Sumber Mata Air Hutan

43 kemiskinan. Di tahun 2006 di Desa Bumijawa, pernah terjadi pencurian pohon hutan oleh seorang penduduk Dukuh Bulakwaru RW VI Desa Bumijawa yang ditembak mati oleh polisi, dan yang lebih tragis orang tersebut dari keluarga miskin. Pertumbuhan dan Perkembangan Penduduk Melihat jumlah penduduk Desa Bumijawa tahun 2007: 11.997 dengan perbandingan luas wilayah 6,04 km2, maka kepadatan penduduk ialah 1986 jiwa per-km2, tetapi luas wilayah yang ada hampir 45 persen adalah hutan negara, berarti tidak mungkin perluasan wilayah pemukiman ke area hutan negara, justru sangat membahayakan terhadap keberlanjutan daerah hidrologis utama, baik untuk kepentingan air masyarakat Desa Bumijawa sendiri maupun Kota Tegal dan Slawi sekitarnya. Perkembangan penduduk selalu berhubungan dengan kebutuhan akan penyediaan pangan, kesempatan lapangan pekerjaan, pengembangan pendidikan, termasuk dengan kebutuhan air bersih yang semakin meningkat. Potensi Sumberdaya Alam Adapun potensi sumberdaya alam yang berkaitan dengan fungsi ekonomi, diantaranya:

1. Sumber Mata Air

Desa Bumijawa sebagai daerah siklus hidrologi utama, ditunjukkan dengan adanya Sumber air “Bulakan” yang telah dibangun dan dimanfaatkan sejak pemerintahan kolonial Belanda tahun 1906 tulisan pada bangunan induk untuk masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya sampai sekarang pengelolaannya oleh PDAM Kota Tegal. Selanjutnya sumber air “ Kali Pesing” dimanfaatkan oleh perusahaan kemasan air minum PT. Setya Wijaya Bakti Sentosa dan sumber air “Kalisela” sekarang sedang dikembangkan untuk tempat wisata “Water Boom”, serta penggunaan sumber air lainnya oleh pemilik kompleks penginapanvilla “COTEL” yang cukup luas. Keberadaan sumber air “Sayom” dan “Putri” yang dimanfaatkan oleh masyarakat RW I, RW II, RW III, RW IV, RW V dan VII yang debet airnya 44 bila musim kemarau hanya 2 sampai 3 liter per-detik, padahal kebutuhan air bersih per-jiwa di pedesaan ialah 60 liter per-hari Petugas Sanitarian Puskesmas Bumijawa, sehingga setiap musim kemarau sampai sekarang terjadi “krisis air bersih”, walaupun sudah dikelola oleh kelompok pemakai air bersih Pokmair “Sayom” dan mendapat beberapa kali bantuan dana dalam bentuk bangunan induk dan jaringan sampai ke lokasi pemukiman oleh pemerintah. Sedangkan sumber air Lemper RW VII, selama kurang lebih satu tahun ini, sampai awal penelitian tidak berfungsi atau dimanfaatkan, karena kerusakan terkena bencana alam pada awal tahun 2007.

2. Hutan

Hutan yang dapat dikontrol secara langsung dalam arti mempunyai hak kepemilikan ialah hutan rakyat dengan luas : 12,2 Ha. Jenis tanamannya beragam yaitu berbagai macam tanaman keras seperti albasia, mahoni, ada juga yang ditanami pohon pinus, tetapi menurut penjelasan dari petugas lapangan kehutanan, tanaman hutan rakyat kurang diimbangi dengan pola tanam yang benar dan perawatan yang berkelanjutan, sehingga hasilnya kurang berkualitas dan nilai jualnya rendah. Hutan negara yang menjadi kewenangan Perum Perhutani, mengingat Desa Bumijawa merupakan wilayah Asisten Perhutani Asper mempunyai luas : 430 Ha 41,58 dari luas lahan yang ada di Desa Bumijawa, terutama yang bermukim dengan perbatasan hutan, seperti Dukuh Karang Anyar dan Dukuh Bulakwaru RW VI, Dukuh Tembalang, Dukuh Germadang, Dukuh Gupakan RW VII dan Dukuh Bawangan RW VIII yang juga merupakan komunitas binaan Perhutani melalui LMDH Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Menurut penuturan Kepala Desa, disamping mendapat bagi hasil keuntungan produksi berupa uang melalui kelompok, terutama mereka yang sebagai penyadap getah pinus, juga memperoleh akses menanam tanaman palawija di sela-sela tanaman pohon pinus serta mendapatkan penyuluhan tentang pentingnya kelestarian tanaman hutan baik dari Perhutani maupun Pemerintahan Desa. 45 Adapun yang memprihatinkan bagi masyarakat yang memang terdesak kebutuhan ekonomi keluarga, seringkali memanfaatkan tanaman hutan