Analisis Rugi-Rugi Lintasan Gelombang Radio dari Luar ke Dalam Gedung Antara pada Sistem GSM1800 dan 3G
TUGAS AKHIR
ANALISIS RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO
DARI LUAR KE DALAM GEDUNG ANTARA PADA SISTEM
GSM1800 DAN 3G
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Sub Jurusan
Teknik Telekomunikasi
Oleh
Panangian Mahadi Sihombing NIM : 120422040
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
(3)
ABSTRAK
Pada saat ini, pengguna jaringan komunikasi seluler berkembang sangat pesat khususnya di daerah perkotaan. Pada pusat kota juga terjadi peningkatan jumlah pengguna komunikasi jaringan seluler di dalam bangunan. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas layanan komunikasi seluler maka diperlukan cakupan level daya dari luar hingga ke dalam bangunan menggunakan pemancar dari luar bangunan.
Rugi-rugi lintasan propagasi gelombang radio merupakan salah satu parameter yang berpengaruh dalam menentukan posisi pemancar baru yang akan di rancang. Untuk memprediksi besar rugi-rugi lintasan propagasi gelombang radio yang terjadi diantara pemancar dan penerima digunakan model propagasi tertentu. Pada penelitian ini telah dilakukan perbandingan beberapa model propagasi untuk memprediksi rugi-rugi lintasan yang terjadi dari luar ke dalam bangunan agar diketahui model propagasi yang paling akurat terhadap hasil pengukuran. Model-model propagasi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu
model Paulsen, kombinasi model COST231 Walfisch –Ikegami (WI) dengan
model COST231 Multi Wall (MW) serta kombinasi model COST231 Walfisch –
Ikegami (WI) dengan model ITU-R
Setelah dilakukan perhitungan dan pengukuran maka diperoleh hasil bahwa kombinasi model COST231 WI dengan model COST231 MW paling akurat dibandingkan dengan model Paulsen dan kombinasi model COST231 WI dengan model ITU-R. Kombinasi model COST231 WI dengan model COST231 MW memiliki rata-rata kesalahan (mean error) paling kecil yaitu sebesar -1,92 dB untuk sistem GSM1800 dan -0,75 dB untuk sistem 3G serta standar deviasi sebesar 9,69 dB untuk sistem GSM1800 dan 3G yang mana telah memenuhi standar ITU sebagai kelayakan model propagasi yaitu tidak lebih dari 10 dB.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Adapun tugas akhir ini berjudul
ANALISIS RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO DARI LUAR KE
DALAM GEDUMG ANTARA (ACE HARDWARE)
PADA SISTEM GSM1800 DAN 3G
Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penyelasaian tugas akhir ini terutama kepada :
1. Mamak yang selalu mendoakan dengan ikhlas, memberikan motivasi dan
perhatiannya sehingga penulis dapat menyelasaikan tugas akhir ini
2. Bapak DR. Maksum Pinem, ST. MT selaku dosen pembimbing tugas akhir
dan sekaligus dosen wali penulis di semester 1-4, yang selalu dengan ikhlas dan penuh kesabaran memberikan bimbingan pengarahan, masukaan dan semangat dalam penulisan tugas akhir ini semoga Allah SWT memudahkan urusan beliau di dunia dan akhirat, Amin.
3. Bapak Yulianta, ST. MT selaku dosen wali selama penulis mengikuti kuliah.
4. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si selaku Ketua Departemen Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Rahmad Fauzi, ST. MT sebagai Sekretaris Departemen Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pengajar di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh karyawan di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik
(5)
8. Kak Erni sebagai kakak kandung penulis yang selalu memperhatikan perkembangan tugas akhir ini dan memberikan dorongan materil maupun moril hingga selesai dan dek vista sebagai adek kandung penulis sebagai orang yang sering dicagil saat penulis sedang penat
9. Kak nining, ummu, nesia, reza, Debor, wak lek, cakra, uyak, bg ijal, barka, muek, berto dan teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat dan berbagi kenangan indah yang tak terlupakan. 10.Winni, ijal, deni, devi, cuy dan temen-temen adek kelas angkatan 2013
yang tak dapat disebutkan satu persatu semoga kalian cepet lulus.
Medan, 26 Juni 2015 Penulis
(6)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...i
ABSTRAK ...ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR TABEL ...xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah ...2
1.3 Tujuan Penelitian ...2
1.4 Batasan Masalah ...2
1.5 Metodologi Penelitian ...3
1.6 Sistematika Penulisan ...4
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Mekanisme Propagasi ……….6
2.2 Rugi-Rugi Lintasan(Path Loss) ……….8
2.3 Model Propagasi Gelombang Radio dari Luar ke Dalam Bangunan …. 9 2.4 Model Propagasi Luar Bangunan ……….15
2.5 Model Propagasi Dalam Bangunan ……….…..21
2.5.1 Model Propagasi COST231 Multi Wall ………...…22
(7)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1Umum ………….………...29
3.2Tempat Penelitian …...………...29
3.2.1 Dalam Bangunan ………..………29
3.2.2 Luar Bangunan ………..………...……...….34
3.3 Parameter Perhitungan Rugi-Rugi Lintasan ……….….36
3.3.1 Parameter Dasar ………...36
3.3.2 Sudut Orientasi Jalan ……….……….….….37
3.3.3 Spesifikasi Antena Pemancar ……….……….38
3.3.4 Spesifikasi Antena Penerima ……….………..….38
3.4 Model Propagasi Radio ………...….38
3.4.1 Model Paulsen ………..38
3.4.2 Model COST231 Walfish-Ikegami (WI) ……….39
3.4.3 Model COST231 Multi Wall (MW) ……….39
3.4.4 Model ITU-R ………40
3.5 Substitusi Model COST231 WI ke Dalam Model Paulsen …………...40
3.6 Metode Perolehan Rumus Kombinasi Rugi-Rugi Lintasan dari Luar ke Dalam Bangunan ………. 41
3.6.1 Metode Perolehan Rumus Kombinasi COST231 WI dengan COST231 MW ……….42
3.6.2 Metode Perolehan Rumus Kombinasi COST231 WI dengan ITU-R ………...………...45
3.7 Langkah-Langkah Perhitungan Rugi-Rugi Lintasan ……….48
(8)
