Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

(1)

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH

O L E H

NAMA : VICKY ZOLANDA NIM : 092600052

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabatnya hingga akhir jaman.

Syukur Alhamdulillah dengan rahmat dan ridha-Nya jugalah yang disertai dengan usaha-usaha dan kemampuan yang ada pada penulis, maka penulis telah dapat menyelesaikan penulisan laporan tugas akhir ini dengan judul “Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah”.

Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis menyadari sepenuhnya bahasa yang digunakan dalam tugas akhir ini masih belum sempurna dan banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang disebabkan keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis, maka dari itu penulis berharap sungguh kepada Bapak / Ibu Dosen pada Program Studi D-III Administrasi Perpajakan maupun dari segala pihak untuk dapat memberikan saran-saran dan kritikan serta bimbingan yang bersifat membangun demi lebih sempurnanya penulisan tugas akhir ini.

Pada kesempatan ini, penulis merasa berkewajiban menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak khususnya kepada ayahanda Supriadi, S.H dan Ibunda Zuraini yang telah memberikan dukungan moril dan materil maupun do’a kepada penulis untuk dapat


(3)

menyelesaikan penulisan tugas akhir ini serta kepada Robby Zola sebagai adik dari penulis yang selalu setia memberi dukungan dan semangat kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Sc selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. H. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Strudi D-III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Arlina, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Program Studi D-III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 5. Ibu Arlina, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan

saran dan bimbingan dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.

6. Bapak Hery Ramadhani, S.E selaku Supervisor seksi penagihan dan Bapak Rinaldo Purba selaku kasie PDI Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah.

7. Bapak dan Ibu Dosen beserta pegawai yang berada di Program Studi D-III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas


(4)

8. Kepada M.Galuh Hanafi yang selalu setia dan tidak pernah bosan untuk membantu saya mengerjakan Tugas Akhir ini dari awal hingga akhir penulisan. Saya sungguh benar-benar mengucapkan terimakasih.

9. Kepada Nur Saadah Rangkuti yang selalu menemani dalam mengerjakan Tugas Akhir dan selalu memberikan motivasi kepada saya.

10. Kepada teman-teman sestambuk dan seperjuangan yang selalu setia memberikan semangat yaitu Haris Kristanta, Intan Riza, Lince Hayati Sitanggang, Marina Nainggolan, Fadli Azhari Lubis, dan Melyana Panggabean.

11. Kepada semua teman-teman saya Stambuk 2009 Program Studi D-III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

12. Kepada abangda dan kakanda senior D-III Administrasi Perpajakan terutama abangda Tri Ismanto yang tidak bosan-bosannya memberikan semangat dan motivasi.

13. Kepada Heliza Ulfa, Ibnu Gunawan, Dian Hadinata, Jimy Mandala, M.Irfan Lubis, Yuslinawati Ardhyna, Bayu Andika, Edi Saptono, Adinda Wulandari yang selalu memotivasi walaupun kadang sering mengganggu saya dalam mengerjakan Tugas Akhir ini tapi terimakasih kawan-kawan dan semangat buat kita.

14. Kepada saudara-saudara tercinta Musdayani Nst, Nabilah Aisyah, Mia Deby Aulia, Shela Oktari, dan Eka Sari Siregar yang selalu memberikan doa demi kelancaran Tugas Akhir yang saya buat ini.


(5)

Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, rekan-rekan mahasiswa, dan para pembaca sekalian.

Medan, Juli 2012 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL DAN BAGAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PKLM ... 1

B. Tujuan dan Manfaat PKLM ... 3

1. Tujuan PKLM ... 3

2. Manfaat PKLM ... 4

C. Uraian Teoritis ... 5

1. Pengertian Pajak …... 5

2. Fungsi Pajak ... 5

3. Pengertian Penagihan Pajak, Surat Paksa dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 6

D. Ruang Lingkup PKLM ... 7

E. Metode PKLM ... 7

1. Tahap Persiapan ... 7

2. Studi Literatur ... 8


(7)

3. Observasi Lapangan ... 8

4. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 8

5. Analisis Data dan Evaluasi ... 9

F. Metode Pengumpulan Data ... 9

1. Metode Wawancara (Interview) ………... 9

2. Metode Observasi ... 9

3. Metode Dokumentasi ………... 10

G. Sistematika Penulisan Laporan ... 10

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK / LOKASI PKLM ... 12

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ... 12

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah ... 16

C. Uraian Tugas dan Fungsi KPP Pratama Medan Petisah ... 19

1. Subbagian Umum ... 19

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi ... 19

3. Seksi Pelayanan ... 20

4. Seksi Penagihan ... 21

5. Seksi Pemeriksaan ... 21

6. Seksi Ekstensifikasi ... 21


(8)

BAB III GAMBARAN DATA PKLM ... 23

A. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 23

B. Penagihan Pajak ... 24

C. Fungsi Surat Tagihan Pajak ... 25

D. Penagihan Utang Pajak ... 27

E. Dasar Penagihan Pajak ... 28

1. Surat Tagihan Pajak (STP) ... 28

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ... 29

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) ... 29

4. Surat Keputusan Pembetulan (SKP) ... 30

5. Surat Keputusan Keberatan (SKK) ... 30

6. Putusan Banding (PB) ... 30

F. Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak ... 31

G. Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa ... 32

1. Isi dan Karakteristik dari Surat Paksa ... 33

2. Penerbitan Surat Paksa ... 34

3. Pelaksanaan Penagihan ... 35

H. Tata Cara Penagihan dengan Surat Paksa ... 36

I. Penagihan Seketika dan Sekaligus ... 38

J. Penyitaan ... 39


(9)

2. Pengecualian Objek Sita ... 42

3. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penyitaan ... 43

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA ... 47

A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 47

B. Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 52

C. Cara Penyelesaian Masalah dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa ... 55

D. Rekapitulasi Kegiatan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di KPP Pratama Medan Petisah ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

BAGAN 2.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah ... 18

TABEL 4.1 Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi serta Pencairan Piutang pada KPP


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )

PKLM adalah suatu kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan untuk memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima dari dosen Program Studi Administrasi Perpajakan guna mengetahui secara langsung fungsi dan tugas dalam pekerjaan yang sebenarnya.

Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan dilingkungan kampus adalah dengan cara meningkatkan kegiatan inrakurikuler yang dimaksudkan untuk memberikan pengalaman praktis di lapangan.

Sebagai Negara yang berkembang Negara Republik Indonesia tengah menggalakkan pembangunan disegala bidang yaitu pembangunan dibidang ekonomi, sosial budaya, hukum dan lain-lain. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri yang berupa pajak.

Pajak dipungut dari warga Negara Indonesia dan menjadi salah sattu kewajiban yang dapat dipaksa penagihannya. Dalam praktiknya sering kali dijumpai pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajak.


