tersebut menunjukan bahwa kitosan tidak memiliki ikatan karbon rangkap pada oksigennya seperti halnya pada struktur kitin.
Kitin dan kitosan yang dibuat secara termokimia dari kulit udang dan cangkang kepiting, tahap pertamanya adalah proses deproteinasi pada kondisi
alkali, selanjutnya demineralisasi pada kondisi asam Tsigos et. al., 2000. Namun demikian, proses pembuatan kitosan secara kimiawi memiliki
beberapa kerugian. Kebutuhan panas yang tinggi selama proses tersebut memerlukan energi yang banyak, serta limbah cair yang mengandung bahan
kimia bersifat basa bila dibuang ke lingkungan maka akan menimbulkan pencemaran Srinivasan dalam Azis, 2002.
Menurut Angka dan Suhartono 2000, kitosan memiliki sifat yang unik. Unit penyusun kitosan adalah disakarida 1 - 4 – 2 – amino – 2 –deoksi -
α - D - glukosida yang saling berikatan
β. Penampilan fungsional kitosan ditentukan oleh sifat fisik dan kimiawinya, seperti halnya polisakarida lain.
Sandford 1988 menerangkan, bahwa kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, H
2
SO
4
, sedikit larut dalam HCl, HNO
3
dan H
3
PO
4
, larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik untuk pH diatas 6.5.
B. ENZIM KITIN DEASETILASE
Lehninger 1997 mengemukakan bahwa enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan urut-urutan yang teratur,
enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi, dan yang
membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana. Diantara sejumlah enzim yang berpartisipasi didalam metabolisme, terdapat sekelompok khusus
yang dikenal sebagai enzim pengatur, yang dapat mengenali berbagai isyarat metabolik dan mengubah kecepatan katalitiknya sesuai dengan isyarat yang
diterima. Melalui aktivitasnya, sistem enzim terkoordinasi dengan baik, menghasilkan suatu hubungan yang harmonis di antara sejumlah aktivitas
metabolik yang berbeda, yang diperlukan untuk menunjang kehidupan.
Enzim merupakan protein yang disintesis oleh sel makhluk hidup untuk mengkatalisis reaksi yang berlangsung didalamnya. Enzim memiliki sifat-
sifat umum protein dan merupakan biokatalisator dengan spesifitas dan efisiensi tinggi. Enzim akan terdenaturasi pada suhu tinggi dan kondisi
ekstrim lainnya seperti tinggi rendahnya pH atau tekanan, Suhartono, 1989. Lehninger 1997 menambahkan bahwa enzim adalah katalisator sejati.
Molekul ini meningkatkan dengan nyata kecepatan reaksi kimia spesifik yang tanpa enzim akan berlangsung amat lambat. Enzim tak dapat mengubah
kesetimbangan reaksi yang dikatalisisnya; enzim juga tak akan habis dipakai atau diubah secara permanen oleh reaksi-reaksi ini. Menurut Manitto 1981,
bahwa tiga sifat utama dari biokatalisator yaitu : dapat menaikkan kecepatan reaksi, memiliki kekhususan dalam reagen dan produk, dapat mengontrol
kinetika reaksi. Enzim temostabil umumnya dihasilkan oleh mikroba mesofilik dan
termofilik. Walaupun reaksi katalitik enzim termostabil yang diproduksi oleh mikroba termofilik tidak terlalu berbeda dari reaksi enzim termostabil yang
dihasilkan dari mikroba mesofilik, enzim termostabil dari mikroba termofilik lebih tahan terhadap berbagai senyawa atau keadaan penyebab denaturasi
sehingga dapat lebih tahan dalam penyimpanan. Eveleight dalam Suhartono 1994.
Penggunaan enzim akan semakin meningkat pada masa mendatang. Hal ini disebabkan penggunaannya dapat mengurangi biaya proses, meningkatkan
produk yang diekstraksi dari bahan mentah, meningkatkan penanganan terhadap bahan dan keuntungan utama dari penggunaan enzim sebagai
pengganti dari proses reaksi kimiawi dimana reaksi enzim berlangsung pada kondisi-kondisi khusus seperti temperatur dan pH, dan spesifitas tinggi
sehingga dapat mengurangi produk samping yang dihasilkan. Fellows, 1990.
Seluruh enzim adalah protein, karena enzim adalah katalis biologis, tanpa kehadiran komponen non-protein yang disebut kofaktor maka banyak enzim
yang kehilangan aktivitas katalitiknya Palmer, 1985. Reaksi yang tidak dikatalisis kerap kali memberikan hasil produk yang tidak spesifik, tetapi
reaksi yang dikatalisis enzim akan menghasilkan produk spesifik tergantung dari spesifik substrat yang diberikan.