untuk dijadikan kayu bakar dan dijual ke masyarakat sekitar, sehingga terjadilah penggundulan hutan yang lebih jauh akan merusak ekosistem termasuk mengurangi debet sumber air yang menjadi kebutuhan air bersih utama masyarakat Desa Bumijawa, seperti Sumber air “Sayom”. Organisasi dan Kelembagaan Organisasi dan Kelembagaan Sosial yang ada di Desa Bumijawa, dibentuk sesuai kebutuhan, baik berdasarkan insiatif masyarakat lokal maupun pihak pemerintahan desa ataupun stakeholders lainnya. Semakin berkembang masyarakat, maka semakin banyak dan kompleks kelembagaan yang dimiliki. Organisasi dan Kelembagaan ini bisa bersifat khusus Keagamaan, Politik ataupun bersifat umum Kemasyarakatan. Kelembagaan, yang selama ini mengelola kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga, yaitu : Kelompok Pemakai Air Bersih atau sering dikenal dengan nama Pokmair Sayom, mengambil nama sumber air “Sayom” yang berlokasi di RW VII yang dimanfaatkan oleh warga masyarakat di wilayah RW I, II, III, sebagian RW IV, V dan RW VII melalui jaringan pipa pedesaan. Pokmair Sayom dibentuk pada tanggal 5 Nopember 2000 sampai sekarang mengalami pergantian kepengurusan selama tiga kali, dimana dua kali kepengurusan Ketua berhenti sebelum masa baktinya berakhir tiga tahun, yaitu saat kepengurusan Bapak Basuki Tahun 2000-2003 dan Bapak Chaeri Tahun 2004-2006 karena adanya tekanan masyarakat sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap pelayanan distribusi air bersih di tingkat rumah tangga. Pada periode sekarang, yaitu kepengurusan Pokmair Sayom masa bakti 2006-2009, dikuatkan Surat Tugas Kepala Desa No.07III2006 dengan Ketua Sdr. Untung Sumardi. Tugasnya membantu Kepala Desa dalam mengelola kebutuhan air bersih, karena sering terjadi potensi konflik, karena distribusi air bersih yang tidak merata, apalagi hampir setiap musim kemarau tiba, selalu terjadi “krisis air bersih”. 46 Badan Keswadayaan Masyarakat BKM Satria merupakan lembaga masyarakat di tingkat kelurahan atau desa-perkotaan BPS yang cukup mengakar, representatif, dan kepemimpinan kolektif yang terbentuk sebagai proses pendampingan proyek P2KP di Desa Bumijawa yang berdiri pada tahun 2001 dengan Ketua Sdr. Drs. Nurokhim. BKM Satria sebagai representatif masyarakat melakukan perencanaan partisipatif melalui Rembug Tahunan Warga RTW dengan merumuskan Perencanaan Jangka Menengah Penanggulangan Kemiskinan PJM-Pronangkis untuk waktu 3 tahun, yang kemudian selalu ditinjau ulang setiap tahun, berdasarkan hasil pemetaan swadaya, diantaranya menjalin kemitraan dengan Pokmair Sayom dalam menggalang keswadayaan. Badan Permusyawaratan Desa BPD yang dahulu dikenal dengan Badan Perwakilan Desa yang dipilih langsung masyarakat, sekarang dipilih secara musyawarah antara Pemerintahan Desa dengan Ketua RTRW serta tokoh masyarakat perwakilan dukuh. Komposisi keanggotaan berjumlah 8 delapan orang. BPD masa bakti 2006-2011 dengan Ketua Sdr. Drs. A. Khumedi melalui Keputusan Bupati Tegal No. 188.412122006, tertanggal 19 September 2006. Fungsi BPD yaitu menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Menurut penuturan Ketua BPD sejak dilantik bulan September 2006, kemudian dilanjutkan memilih Ketua, Wakil dan Sekretaris serta musyawarah kerja, diantaranya membentuk Panitia pemilihan Kades, yang kemudian telah dilaksanakan dan berjalan lancar, juga menyerap dan menampung aspirasi masyarakat untuk usulan Musrenbang baik mulai dari tingkat RT, RW, Desa sampai tingkat Kecamatan, walaupun diakui sampai sekarang baru merencanakan pembuatan Perdes, termasuk harapan membuat Perdes Pengelolaan Air Bersih Masyarakat. Sedangkan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa LKMD masa bakti Tahun 2007-2012 dikukuhkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa No. 05VII2007, tertanggal 12 Juli 2007, yang fungsinya membantu dan melaksanakan tugas serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait tentang pelaksanaan Pemerintahan Desa. Di