(12)

dengan surat paksa wajib pajak yang tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa untuk memenuhi kewajibannya, jika setelah dilakukan penagihan menggunakan surat paksa, wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya, maka kepadanya dapat dikenakan sanksi atau penyitaan atas hartanya. Adanya sanksi kurungan ini mengakibatkan hilangnya kebebasan seseorang dan adanya penyitaan barang mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti semula. Penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang.

Maka dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk membayar pajak. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 ini untuk menambah ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan tertentu terhadap wajib pajak dapat dikenakan penagihan pajak dengan surat paksa yang nantinya akan diikuti penyitaan, pelelangan dan bahkan penyanderaan. Undang-Undang penagihan pajak dengan surat paksa diharapkan dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya dalam hal penunggakan hutang pajak oleh wajib pajak.

Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya atas surat teguran maka penagihan selanjutnya dilakukan juru sita pajak dengan menggunakan surat


(13)

paksa yang diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan penyerahan kepada penanggung pajak. Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh juru sita pajak pusat maupun daerah.

Dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa petugas mengalami kesulitan berhadapan dengan wajib pajak yang tidak menerima atas adanya surat paksa dalam membayar pajak. Maka masyarakat diharapkan waspada atas kewajibannya sebagai seorang wajib pajak.

Maka dari tugas akhir ini akan menganalisa pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa terhadap wajib pajak dengan prosedur ketentuan perundang-undangan. Menjelaskan batas-batas petugas lapangan dalam melakukan tugasnya sehingga tugas akhir ini diberi judul “Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah”.

B. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )

Adapun yang menjadi tujuan dan pelaksanaan PKLM :

1.1Mengetahui pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

1.2Untuk mengetahui faktor penghambat penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

1.3Untuk mengetahui upaya-upaya dalam mengatasi kendala tersebut.


(14)

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 2.1 Bagi Mahasiswa :

a) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan penulis khususnya dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa.

b) Mengaplikasikan teori dan ilmu yang didapat dibangku kulihan melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

c) Memberikan bekal pengalaman kerja kepada setiap mahasiswa.

2.2 Bagi Program Studi Diploma III Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

a) Untuk meningkatkan hubungan antara Universitas Sumatera Utara dengan instansi pemerintahan dalam hal ini di Kantor Pelayanan Pajak.

b) Agar Universitas lebih berperan dalam kegiatan pendidikan sesuai dengan peraturan yang sekarang ditetapkan.

c) Mempromosikan sumber daya yang dimiliki oleh Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan yang memahami administrasi perpajakan.

2.3 Bagi Instansi/Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

a) Membina hubungan baik dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(15)

b) Sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I khususnya kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dalam menangani administrasi pajak.

C. Uraian Teoritis 1. Pengertian Pajak

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus-nya” digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment” (Soemitro, 1998 : 8). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pajak adalah Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi kemakmuran rakyat. 2. Fungsi Pajak

Fungsi pajak ada 2 (dua) yaitu fungsi budgetair dan fungsi reguleren. Fungsi

budgetair ialah memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara dan untuk

membiayai pengeluaran umum pemerintah yang bersifat umum maupun pembangunan. Sedangkan fungsi reguleren ialah pajak sebagai alat pengatur kehidupan ekonomi dengan jalan mempengaruhi produksi konsumsi, perdagangan, dan perkembangan harga.


(16)

3. Pengertian Penagihan Pajak, Surat paksa dan Penagihan Pajak Dengan Surat paksa

Pengertian penagihan khusus didalam bidang perpajakan adalah ; “Serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal pajak, berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian/ seluruh kewajiban perpajakan yang terhutang menurut Undang-undang perpajakan yang berlaku” (Moeljo Hadi, 1995 : 2). Sedangkan undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan Penyanderaan, menjual barang yang telah di sita.

Sedangkan menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.D.15.4/IV/31/1976 tanggal 30 Maret 1976 tentang Pedoman Juru Sita mengatakan bahwa Surat Paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuatan yang sama dengan Grosse (yang asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diganggu gugat lagi dengan cara meminta banding kepada hakim yang lebih atas. Surat Paksa harus menggunakan kepala “atas nama keadilan” karena perkataan-perkataan itulah surat paksa mendapat kekuatan ekskutorial yaitu kekuatan untuk dijalankan dan kekuatan itu didapatkannya karena keadilan yang semata-mata memerintah pelaksanaan itu. Sehingga Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat


(17)

Paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam laporan praktik kerja lapangan mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup penulisan adalah :

1. Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah.

2. Faktor penghambat pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

3. Cara menyelesaikan masalah dalam pelaksanaan penagihan dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam pelaksanaan praktik kerja lapangan mandiri maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Yaitu kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa atau mahasiswi sebelum terjun langsung melakukan PKLM yaitu :

a) Pengajuan judul proposal b) Penentuan judul proposal c) Seminar proposal


(18)

f) Pengurusan administrasi dan izin serta konsultasi dengan pihak dosen

2. Studi Literatur

Penulis mengumpulkan data-datanya yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalaui buku-buku perpajakan, majalah, undang-undang perpajakan, keputusan Menteri Keuangan, keputusan Direktorat Jenderal Pajak dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan objek pembahasan.

3. Observasi Lapangan

Yaitu kegiatan studi untuk mencari data-data serta informasi-informasi dengan mengikuti Praktik Kerja Lapangan Mandiri pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama serta mempelajari laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang akan di bahas.

4. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer dan sekunder berhubungan dengan apa yang dikerjakan pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri nanti yang akan diperlukan dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

a) Data Primer

Data yang diperoleh melalui wawancara terhadap orang-orang yang dianggap mampu memberikan masukan dan informasi serta observasi penulis di lapangan tempat objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.


(19)

b)Data Sekunder

Data/informasi yang diperoleh melalui studi literatur seperti sumber-sumber pustaka, Undang-Undang, dokumentasi maupun literatur lain yang berhubungan dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

5. Analisa Data dan Evaluasi

Kegiatan studi yang dilakukan dengan cara menganalisa permasalahan, kendala yang dihadapi mencari tahu atau menanyakan bagaimana cara menyelesaikan permasalahan yang timbul di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

F. Metode Pengumpulan Data

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan PKLM, ada beberapa cara dalam pengumpulan data yaitu :

1. Daftar Pertanyaan ( Interview Guide )

Pengumpulan data dan mencari data dengan melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan kepada pihak instansi yang berkompeten dan menambah objektif yang berkaitan dengan kebutuhan untuk melengkapi laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

2. Daftar Observasi ( Observation Guide )

Dengan melakukan pengamatan langsung dan melakukan pencatatan data yang diperlukan untuk pembahasan masalah.


(20)

3. Daftar Dokumentasi

Pengumpulan buku-buku perpajakan, majalah, undang-undang perpajakan, Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak dan data-data lain yang berhubungan dengan objek pembahasan.

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam laporan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) penulis menguraikan penulisan tersusun secara sistematika yang akan dilakukan dalam penulisan laporan PKLM ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Didalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup, metode PKLM, metode pengumpulan data, dan sistematika.