3.7.2 Model Kombinasi COST231 WI dengan COST 231 MW ...……...50
3.7.3 Model Kombinasi COST231 WI dengan ITU-R .………51
3.8 Langkah-Langkah Menganalisis Model Propagasi ………..….52
3.9 Data Pengukuran ……….…..52
3.10 Langkah-Langkah Menentukan Model Propagasi …………...…...….54
3.10.1 Mean Error (Rata-Rata Kesalahan Ramalan) …………...………54
3.10.2 Standar Deviasi ……….54
BAB IV HASIL PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Rugi-Rugi Lintasan dan RSL ……..………..…55
4.1.1 Sektor A pada Sistem GSM1800……….……….…55
A.Model Paulsen ………....55
B.Model kombinasi COST231 WI dengan COST231 MW ……..……60
C.Model kombinasi COST231 WI dengan ITU-R ………....…63
D.Data Pengukuran ………...……….66
4.1.2 Sektor A pada Sistem 3G……….………..……..….69
4.1.3 Sektor B pada Sistem GSM1800……….……….……....…….70
4.1.4 Sektor B pada Sistem 3G.……….……….……...…72
4.1.5 Sektor C pada Sistem GSM1800……….……….……...……73
4.1.6 Sektor C pada Sistem 3G……….……….………...….74
4.1.7 Sektor D pada Sistem GSM1800……….…….……..…..…75
4.1.8 Sektor D pada Sistem 3G……….……….………...….76
4.1.9 Sektor E pada Sistem GSM1800………..….……..…....…77
4.1.10 Sektor E pada Sistem 3G……….……….………..….78
(9)
4.3 Model Propagasi yang Layak dan Cocok Digunakan …………....……81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ………86
5.2 Saran ………..…87
DAFTAR PUSTAKA...xii
LAMPIRAN 1 Skematik Tiga Dimensi Gedung Antara ……….……xiv
LAMPIRAN 2 Hasil Pengukuran RSL Dalam Gedung Antara …..……….xv
LAMPIRAN 3 Hasil Perhitungan Rugi-Rugi Lintasan dan Regresi ………..…..xx
LAMPIRAN 4 Arah Lintasan Propagasi Gelombang Radio …………...……xxviii
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gelombang Pantul dan Gelombang Bias ………..….…7
Gambar 2.2 Ilustrasi Propagasi Gelombang Radio Model K ̈rner ….…………11
Gambar 2.3 Ilustrasi Sinyal Datang Gelombang Radio ……….….………13
Gambar 2.4 Ilustrasi Deviasi Secara Horizontal Terhadap Bidang Datar…...….13
Gambar 2.5 Ilustrasi Model COST231 WI pada Daerah Urban ….…….………17
Gambar 2.6 Geometri Model COST231 WI ………...….….17
Gambar 2.7 Sudut Orientasi Jalan φ ………19
Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian ………..…30
Gambar 3.2 Skematik Gedung Antara ……….31
Gambar 3.3 Posisi BTS TVRI dan Gedung Antara ……….……34
Gambar 3.4 (a) Deteksi Pemancar Aplikasi G-Nettrack dan (b) OpenSignal ...35
Gambar 3.5 Parameter Dasar Perhitungan Rugi-Rugi Lintasan ……….….36
Gambar 3.6 Ilustrasi Sudut Orientasi Jalan ………..………...…37
Gambar 3.7 Diagram Alir Perolehan Rumus Model Kombinasi COST231 WI dengan COST231 MW ………...…….42
Gambar 3.8 Diagram Alir Perolehan Rumus Model Kombinasi COST231 WI dengan ITU-R ………...………...46
Gambar 3.9 Diagram Alir Perhitungan Rugi-Rugi Lintasan Menggunakan Model Paulsen ………...……….……….49
Gambar 3.10 Diagram Alir Perhitungan Rugi-Rugi Lintasan Menggunakan Model Kombinasi COST231 WI dengan COST231 MW .………..50
(11)
Gambar 3.11 Diagram Alir Perhitungan Rugi-Rugi Lintasan Menggunakan
Model Kombinasi COST231 WI dengan ITU-R ……….…..……..51
Gambar 3.12Tampilan Status Jaringan …..……….…52 Gambar 4.1 Grafik Rugi-Rugi Lintasan Sektor A Terhadap Fungsi Jarak pada
Sistem GSM1800 dengan Ketinggian Antena Penerima 2 m ……..68
Gambar 4.2 Grafik Rugi-Rugi Lintasan Sektor A Terhadap Fungsi Jarak pada
Sistem 3G dengan Ketinggian Antena Penerima 2 m ………..69
Gambar 4.3 Grafik Rugi-Rugi Lintasan Sektor B Terhadap Fungsi Jarak pada
Sistem GSM1800 dengan Ketinggian Antena Penerima 2 m ……..70
Gambar 4.4 Grafik Rugi-Rugi Lintasan Sektor B Terhadap Fungsi Jarak pada
Sistem 3G dengan Ketinggian Antena Penerima 2 m ………..72
Gambar 4.5 Grafik Rugi-Rugi Lintasan Sektor C Terhadap Fungsi Jarak pada
Sistem GSM1800 dengan Ketinggian Antena Penerima 5 m ……..73
Gambar 4.6 Grafik Rugi-Rugi Lintasan Sektor C Terhadap Fungsi Jarak pada
Sistem 3G dengan Ketinggian Antena Penerima 5 m ………..74
Gambar 4.7 Grafik Rugi-Rugi Lintasan Sektor D Terhadap Fungsi Jarak pada
Sistem GSM1800 dengan Ketinggian Antena Penerima 5 m ……..75
Gambar 4.8 Grafik Rugi-Rugi Lintasan Sektor D Terhadap Fungsi Jarak pada
Sistem 3G dengan Ketinggian Antena Penerima 5 m ………..76
Gambar 4.9 Grafik Rugi-Rugi Lintasan Sektor E Terhadap Fungsi Jarak pada
Sistem GSM1800 dengan Ketinggian Antena Penerima 5 m ……..77
Gambar 4.10 Grafik Rugi-Rugi Lintasan Sektor E Terhadap Fungsi Jarak pada
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pelemahan Daya Sinyal Terhadap Jenis Material Sekat ………..14
Tabel 2.2 Pembagian Jenis Dinding pada Model COST 231 MW ………….…..23
Tabel 2.3 Nilai Variabel-Variabel pada Model COST 231 MW …………...…..24
Tabel 2.4 Penjelasan Kategori Lingkungan Dalam Bangunan ……….25
Tabel 2.5 Koefisien Power Loss, N ………...…...27
Tabel 2.6 Faktor Rugi-Rugi Penyerapan Daya Terhadap Lantai, Lf (dB) ……... 27
Tabel 2.7 Standar Deviasi Fading Shadow………..28
Tabel 3.1 Hubungan Peningkatan Jarak Penerima Terhadap Jumlah Sekat ....…32
Tabel 3.2Spesifikasi Gedung Antara ………...…33 Tabel 3.3 Spesifikasi Daerah Penelitian………...……….…36
Tabel 3.4 Parameter Dasar Model Rugi-Rugi Lintasan Gelombang Radio …….37
Tabel 3.5 Spesifikasi Antena Pemancar BTS TVRI ………38
Tabel 3.6 Spesifikasi Antena Penerima ………...……….…38
Tabel 4.1 Regresi Rugi-Rugi Lintasan Sektor A pada Sistem GSM1800 ………67
Tabel 4.2 Jumlah Selisih Rugi-Rugi Lintasan Sistem 3G dengan Sistem
GSM1800 …...……….….79
Tabel 4.3Mean Error Model Propagasi ………...………....83
(13)
ABSTRAK
Pada saat ini, pengguna jaringan komunikasi seluler berkembang sangat pesat khususnya di daerah perkotaan. Pada pusat kota juga terjadi peningkatan jumlah pengguna komunikasi jaringan seluler di dalam bangunan. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas layanan komunikasi seluler maka diperlukan cakupan level daya dari luar hingga ke dalam bangunan menggunakan pemancar dari luar bangunan.
