e k o r Sebelum Sesudah sedangkan nilai tertinggi pada perlakuan R1 kontrol negatif yaitu 2.16 ± 0.23. Nilai konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah angka konversi ransum, semakin tinggi nilai efisiensi ransum dan semakin ekonomis. Pada umur 4-5 minggu, setelah ayam pedaging diinfeksi E. coli, konversi ransum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan. Nilai konversi terendah diperoleh pada perlakuan R4 yaitu 1.25 ± 0.45, sedangkan nilai tertinggi pada perlakuan R3 yaitu 1.52 ± 0.31. Nilai konversi ransum yang baik menurut Amrullah 2004 adalah 1.75 - 2.00. Perlakuan R4 menunjukkan nilai konversi ransum yang cukup baik sebelum dan sesudah infeksi E. coli. Penambahan bawang putih dan zink dalam ransum diduga dapat memperlambat gerak peristaltik pada usus, sehingga ransum yang dikonsumsi akan diserap cukup baik dan menghasilkan bobot badan yang cukup tinggi. Bawang putih yang mengandung allisin berfungsi sebagai antibakteri yang luas cakupannya baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Selain itu merupakan zat yang dapat disinyalir sebagai antimikroba, yang mampu membunuh mikroorganisme merugikan sehingga populasi bakteri menguntungkan menjadi seimbang dalam tubuh, dengan demikian proses penyerapan zat makanan di dalam usus halus tidak terhambat dan akan lebih sempurna Purwanti 2008. Gambar 2 Konversi ransum sebelum dan sesudah ayam pedaging diinfeksi E. coli 2,16 1,55 1,59 1,54 1,64 1,30 1,33 1,52 1,25 1,46 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 R1 R2 R3 R4 R5 K o n v e rs i R a n su m Sebelum Sesudah Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih, dengan Mineral Zink terhadap Bobot Badan Akhir, Bobot Karkas dan Bobot Organ Dalam Ayam Pedaging Selama 35 Hari Bobot Badan Akhir Pemberian kombinasi kunyit, bawang putih, dengan mineral zink dalam ramsum tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan P 0.05 terhadap bobot badan akhir ayam pedaging. Kisaran rataan bobot badan akhir yang diperoleh adalah 1303.95 – 1586.98 gekor Perlakuan dengan pemberian kombinasi kunyit 1.5 dan zink 180 ppm dalam ransum basal R3 memperlihatkan nilai bobot akhir tertinggi, sedangkan nilai bobot badan akhir terendah ada pada perlakuan kontrol negatif R1. Rataan bobot badan akhir ayam pedaging yang diinfeksi E. coli dapat dilihat dalam Tabel 6. Tabel 6 Bobot badan akhir, bobot karkas dan persentase bobot organ dalam ayam pedaging selama 35 hari. Peubah Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 Bobot badan akhir g 1492.48 ± 63.71 1497.29 ± 128.98 1560.80 ± 15.24 1463.35 ± 114.33 1484.88 ± 129.63 Bobot karkas 70.42 ± 2.03 64.26 ± 8.80 68.54 ± 1.40 66.81 ± 2.66 68.54 ± 3.21 Hati 2.68 ± 0.41 2.45 ± 0.09 2.46 ± 0.28 2.26 ± 0.97 2.44 ± 0.27 Ginjal 0.78 ± 0.08 0.70 ± 0.13 0.74 ± 0.09 0.65 ± 0.23 0.61 ± 0.19 Pankreas 0.33 ± 0.02 0.28 ± 0.04 0.32 ± 0.07 0.32 ± 0.02 0.31 ± 0.04 Jantung 0.46 ± 0.05 0.47 ± 0.06 0.45 ± 0.05 0.49 ± 0.07 0.53 ± 0.08 Limpa 0.14 a ± 0.04 0.18 a ± 0.02 0.14 a ± 0.06 0.37 b ± 0.20 0.17 a ± 0.04 Rempela 2.87 a ± 0.52 3.32 ab ± 0.51 3.17 ab ± 0.36 3.41 ab ± 0.52 3.65 b ± 0.51 Usus 4.11 ± 0.34 4.76 ± 1.20 4.68 ± 0.44 4.97 ± 0.68 4.40 ± 0.42 Keterangan : Huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata p 0.05. R1ransum basal kontrol negatif, R2 ransum basal kontrol positif, R3 ransum basal + serbuk kunyit 1.5 infeksi E. coli, R4 ransum basal + serbuk bawang putih 2.5 infeksi E. coli, R5 ransum basal + antibiotik infeksi E. coli. Tinggin ya bobot badan akhir pada perlakuan kombinasi kunyit dengan zink R3 berkaitan dengan fungsi kunyit sebagai penambah nafsu makan Rukmana 2004 dan fungsi zink yang dapat memacu pertumbuhan, memperbaiki performa, dan meningkatkan kualitas karkas. Gambar 4 memperlihatkan grafik bobot badan akhir ayam pedaging yang diinfeksi E. coli Persentase Bobot Karkas Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa semua perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata P 0.05 terhadap persentase karkas. Hal ini mengindikasikan bawah infeksi E. coli tidak mempengaruhi persentase bobot karkas. Persentase bobot karkas diperoleh dari perbandingan bobot karkas dengan bobot hidup, dan untuk nilai persentase bobot karkas tertinggi dicapai oleh perlakuan R3 68.54 ± 1.40 g dan R568.54 ± 3.21g. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan kombinasi kunyit dengan zink persentase bobot karkas sama dengan penggunaan antibiotik. Murtidjo 1987 menjelaskan bahwa produksi karkas erat hubungannya dengan bobot hidup yaitu peningkatan bobot hidup akan diikuti oleh peningkatan bobot karkas. Tingginya persentase bobot karkas pada perlakuan R3 diduga karena adanya kandungan kurkumin dalam kunyit yang meningkatkan nafsu makan yang diikuti dengan peningkatan bobot badan dan bobot karkas. Persentase Bobot Hati Hasil analisis statistik menunjukkan semua perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata P 0.05 terhadap persentase bobot hati ayam pedaging yang diinfeksi E. coli. Hal ini berarti penambahan kombinasi kunyit, bawang putih, dengan zink dalam ransum serta infeksi E. coli tidak memberikan efek negatif terhadap persentase bobot hati. Tabel 6 menyajikan persentase bobot hati hasil penelitian, nilai terendah pada perlakuan R4 2.26 ± 0.97 dan tertinggi pada perlakuan R1 2.68 ± 0.41 . Nilai ini berada dalam kisaran normal persentse hati ayam menurut Putnam 1991 yaitu 1.7 – 2.8 dari bobot hidup. Rendahnya persentase hati pada perlakuan R4 diduga karena adanya minyak atsiri yang mempercepat kerja hati untuk mensekresikan cairan empedu Ressang