BAB II : GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PKLM

Penulis menjelaskan gambaran umum objek dan lokasi PKLM, sejarah singkat serta struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah.

BAB III : GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

Pada bab ini penulis membahas mengenai teori ketentuan dan tata cara pelaksanaan, penagihan pajak dengan surat paksa berdasarkan Undang-Undang pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)


(21)

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini berisi analisa penulis dan pembahasan-pembahasan mengenai pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, faktor penghambat pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, cara penyelesaian masalah dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini terdiri dari dua hal yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan inti sari yang mencakup seluruh objek pembahasan yang dibahas PKLM, sedangkan saran merupakan ide atau gagasan yang harus dilakukan dalam menemukan solusi atas masalah yang dibahas dari objek pembahasan yang terdapat dalam laporan pelaksanaan PKLM.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(22)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK/ LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

Sebelum tahun 1967, Kantor Pelayanan Pajak bernama Kantor Inspeksi Pajak Medan dan oleh pemerintah dipecah menjadi dua bagian, yaitu:

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No.17 A. 2. Kantor Inspeksi Pajak Selatan yang berlokasi di Jl. Dipenogoro No. 30 A.

Pada tahun 1978, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu hanya ada dua Kantor Pelayanan Pajak yaitu Kantor Inspeksi Medan Pajak Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran.

Pada tanggal 1 April 1979 Kantor Inspeksi Pajak diseluruh Indonesia diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Untuk wilayah Medan, Kantor Pelayanan Pajak dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Kantor Pelayan Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No. 17 A.

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Dipenogoro No. 30 A.

Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 443/KMK01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang organisasi dan tata kerja kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan


(23)

Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.

Namun seiring dengan perubahan kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk menuju yang lebih baik, maka dilakukan reorganisasi di melalui sistem modernisasi, sehingga terbagi menjadi :

1. KPP Madya Medan

2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Petisah 4. KPP Pratam Binjai

5. KPP Pratama Medan Bel a wan 6. KPP Pratama Medan Kota 7. KPP Pratama Medan Timur 8. KPP Pratama Medan Polonia 9. KPP Pratama Lubuk Pakam

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah didirikan pada tanggal 26 Mei 2008. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah beralamat di Jalan Asrama Nomor 7-A Medan dengan membawahi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Helvetia, dan Kecamatan Medan Sunggal.

Semenjak reorganisasi, wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah meliputi antara lain:


(24)

1. Kelurahan Petisah Tengah 2. Kelurahan Sei Putih Tengah 3. Kelurahan Sei Putih Timur 4. Keluraha Sei Putih Barat 5. Kelurahan Sekip

6. Kelurahan Cinta Damai 7. Kelurahan Simpang Tanjung 8. Kelurahan Sei Sikambing 9. Kelurahan Tanjung Rejo 10. Kelurahan Tanjung Gusta 11. Kelurahan Helvetia Tengah 12. Kelurahan Helvetia Timur 13. Kelurahan Babura Sunggal 14. Kelurahan Lalang

15. Kelurahan Sunggal 16. Kelurahan Dwikora

Adapun visi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak, yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.


(25)

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah juga memiliki misi yaitu menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Beberapa tugas dan fungsi organisasi pelaksana Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pembritahuan, serta penerimaan surat lainnnya.

4. Penyuluhan perpajakan.

5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak. 6. Pelaksanaan ekstensifikasi.


(26)

8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. 10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.

11. Pelaksanaan intensifikai. 12. Pembetulan ketetapan pajak.

13. Pengurangan pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan

14. Pelaksanaan administrasi Kantor

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut juga untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah di pimpin oleh seorang Kepala Kantor yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah terdiri dari sebelas seksi yang masing-masing seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi. Struktur organisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak pratama Medan Petisah dapat digambarkan sebagai berikut:


(27)

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Penagihan 5. Seksi Pemeriksaan

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 11. Kelompok Jabatan Fungsional

Untuk lebih jelas mengenai struktur organisasi pada kantor pelayanan Pajak Pratama dapat dilihat pada bagan dibawah ini:


(28)

(29)

C. Uraian Tugas dan Fungsi KPP (Kantor P elayanan Pajak) Pratama Medan Petisah

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah yang terletak di Jl. Asrama No. 7 A Medan. Adapun gambaran tugas dari masing-masing bagian kerja yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah sebagai berikut:

1. Sub Bagian Umum

Tugas dan fungsi:

a. Melakukan urusan tata usaha b. Melakukan uruasan kepegawaian c. Melakukan urusan keuangan

d. Melakukan urusan dan perlengkapan rumah tangga

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Tugas dan fungsi:

a. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan

b. Perekaman dokumen perpajakan c. Merekam SSP lembar 3

d. Merekam SPT Masa PPN 1107,1107A dan 1107B e. Merekam PPh Pasal 21

f. Merekam PPh Pasal 23/26 g. Merekam PPh Final Pasal 4 ayat


(30)

i. Melakukan pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

j. Memberikan pelayanan dukungan teknis komputer k. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing

l. Pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG,

m. Penyiapan laporan kinerja.

3. Seksi Pelayanan

Tugas dan fungsi:

a. Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan

c. Menerima, meneliti, dan merekam surat permohonan dari Wajib Pajak dan surat-surat lainnya

d. Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak dan surat lainnya

e. Melakukan Penyuluhan Perpajakan

f. Melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan data, dan pencabutan identitas Wajib Pajak

g. Melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak h. Melakukan Kerjasama Perpajakan


(31)

4. Seksi Penagihan

Tugas dan fungsi: .

a.Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak b.Penundaan dan angsuran tunggakan pajak c.Penagihan aktif

d.Memberikan usulan penghapusan piutang pajak e.Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan

5.Seksi Pemeriksaan

Tugas dan fungsi:

a. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan

c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

6. Seksi Ekstensifikasi

Tugas dan fungsi:

a. Melakukan pengamatan potensi perpajakan b. Pendataan objek dan subjek paja

c. Pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi


(32)

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Tugas dan fungsi:

a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak

b. Membimbing /menghimbau kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan

c. Melakukan penyusunan profil wajib pajak d. Menganalisis kinerja wajib pajak

e. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak tentang ketenuan peraturan perundang-undangan perpajakan

f. Memberikan usulan pembentukan ketetapan pajak, pengurangan pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan / atau bangunan

g. Melakukan evaluasi hasil banding

h. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi


(33)

BAB III

GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

.

A. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Adapun dasar hukum penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebagai berikut :

1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tanggal 26 Desember 2000 tentang Tatacara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

3. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.

4. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.

5. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2004.

Dengan adanya peraturan dan undang-undang yang menjadi landasan hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa di Indonesia ini, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas


(34)

B. Penagihan Pajak

Pengertian penagihan khusus didalam bidang perpajakan adalah ; “Serangkaian tindakan dari operator Direktorat Jenderal pajak, berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian/ seluruh kewajiban perpajakan yang terhutang menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku” (Moeljo Hadi, 1995 : 2).

Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan Penyanderaan, menjual barang yang telah di sita.

Penagihan dilakukan dengan adanya utang pajak dari Wajib Pajak, yang belum dilunasi sehingga dilakukan penagihan pajak melalui Surat Tagihan Pajak. Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007) pasal 1 angka 20 adalah; “Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat dikeluarkan kepada Wajib Pajak adalah :

1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.


(35)

3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.

4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPn 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak. 6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak/membuat faktur pajak tidak

tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.

C. Fungsi Surat Tagihan Pajak

Dalam hal ini fungsi Surat Tagihan Pajak adalah :

1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutama SPT wajib pajak, yang artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar / disetor ataupun kekurangan pembayaran/penyetoran pajak, akibat salah tulis dan atau salah hitung dalam surat pemberitahuan.

2. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda. 3. Alat untuk menagih pajak.

Didalam alam kemerdekaan yang telah kita nikmati sekarang ini, tidak dapat dihindarkan bahwa pengalaman pahit dimasa lalu masih terbawa. Dalam sistem yang lama petugas pajak mendatangi masyarakat untuk didaftarkan sebagai wajib pajak, demikian juga besarnya pajak dihitung oleh petugas pajak. Pada umumnya banyak wajib pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan


(36)

a. Anggapan Wajib Pajak

Dalam pembayaran pajak, wajib pajak merasakan adanya ketidakadilan. Dimana pajak yang dibayar atau pajak yang terutang lebih dari yang seharusnya. Perasaan ini saja timbul karena wajib pajak pada dasarnya tidak membedakan untuk pajak daerah, pajak pusat, iuran, sumbangan, pungutan dan sebagainya. Sehingga seringkali wajib pajak menganggap semu itu menjadi bebannya, tidak rela sebagian penghasilannya dipotong sebagai pajak.

b. Rasional

Wajib Pajak yang paham dan matang terhadap perpajakan pasti akan selalu mencari kemungkinan yang diperhitungkan dalam reaksinya menghindari ataupun mengurangi beban pajak, seperti: menghindari pajak ataupun menyeludupkan pajak. Sebagaimana diketahui dalam sistem perpajakan saat ini kepada wajib pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri wajib pajak yang terutang (self assessment). Melalui azas self

assessment ini tentu saja memerlukan waktu, keuletan, kerja keras, dan menuntut

pengabdian serta disiplin yang tinggi.

Hal demikianlah yang membuat wajib pajak terbengkalai akan kewajiban dalam pembayaran pajak. Sehingga kegairahan wajib pajak dalam membayar pajak menjadi berkurang ataupun wajib pajak bersikap pasif. Sikap ini otomatis akan mempengaruhi penerimaan Negara semakin berkurang. Untuk mengantisipasi masalah ini, maka fiskus akan bertindak melakukan penagihan pasif, maupun penagihan aktif salah satunya dengan Penagihan Surat Paksa.


(37)

D. Penagihan Utang Pajak

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis diatur dalam Undang Nomor 19 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 dapat dilakukan dengan 2 (dua) langkah:

1. Penagihan Pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan tindakan sita yang telah didahului adanya Surat Teguran, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Dalam hal ini Utang Pajak itu adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Penagihan Aktif

Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim Surat Tagihan atau Surat Ketetapan Pajak tetapi akan diikuti dengan


(38)

tindakan sita yang didahului dengan Surat Teguran dan Surat Paksa akan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Surat Paksa sekurang-kurangnya memuat : 1) Nama Wajib Pajak, atau Penanggung Pajak 2) Besarnya utang pajak

3) Perintah untuk membayar dalam waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh empat jam) sejak Surat Paksa disampaikan.

E. Dasar Penagihan Pajak

Sesuai dengan sistem Self Assessment yang berlaku sekarang ini, Wajib Pajak wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri utang pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang-Undang perpajakan barulah Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang dapat berupa STP, SKPKB, SKPKBT, SKP.

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.

Surat Tagihan dikeluarkan apabila :

a) Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

b) Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.


(39)

c) Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Adalah Surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar.

SKPKB diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang KUP SKPKB dikeluarkan dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak (Undang-undang No 6 Tahun 1983 yang diperbaharui Undang-undang No.9 Tahun 1994) SKPKB diterbitkan apabila :

a) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

b) Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

c) Kewajiban menyelenggarakan pembekuan dan membantu proses pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus dan tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak sehingga tidak diketahui besarnya pajak yang terutang.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Adalah surat ketetapan pajak yang menetukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan oleh Fiskus (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya). Ketentuan tentang SKPKBT diatur dalam pasal 15


(40)

Undang-Sebagaimana telah diubah dengan UU No.9 Tahun 1994 Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan jumlah pajak terutang.

4. Surat Keputusan Pembetulan (SKP)

Adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan peundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak atas surat tagihan pajak.

5. Surat Keputusan Keberatan (SKK)

Adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

6. Putusan Banding (PB)

Adalah putusan badan peradilan atau banding terhadap surat keputusan yang diajukan oleh wajib pajak. Keenam jenis ini merupakan dasar atau sarana atau administrasi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Untuk tertibnya dan keseragaman tindakan dalam melaksanakan penagihan pajak. Menteri keuangan akan mengatur tata caranya termasuk aspek administrasi baik mengenai tindakan penagihan itu sendiri maupun aspek pelaksanaan pembayaran atas tagihan pajak.


(41)

F. Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak

Tindakan mekanisme penagihan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 5 dan pasal 4 dari UU 19 Tahun 2000 yaitu : Penerbitan Surat Teguran oleh Pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh Pejabat setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

1. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa yang dikeluarkan oleh jurusita.

2. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 2 kali 24 jam (dua puluh empat) sejak Surat Paksa diberitahukan maka Pejabat Pajak segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan Keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau ditempat lain, termasuk penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak


(42)

a) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo, rekening Koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan.

b) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal isi kotor tertentu. 3. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi

oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar hutang pajak.

G. Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa

Sesuai dengan pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah : Surat Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Didalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah utang pajaknya.

Surat Paksa yang berkepala “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Surat Paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung.


(43)

Surat Paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuatan yang sama dengan Grosse (yang asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diganggugugat lagi dengan cara meminta banding kepada hakim yang lebih atas. Surat Paksa harus menggunakan kepala “atas nama keadilan” karena perkataan-perkataan itulah surat paksa mendapat kekuatan ekskutorial yaitu kekuatan untuk dijalankan dan kekuatan itu didapatkannya karena keadilan yang semata-mata memerintah pelaksanaan itu. Surat Paksa memuat perintah wajib pajak untuk melunasi pajaknya yang sudah barang tentu baru akan dikeluarkan setelah dipandang cukup.

1. Isi dan Karakteristik dari Surat Paksa

Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.

a. Dari segi isinya:

1) Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2) Nama wajib pajak/penanggung pajak, keterangan cukup tentang alasan yang menjadi dasar penagihan, perintah membayar.