Rugi-rugi lintasan propagasi gelombang radio merupakan salah satu parameter yang berpengaruh dalam menentukan posisi pemancar baru yang akan di rancang. Untuk memprediksi besar rugi-rugi lintasan propagasi gelombang radio yang terjadi diantara pemancar dan penerima digunakan model propagasi tertentu. Pada penelitian ini telah dilakukan perbandingan beberapa model propagasi untuk memprediksi rugi-rugi lintasan yang terjadi dari luar ke dalam bangunan agar diketahui model propagasi yang paling akurat terhadap hasil pengukuran. Model-model propagasi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu
model Paulsen, kombinasi model COST231 Walfisch –Ikegami (WI) dengan
model COST231 Multi Wall (MW) serta kombinasi model COST231 Walfisch –
Ikegami (WI) dengan model ITU-R
Setelah dilakukan perhitungan dan pengukuran maka diperoleh hasil bahwa kombinasi model COST231 WI dengan model COST231 MW paling akurat dibandingkan dengan model Paulsen dan kombinasi model COST231 WI dengan model ITU-R. Kombinasi model COST231 WI dengan model COST231 MW memiliki rata-rata kesalahan (mean error) paling kecil yaitu sebesar -1,92 dB untuk sistem GSM1800 dan -0,75 dB untuk sistem 3G serta standar deviasi sebesar 9,69 dB untuk sistem GSM1800 dan 3G yang mana telah memenuhi standar ITU sebagai kelayakan model propagasi yaitu tidak lebih dari 10 dB.
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan infrastruktur bangunan di perkotaan terlihat sangat signifikan. Hal ini ditandai dengan banyaknya gedung-gedung pencakar langit yang dibangun. Gedung-gedung tersebut menggantikan pepohonan dan mengubah besar nilai rugi-rugi lintasan gelombang radio sebelumnya. Sehingga pemancar-pemancar yang telah dibangun tidak mampu lagi memberikan pelayanan jaringan komunikasi yang baik. Ditambah lagi sebagian besar pengguna jaringan komunikasi bergerak beraktifitas di dalam gedung sehingga semakin menghalangi gelombang radio menuju ke penerima. Oleh karena itu, diperlukan penambahan pemancar agar pelayanan komunikasi nirkabel dapat mencakup hingga ke dalam bangunan dengan menggunakan pemancar yang berada di luar bangunan. Penempatan posisi pemancar yang baru harus memperkirakan besar rugi-rugi lintasan gelombang radio yang terjadi dari pemancar yang berada di luar bangunan hingga ke penerima yang berada di dalam bangunan [1]. Perbedaan level daya efektif yang dipancarkan oleh pemancar dengan level daya yang sampai kepada penerima disebut rugi-rugi lintasan (path loss) [2].
Besar nilai rugi-rugi lintasan dari pemancar yang berada di luar bangunan hingga ke penerima yang berada di dalam bangunan dapat diprediksi dengan model propagasi empiris [3]. Model propagasi empiris merupakan model yang diperoleh dari pengalaman hasil observasi dan pengukuran [4]. Dalam memperkirakan besar rugi-rugi lintasan yang terjadi, salah satu parameter yang paling penting adalah frekuensi pemancar. Frekuensi merupakan sumber daya utama yang harus tersedia dalam komunikasi bergerak [3]. Sesuai dengan perkembangannya, hampir semua operator di Indonesia mengaplikasikan sistem
triple band di antenanya. Sehingga pemancar tersebut dapat bekerja di tiga frekuensi, yaitu GSM900, GSM1800 dan UMTS (3G) dan dapat melayani semua pelanggan yang berada disekitarnya sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi dari perangkat handphone.
(15)
Berdasarkan hal tersebut, maka tugas akhir ini telah menganalisis besar rugi-rugi lintasan yang terjadi dari pemancar yang berada di luar bangunan hingga ke penerima yang berada di dalam bangunan pada daerah urban kategori pusat kota (metropolitan centre). Frekuensi kerja yang digunakan adalah 1812,5 MHz dan 2140 MHz. Untuk menghitung besar rugi-rugi lintasan yang terjadi dari pemancar di luar bangunan hingga ke penerima di dalam bangunan digunakan model propagasi Paulsen [3] dan dua buah model hasil kombinasi. Model hasil kombinasi tersebut dihasilkan dari kambinasi model propagasi luar bangunan dan model propagasi dalam bangunan [1]. Untuk model propagasi luar bangunan digunakan model propagasi semi-determstik COST231 WI [4] dan untuk dalam bangunan digunakan dua model propagasi empiris, yaitu model COST231 MW [4] dan model ITU-R [5].
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam tugas akhir ini adalah :
1. Apa pengaruh frekuensi pembawa yang digunakan oleh sistem GSM1800
dan 3G terhadap rugi-rugi lintasan yang terjadi dari luar ke dalam bangunan
2. Apa pengaruh jumlah dan jenis material dinding, jumlah tingkatan lantai serta jarak pemancar dengan penerima terhadap rugi-rugi lintasan yang terjadi dari luar ke dalam bangunan.
1.3Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis rugi-rugi lintasan gelombang radio dari luar ke dalam Gedung Antara pada sistem GSM1800 dan 3G.
1.4Batasan Masalah
Penulisan tugas akhir ini memiliki batasan masalah dan ruang lingkup sebagai berikut:
(16)
1. Membahas model propagasi dari luar hingga ke dalam bangunan menggunakan model Paulsen, model kombinasi COST231 WI dengan COST231 MW serta model kombinasi COST231 WI dengan ITU-R
2. Membahas model COST231 WI untuk model propagasi luar bangunan
pada daerah kota
3. Membahas model COST231 MW dan model ITU-R untuk model
propagasi dalam bangunan
4. Menggunakan dua frekuensi kerja 1812,5 MHz dan 2140 MHz
5. Hanya melakukan perbandingan rugi-rugi lintasan hasil perhitungan
dengan hasil pengukuran untuk menentukan model propagasi yang paling layak dan cocok digunakan.
1.5Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Studi Literatur, yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik
tugas akhir yang terdiri dari buku-buku refrensi yang dimiliki oleh penulis, jurnal, artikel, internet dan lain-lain
2. Studi Analisis, yaitu melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Menentukan spesifikasi bangunan yang digunakan
b. Menentukan spesifikasi daerah di sekitar bangunan yang digunakan
c. Menetapkan parameter-parameter yang berpengaruh dalam perhitungan
rugi-rugi lintasan
d. Menentukan model propagasi yang digunakan
e. Menghitung rugi-rugi lintasan yang terjadi sesuai dengan
parameter-parameter yang terdapat di poin c dengan menggunakan model propagasi yang ditentukan di poin d
f. Melakukan pengukuran Received Signal Level (RSL) di dalam bangunan yang digunakan untuk penelitian kemudian menentukan rugi-rugi lintasan yang diperoleh dari hasil pengukuran
g. Mendapatkan dan menganalisis hasil yang diperoleh dari perhitungan dan
(17)
h. Menentukan model propagasi yang layak dan cocok untuk digunakan dengan cara memilih model propagasi yang memiliki hasil perhitungan rugi-rugi lintasan yang paling mendekati dengan hasil pengukuran
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan sebagai gambaran mengenai tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang pembuatan tugas akhir, tujuan tugas akhir, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab ini juga memuat mengenai rumusan masalah yang muncul dan batasan masalah dalam pelaksanaan tugas akhir.
BAB II : STUDI PUSTAKA
Bab ini membahas tentang mekanisme propagasi, rugi-rugi lintasan, model propagasi radio dari luar ke dalam bangunan, model propagasi luar bangunan dan model propagasi dalam bangunan.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan tempat penelitian, parameter perhitungan rugi-rugi lintasan, model propagasi radio, substitusi model COST231 WI ke dalam model Paulsen, metode perolehan rumus kombinasi, langkah-langkah dalam perhitungan rugi-rugi lintasan, data pengukuran, langkah-langkah dalam menganalisis model propagasi dan langkah-langkah dalam menentukan model propagasi yang mendekati hasil pengukuran.
BAB IV : HASIL PEMBAHASAN
Bab ini berisikan prediksi rugi-rugi lintasan dan RSL di lantai satu dan lantai dua, rugi-rugi lintasan hasil pengukuran, analisis
(18)
perbandingan rugi-rugi lintasan model propagasi dan model propagasi yang layak dan cocok digunakan.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan tugas akhir.