dalam kepengurusan Pokmair Sayom setiap periode Ketua LKMD selalu menjadi Penasehat yang dapat memberikan 47 pertimbangan-pertimbangan dalam pengelolaannya berdasarkan situasi yang terjadi di masyarakat. Untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan PKK, mulai dari PKK tingkat RT, RW, sedangkan untuk tingkat desa dilaksanakan setiap tanggal 6, sudah melembaga dalam melaksanakan pertemuan rutin bulanan, dengan ikatan Arisan dilanjutkan acara pengajian dan beberapa informasi dan pemberian ketrampilan oleh pengurusnya masing-masing. Hal ini diakui oleh Kepala Desa dan Ketua LKMD serta Ketua BPD, bahwa kegiatan pertemuan rutin PKK RT, RW dan Desa setiap bulan sekali secara berjenjang, merupakan sarana efektif untuk menyampaikan informasi segala kegiatan desa termasuk sudah mampu menggalang dana sosial, termasuk untuk kegiatan tingkat desa. Ditegaskan oleh Ibu Kepala Desa selaku Ketua TP.PKK Desa, bahwa dalam pertemuan PKK dari tingkat RT, RW dan Desa, partisipasi dari seluruh ibu- ibu dari segala lapisan sangat baik, disinilah arena silaturahmi tanpa membedakan status ekonomi dan pekerjaan. Ketua TP. PKK Desa didalam kepengurusan Pokmair Sayom sebagai Penasehat yang dapat memberikan konstribusi berkaitan dengan peran ibu-ibu dalam pemenuhan kebutuhan air bersih di tingkat rumah tangga. Karang Taruna “Taman Kusuma” Desa Bumijawa, menurut penuturan Ketuanya Sdr. Slamet Widodo, pada tahun 2006 dan tahun 2007, menjadi juara Karang Taruna tingkat Kabupaten Tegal, dan berbagai prestasi yang telah dicapai baik tingkat Kabupaten, eks. Karesidenan maupun Propinsi Jateng, dan berdasarkan SK. Dinas Sosial No. 04KPTSIX96, klasifikasi Karang Tarunanya berstatus “Maju”. Kepengurusan periode 2006-2009, berdasarkan hasil Temu Karya Desa pada tanggal 23 Juni 2006, telah dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa No. 15VI2006. Adapun aktifitasnya, selalu menjadi penggerak setiap panitia pelaksanaan kegiatan tingkat desa, melaksanakan pekan penghijauan dengan peduli sumber air bersih dengan menanam tanaman karet disekitar sumber-sumber air di Desa Bumijawa. Pada bulan Pebruari 2007 dengan bekerjasama Dinas PMKB dan 48 Kesos dan Dinas Tanbunhut Kab. Tegal serta donatur dari warga masyarakat yang sukses diperantauan dengan membantu dana untuk mendukung kegiatan tersebut. Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas UPTD Puskesmas Bumijawa, diantaranya ada petugas sanitarian yang menangani secara langsung membina dan mengawasi tentang pemanfaatan air bersih masyarakat, termasuk pengelolaan air bersih masyarakat untuk keperluan rumah tangga. Pengurus Mesjid Besar Al- Muttaqien Desa Bumijawa yang terletak di RW II, disamping menangani kegiatan keagamaan juga kegiatan sosial kemasyarakatan, karena mempunyai akses dan pengaruh secara langsung dan tidak langsung pada masyarakat, seperti pada saat kesulitan air bersih dan mengarah ke potensi konflik, sering disinggung dalam materi khotbah Jum’at tentang pentingnya kelestarian sumberdaya air dan kehidupan sosial kemasyarakatan. 49 KERAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT DI DESA BUMIJAWA Budaya Masyarakat Desa Bumijawa Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam kehidupannya Koentjaraningrat, 2002. Segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimilikinya. Sistem normanilai merupakan unsur pokok kebudayaan atau kehidupan yang mempengaruhi perilaku masyarakatnya. Kehidupan Sosial Kemasyarakatan Desa Bumijawa, sebagai wilayah pedesaan dengan nuansa kehidupan yang agraris, religius dan semangat kegotongroyongan sangat tinggi. Hal ini ditunjukan dalam kehidupan sehari-hari semangat kebersamaan dalam kehidupan keagamaan yang hampir semua warga masyarakat yang sudah berkeluarga, baik laki-laki maupun perempuan mengikuti kelompok jamiyahan, kegiatan rutin setiap tahun adanya program sunatan masal dan bedah rumah bagi keluarga miskin dengan dana swadaya masyarakat dan donator yang tidak