3) Dikeluarkan/ditandatangani oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh menteri keuangan/kepala daerah.


(44)

b. Dari segi karakteristiknya :

1) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Grosse putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan. 2) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya penagihan).

4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau penyanderaan/ pencegahan. Surat Paksa, dalam bahasa hukum disebut sebagai parate eksekusi

(eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi”.

2. Penerbitan Surat Paksa

Menurut pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 dinyatakan bahwa surat paksa diterbitkan apabila :

a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.


(45)

Dalam hal tertentu, misalnya karena penanggung pajak mengalami kesulitan likuidasi, kepada penanggung pajak atas dasar permohonannya dapat diberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak melalui keputusan pejabat. Oleh karena itu keputusan dimaksud mengikat kedua belah pihak.

Dengan demikian, apabila kemudian penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Maka surat paksa dapat diterbitkan langsung tanpa surat teguran, surat peringatan, atau surat lainnya yang sejenis.

3. Pelaksanaan Penagihan

a. Jurusita Pajak

Adalah pelaksanaan tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan. Jurusita pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjukkan oleh menteri keuangan untuk penagihan Pajak Daerah.

1) Syarat-syarat diangkat menjadi jurusita pajak :

a) Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu.

b) Berpangkat serendah-rendahnya pengatur muda/golongan II c) Berbadan sehat

d) Lulus pendidikan dan latihan jurusita pajak e) Jujur, bertanggungjawab dan penuh pengabdian


(46)

2) Pemberhentian jurusita pajak

Jurusita pajak diberhentikan apabila : a) Meninggal dunia

b) Pensiun

c) Karena ahli tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas melakukan perbuatan tercela; melanggar sumpah atau janji jurusita pajak; atau

d) Sakit jasmani atau rohani terus menerus

Berdasarkan pasal 5 UU No.19 Tahun 2000 jurusita pajak bertugas : a) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus b) Memberitahukan Surat Paksa

c) Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan; dan

d) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan b. Petugas Pelelangan

Adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang melalui pejabat.

H. Tata Cara Penagihan dengan Surat Paksa

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.


(47)

a. Surat diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

b. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam berita acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

a. Penanggung Pajak ditempat, tempat usaha atau ditempat lain yang memungkinkan. b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja ditempat

usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat, yang mengurus harta panggilan, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi, atau d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah

dibagi.

Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka maupun ditempat lain yang memungkinkan; atau

b. Pegawai tempat ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dalam


(48)

I. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan pajak seketika dan sekaligus dilakukan ketika :

1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk pergi. Penanggung Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaan-perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia atau pun memindahtangankan barang yang dimilikinya atau dikuasainya.

2. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya atau berniat itu.

3. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara, atau

4. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Mungkin saja terjadi bahwa Penanggung Pajak mempunyai itikad kurang baik sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indikator tersebut. Adanya itikad kurang baik tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud agar ketika terjadi penyitaan terhadap kekayaan untuk kemudian dilelang, kekayaan tersebut sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi. Hal semacam ini tentu perlu


(49)

diantisipasi sekaligus dihindarkan, sehingga keadilan dapat diwujudkan dan Negara tidak dirugikan. Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu Jurusita Pajak dapat melakukan penagihan seketika dan sekaligus.

Dalam hal ini terjadi penagihan seketika dan sekaligus, maka penagihan dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak. Ketika hal Jurusita Pajak mengetahui bahwa barang milik Penanggung Jawab akan disita oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan, atau Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang dimilikinya atau dikuasainya, maka Jurusita Pajak segera melakukan penagihan seketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar barang milik Penanggung Pajak tersebut setelah Surat Paksa diberitahukan. Indikator tersebut merupakan petunjuk yang kuat bahwa Penanggung Pajak beniat untuk mengurangi atau menjual/memindahtangankan barang-barangnya sehingga tidak ada lagi barang yang dapat disita.

J. Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa, apabila Pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh empat) jam sesudah tanggal pemberitahuan


(50)

dilakukan oleh Jurusita Pajak yang telah disumpah terlebih dahulu dan didampingi oleh 2 orang saksi penduduk Indonesia yang telah mencapai usia dua puluh satu tahun, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya.

Tujuan penyitaan adalah memperbolehkan jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang Penanggung Pajak, baik yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak, atau ditempat lain sekalipun penguasanya berada ditangan pihak lain.

Prinsipnya penyitaan dilakukan terhadap sejumlah barang bergerak dan jika ternyata tidak cukup barang bergerak menurut Surat Paksa dan biaya-biaya penagihannya, maka dilanjutkan penyitaan terhadap barang-barang tidak bergerak. Namun apabila barang bergerak tidak memadai langsung dapat disita barang tidak bergerak. Dalam hal ini pengertian penyitaan adalah “serangkaian tindakan dari Jurusita Pajak yang dibantu oleh dua orang saksi untuk menguasai barang-barang dari wajib Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai dengan perundang-undangan pajak yang berlaku” (Moeljo Hadi, 1995 : 47).

1. Objek Sita

Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditempat lain termasuk yang penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :


(51)

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain.

Perincian mengenai barang gerak yang dapat disita adalah sebagai berikut: 1) Semua barang bergerak yang ada dirumah Penanggung Pajak seperti :

a) Perkakas rumah tangga (lemari, meja, kursi, dan sebagainya)

b) Barang-barang mewah (TV, lemari es, tape recorder, kompor gas, dan sebagainya)

c) Barang-barang perhiasan (kalung, gelang, cincin dan emas, berlian dan batu permata lainnya)

d) Utang tunai (termasuk surat-surat berharga)

e) Kendaraan (mobil, sepeda motor, vespa, sepeda, dan sebagainya) f) Lain-lainnya (lukisan, jam dinding, radio, dan sebagainya)

2) Semua barang bergerak yang ada ditoko Penanggung Pajak, seperti :

a) Barang dagangan (baik yang berada ditoko tersebut maupun yang ada digudang)

b) Barang-barang inventaris toko (lemari, meja, kursi, mesin tik, mesin stensil, kendaraan, dan sebagainya)

3) Semua barang bergerak yang ada ditempat usaha Penanggung Pajak, seperti : Persediaan barang jadi maupun bahan baku, barang-barang inventari perusahaan


(52)

4) Semua barang bergerak yang ada di Kantor Penanggung Pajak, sepertinya:

a) Inventaris kantor (mesin tik, mesin stensil, meja, kursi, lemari besi, dan alat kantor lainnya)

b) Kendaraan bermotor (mobil, sepeda motor, vespa, dan sebagainya)

b. Barang tidak bergerak yang tidak dapat disita termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.

Dalam golongan barang tidak bergerak yang boleh disita adalah :

1) Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang dan sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang disewakan, dikontrakkan kepada orang lain.