(19)
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1 Mekanisme Propagasi
Hal mendasar yang mempengaruhi mekanisme propagasi radio sehingga mempengaruhi rugi-rugi lintasan pada komunikasi bergerak adalah peristiwa refleksi (pemantulan), difaksi (pembiasan) dan scattering (penghamburan) [6].
Refleksi terjadi ketika gelombang elektromagnetik yang sedang berpropagasi mengenai/menabrak sebuah objek dengan dimensi yang sangat besar bila dibandingkan dengan panjang gelombang elektromagnetik tersebut. Refleksi terjadi dari permukaan tanah, gedung-gedung dan dinding-dinding [7].
Difraksi terjadi ketika jalur radio antara pemancar dan penerima dihalangi oleh sebuah permukaan yang memiliki tepi yang tajam. Gelombang-gelombang kedua yang dihasilkan dari permukaan tajam yang menghalanginya tersebut terurai di ruang bebas dan bahkan di belakang penghalang tersebut, yang menyebabkan adanya gelombang-gelombang yang melengkung di sekitar penghalang, bahkan ketika jalur Line Of Sight (LOS) tidak ada di antara pemancar dan penerima. Untuk frekuensi tinggi, difraksi sama seperti refleksi, yaitu tergantung pada geometri objek, baik amplitudo, fasa maupun polarisasi dari gelombang datang di titik difraksinya [7].
Scattering terjadi ketika medium tempat gelombang berpropagasi terdiri dari objek dengan dimensi yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombangnya dengan jumlah penghalang yang relatif besar. Gelombang hamburan dihasilkan oleh kekasaran permukaan tanah, objek-objek yang kecil atau karena ketidakteraturan lainnya di kanal. Pada kenyataanya pepohonan, rambu-rambu jalan dan tiang-tiang listrik menimbulkan hamburan di dalam sistem komunikasi bergerak [7].
Berdasarkan sudut pandang propagasi radio ketiga hal tersebut dipengaruhi oleh efek medium. Efek dari suatu medium dapat ditentukan dengan tiga parameter pokok, yaitu konduktivitas ( ), permitivitas ( ) dan permeabilitas ( ) [6].
(20)
Peristiwa perambatan seberkas gelombang (sinar) radio dari suatu medium dengan permitivitas 1 ( ) dan permeabilitas 1 ( ) ke medium lain yang berbeda dengan permitivitas 2 ( ) dan permeabilitas 2 ( ), maka peristiwa pemantulan dan pembiasan gelombang akan terjadi pada perbatasan dari kedua medium tersebut seperti pada Gambar 2.1 [6].
Gambar 2.1 Gelombang Pantul dan Gelombang Bias [6]
Gelombang pantul dan gelombang bias yang dihasilkan memiliki frekuensi yang sama persis dengan gelombang datang. Arah dari kedua gelombang tersebut mengikuti hukum pemantulan Snell pada Persamaan 2.1 dan hukum pembiasan Snell pada Persamaan 2.2 [6].
(2.1)
(2.2)
dimana , dan secara berurut masing-masing adalah sudut datang, sudut pantul dan sudut bias. Parameter n adalah indeks bias yang mana besar nilainya tergantung dari permitivitas relatif dan permeabilitas relatif yang dapat ditentukan menggunakan Persamaan 2.3 [6].
√ (2.3) Gelombang Datang
Medium 1: , Medium 2: ,
Gelombang Pantul
(21)
2.2 Rugi-Rugi Lintasan(Path Loss)
Elemen yang paling utama dalam perancangan jaringan radio adalah rugi-rugi lintasan. Elemen rugi-rugi-rugi-rugi lintasan mencakup free space loss (rugi-rugi ruang bebas), rugi-rugi atmosfer, penyerapan uap air, pengendapan, fading, multipath
dan berbagai efek lainnya berdasarkan frekuensi dan lingkungannya [8]. Jika jalur utama propagasi merupakan ruang bebas maka rugi-rugi lintasan yang diakibatkan oleh ruang bebas dapat dihitung menggunakan persamaan rugi-rugi ruang bebas Friis yang dinyatakan pada Persamaan 2.4 [8].
(2.4)
atau dengan Persamaan 2.5 [8], yaitu.
(2.5) dimana:
L = Rugi-rugi lintasan (dB)
GT = Gain antena pemancar (dBi)
GR = Gain antena penerima (dBi)
λ = Panjang gelombang (m)
d = Jarak antara pemancar dan penerima (m)
Pada beberapa aplikasi, gain antena tidak termasuk dalam persamaan rugi-rugi lintasan, sehingga persamaan rugi-rugi-rugi-rugi ruang bebas Friis dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.6 [8].
(2.6)
(22)
2.3 Model Propagasi Gelombang Radio dari Luar ke Dalam Bangunan
Rugi-rugi lintasan yang terjadi dari pemancar di luar bangunan hingga ke penerima di dalam bangunan dapat diperkirakan dengan membagi prediksi rugi-rugi lintasan ke dalam tiga bagian. Proses perhitungan untuk ketiga bagian prediksi rugi lintasan tersebut dapat dilakukan secara terpisah. Sehingga rugi-rugi lintasan yang terjadi diantara pemancar dan penerima merupakan hasil penjumlah dari ketiga prediksi rugi-rugi lintasan tersebut yang dapat dinyatakan pada Persamaan (2.7) [1].
(2.7)
Dimana merupakan total rugi-rugi lintasan yang terjadi diantara
pemancar dan penerima. merupakan rugi-rugi lintasan dari pemancar di luar
bangunan hingga tepat pada bangunan. Lpn merupakan rugi-rugi lintasan akibat
gelombang radio di dalam bangunan. Kemudian, Lin merupakan rugi-rugi lintasan
di dalam bangunan [1].
Secara umum, model propagasi rugi-rugi lintasan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu model empiris, model semi-deterministik dan model deterministik. Model empiris adalah model yang digunakan berdasarkan hasil observasi dan pengukuran, bersifat sederhana karena hanya memerlukan beberapa parameter saja, tetapi hasilnya tidak begitu akurat. Contoh model empiris ini adalah model Okumura. model Hata, model Paulsen, model COST231 Multi Wall [3] dan model ITU-R [5]. Model semi-deterministik adalah model empiris yang menggunakan beberapa komponen model deterministik. Contoh model ini adalah model COST231 Hata COST231 WI, model COST231 [4], model Miura [1] dan model K ̈rner [9]. Model deterministik adalah model yang sangat spesifik, membutuhkan banyak informasi tentang letak geografis dari sebuah kota atau bangunan, kemampuan komputasi yang baik namun hasilnya akurat. Contoh model deterministik ini adalah model Ray Tracing [6].
Beberapa model propagasi di dalam bangunan menggunakan pemancar dari luar bangunan (Outdoor to Indoor) adalah model Paulsen [3], model Miura [1], model K ̈rner [9] dan lain sebagainya. Pada penelitian ini hanya
(23)
menggunakan model Paulsen karena model Paulsen merupakan model empiris sehingga lebih cocok digunakan pada penelitian ini untuk memprediksi rugi-rugi lintasan dari luar bangunan hingga ke dalam bangunan. Hal ini disebabkan karena pada model Paulsen, prediksi rugi-rugi lintasan di luar bangunan ditentukan dengan model propagasi luar bangunan yang sesuai dengan kondisi penelitian. Sedangkan rugi-rugi lintasan di dalam bangunan hanya dipengaruhi oleh dinding dan jumlah lantai di dalam gedung [3].