mengikat. Di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, bila ada keluarga yang sakit di rawat di Puskesmas atau Rumah Sakit, secara umum setiap RT hampir mempunyai dana sosial untuk membantu meringankan biaya dengan menjenguk secara kelompok atau perorangan, begitupun bila ada keluarga yang meninggal kebiasaan “melayat” mengunjungi keluarganya dengan memberikan sumbangan uang atau beras. Kebiasaan sampai sekarang masih melekat pada masyarakat yaitu setiap ada keluarga mempunyai hajat sunatan atau pernikahan, dengan membentuk kepanitiaan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan pada acara hajatan tersebut dari para tetangga dekat secara suka rela. Ada hal yang menarik dan khas, dimana kegiatan ibu-ibu secara berjenjang dari tingkat RT, RW sampai tingkat Desa, yang pada awalnya merupakan kebutuhan program pemerintah, sampai sekarang sudah melembaga, yaitu 50 kegiatan pertemuan rutin bulanan PKK yang diikuti semua ibu-ibu yang sudah berkeluarga tanpa kecuali dengan ikatan arisan serta mengumpulkan dana sosial. Menurut penuturan Ibu Ketua Tim Pengggerak PKK Desa dan beberapa pengurus PKK tingkat RT, pengurus PKK tingkat RW, pertemuan rutin bulanan secara berjenjang merupakan sarana efektif untuk memberikan informasi dan kepentingan sosial kemasyarakatan, termasuk program-program ketrampilan ibu- ibu. Dari tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Bumijawa, Keluarga Pra Sejahtera 42,28 persen dari jumlah 3114 Kepala Keluarga yang ada Pendataan Keluarga, 2007. Sedangkan melihat pemanfaaatan jaringan air bersih yang dikelola oleh Pokmair Sayom untuk Keluarga Pra Sejahtera RW I 27,61 persen, RW II 28,47 persen dan RW III 36,59 persen. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya potensi dalam pengelolaan air bersih secara profesional dengan sistim meteran, karena banyaknya prosentase tahapan keluarga di atas Pra Sejahtera atau mempunyai kemampuan secara finansial. Nilai Air dan Teknologinya Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni peradaban manusia. Tanpa pengembangan sumberdaya air secara konsisten peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu, pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air merupakan dasar peradaban manusia. Sebelum tahun 1976 di Desa Bumijawa, masyarakat masih mengandalkan kebutuhan air bersih dari sumur buatan pada saat itu dimiliki oleh beberapa orang dan sumber air yang keluar masih baik, karena masih berfungsinya embung air “rancah buyur” yang ada di tengah Desa, sebagai resapan air dengan cara mengangsu menimba dengan ember secara manual. Secara umum masyarakat, juga memanfaatkan air bersih untuk keperluan rumah tangga dari sumber air “Bulakan” yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari pemukiman, sehingga saat itu kebutuhan air bersih masyarakat dianggap tidak masalah. 51 Perkembangan berikutnya, setelah pasca pembangunan jaringan air bersih pada tahun 1976 dari sumber air Sayom, disertai dengan pembangunan hidran umum di beberapa lokasi pemukiman, sehingga masyarakat menjadi terbiasa dalam memenuhi kebutuhan air bersih dekat pemukiman atau melalui jaringan pipa sampai ke rumah melalui pengelolaan air bersih masyarakat dengan sistim iuran bulanan bahkan pernah juga diterapkan sistim meteran. Walaupun Desa Bumijawa dikenal mempunyai kekayaan sumberdaya air, tetapi dalam memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga, masyarakat sudah terbiasa dengan memanfaatkan jaringan pipa sampai ke pemukiman, sehingga sudah menganggap air yang mempunyai nilai sosial juga mempunyai nilai ekonomi. Hal ini juga mengakibatkan pergeseran budaya tentang kesulitan air bersih, bukan karena kekurangan sumber air bersih di tingkat Desa tetapi karena tidak lancarnya distribusi air bersih melalui jaringan pipa ke pemukiman. Kejadian pada awal penelitian, dimana keluarga yang mengalami kesulitan distribusi jaringan air bersih sampai ke pemukiman, dengan membeli air bersih