Enzim termostabil, karena manfaat biokonversinya, telah banyak dipergunakan untuk keperluan industri. Secara detail, biokonversi dan
aplikasi enzim termostabil disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Biokonversi dan aplikasi enzim termostabil Haki Rakshit, 2003
Enzim Suhu C Biokonversi
Aplikasi α-Amilase bakteri
α- Amilase fungi Pullulanase
Xylanase Kitinase
Selulase Protease
Lipase DNA-polimerase
90 – 100 50 – 60
50 – 60 45 – 65, 105
a
65 – 75
b
45 – 55, 95
c
65 – 85 30 – 70
90 – 95 Pati
→ sirup dekstrosa Pati
→ sirup dekstrosa Pati
→ sirup dekstrosa Pulp
→ xylan + lignin Kitin
→ kitobiase Kitin
→ N-acetyl glukosamin kitibiase
N -acetyl glukosamin
→ glukosamin deasetilase
Kitin → kitosan
deasetilase Selulosa
→ glukosa Protein
→ asam amino dan peptida
Hidrolisis, pemisahan lemak alkoholisis,
aminolisis. DNA amplifikasi
Hidrolisis pati, detergen, bahan
pengembang kue. Produksi maltosa.
Produksi sirup glukosa. Industri pulp dan kertas.
Pangan, kosmetik, farmasi, agrokimia.
Hidrolisis selulase, degradasi polimer
detergen. Bahan pengembang kue,
industri penyamakan kulit, detergen.
Industri susu, detergen, pulp, oleokimia,
farmasi, industri kosmetik dan
penyamakan kulit. Teknik genetika PCR.
Keterangan :
a
Xylanase dari Thermatoga sp.
b
Pada selang suhu tersebut, aktivitas enzim tinggi.
c
Selulase dari Thermatoga sp.
Girindra 1993, mengemukakan bahwa dalam jumlah yang kecil enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaaan normal tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan hasil akhir reaksinya. Enzim ini akan kehilangan aktivitasnya akibat panas, asam atau basa kuat, pelarut organik,
atau apa saja yang menyebabkan denaturasi protein.
Lehninger 1997 menegaskan bahwa perubahan pada suatu protein yang ditimbulkan oleh panas dikenal sebagai denaturasi. Protein dalam keadaaan
alamiahnya disebut protein asli natif, setelah perubahan menjadi protein terdenaturasi. Jika protein mengalami denaturasi, tak ada ikatan kovalen yang
rusak, akan tetapi hampir semua aktivitas biologinya menjadi rusak. Naz 2002, menambahkan bahwa setiap senyawa yang bersifat menurunkan
aktivitas dari enzim disebut dengan inhibitor. Proses pengikatan terhadap enzim oleh suatu senyawa dapat merupakan hasil dari reaksinya dengan
apoenzim, kofaktor yang dibutuhkan, aktivator, intermediat atau grup esensial lainnya dari enzim. Sifat-sifat khas lain dari enzim yang membuat berbeda
dengan katalis non biologis meliputi sifat struktural, tipe reaksinya, dan mekanisme katalisis.
Menurut Palmer 1985, inhibitor merupakan substansi yang dapat menurunkan kecepatan reaksi katalisis enzim. Ada dua macam inhibitor,
yaitu inhibitor reversibel yang dapat dihilangkan dengan cara dialisis dilusi sederhana untuk mengembalikan aktivitas enzim secara penuh, dan inhibitor
irreversibel yang tak dapat dihilangkan dari enzim dengan cara dialisis. Hal
yang memungkinkan untuk menghilangkan inhibitor irreversibel dari enzim adalah dengan memasukkan komponen lain pada campuran reaksi. Proses
dialisis merupakan suatu tahapan pemisahan atau pemurnian protein dari suatu senyawa dengan berat molekul rendah yang ada di dalam ekstrak sel
atau jaringan. Molekul besar ditahan di dalam kantong yang terbuat dari senyawa berpori amat halus Lehninger, 1997.
Menurut Girindra 1993, beberapa enzim memerlukan suatu kofaktor yang bukan protein dan biasanya berikatan agak longgar dengan enzim.