Model Miura tidak digunakan di dalam penelitian ini karena model ini merupakan pengembangan dari model COST231 yang mengasumsikan bahwa gelombang radio dominan yang diterima oleh penerima di dalam bangunan berasal dari bagian bangunan yang terbuka, seperti pintu dan jendela [1]. Pada Penelitian [1] model Miura lebih mendekati terhadap hasil pengukuran daripada model COST231. Namun pada saat ini belum tentu semua bangunan memiliki pintu dan jendela dalam kondisi terbuka disebabkan hampir semua bangunan
memiliki pengatur suhu ruangan (Air Conditional). Kemudian pada model Miura
diperlukan pula ukuran dan posisi pintu terhadap pemancar untuk memprediksi besar sudut pantul akibat gelombang radio yang menabrak pintu ataupun jendela yang mana sudut tersebut digunakan untuk memprediksi rugi-rugi lintasan [1]. Berbeda halnya dengan model Paulsen yang menyatakan bahwa berkurangnya rugi-rugi lintasan pada suatu bangunan akibat bagian dinding yang terbuka telah diperhitungkan secara implisit bersamaan dengan rugi-rugi lintasan akibat menembus dinding. Model Paulsen juga mengasumsikan bahwa besarnya daya gelombang radio yang sampai pada dinding terluar di suatu bangunan adalah sama kuat [3].
Model K ̈rner mengandung tiga faktor penyerapan empiris (empirical penetration factor) dalam menentukan prediksi rugi-rugi lintasan yang terjadi, yaitu faktor penyerapan empiris yang menggambarkan penambahan rugi-rugi penyerapan akibat sudut datang gelombang menuju 00 terhadap dinding terluar
bangunan (Lpar), faktor penyerapan empiris yang menggambarkan rugi-rugi
penyerapan akibat sudut datang gelombang yang tegak lurus terhadap dinding terluar bangunan (Lperp). Dan faktor penyerapan empiris yang menggambarkan rugi-rugi lintasan secara empiris di dalam bangunan (Lemp). Model K ̈rner tidak
(24)
digunakan dalam penelitian ini karena model ini memiliki dua faktor penyerapan empiris yang bersifat semideterministik, yaitu Lpar dan Lperp. Dimana untuk menghitung rugi-rugi lintasan menggunakan rumus ini diperlukan besar sudut datang gelombang radio terhadap dinding terluar. Kemudian model ini juga membagi perhitungan rugi-rugi lintasan dari pemancar di luar bangunan hingga tepat pada bangunan (LOut) ke dalam tiga model, yaitu model bidang vertikal (Vertical Plane Model– VPM), model lintasan jamak (Multipath Model – MPM)
dan model tumbuhan (Vegetation Model – VegMod). Dimana ketiga model
memiliki parameter yang mudah berubah seperti berubahnya pohon-pohon menjadi bangunan atau ketinggian bangunan yang semakin tinggi dan jumlah bangunan yang rapat. Ilustrasi propagasi gelombang radio model K ̈rner seperti pada Gambar 2.2 [9].
Model Tumbuhan (VegMod)
Model Bidang Vertikal (VPM) Model Lintasan Jamak
(MPM)
Gambar 2.2 Ilustrasi Propagasi Gelombang Radio Model K ̈rner [9]
Terdapat dua keadaan pada model Paulsen yang mempengaruhi total rugi-rugi lintasan hingga ke dalam bangunan, yaitu [3] :
1. Pemancar didefinisikan sebagai makrosel (antena pemancar berada pada ketinggian jauh di atas bangunan tempat penerima berada)
(25)
2. Pemancar didefinisikan sebagai mikrosel (antena pemancar berada pada ketinggian hampir sama dengan bangunan tempat penerima berada)
Perhitungan rugi-rugi penyerapan sinyal pada daerah makrosel digunakan Persamaan 2.8 [3].
(2.8)
dimana :
LMak = Total rugi-rugi lintasan dari pemancar ke penerima (dB)
L(d) = Rugi-rugi lintasan dari luar bangunan hingga ke gedung (dB)
Lwe = Penyerapan gelombang radio oleh dinding luar (dB)
Lwi = Penyerapan gelombang radio oleh dinding dalam (dB)
nw = Jumlah dinding dalam diantara pemancar dan penerima
nf = Jumlah lantai, dimana lantai dasar sama dengan nol
Gh = Kenaikan gain tiap lantai (height gain per floor), kenaikan gain terjadi karena kenaikan daya di penerima ketika penerima menuju lantai yang lebih tinggi.
vi = Sudut datang (seperti pada Gambar 2.3)
vh = Deviasi secara horizontal terhadap bidang datar
Besar konstanta Lwe dan Lwi dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Gh bernilai 2 dB untuk setiap kenaikan lantai. Jika diantara pemancar dan penerima tidak terdapat sinyal langsung (LOS) maka daya yang diterima pada setiap permukaan dinding terluar pada bangunan akan dianggap sama besar. Dalam kasus ini, dinding dalam harus dihitung dari dinding luar karena dinding luar tidak berhadapan langsung dengan gelombang radio dari pemancar sehingga dinding luar dianggap sama dengan nol. Gambar 2.3 merupakan penjelasan secara ilustrasi mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam model ini [3].
(26)
Penerima Pemancar
L (d) d (in)
Lwe
n.G
h
vi
vi
Gambar 2.3 Ilustrasi Sinyal Datang Gelombang Radio [3]
Ilustrasi tampilan sudut deviasi sinyal datang secara horizontal terhadap bidang datar (vh) diperlihatkan pada Gambar 2.4 [3].
Pemancar
Rx Rx Rx Rx
vh
Penerima
Gambar 2.4 Ilustrasi Deviasi Secara Horizontal Terhadap Bidang Datar [3]
Perhitungan rugi-rugi penyerapan sinyal pada daerah mikrosel digunakan Persamaan 2.9 [3]. Pada keadaan ini terdapat sinyal langsung diantara bangunan dan pemancar. Untuk menghitung rugi-rugi lintasan di dalam kasus ini digunakan Persamaan 2.9 dengan asumsi bahwa vh (sudut deviasi horizontal) kecil yaitu vh < 100 [3].
(2.9)
Dimana nilai Lwe dan Lwi diperlihatkan pada Tabel 2.1. Jika pemancar terletak sangat dekat dengan bangunan dan penerima berada pada posisi yang tinggi di dalam bangunan, kemudian vh menjadi besar. Maka dalam kasus ini digunakan pola radiasi antena secara vertikal serta jarak geometri yang
(27)
sebenarnya untuk menghitung rugi-rugi lintasan di luar bangunan. Jika besar sudut datang gelombang terhadap dinding luar meningkat maka akan menambah besar rugi-rugi penyerapan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.1. Besar rugi-rugi pada kasus ini dapat digunakan Persamaan 2.10 [3].
(2.10)
Dimana L (dgeometri, pola radiasi vertical) adalah rugi-rugi lintasan luar bangunan dari pemancar hingga dinding luar bangunan dimana perhitungan dilakukan sesuai dengan jarak yang sebenarnya dengan pola radiasi antena pemancar vertikal [3].