melalui bak besar yang diangkut mobil bak terbuka atau tangki air bersih yang dimiliki oleh perusahaan kemasan air minum. Biasanya untuk keperluan air bersih rumah tangga mengeluarkan biaya antara lima ribu rupiah per hari, sedangkan bagi keluarga yang masih memiliki sumur buatan dengan menggunakan mesin sanyo, dengan resiko menambah biaya beban listrik. Pemanfaatan Sumber Daya Air Desa Bumijawa merupakan salah satu dari 287 desakelurahan yang ada di Kabupaten Tegal, yang letak geografisnya di wilayah hulu selatan desa pegunungan sesungguhnya merupakan daerah lokasi potensi sumber daya air. Adapun sumber daya air yang dimanfaatkan baik oleh masyarakat maupun stakeholders, dapat dilihat dalam tabel berikut ini: 52 Tabel 6. Nama Sumber Air, Lokasi dan Pemanfaat di Desa Bumijawa No Nama Sumber Air Pemanfaat Lokasi Keterangan 1. Sayom Pokmair Sayom RW I, II, III, VII sebagian RW IV, RW V. RW VII Dukuh Gupakan Per- batasan dengan hutan negara Dibangun jaringan air bersih pipanisasi sampai ke pemukiman oleh Pemda pada tahun 1976. 2. Putri Pokmair Sayom RW I, II, III, VII. RW VII Dukuh GupakanWila- yah hutan negara Dibangun pada tahun 2003 dan 2004, sebagai pemasok atau tambahan debet sumber air Sayom oleh APBD. 3. Lemper Pokmair Sayom RW I, II, III, VII. RW VII Dukuh GupakanWila- yah hutan negara Dibangun pada tahun 2004, tetapi setelah terkena bencana alam pada awal tahun 2007 tidak dapat berfungsi karena jaringan rusak. 4. Bulakan PDAM Kota Tegal RW II Dukuh Krajan Dibangun sejak masa pemerintahan Belanda, untuk masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya 5. Kalipesing PT. Setia Wijaya Bhakti Sentosa Perusahan Kemasan Air Minum Swasta RW I Dukuh Bandarsari Dibangun pada tahun 1993, di dekat lokasi sumber air. 6. Kalisela Perusahaan Swasta perorangan, untuk wisata Water Boom RW I Dukuh Bandarsari Sampai saat penelitian masih dalam proses pembangunan. Sumber Data: Hasil Wawancara dengan Kepala Desa dan Ketua BPD Pemanfaatan sumber air yang ada di wilayah Desa Bumijawa oleh PDAM Kota Tegal maupun oleh pihak swasta lainnya, ternyata kurang memberikan konstribusi langsung dalam pengelolaan air bersih masyarakat untuk memenuhi kebutuhan tingkat rumah tangga. Berdasarkan penuturan Kepala Desa dan Ketua BPD, bahwa PDAM Kota Tegal memberikan konstribusi ke pemerintahan desa Bumijawa baru mulai tahun 2007 sebesar l5 juta rupiah per tahun, sebelumnya hanya sekedar memberikan sumbangan kepada kegiatan peringatan 17 Agustus yang berkisar maksimal lima ratus ribu rupiah. Sedangkan Perusahaan Kemasan Air Minum, hanya memberikan konstribusi dengan memberikan peluang kerja bagi warga masyarakat, sedangkan berdasarkan penuturan Ketua BPD, hanya membantu membelikan pakaian Hansip Desa Bumijawa setiap tahun. 53 Sejarah Pengelolaan Air Bersih Desa Bumijawa merupakan wilayah yang dikenal dengan potensi sumberdaya air, karena sejak pemerintahan Belanda sudah memanfaatkan sumber air ‘Bulakan’ sebagai pemasok untuk kebutuhan air bersih masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya, yang sampai sekarang masih dalam pengelolaan PDAM Kota Tegal. Pada tahun 1976 Pemerintah Kabupaten Tegal membangun jaringan air bersih pipanisasi sampai ke pemukiman penduduk dari sumber air ‘Sayom’ dengan bak induk penampung yang mampu menampung 250 meter kubik dengan beberapa hidran umum. Sejak saat itulah masyarakat menikmati air bersih sampai ke lokasi pemukiman, yang sebelumnya selama bertahun-tahun harus berjalan kaki ke sumber air Bulakan yang jaraknya kurang lebih satu kilo meter dari pemukiman penduduk. Adapun awal pengelolaan air bersih masyarakat dilakukan oleh Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa LKMD dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1999, yang pada saat itu masyarakat lebih banyak memanfaatkan air bersih melalui hidran umum yang ada di beberapa lokasi pemukiman. Perkembangan berikutnya, pengurus LKMD mulai membuka pendaftaran untuk memasang jaringan