Dana Alokasi Umum Dana Perimbangan

Bagi hasil dialokasikan kepada daerah dengan persentase tertentu yang diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001. Selanjutnya berdasarkan Undang- Undang PPh yang baru UU No. 17 Tahun 2000, mulai Tahun Anggaran 2001 daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan PPh orang pribadi personal income tax, yaitu Pajak Penghasilan PPh Karyawan Pasal 21 serta Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pasal 2529. Ditetapkannya pajak penghasilan Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki sumber daya alam tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara. Dari Tabel 6 terlihat bahwa dana bagi hasil setelah desentralisasi fiskal telah mempertimbangkan daerah penghasil, seperti pos iuran hasil hutan IHH, provisi sumber daya hutan PSDH, royalti dan land rent sumber daya alam pertambangan umum, dan royalti sumber daya alam migas. Selain mempertimbangkan daerah penghasil, undang-undang yang baru ini memberikan persentase bagi hasil yang lebih besar dari pada undang-undang sebelumnya untuk beberapa pos.

2. Dana Alokasi Umum

Pola sistem bagi hasil berhasil mengurangi ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah karena sebagian keuangan pusat telah di limpahkan ke daerah untuk mendukung desentralisasi tetapi akan menimbulkan ketimpangan horizontal horizontal imbalance antara daerah penghasil dan non penghasil. Hal ini disebabkan hanya beberapa daerah di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam secara signifikan, seperti minyak bumi dan gas alam, pertambangan, dan kehutanan. Demikian pula halnya dengan potensi penerimaan daerah dari pajak bumi dan bangunan, bea perolehan atas tanah bangunan, dan pajak penghasilan perorangan, dimana potensi yang cukup signifikan hanya dimiliki oleh beberapa daerah saja. Dana alokasi umum merupakan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah. Secara umum pada pemerintahan orde baru terdapat tiga jenis transfer uang dari pusat ke daerah yaitu dalam bentuk subsidi daerah otonom, instruksi presiden dan daftar isian proyek DIP. Kedua jenis pertama merupakan bantuan antar tingkat pemerintah daerah intergovernmental grant sebab menjadi anggaran pemerintah daerah. Sementara daftar isian proyek diklasifikasikan sebagai “in-kind” alocation, sebab walaupun dana mengalir ke daerah, namun tidak termasuk ke dalam anggaran pemerintah daerah. Subsidi daerah otonom adalah jenis bantuan dari pemerintah pusat untuk mendukung anggaran rutin pemerintah daerah untuk membantu menciptakan perimbangan keuangan antar tingkat pemerintahan. Oleh karena itu sebagian besar dana subsidi daerah otonom 95 persen untuk membiayai pegawai pemerintah di daerah. Sementara instruksi presiden adalah bantuan untuk kegiatan pembangunan di daerah. Ada beberapa instruksi presiden yaitu: Instruksi Presiden Daerah Tingkat I, Instruksi Presiden Daerah Tingkat II, Instruksi Presiden Sekolah Dasar, Instruksi Presiden Kesehatan, Instruksi Presiden Penghijauan dan Reboisasi, Instruksi Presiden Pasar, Instruksi Presiden Peningkatan Jalan Provinsi, Instruksi Presiden untuk Desa Tertinggal atau IDT Mahi, 2000. Menjelang otonomi daerah diberlakukan sistem transfer dari pusat ke daerah di Indonesia tidak mempunyai perbedaan yang berarti dengan pola subsidi daerah otonom dan instruksi presiden. Istilah yang digunakan untuk transfer selama tahun anggaran 1999-2000 adalah dana rutin daerah DRD untuk pengganti subsidi daerah otonom dan dana pembangunan daerah DPD untuk mengganti instruksi presiden. Dana pembangunan daerah tahun 19992000 terdiri dari empat bagian yaitu dana pembangunan desa, dana pembangunan kabupatenkota, dana pembangunan provinsi dan jaring pengaman sosial JPS. Setelah otonomi daerah, dana rutin daerah dan dana pembangunan daerah diganti dengan dana alokasi umum. Nilai dana alokasi umum meningkat signifikan dibanding dengan pola lama karena jumlahnya paling tidak 25 persen dari penerimaan dalam negeri pemerintah sesudah dikurangi bagian dari pajak dan sumber daya alam yang diserahkan ke daerah. Jadi tujuannya lebih kepada pemerataan. Riyanto 2003 menjabarkan dana alokasi umum sebagai berikut. Formula dana alokasi umum tahun 2001 disusun dari tiga komponen yaitu faktor penyeimbang FP daerah, faktor formula dan faktor lum-sump. Faktor penyeimbang untuk menghitung dana alokasi umum 2001 menggunakan patokan “minimal sama dengan dana rutin daerah dan dana pembangunan daerah tahun sebelumnya”. Demi menghindari tidak diterimanya pembagian dana tersebut oleh daerah. Dalam formula, ini merupakan “faktor penyeimbang” untuk menjamin tidak ada daerah yang mendapat transfer lebih rendah dari tahun sebelumnya. Untuk faktor formula digunakan pendekatan fiskal gap yaitu selisih antara kebutuhan daerah dengan potensi penerimaan daerah. Daerah yang kebutuhannya III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pool data 13 kabupaten dan satu kota di Kalimantan Tengah selama periode 1995-2005. Data sekunder yang digunakan berasal dari: Badan Pusat Statistik Pusat Jakarta, Badan Pusat Statistik Kalimantan Tengah, dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Jenis dan sumber data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2. Spesifikasi Model

Model dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah disusun dalam persamaan simultan. Model dikelompokkan dalam tiga blok yaitu: 1 blok perekonomian daerah, 2 blok penerimaan fiskal daerah, dan 3 blok pengeluaran fiskal.

3.2.1. Penerimaan Fiskal Daerah

Blok penerimaan fiskal daerah terdiri atas dua persamaan struktural yaitu persamaan pajak daerah, dan bagi hasil pajak; dan empat persamaan identitas yaitu penerimaan asli daerah, transfer, bagi hasil dan total penerimaan pemerintah daerah. 1. Pajak daerah Pajak PAJAK = a + a 1 PDRB + a 2 KPOP + a 3 LPAJAK + a 4 DDF ...........................3.1 Parameter estimasi yang diharapkan: a 1 , a 2 , a 3 , a 4 2. Bagi hasil pajak BHP BHP = b + b 1 PDRB + b 2 LBHP + b 3 DDF..........................................3.2 Parameter estimasi yang diharapkan: b 1 , b 2 , b 3