Tabel 2.1 Pelemahan Daya Sinyal Terhadap Jenis Material Dinding [3]
Jenis Dinding Lwall (dB)
Min
Lwall (dB) Normalnya
Lwall (dB) Max
Beton (25 cm) dengan celah yang lebar 4 4 5
Beton (25 cm) dengan celah dan sudut
datang yang lebar 9 11 12
Beton (25 cm) tanpa celah 10 13 18
Beton (2x20 cm), di dalam bangunan 14 17 20
Beton (10 cm), di dalam bangunan 3 6 7
Dinding bata dengan celah yang kecil 3 4 5
Dinding baja (1 cm) dengan celah yang
lebar 9 10 11
Beton (10 cm), di dalam bangunan 3 6 7
Dinding kaca 1 2 3
Dinding kaca tebal 7 8 9
Beton (20 cm) dengan celah yang luas - 5,4 -
Beton (30 cm) - 9,4 -
Bata (63 cm) - 4,0 -
Bata (70 cm) - 4,5 -
(28)
Variabel L(d) pada model Paulsen ditentukan menggunakan model propagasi luar bangunan, seperti model Ikegami, model Okumura, mode Hata, model Walfisch-ikegami, model COSt231 Hata, model Bartoni dan lain sebagainya. Pemilihan model propagasi bangunan yang digunakan sesuai dengan kecocokan model tersebut terhadap kondisi lingkungan yang diteliti [3].
2.4 Model Propagasi Luar Bangunan
Model propagasi di luar bangunan mendeskripsikan bahwa pemacar dan penerima berada di luar bangunan. Model propagasi gelombang radio di luar bangunan khususnya pada daerah berkembang sangat dipengaruhi oleh ukuran dan kerapatan gedung. Ada 6 faktor yang digunakan dalam mengkalisifikasikan jenis lingkungan, yaitu [8]:
1. Kerapatan gedung
2. Ukuran gedung
3. Tinggi gedung
4. Lokasi gedung
5. Kerapatan tumbuh-tumbuhan
6. Undulasi daerah terrain
Peristiwa propagasi lingkungan diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
rural, suburban dan urban. Daerah rural adalah daerah persawahan dengan sedikit rumah-rumah di sekitarnya, dan masih banyak terdapat daerah terbuka atau lebih dikenal dengan daerah pedesaan. Daerah suburban atau kota kecil adalah daerah perumahan dengan kerapatan yang rendah. Daerah urban atau perkotaan adalah daerah dengan gedung-gedung bertingkat dengan kerapatan yang tinggi. Klasifikasi daerah urban ini terdiri dari dua jenis, yaitu small atau medium-sized city (kota kecil atau sedang) dan large city atau metropolitan centre (kota besar). Daerah urban medium-sized city merupakan daerah perkotaan dengan gedung-gedung bertingkat dengan tinggi rata-rata kurang dari 5 tingkat dan lebar jalan
kurang dari 15 m. Sedangkan daerah urban metropolitan centre merupakan daerah
perkotaan dengan gedung-gedung bertingkat dengan tinggi rata-rata lebih dari 5 tingkat dan lebar jalan lebih besar dari 15 m [8].
(29)
Sejumlah model propagasi rugi-rugi lintasan telah dikembangkan dalam memprediksi redaman pada lintasan sinyal. Model-model ini ditujukan untuk memprediksi kekuatan sinyal di titik lokasi penerimaan tertentu dengan metode yang bervariasi dalam pendekatannya, kerumitannya maupun ketepatannya. Jarak antara pemancar dan penerima, tinggi antena pemancar dan penerima serta frekuensi pembawanya merupakan variabel-variabel dalam proses perhitungan nilai redaman [8].
Penelitian ini hanya menggunakan model semi deterministik yaitu model propagasi COST231 WI untuk menghitung rugi-rugi transmisi yang dialami gelombang radio dari pemancar hingga tepat pada bangunan yang diteliti (LOut). Hal yang mendasari pemilihan model COST231 WI sebagai sebagai pensubstitusi variabel L(d) pada model Paulsen adalah model COST231 WI merupakan hasil pengembangan dari model-model sebelumnya, seperti model Ikegami, model Okumura, model Bartoni, model Walfisch dan model Hata [4]. Model COST231 Hata tidak digunakan dalam penelitian ini walaupun model ini juga merupakan hasil pengembangan dari model-model sebelumnya karena model COST231 Hata tidak mempertimbangkan tinggi gedung rata-rata di daerah pusat kota yang menjadi lokasi penelitian [4]. Dimana pertumbuhan infrastruktur bangunan di pusat kota cepat berkembang sehingga rugi-rugi lintasan akan cepat berubah. Berbeda halnya dengan model COST231 WI yang mempertimbangkan ketinggian rata-rata bangunan [4].
Model COST231 WI merupakan model yang cocok digunakan untuk memprediksi rugi-rugi lintasan di daerah kota [4]. Model ini diaplikasikan untuk daerah dimana pemancar tidak kelihatan secara langsung oleh penerima disebabkan banyaknya objek penghalang di antara pemancar dan penerima seperti yang terlihat pada Gambar 2.5 [3].
(30)
Gambar 2.5 Ilustrasi Model COST231 WI pada Daerah Urban [3]
Gambar 2.5 menunjukkan bahwa pemancar dan penerima bersifat Non
Line Of Sight (NLOS), sehingga dalam hal ini penerima hanya menerima sinyal-sinyal hasil difraksi dari penghalang-penghalang yang ada di antara pemancar dan penerima (multiedge or rooftop difraction) [4]. Geometri dari model COST231 WI ini dapat dilihat pada Gambar 2.6 [4].
Gambar 2.6 Geometri Model COST231 WI [4]
Gambar 2.6 menunjukkan beberapa mekanisme propagasi dari model COST231 WI ini. Jalur 1 dan 2 merupakan jalur propagasi utama ke penerima, yang berpropagasi di atas gedung yang ada di sekitarnya dengan gedung yang terdekat dengan penerima. Jalur 3 merupakan propagasi penetrasi gedung (penembusan gedung) dan jalur 4 merupakan propagasi dari difraksi dan refleksi bertingkat [4].
(31)
Ada 4 faktor yang diikutsertakan dalam perhitungan rugi-rugi lintasan untuk model ini, yaitu [4]:
1. Tinggi gedung (h) 2. Lebar jalan (w)
3. Jarak antar gedung (b)
4. Orientasi jalan yang berkaitan dengan jalur LOS (φ)
Model ini membedakan antara propagasi LOS dan NLOS. Untuk propagasi LOS, model ini menggunakan Persamaan 2.11 [4].
untuk dout ≥ 20 m (2.11)
dimana adalah jarak antara pemancar dan bangunan (km) dan fc adalah frekuensi pembawa (MHz). Sedangkan untuk propagasi NLOS, model ini menggunakan Persamaan 2.12 [4].
(2.12)
adalah rugi-rugi ruang bebas di luar bangunan yang dihitung
dengan Persamaan 2.13 [4].
(2.13) Lrts adalah rugi-rugi yang disebabkan oleh difraksi atap bangunan hingga
ke jalan (rooftop to street), yang besarnya dihitung dengan Persamaan 2.14 [4].
(2.14)
Dimana h adalah tinggi gedung (m), hm adalah tinggi antena penerima (m) dan Lori adalah faktor orientasi jalan terhadap sinyal datang yang dihitung dengan
(32)
{
(2.15)
dimana φ adalah sudut orientasi jalan, yaitu sudut yang dibentuk oleh sinyal langsung (direct path) dan jalan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 dan dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.16 [4].
(2.16)
dimana h adalah tinggi rata-rata gedung (m).