sampai ke rumah-rumah secara swadaya tetapi dilakukan secara ketat dengan iuran per bulan dimulai dari dua ratus rupiah sampai seribu lima ratus rupiah. Hasil keuangan yang ada digunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan jaringan, hidran- hidran umum serta honor pengurus. Menurut penuturan Bapak H. Munadirin selaku mantan pengurus LKMD, pengelolaan air bersih pernah diambil alih oleh Kepala Desa melalui perangkat desa pada tahun 1982 tetapi hanya berlangsung kurang dari satu tahun kemudian diserahkan kembali kepada pengurus LKMD, karena perkembangannya secara teknis banyak mengalami kesulitan dan menganggu tugas pokok yang melayani masyarakat di bidang pemerintahan desa. Pada tanggal 5 Nopember 2000, berdasarkan hasil musyawarah pemakai jaringan air bersih Sayom, dengan dihadiri oleh Kepala Desa, LKMD, Ketua RT dan RW serta tokoh masyarakat, dibentuklah Kelompok Pemakai Air Bersih yang disingkat Pokmair “Sayom” mengambil istilah dari nama sumber air Sayom dengan periode kepengurusan 54 selama tiga tahun. Hal ini mendasari pertimbangan dari sebagian besar pemakai jaringan air bersih Sayom, yang berkeinginan agar pengelolaannya dari, oleh dan untuk anggota dengan difasilitasi oleh Kepala Desa, LKMD. Disamping itu untuk mengantisipasi perkembangan jumlah anggota yang memasang jaringan pipa ke rumah yang harus diimbangi dengan upaya menambah debet air bersih melalui penambahan sumber air di luar Sayom, termasuk pemeliharaan dan menjaga kelestarian sumberdaya air secara mandiri dan berkelanjutan, sekaligus menjawab adanya keinginan sebagian kelompok kecil masyarakat agar pengelolaannya diambil alih oleh PDAM. Kepengurusan pertama yaitu masa bakti tahun 2000-2003, di pimpin oleh Bapak Basuki dengan jumlah anggota berdasarkan hasil registrasi awal ada 298 termasuk kantor-kantor, baik pemerintahan desa, sekolahan maupun pemerintahan kecamatan. Mengingat perkembangan berikutnya, semakin meningkatnya pemakaian air bersih oleh anggota, sementara debet air bersih tetap bahkan ada kecenderungan berkurang karena faktor kerusakan ekosistem di sekitar lokasi sumber air perbatasan dengan hutan negara, maka pengurus melakukan upaya penambahan debet air melalui pasokan sumber air di luar Sayom melalui pemerintahan desa maupun Dinas Kesehatan. Pada tahun 2001 Pokmair Sayom mendapatkan pendampingan teknis dari Dinas Kesehatan Puskesmas Kecamatan Bumijawa, maka pengurus melangkah dengan menggunakan sistim meteran, dengan ketentuan per-meter kubik dua ratus rupiah dengan minimal penggunaan per bulan anggota membayar tiga ribu rupiah. Untuk kelancaran operasional dengan menempati sekretariat di lokasi bangunan di bawah Bak Induk Penampung Desa sebagai tempat pelayanan anggota, terutama dalam membayar setoran bulanan. Pada kurun waktu tahun 2003, terjadi musim kemarau panjang yang berdampak pada berkurangnya secara drastis debet sumber air Sayom dan Putri yang dikelola oleh Pokmair Sayom, pengurus berupaya dengan sistim giliran yang direncanakan per blok. Namun upaya pengurus, oleh sebagian kecil anggota menimbulkan ketidakpuasan dengan mengambil tindakan provokatif kepada pengurus. baik secara langsung maupun tidak langsung. Di sisi lain pengurus 55 ingin melakukan tindakan tegas berdasarkan ADART yang saat itu ada, tetapi kurang mendapat perlindungan dari pemerintahan desa melalui Kepala Desa. Hal tersebut di atas, menimbulkan pro dan kontra di antara anggota dan tokoh masyarakat, sesungguhnya sebagian besar menginginkan kepengurusan dilanjutkan oleh ketua Bapak Basuki, tetapi yang bersangkutan tidak bersedia, dengan alasan non teknis dimana keluarga tidak kuat mendengar perkataan- perkataan yang tidak mengenakan serta tekanan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh sebagian kecil anggota. Padahal pada saat itu bisa mengembangkan potensi kemandirian anggota dari pembayaran tarif bulanan sistim meteran, dimana pada akhir kepengurusan melaporkan keadaan keuangan sampai