1984. Persentase Bobot Ginjal

Dokumen yang terkait

Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe dan Bawang Putih terhadap Bakteri Salmonella typhimurium serta Pengaruh Bawang Putih terhadap Performans dan Respon Imun Ayam Pedaging

0 27 78

Kajian antibakteri temulawak, jahe dan bawang putih terhadap Salmonella lyphimuriam serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging

0 4 11

Pengaruh pemberian ampas kunyit (Curcuma ransum) dalam ransum terhadap performa produksi, respon imun dan kadar kolesterol plasma darah mencit putih (Mus musculus)

0 5 58

Efek Pemberian Serbuk Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink Terhadap Protein Total, Albumin dan Globulin Pada Ayam Broiler

1 3 66

Kajian Histopatologi Hati Pada Ayam Pedaging yang Terinfeksi Penyakit Marek dan Pengaruh Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dan Zink (Zn)

0 17 72

Kajian Histopatologi Pemberian Kombinasi Herbal (Bawang Putih dan Kunyit) dengan Zink Terhadap Organ Ginjal Ayam Broiler yang Terinfeksi Virus Marek

0 10 62

Efek Pemberian Kombinasi Herbal dan Zink Terhadap Jumlah Eritrosit, Nilai Hematokrit, dan Kadar Hemoglobin Ayam Broiler yang Diinfeksi Escherichia coli

0 5 95

Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih Dan Mineral Zink terhadap Performa, Kadar Lemak, Kolesterol Dan Status Kesehatan Broiler

3 15 166

Kajian Efektifitas Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Escherichia coli

0 18 115

Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe dan Bawang Putih terhadap Salmonella lyphimuriam serta Pengaruh Bawang Putih terhadap Performans dan Respon Imun Ayam Pedaging

0 0 11