2.1.4. Hakikat Karangan Narasi
Suparno dan Yunus 2010: 4.31 mengatakan narasi atau naratif berasal dari kata bahasa Inggris narration cerita dan narrative yang menceritakan.
Karangan narasi menyajikan serangkaian peristiwa berdasarkan urutan waktu atau kronologis dengan maksud memberi arti suatu kejadian sehingga pembaca dapat
memetik hikmah dari cerita tersebut. Suparno dan Yunus 2010: 4.32 mengemukakan, jika kita hendak menulis
narasi maka peristiwa atau kejadian yang sudah kita kumpulkan kita susun beruntun menjadi serangkaian peristiwa yang menarik. Untuk menulis karangan
narasi ada baiknya mengingat karangan yang sudah kita baca sebelumnya, kita akan merasakan bahwa daya khayal atau imajinasi pengarang akan mengembara
kemana-mana, dapat melihat barang yang aneh-aneh, mengembara ke berbagai tempat aneh, menembus batas waktu, dll. Ketika membuat karangan narasi yang
terpenting adalah: 1 walaupun khayal atau berimajinasi kita tidak boleh sesuka hati menciptakan cerita, 2 harus berlogika, kalau tidak cerita akan kacau dan
sukar dipahami. Menulis karangan narasi itu tidak selamanya fiktif. Umumnya orang
mengakui bahwa tujuan menulis narasi secara fundamental ada 2, yaitu a hendak memberikan informasi atau wawasan dan memeperluas pengetahuan pembaca,
dan b hendak memberikan pengalaman estetis kepada pembaca. Tujuan yang pertama menghasilkan narasi informasional atau narasi ekspositoris, sedangkan
narasi yang kedua menghasilkan narasi artistik atau narasi sugestif Suparno dan
Yunus, 2010: 4.32.Perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif dapat dilihat pada kolom dibawah ini:
Tabel 2.1 Perbedaan narasi ekspositoris dan narasi sugestif Narasi informasionalekspositoris
Narasi artistiksugestif 1.
Memperluas pengetahuan. 2.
Menyampaikan informasi faktual mengenai suatu kejadian.
3. Didasarkan pada penalaran untuk
mencapai kesepakatan rasional. 4.
Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titik
berat pada pemakaian kata-kata denotatif.
1. Menyampaikan suatu makna atau suatu
amanat yang tersirat. 2.
Menimbulkan daya khayal. 3.
Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna sehingga
kalau perlu penalaran dapat dilanggar. 4.
Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan pada
penggunaan kata-kata konotatif.
Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan narasi ekspositoris yaitu masing-masing siswa diminta menuliskan pengalaman pribadi yang pernah
mereka alami sesuai dengan tema yang ditetapkan oleh peneliti. Ada beberapa prinsip dalam menulis karangan narasi yang harus
diperhatikan yaitu Suparno dan Yunus, 2010: 4.39-4.46: 1
alur atau plot Alur berbeda dengan jalan cerita, tetapi keduanya memang tak terpisahkan. Jalan
cerita memuat suatu kejadian, sedangkan alur merupakan sebab dari suatu kejadian tersebut atau penggerak dari suatu kejadian. Intisari dari alur adalah
konflik, tetapi intisari dari konflik tidak dapat dipaparkan begitu saja, ada elemen- elemennya yaitu:
1. pengenalan, pada fase ini pengarang mulai melukiskan situasi dan
memperkenalkan tokoh-tokoh cerita sebagai pendahuluan.
2. timbulnya konflik, dalam fase ini pengarang mulai menampilkan pertikaian
yang terjadi antar tokoh. 3.
konflik memuncak, pada fase ini pertikaian memuncak dan akhirnya meruncing.
4. klimaks, merupakan puncak dari pertikaian yang terjadi.
5. pemecahan masalah, pada bagian ini alur menurun dan menuju pada
pemecahan masalah atau penyelesaian cerita. 2
penokohan Salah satu ciri khas narasi adalah mengisahkan tokoh cerita yang
bergerakdalam suatu rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita yang terlibat dalam suatu peristiwa atau kejadian.
3 latar atau setting
Narasi yang baik memiliki kesatuan kesan, menghasilkan satu dunia mandiri yang utuh. Salah satunya yaitu dengan membatasi atau memilih peristiwa
yang dialami tokoh cerita pada latar tertentu. 4
sudut pandang point of view Menentukan sudut pandang merupakan hal utama dalam membuat karangan
narasi, karena sudut pandang menjawab pertanyaan mengenai siapa yang menceritakan suatu peristiwa. Sudut pandang akan menentukan gaya dan
corak cerita.
2.1.5. Hakikat Model Pembelajaran