mengasilkan kas sebesar 19 juta lima ratus ribu rupiah, serta memberikan konstribusi untuk pemerintahan desa sebesar dua juta rupiah per tahun. Kepengurusan periode ke dua tahun 2004-2006, yaitu dengan ketua Bapak Chaeri dengan dikuatkan Surat Keputusan Kepala Desa No. 02I2004. Pada saat awal kepengurusan dengan melanjutkan sistim meteran, tetapi kurang memperhitungkan kapasitas antara jumlah minimum debet air dengan jumlah pemakaian anggota, apalagi dengan tidak membatasi pendaftaran anggota baru yang tidak memakai sistim meteran. Belum sampai berjalan satu tahun, Ketua mengundurkan diri dengan alasan non teknis seperti tersebut di atas. Kemudian pengelolaan diambil alih oleh wakil ketua sampai kepengurusan berakhir, dimana dengan meninggalkan situasi dimana sistim meteran secara keseluruhan tidak difungsikan kembali. Pada kepengurusan periode ke tiga masa bakti tahun 2006-2009 periode sekarang dengan ketua Sdr. Untung Sumardi berdasarkan Surat Tugas Kepala Desa No. 07III2006, tertanggal 31 Maret 2006. Berdasarkan hasil registrasi ulang keanggotaan berjumlah 270, dan keadaan yang terjadi sampai sekarang iuran bulanan dengan rata-rata tiga ribu rupiah per bulan, padahal pipanisasi dengan sistim gravitasi, dimana aliran air melalui jaringan pipa terus mengalir berputar secara mekanik menuju tempat-tempat yang terbuka kran terbuka dan kembali ke bak pelepas tekan atau bak penampung. Hal ini apabila tidak menggunakan sistim meteran, atau anggota tidak menggunakan stop kran, maka 56 lokasi-lokasi yang tidak strategis, selalu akan mengalami kekurangan air bersih, apalagi kepengurusan ini tidak memfungsikan Sekretariat dan Bak Penampung. Berdasarkan uraian sejarah pengelolaan air bersih masyarakat di atas, maka dari kepengurusan periode pertama, ternyata mampu mengembangkan potensi financial capital dengan menggali dana kemandirian dari anggota melalui sistim jaringan meteran sampai menghasilkan kas sebesar 19 juta lima ratus ribu rupiah serta mampu memberikan konstribusi kepada pemerintahan desa sebesar dua juta rupiah per tahun. Hal ini juga adanya ADART dan sistim meteran mempengaruhi perilaku hemat air. Sedangkan kelemahannya pengurus tidak mampu mengantisipasi aspek ekologi, melalui kegiatan memelihara dan menjaga ekosistem di sekitar sumberdaya air dengan bekerjasama dengan Asper Perhutani atau stakeholders lainnya. Dari sisi pengalaman Bapak Basuki Ketua Pokmair Sayom, dalam mengelola kebutuhan hajat hidup masyarakat air bersih ternyata juga diperlukan adanya peraturan pemerintahan desa yang kuat, sehingga pengurus merasakan adanya perlindungan dan kepastian hukum mengenai struktur dan peran yang harus dilakukan dalam mengelola air bersih di masyarakat. Pada kepengurusan periode kedua dan ketiga yang sedang berjalan, justru semakin melemahnya struktur dan peran pengurus Pokmair Sayom, termasuk kepercayaan anggota terhadap pengurus atau sebaliknya, termasuk dengan tidak memberlakukan sistim meteran dengan kondisi jaringan sistim gravitasi, semakin menambah ketidaklancaran distribusi air bersih, melemahnya perilaku hemat air, dan tidak mampu memaksimalkan financial capital yang mampu menggali kemandirian, dalam memelihara keberlangsungan pengelolaan air bersih. Menurut penuturan Ketua Pokmair Sayom Sdr. Untung Sumardi, sebenarnya ada keinginan dari anggota dan tokoh masyarakat, agar pengelolaan air bersih lebih difokuskan atau diprofesionalkan oleh pemerintahan desa, misalnya dikuatkan dengan Peraturan Desa Perdes, mengingat ke depan kebutuhan air bersih masyarakat semakin meningkat, seiring meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya debet air bersih dari sumber air yang terbatas. 