2) Kebun, sawah, bungalow, dan sebagainya, baik yang ditempati/dikerjakan sendiri maupun yang disewakan/dikerjakan oleh orang lain.

3) Kapal dengan isi kotor tertentu.

2. Pengecualian Objek Sita

Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah :

a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada dalam rumah.


(53)

d. Buku-buku yang bertulis dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), atau

f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

3. Tahap-tahap Pelaksanaan Penyitaan

Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

a. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya dilaksanakan sebagai berikut :

1) Membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2) Membuat Berita Acara Pelaksana Sita.

b. Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai berikut :

1) Menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rincian dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksana Sita.


(54)

3) Menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya ditempelin dengan segel sita dan kemudian penitipannya pada Penanggung Pajak atau menitipkannya pada bank.

c. Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di Bank berupa deposito, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan sebagai berikut :

1) Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada Bank disertai dengan penyampaian Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melakukan Penyitaan. 2) Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari

Pejabat dan membuat berita acara pemblokiran serta menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan Penanggung Pajak.

3) Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari Bank memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada Bank agar memberitahukan saldo kekayaan yang tersimpan pada Bank tersebut kepada Jurusita Pajak.

4) Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberitahukan kuasa kepada Bank, Pejabat meminta Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan Bank untuk memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank yang dimaksud.

5) Setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada Bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan


(55)

menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan Bank yang bersangkutan.

6) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada Bank setelah Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan biaya Penagihan Pajak.

7) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.

d. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan dibursa efek sebagai berikut :

1) Melakukan inventaris dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

3) Membuat berita acara pengalihan hak surat berharga atas nama dari Penanggung Pajak.

e. Pelaksanaan penyitaan terhadap piutang dilaksanakan sebagai berikut :

1) Melakukan inventarisasi dan membuat tentang jenis dan jumlah piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.


(56)

3) Membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang.

f. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya dilaksanakan sebagai berikut :

1) Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal pada perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

3) Membuat Akta Persetujuan Pengalihan Hak Penyertaan Modal pada perusahaan lain dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, salinannya disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal.


(57)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI DATA

A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Cara penagihan yang terakhir dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah penagihan paksa, dimana fiskus melalui Jurusita Pajak Negara menyampaikan/ memberitahukan Surat Paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui kantor Lelang Negara terhadap barang-barang Wajib Pajak. Cara penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun langkah ini merupakan upaya terakhir, apabila Wajib Pajak tidak segera memenuhi kewajiban.

Mekanisme penagihan utang pajak dengan Surat Paksa yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang tidak melunasi utang pajaknya adalah : 1. Kantor pelayanan Pajak Pratama mengeluarkan Surat Teguran setelah 7 (tujuh)

hari setelah jatuh tempo pembayaran melalui kantor pos dari hasil produksi penelitian diantaranya :

a. Surat Tagihan Pajak (STP)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Didalam Pelaksanaan penagihan utang pajak ini masih dalam penagihan pasif penyerahan ketetapan pajak.


(58)

2. Apabila utang pajak tidak dilunasi sejak diterbitkan Surat Teguran, maka Pejabat menerbitkan Surat Paksa setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari dan dalam hal ini :

a. Jurusita menandatangani tempat tinggal/tempat kedudukan Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Jurusita Pajak mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut.

b. Jika Jurusita bertemu langsung dengan Wajib Pajak dan meminta agar Wajib Pajak memperlihatkan surat-surat keterangan pajak yang ada untuk diteliti : 1) Apakah tunggakan pajak menurut STP/SKP/SKPKB cocok dengan jumlah

tunggakan yang tercantum dengan Surat Paksa.

2) Apakah ada surat keputusan/penghapusan, atau pengajuan keberatan atas utang pajak.

3) Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun/jenis pajak lainnya.

c. Kalau Jurusita tidak menemui Wajib Pajak maka Salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan kepada :

1) Keluarga Penanggung Pajak atau orang yang tinggal bersama yang sehat mental dan dewasa.

2) Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha yang bersangkutan.


(59)

3) Pejabat pemerintahan setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah), dalam hal ini harus memberi tandatangan pada Surat Paksa dan salinannya sebagai tanda diketahui oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.

4) Jurusita yang telah melaksanakan penagihan utang pajak dengan Surat Paksa, harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.

d. Biaya penyampaian Surat Paksa

Biaya harian Jurusita = Rp 20.000,00

Biaya perjalanan = Rp 30.000,00

Jumlah = Rp 50.000,00

Apabila seorang Jurusita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka Jurusita berhak sepenuhnya menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan apakah piutang pajak dan biaya penagihan telah dilunasi oleh Wajib Pajak atau belum. Tetapi itu tidak berarti bahwa Jurusita yang telah bersangkutan setelah menerima biaya penagihan, lalu bebas dari tanggung jawabnya terhadap pencarian piutang pajak tersebut. Apabila Jurusita yakin bahwa Wajib Pajak tersebut masih aktif dan potensial, maka Jurusita segera mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjut.

e. Surat Paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kasubsi penagihan disertai laporan penagihan dengan Surat Paksa dan diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Verifikasi untuk ditandatangani dan selanjutnya


(60)

Paksa tersebut Jurusita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga perusahaan Wajib Pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.

f. Laporan pelaksanaan Surat Paksa

Atas pelaksanaan Surat Paksa dibuat laporan oleh Jurusita yang melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut. Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu :

1) Pengakuan penyelesaian surat keberatan diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakannya ternyata sudah dikurangi.

2) Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang mungkin dikeluarkan.

3) Dalam kesan dan usulan hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya dari Wajib Pajak antara lain: kemampuan membayar, itikad mau membayar dan pandangannya terhadap penetapan/mengajukan usul untuk tindakan penagihan selanjutnya.

g. Apabila Jurusita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung, maka Jurusita membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya Surat Paksa, antara lain menghubungi pejabat pemerintahan setempat, polisi dan sebagainya.

3. Apabila juga utang yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak setelah lewat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa


(61)

diberitahukan kepada Wajib Pajak, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya.

Didalam pelaksanaan Jurusita dapat menempel kertas penyitaan kepada barang yang akan disita. Biasanya barang yang akan disita tidak akan dibawa oleh Jurusita dikarenakan :

a. Tidak adanya tempat penyimpanan barang sitaan.

b. Mengantisipasi terjadinya kerusakan barang sitaan dalam perjalanan.

4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak setelah lewat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang.

Dan dalam hal pelaksanaan lelang Jurusita mempertanyakan dulu kepada dinas yang bersangkutan atau kepada Wajib Pajak mengenai hak milik barang yang dilelang. Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang diberhentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada Wajib Pajak setelah pelaksanaan lelang.