Gambar 2.7 Sudut Orientasi Jalan φ [4]
Rugi-rugi multiple screen difraction (Lmsd) adalah rugi-rugi yang
diperkirakan akibat adanya pengaruh difraksi dari banyaknya objek penghalang antara pemancar dan gedung yang terdekat dengan penerima. Lmsd dihitung dengan
Persamaan 2.17 [4].
(2.17)
dimana Lbsh, ka, kd dan kf dihitung dengan Persamaan 2.18, Persamaan 2.19,
(33)
{ (2.18)
{
(2.19)
{
(2.20)
{
(2.21)
ka mempresentasikan kenaikan rugi-rugi lintasan ketika antena pemancar berada di
bawah ketinggian atap. kd dan kf adalah faktor rugi-rugi difraksi yang besarnya
ditentukan oleh frekuensi dan ketinggian antena pemancar dengan bangunan [3]. Jika data ketinggian gedung tidak diperoleh, maka model ini memberikan nilai toleransi yang direkomendasikan, seperti pada Persamaan 2.22 [4] dengan
(2.22)
{
jarak antar gedung (b) sekitar 20 m sampai dengan 50 m, lebar jalan (w) sebesar
b/2 dan sudut orientasi jalan (φ) sebesar 90o. Batasan untuk model COST231 WI ini [4], yaitu :
1. Frekuensi kerja (fc) = 800 MHz - 2000 MHz
2. Tinggi antena pemancar (hb) = 4 m - 50 m
3. Tinggi antena penerima (hm) = 1 m - 3 m
4. Jarak antara pemancar dan penerima (d) = 0,02 km - 5 km.
Model ini telah diterima oleh badan standarisasi internasional ITU-R dan dapat diaplikasikan untuk tinggi antena pemancar di atas ketinggian bangunan.
(34)
Mean error yang dizinkan adalah sebesar ± 3 dB dan standar deviasi sebesar 4 – 8 dB [4].
2.5 Model Propagasi Dalam Bangunan
Model propagasi di dalam bangunan mendeskripsikan bahwa pemancar dan penerima berada pada bangunan yang sama. Sama halnya dengan model propagasi di luar bangunan, model propagasi di dalam bangunan juga banyak tersedia. Namun pada penelitian ini hanya membahas model propagasi empiris dengan pertimbangan bahwa model ini lebih cocok digunakan di dalam bangunan dari pada model deterministik. Kecocokan itu terlihat pada model empiris tidak memerlukan data yang terperinci mengenai keadaan di dalam bangunan yang dapat berupa perabot, kepadatan manusia dan lain sebagainya dimana kesemuanya itu merupakan data yang selalu berubah dan belum tentu sama dengan bangunan lain yang masih berada dalam satu cakupan pemancar yang sama. Hal ini disebabkan karena pada model empiris rugi-rugi transmisi yang diakibatkan oleh penghalang-penghalang tersebut telah diwakili secara implisit oleh variabel tertentu di dalam formula model propagasi tersebut [4] [5].
Beberapa model propagasi di dalam bangunan, yaitu model COST231 Multi Wall (MW) [4], model ITU-R [5], model Keenan, model Motley, model
Keenan-Motley [10], model Resolution Frequency Domain Parflow (MR-FDPF)
[11] dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, model propagasi yang digunakan dalam perhitungan rugi-rugi lintasan di dalam bangunan hanya model propagasi COST231 MW dan model propagasi ITU-R. Dengan pertimbangan bahwa model COST231 MW dan model ITU-R merupakan model empiris sehingga lebih cocok digunakan di dalam bangunan yang mana terdapat banyak penghalang yang cepat berubah baik kerapatannya maupun posisinya [4] [5]. Kemudian model COST231 MW merupakan pengembangan dari model Keenan-Motley dimana model Keenan-Motley merupakan pengembangan dari model Keenan dan model Motley [10]. Model ITU-R merupakan model empiris hasil akhir dari organisasi ITU. Model MR-FDPF tidak digunakan dalam penelitian ini karena model ini merupakan model stokastik yang memerlukan informasi yang spesifik di dalam bangunan [11]
(35)
2.5.1 Model Propagasi COST231 Multi Wall
Model COST231 MW merupakan pengembangan dari model Keenan-Motley [4] [10]. Perbedaan yang mencolok pada kedua jenis model ini terletak pada penjelasan formula rugi-rugi lintasan akibat penyerapan daya sinyal yang menembus beberapa lantai yang berada diantara pemancar dan penerima. Model Keenan-Motley menyatakan bahwa besarnya daya sinyal yang hilang akibat melalui beberapa lantai dapat digambarkan sebagai fungsi linear terhadap kenaikan jumlah lantai yang ditembus oleh sinyal. Sedangkan pada model COST231 MW besarnya daya yang hilang tersebut tidak dapat digambarkan sebagai fungsi linear melainkan sebagai fungsi eksponensial yang dipengaruhi oleh faktor empiris [4].
Total rugi-rugi lintasan pada model COST231 MW yang terjadi di dalam bangunan merupakan jumlah dari rugi-rugi lintasan ruang bebas, rugi-rugi lintasan akibat menembus lantai dan rugi-rugi lintasan akibat menembus dinding yang berada diantara pemancar dan penerima. Telah diteliti bahwa total rugi-rugi gelombang radio akibat menembus beberapa lantai bukanlah merupakan fungsi linear terhadap peningkatan jumlah lantai. Melainkan merupakan fungsi eksponensial seperti yang diperlihatkan pada Persamaan 2.23 [4].
∑ [
] (2.23)
Variabel LFSPLi ditentukan menggunakan Persamaan 2.24 [4].
(2.24)
dimana :
LMW = Rugi-rugi lintasan total (dB)
LFSPLi = Rugi-rugi ruang bebas di dalam bangunan (dB)
LC = Konstanta rugi-rugi
kwi = Jumlah dinding yang ditembus pada jenis ke-i
kfi = Jumlah lantai yang ditembus pada jenis ke-i
(36)
Lfi = Rugi-rugi lantai yang ditembus pada jenis ke-i (dB)
bmw = Faktor empiris
I = Jumlah jenis dinding
Rugi-rugi LC merupakan variabel yang besarnya ditentukan dari hasil pengukuran terhadap rugi-rugi akibat penyerapan oleh dinding yang dilalui sinyal dengan menggunakan metode regresi linear bertingkat. Biasanya besar nilai konstanta tersebut mendekati nol. Untuk alasan praktis dalam menentukan rugi-rugi lintasan akibat penyerapan dinding maka jumlah jenis dinding yang berbeda yang dilalui oleh gelombang radio harus tetap sedikit. Jika sebaliknya, maka perbedaan diantara jenis dinding menjadi kecil dan penempatannya di dalam model ini menjadi tidak jelas. Maka dibuatlah pembagian jenis dinding ke dalam dua tipe seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.2 [4].
Tabel 2.2 Pembagian Jenis Dinding pada Model COST231 MW [4]
Jenis Dinding Deskripsi
Dinding Tipis (Lw1)
Sebuah dinding yang tidak dibebani oleh suatu bantalan pada salah satu atau kedua sisi dinding seperti dinding eternit, dinding papan dan diding beton tipis dengan ketebalan kurang dari 10 cm.
Dinding Tebal (Lw2)
Sebuah dinding yang dibebani oleh suatu bantalan atau jenis dinding yang lainnya dengan ketebalan dinding lebih dari 10 cm yang terbuat dari bahan berat, seperti beton atau batu bata.