57 Program Pengembangan Masyarakat melalui Panitia Kemitraan Pakem Tirta Sayom. Pengembangan Masyarakat adalah gerakan yang dirancang untuk meningkatkan kehidupan seluruh komunitas dengan partisipasi aktif dan atas prakarsa komunitas, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh lembaga- lembaga non pemerintah Adi, 2008. Panitia Kemitraan yang disingkat dengan Pakem merupakan pelaksana kegiatan program Penanggulangan Kemiskinan Terpadu PAKET P2KP yang dilaksanakan di Desa Bumijawa pada tahun 2007, karena menurut BPS merupakan wilayah Desa-Perkotaan. Dari hasil Rembug Warga Tahunan RWT yang dilakukan oleh BKM Satria dengan Kepala Desa, menghasilkan Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan PJM-Pronangkis Desa Bumijawa, dengan prioritas pertama yaitu: Warga kekurangan air bersih, terutama di musim kemarau, karena jaringan air bersih rusak, debet air kurang, belum kuatnya kelembagaan Kelompok Pemakai Air Bersih Sayom, khususnya di RW I, II, III, IV, VI dan VII. Adapun program PAKET P2KP, yaitu: Pembangunan dan Perbaikan Sarana Air Bersih Sayom, khususnya untuk mengembangkan jaringan air bersih di pemukiman warga miskin yang ada di RW VII lokasi sumber air. Pakem dinamakan Tirta Sayom, mengambil nama program yang akan dilaksanakan berkaitan dengan pembangunan dan perbaikan jaringan air bersih Sayom, merupakan kemitraan sinergis dan kolaboratif antara dinas teknis, pemerintahan desa, dan masyarakat yang peduli dengan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Keterlibatan pengurus Pokmair Sayom, merupakan unsur yang mewakili kelompok peduli yang mengelola air bersih masyarakat. Pakem Tirta Sayom, yang diketuai oleh Bapak Basuki mantan ketua Pokmair Sayom dengan jumlah anggota 15 orang, terdiri dari unsur Pemerintahan Desa 2 orang, BKM 1 orang, BPD 1 orang, LKMD 2 orang, TP. PKK 1 orang, Tokoh Masyarakat 2 orang, Pengurus Pokmair Sayom 2 orang, Karang Taruna 1 orang dan warga miskin 2 orang yang menjadi sasaran program serta dinas teknis UPTD Puskesmas 1 orang. 58 Pelaksanaan kegiatannya, secara teknis yang bekerja di lapangan ialah pengurus Pokmair Sayom, yaitu Sdr. Untung Sumardi Ketua Pokmair dan Sutrisno Bendahara Pokmair, dengan membangun bak penampung di lokasi pemukiman RW VII yang selama ini belum tersentuh jaringan air bersih dan banyak warga miskinnya. Pada saat akhir penelitian, ada tindak lanjut dari pelaksanaan program Pakem Tirta Sayom, yaitu memfungsikan sumber air “Lemper” nama sumber air, yang hampir satu tahun tidak berfungsi, karena terkena bencana alam dengan membuka jaringan pipanisasi langsung ke Bak Penampung Desa. Pakem Tirta Sayom, yang secara langsung melibatkan pengurus Pokmair Sayom dengan program pengembangan masyarakat dalam bentuk Pembangunan Bak Penampung Baru di lokasi pemukiman RW VII lokasi sumber air Sayom, agar masyarakat sekitar mudah untuk mengakses air bersih dan memasang jaringan baru dengan memfungsikan sumber air Lemper langsung ke Bak Penampung Induk Desa yang mampu menampung 250 meter kubik, ternyata lebih berorientasi pada pembangunan fisiknya, tanpa menyentuh pada pemberdayaan kelembagaan pengelolaan air bersih masyarakat. Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat Pengelolaan air bersih berbasis masyarakat di Desa Bumijawa melalui wadah lembaga Kelompok Pemakai Air Bersih Pokmair Sayom, yang berdiri sejak tanggal 5 Nopember 2000 atas insiatif dari masyarakat yang memanfaatkan jaringan pipa air pedesaan, bak induk, bak penampung dari sumber air Sayom. Perkembangan selanjutnya juga memanfaatkan sumber air Putri dan Lemper dengan difasilitasi oleh pemerintahan desa. Untuk menganalisa kapasitas kelembagaannya ialah dengan melakukan studi dokumentasi, observasi dan wawancara mendalam tentang Pokmair Sayom masa bakti tahun 2006-2009, meliputi sarana dan prasarana, anggaran, normaaturan tertulis dan jejaring kerjasama. 59 Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana yang dimaksud yaitu fasilitas dan perlengkapan yang dimiliki dan dibutuhkan dalam menunjang pengelolaan dan pelayanan air bersih bagi anggotanya oleh pengurus Pokmair Sayom. Pelayanan administrasi yang dilakukan oleh pengurus sekarang dilakukan di rumah Ketua atau Bendahara.

1. Kantor Sekretariat