(62)

B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Adapun kendala-kendala yang sering dihadapi berkaitan dengan penagihan pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah :

1. Terdapat tunggakan yang berbeda

Dalam prakteknya kadang terdapat perhitungan yang salah dari pajak yang seharusnya dibayar. Jika terdapat kesalahan seperti ini, maka Wajib Pajak berhak untuk menunda pembayaran pajak sampai telah ditentukan jumlah yang benar. Apabila dalam melaksanakan penyampaian Surat Paksa, Jurusita menemukan persoalan seperti tersebut diatas, yaitu tunggakan menurut Surat Paksa berbeda dengan tunggakan menurut surat ketetapan pajak yang ada pada Penanggung Pajak, maka Jurusita tidak dapat mengubah apa yang tertulis pada Surat Paksa atau mencoret dan menambahkan pembetulannya.

Jurusita mengembalikan Surat Paksa tersebut kepada kepala seksi penerimaan dan penagihan/kepala subseksi penagihan dengan disertai laporan dan usul agar dikeluarkan Surat Paksa yang baru dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama (pengganti Surat Paksa yang tadi) sesuai dengan yang sebenarnya.

2. Penanggung Pajak menolak Surat Paksa

Adakalanya Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa dengan berbagai alasan. Alasan penolakan ini kadang kala sengaja mencari-cari karena


(63)

Wajib Pajak tidak mau membayar pajaknya. Apabila penolakan didasarkan pada alasan lainnya, misalnya:

a. Karena sedang mengajukan surat keberatan b. Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas

Maka terhadap hal-hal yang demikian, Jurusita setelah memberikan keterangan seperlunya tetap melaksanakan Surat Paksa tersebut dengan menyerahkan salinan Surat Paksa kepada yang bersangkutan. Dan apabila Penanggung Pajak dan wakilnya tetap menolak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat ditinggalkan begitu saja pada tempat kediaman/tempat kedudukan Penanggung Pajak atau wakilnya dengan demikian Surat Paksa dianggap sudah diberitahukan/disampaikan.

3. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah

Pada waktu pelaksanaan penyitaan sering terjadi Jurusita tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang barang-barangnya yang akan disita.

4. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang Penanggung Pajak

Hambatan lain yang sering terjadi dalam pelaksanaan penyitaan adalah Jurusita tidak diperbolehkan menyita barang-barang milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

5. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau menandatangani berita acara


(64)

terjadi Wajib Pajak tidak mau menandatangani berita acara sita, sehingga penyitaan barang Wajib Pajak guna pelunasan hutang pajaknya terjadi tertunda. 6. Pembuktian barang-barang yang bukan milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak

Pada waktu melakukan penyitaan ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang akan disita tersebut bukanlah miliknya. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyitaan barang yang akan disita.

7. Tingkat kesadaran Wajib Pajak/Penanggung Pajak masih rendah

Walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistem self assessment

namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah dikarenakan masih kurangnya pengetahuan Wajib Pajak tentang perpajakan.

Dapat dilihat dari kendala-kendala yang sering ditemui dalam mekanisme penagihan pajak dengan Surat Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

8. Alamat Wajib Pajak tidak ditemukan atau Wajib Pajak pindah domisili tidak memberi tahu

Masalah yang paling sering ditemui oleh Fiskus yaitu pada saat penetapan dilakukan oleh seksi terkait dari hasil pemeriksaan sederhana kantor/penelitian dari buku pengawasan pembayaran masa, ternyata data tidak sesuai lagi dan pada SKP dikeluarkan, Wajib Pajak sudah tidak ada. Hal ini disebabkan karena


(65)

administrasi masih lemah, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan data secara terus-menerus dan mencatat setiap perubahan/perkembangan Wajib Pajak dengan adanya sistem komputerisasi. Setelah SKP keluar sebagai hasil pemeriksaan, sedangkan penagihan belum dilakukan atau sering berlarut-larut sehingga Wajib Pajak sudah pindah alamat tanpa memberitahukan ke KPP dan petugas tidak bisa membantu Wajib Pajak karena memang tidak punya organ seperti layaknya dinas luar.

C. Cara Penyelesaian Masalah dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa

Pemecahan masalah dalam hal penagihan pajak dengan Surat Paksa : 1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta

memahami peraturan dibidang perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistem self assessment namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang intensif.

2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan. 3. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama dengan instansi terkait,


(66)

sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan Wajib Pajak dalam menghindari penunggakan pajak.

4. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk ke rumah untuk melaksanakan tugasnya, maka Jurusita dapat melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

5. Adakalanya Wajib Pajak keberatan atau tidak memperbolehkan Jurusita untuk menyita barang milik Wajib Pajak tersebut. Dalam hal ini Jurusita Pajak memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang) apabila Wajib Pajak tersebut melunasi utang pajaknya.

6. Pada waktu melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu Wajib Pajak atau wakilnya harus dapat menunjukan bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan miliknya Wajib Pajak.

7. Apabila Wajib Pajak tidak mau menandatangani berita acara, Jurusita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena telah melanggar peraturan perundang-undangan.

Dilihat dari masalah-masalah yang timbul didalam pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pratama Medan Petisah dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


(67)

TABEL 4.1

Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi serta Pencairan Piutang pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Medan Petisah Tahun 2011

Triwulan Periode

Surat Teguran (Lembar) Pencairan Piutang (Rupiah) Surat Paksa (Lembar) Pencairan Setelah Surat Paksa

I Jan - Mar 18

27.855.000 6

102.670.000

II Apr - Jun 18

27.855.000 6

102.670.000

III Jul - Sept 20

45.785.000 10

327.879.000

IV Okt - Des 19

38.999.000 41 65.781.000.000

Jumlah 75 140.494.000 63 66.314.219.000

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah Tahun 2012

Dari tabel diatas, dapat kita lihat kinerja aparatur pajak pada seksi penagihan di KPP Pratama Medan Petisah dalam pelaksanaan penagihan pajak pada tahun 2011. Ternyata wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan masih tetap ada setiap triwulannya. Namun setelah surat teguran ini diterbitkan masih tetap ada wajib pajak yang tidak menghiraukan, maka pihak aparatur pajak harus menerbitkan surat paksa sebagai sarana pencairan tunggakan pajak.


(68)

Dari banyaknya surat teguran yang dikeluarkan oleh KPP Pratama Medan Petisah pada tahun 2011 ternyata wajib pajak segera membayar utang pajaknya dan tidak sampai dikeluarkannya Surat Perintah Melakukan Penyitaan. Dari data diatas ternyata tunggakan pajak terbesar dapat dicairkan setelah dikeluarkannya surat paksa. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perbandingan antara pencairan surat teguran dengan surat paksa yaitu jumlah surat teguran 75 lembar dengan pencairan Rp. 140.494.000 dan surat paksa berjumlah 63 lembar dengan pencairan Rp. 66.314.219.000.

Hal demikian yang membuat Wajib Pajak melalaikan kewajibannya dalam pembayaran pajak, dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan. Untuk itulah kewajiban para aparat pajak khususnya pada seksi penagihan dalam hal penagihan pajak dengan Surat Paksa untuk berupaya mencari solusi didalam pemecahan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan penagihan, dengan lebih aktif didalam pelaksanaan.