Kofaktor itu disebut koenzim. Sedangkan, koenzim yang berikatan erat dengan enzim disebut gugus proetetik. Banyak juga enzim yang memerlukan
kofaktor logam seperti Mn
2+
, Fe
2+
, Mg
2+
, dan lain-lain. Dalam proses isolasi, kadang kofaktor-kofaktor yang berikatan longgar pada enzim terlepas hingga
menyebabkan aktivitas enzim menurun atau bahkan hilang. Bagian protein dari enzim disebut apoenzim, sedangkan enzim secara keseluruhan disebut
haloenzim.
Enzim pendeasetilasi kitin, bekerja mengkatalisis perubahan kitin menjadi kitosan Gambar 3, sehingga dapat dimanfaatkan untuk produksi
kitosan melalui proses enzimatis. Pembuatan kitosan dengan menggunakan kitin deasetilase sangat menguntungkan sebab dapat menghasilkan molekul
kitosan dengan derajat deasetilase yang lebih seragam dibandingkan dengan proses kimia biasa Tokuyasu et al., 1996.
H O
H H
NHCO CH
3
H OH
CH
2
OH H
O
H O
H H
NH
2
H O H
CH
2
O H H
O
CHITOSAN
n
n
CHITIN D EA CETYLASE CHITIN
Poly-N-A cetyl Glucosamin
2 amino-2-deoksi D -glukosida
Gambar 3. Biosintesis Kitosan Araki, Y. dan Ito, E., dalam Arcidiacono, et. al., 1988.
Metode spektrofotometri dilakukan pada analisa determinasi heksosamin polisakarida glukosamin, mengingat hal ini berdasar pada reaksi spesifik
warna pada proses deaminasi heksosamin. Reaksi ini terbagi atas dua bagian yakni, reaksi deaminasi dan reaksi indol. Penambahan indol yang dilarutkan
pada HCl dalam larutan akan menghasilkan karakteristik warna yang spesifik. Sebaliknya, reaksi heksosamin tanpa adanya indol maka tidak akan
menghasilkan warna Dische Borenfreund, 1949. Reaksi deaminasi dan reaksi indol dilakukan setelah reaksi enzimatis
pada substrat oleh kitin deasetilase berlangsung. Pada reaksi deaminasi, aktivitas enzim kitin deaetilase dihambat dengan penambahan asam asetat
pada larutan campuran enzim-substrat, karena asam asetat merupakan produk dari reaksi perubahan kitin menjadi kitosan. Kelebihan asam nitrit pada reaksi
deaminasi ini dihilangkan dengan penambahan ammonium sulfamat, Dische Borenfreund, 1949. Kuantitas glukosamin yang terbentuk dari hasil
deasetilasi oleh enzim kitin deastilase, teridentifikasi maksimum melalui nilai absorbansi spektrofotometer pada selang gelombang 492 nm, yang terlihat
dengan timbulnya warna merah oranye pada larutan setelah reaksinya dengan indol yang dilarutkan dengan HCl.
Perombakan glikol kitosan menjadi glikol kitin sebagai hasil reaksi terhadap asetat anhidrida, gugus NH
2
pada glikol kitosan akan bereaksi dengan asetat anhidrida CH
3
CO
2 2.
O membentuk glikol kitin yang bersifat gel dengan gugus CH
3
CONH dan air H
2
O sebagai hasil sampingnya, seperti yang tertera dalam gambar berikut :
O H
H
H O
H
2
C H
2
C O
H
H NH
2
H O
CH
2
OCH
2
CH
2
OH
CH
3
CO
2 2
O Asetat anhidrida,
3
H
O H
H
H O
H
2
C H
2
C O
H
H CH
3
COHN H
O
HOCH
2
CH
2
O
GLYCOL CHITOSAN 3,6- Hydr xyethylated
n
+ n H
2
O n
GLYCOL
3
H-acetyl CHITIN o
Gambar 4. Reaksi transformasi glikol kitosan menjadi glikol kitin Araki, Y.
and Ito, E., dalam Arcidiacono, et. al., 1988.
Enzim dapat diproduksi dari sumber hayati seperti hewan, tanaman dan mikroorganisme. Produksi enzim dari mikroorganisme mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan tanaman atau hewan. Kelebihan itu karena sel-sel mikrobial lebih mudah ditingkatkan produksinya, siklus produksinya relatif
singkat, substrat mudah didapat, lingkungan pertumbuhannya dapat selalu dimonitor dan dapat menerima perubahan–perubahan genetik Frost Moss,
1987. Metode isolasi enzim pada umumnya tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut secara garis besar dikelompokkan menjadi
dua macam, yaitu untuk keperluan industri atau untuk pemakaian di laboratorium.
C. MIKROORGANISME PENGHASIL KITIN DEASETILASE