D. Rekapitulasi Kegiatan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di KPP Pratama Medan Petisah

Setiap tahun, seksi penagihan membuat laporan kegiatan penagihan yang dilakukan oleh petugas penagihan. Laporan ini dibuat triwulan sekali 4 (empat) kali dalam setahun.

Adapun salah satu faktor penting yang menjadi tolak ukur tingkat kepatuhan Wajib Pajak adalah masih banyaknya Wajib Pajak yang tidak memenuhi


(69)

kewajiban membayar pajak berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Semakin banyaknya jumlah penunggak pajak berarti semakin rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Bagaimanapun setiap tahun sektor pajak semakin meningkat, maka semakin meningkat pula jumlah Wajib Pajak yang menunggak.


(70)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dan yang telah dilaksanakan pembahasannya pada bab-bab terdahulu, kini sampailah penulis pada akhir penelitian dengan kesimpulan dan saran yang diambil dari tindakan pelaksanaan penagihan adalah :

Adapun kesimpulan yang penulis kemukakan sebagai berikut :

1. Kurangnya kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat masih diterbitkannya surat teguran yang dikeluarkan sebanyak 75 lembar dan jumlah surat paksa yang dikeluarkan sebanyak 63 lembar pada tabel 4.1 oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

2. Tujuan akhir dari pelaksanaan penagihan bukan menyita atau melelang tetapi pelunasan pajak yang terutang.

3. Dalam pelaksanaan penagihan masih banyak kendala-kendala dengan tidak ditemukannya harta yang dihadapi Jurusita Pajak.

4. Dalam melaksanakan kegiatan penagihan terhadap perpajakan harus mengikuti dasar hukum yang telah ditetapkan.

5. Selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan.


(71)

B. SARAN

1. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama dengan baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan Wajib Pajak dalam menghindari penunggakan pajak.

2. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang intensif.

3. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan hendaknya Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum tanggal jatuh tempo.

4. Perlunya peningkatan fungsi pengawasan terhadap penagihan pajak dan koordinasi serta kerja sama dalam pelaksanaan tugas pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan Negara.


(72)

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Moeljo, 1993, Dasar-Dasar Penagihan Pajak Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Soemitro Rochmat, 1998, Pajak dan Pembangunan, Edisi Kedua, PT.Eresco:Bandung

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak dengan Surat paksa

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000, Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan

Surat Paksa.

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2002 Tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak tahun 2002.


(1)

TABEL 4.1

Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi serta Pencairan Piutang pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Medan Petisah Tahun 2011

Triwulan Periode

Surat Teguran (Lembar) Pencairan Piutang (Rupiah) Surat Paksa (Lembar) Pencairan Setelah Surat Paksa

I Jan - Mar 18

27.855.000 6

102.670.000

II Apr - Jun 18

27.855.000 6

102.670.000

III Jul - Sept 20

45.785.000 10

327.879.000

IV Okt - Des 19

38.999.000 41 65.781.000.000

Jumlah 75 140.494.000 63 66.314.219.000

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah Tahun 2012

Dari tabel diatas, dapat kita lihat kinerja aparatur pajak pada seksi penagihan di KPP Pratama Medan Petisah dalam pelaksanaan penagihan pajak pada tahun 2011. Ternyata wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan masih tetap ada setiap triwulannya. Namun setelah surat teguran ini diterbitkan masih tetap ada wajib pajak yang tidak menghiraukan, maka pihak aparatur pajak harus menerbitkan surat paksa sebagai sarana pencairan tunggakan pajak.


(2)

Dari banyaknya surat teguran yang dikeluarkan oleh KPP Pratama Medan Petisah pada tahun 2011 ternyata wajib pajak segera membayar utang pajaknya dan tidak sampai dikeluarkannya Surat Perintah Melakukan Penyitaan. Dari data diatas ternyata tunggakan pajak terbesar dapat dicairkan setelah dikeluarkannya surat paksa. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perbandingan antara pencairan surat teguran dengan surat paksa yaitu jumlah surat teguran 75 lembar dengan pencairan Rp. 140.494.000 dan surat paksa berjumlah 63 lembar dengan pencairan Rp. 66.314.219.000.

Hal demikian yang membuat Wajib Pajak melalaikan kewajibannya dalam pembayaran pajak, dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan. Untuk itulah kewajiban para aparat pajak khususnya pada seksi penagihan dalam hal penagihan pajak dengan Surat Paksa untuk berupaya mencari solusi didalam pemecahan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan penagihan, dengan lebih aktif didalam pelaksanaan.

D. Rekapitulasi Kegiatan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di KPP Pratama Medan Petisah

Setiap tahun, seksi penagihan membuat laporan kegiatan penagihan yang dilakukan oleh petugas penagihan. Laporan ini dibuat triwulan sekali 4 (empat) kali dalam setahun.

Adapun salah satu faktor penting yang menjadi tolak ukur tingkat kepatuhan Wajib Pajak adalah masih banyaknya Wajib Pajak yang tidak memenuhi


(3)

kewajiban membayar pajak berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Semakin banyaknya jumlah penunggak pajak berarti semakin rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Bagaimanapun setiap tahun sektor pajak semakin meningkat, maka semakin meningkat pula jumlah Wajib Pajak yang menunggak.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dan yang telah dilaksanakan pembahasannya pada bab-bab terdahulu, kini sampailah penulis pada akhir penelitian dengan kesimpulan dan saran yang diambil dari tindakan pelaksanaan penagihan adalah :

Adapun kesimpulan yang penulis kemukakan sebagai berikut :

1. Kurangnya kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat masih diterbitkannya surat teguran yang dikeluarkan sebanyak 75 lembar dan jumlah surat paksa yang dikeluarkan sebanyak 63 lembar pada tabel 4.1 oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

2. Tujuan akhir dari pelaksanaan penagihan bukan menyita atau melelang tetapi pelunasan pajak yang terutang.

3. Dalam pelaksanaan penagihan masih banyak kendala-kendala dengan tidak ditemukannya harta yang dihadapi Jurusita Pajak.

4. Dalam melaksanakan kegiatan penagihan terhadap perpajakan harus mengikuti dasar hukum yang telah ditetapkan.

5. Selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan.


(5)

B. SARAN

1. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama dengan baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan Wajib Pajak dalam menghindari penunggakan pajak.

2. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang intensif.

3. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan hendaknya Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum tanggal jatuh tempo.

4. Perlunya peningkatan fungsi pengawasan terhadap penagihan pajak dan koordinasi serta kerja sama dalam pelaksanaan tugas pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan Negara.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Moeljo, 1993, Dasar-Dasar Penagihan Pajak Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Soemitro Rochmat, 1998, Pajak dan Pembangunan, Edisi Kedua, PT.Eresco:Bandung

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak dengan Surat paksa

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000, Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan

Surat Paksa.

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2002 Tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak tahun 2002.