Besar nilai variabel-variabel pada model ini telah ditentukan berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh organisasi-organisasi komunikasi seperti Alcatel, CNET, TUW, UPC, VTT dan Ericsson. Meskipun organisasi-organisasi tersebut melakukan pengukuran dengan metode dan peralatan yang berbeda. Namun setiap pengukuran harus dilakukan dengan aturan umum yang telah ditentukan sebelumnya yaitu posisi pemancar ditempatkan pada pusat gedung sedangkan posisi penerima berpindah ke beberapa tempat yang masih tercakup
(37)
oleh pemancar, ketinggian pemancar dari lantai sekitar 1,5–3,0 m, antena yang digunakan jenis omnidireksional dengan besar gain 1,3–2,2 dB, daya pancar 10-30 dBm dan jenis polarisasi yang digunakan adalah vertikal untuk setiap pengukuran [4].
Pengukuran tersebut dilakukan sebanyak 10-50 sampel dengan rata-rata
panjang gelombang 1-6 λ pada sebagian besar pengukuran oleh setiap organisasi.
Perlu diketahui bahwa seluruh hasil pengukuran tersebut secara implisit telah termasuk rug-rugi yang disebabkan oleh berbagai jenis perabot yang terdapat di dalam bangunan dan koridor-koridor yang dilalui oleh gelombang radio tersebut. Kemudian hasil pengukuran pada setiap kategori lingkungan tersebut dihitung nilai rata-ratanya sehingga diperoleh pendekatan hasil terhadap nilai variabel-variabel pada model ini seperti pada Tabel 2.3 [4].
Tabel 2.3 Nilai Variabel-Variabel pada Model COST 231 MW [4]
Keadaan Bangunan Lwi [dB] Lw2 [dB] Lf [dB]
Padat
Satu Lantai Dua Lantai Beberapa Lantai
3,4 6,9 18,3 0,46
Terbuka 3,4 6,9 18,3 0,46
Luas 3,4 6,9 18,3 0,46
koridor 3,4 6,9 18,3 0,46
Penjelasan mengenai jenis keadaan bangunan pada Tabel 2.3 diperlihatkan pada Tabel 2.4. Pada katagori bangunan padat pengukuran dilakukan pada keadaan satu lantai, dua lantai dan beberapa lantai. Hal ini secara berturut-turut dengan maksud agar pengukuran dilakukan pada saat posisi pemancar dan penerima berada pada lantai yang sama, berada diantara dua lantai yang berdekatan dan berada pada lebih dari dua lantai [4].
(38)
Tabel 2.4 Penjelasan Kategori Lingkungan Dalam Bangunan [4]
Kategori Lingkungan Deskripsi
Padat (Dense)
Keadaan lingkungan pada bangunan-bangunan kecil misalnya pada sebuah kantor dimana tiap-tiap karyawan menempati ruangannya masing-masing; sering terjadi peristiwa NLOS.
Terbuka (Open)
Keadaan lingkungan pada ruangan yang luas; misalnya pada sebuah ruangan terdapat beberapa karyawan; sering terjadi peristiwa LOS (Line Of Sight) ataupun OLOS (Obstacled Line Of Sight).
Luas (Large)
Keadaan lingkungan pada bangunan yang sangat luas; seperti pada pabrik, pusat perbelanjaan atau bandara; sering terjadi peristiwa LOS ataupun NLOS.
Koridor (Corridor)
Keadaan lingkungan dimana pemancar dan penerima berada pada koridor yang sama sehingga sering terjadi perstiwa LOS.
2.5.2 Model Propagasi ITU-R
Perhitungan rugi-rugi lintasan pada model propagasi ITU-R di dalam bangunan mengasumsikan bahwa pemancar dan penerima berada di dalam bangunan yang sama. Rugi-rugi lintasan gelombang radio dari pemancar menuju penerima di dalam bangunan dapat diperkirakan dengan dua model yaitu site-general model (model dengan informasi keadaan yang umum) dan site-specific model (model dengan informasi keadaan yang spesifik). Namun pada penelitian
ini hanya menggunakan site-general model sehingga teori mengenai site-general
model lebih ditekankan [5]. Dengan pertimbangan bahwa pada model site-specific model memerlukan data yang spesifik mengenai keadaan di dalam bangunan yang cendrung mudah berubah.
Site-general model adalah jenis model yang hanya memerlukan sedikit informasi mengenai keadaan daerah cakupan pemancar yang akan diteliti dalam menentukan rugi-rugi lintasan. Model ini juga menjelaskan bahwa rugi-rugi
(39)
lintasan gelombang radio di dalam bangunan ditandai oleh rugi-rugi lintasan rata-rata dan hal-hal yang terkait dengan nilai fading shadow [5].
Kebanyakan model propagasi di dalam bangunan melakukan perhitungan pelemahan sinyal akibat menembus beberapa dinding dan/atau lantai. Namun pada model ini tidak memperhitungkan rugi-rugi lintasan akibat menembus dinding tetapi memperhitungkan rugi-rugi daya sinyal akibat menembus lantai. Hal ini dilakukan untuk memperediksi luas cakupan penggunaan frekuensi yang sama diantara lantai. Model ini menambahkan koefisien rugi-rugi daya (distance power loss coefficient) di dalam perhitungan rugi-rugi lintasan yang telah ditentukan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.5. Dimana koefisien ini telah mewakili rugi-rugi transmisi akibat dinding, perabot di dalam bangunan serta mekanisme rugi-rugi lintasan lain yang mirip yang terdapat di dalam gedung sehingga memungkinkan sinyal tersebut dapat digunakan pada lantai yang sama. Pada site-specific model rugi-rugi lintasan akibat dinding dihitung secara eksplisit. Persamaan 2.25 merupakan persamaan prediksi rugi-rugi lintasan untuk model
site-specific [5].
(2.25)
dimana :
N = Koefisien jarak rugi-rugi daya (distance power loss coefficient)
f = Frekuensi (MHz)
din = Jarak pisah diantara pemancar dan penerima dimana pemancar dan penerima berada di dalam bangunan yang sama (dimana d >1m)
Lf = Faktor rugi-rugi penyerapan oleh lantai (dB)
n = Jumlah lantai diantara pemancar dan penerima (n 1)
parameter-parameter khusus berdasarkan hasil berbagai pengukuran diperlihatkan pada Tabel 2.5 [5].
(40)
Tabel 2.5 Koefisien Power Loss, N [5]
Frekuensi Bangunan Tempat
Tinggal
Bangunan Perkantoran
Bangunan Tempat Perbelanjaan
900 MUz - 33 20
1,2-1,3 GHz - 32 22
1,8-2 GHz 28 30 22
2,4 GHz 28 30 -
3,5 GHz - 27 -
4 GHz - 28 22
5,2 GHz 30 (Apartemen)
28 (Rumah) 31 -
5,8 GHz - 24 -
60 GHz - 22 17
70 GHz - 22 -
Tabel 2.5 menunjukkan bahwa besar nilai koefisien power loss ditentukan
oleh jenis pemanfaatan bangunan dan frekuensi yang digunakan. Sedangkan untuk besarnya rugi-rugi lintasan akibat penyerapan lantai diperlihatkan pada Tabel 2.6 [5].
Tabel 2.6 Faktor Rugi-Rugi Penyerapan Daya Terhadap Lantai, Lf (dB) [5]
Frekuensi Bangunan Tempat
Tinggal
Bangunan Perkantoran
Bangunan Tempat Perbelanjaan
900 MHz -
9 (1 lantai) 19 (2 lantai) 24 (3 lantai)
-
1,8-2 GHz 4n 15+4(n-1) 6+3(n-1)
2,4 GHz 10(Apartemen)
5 (Rumah) 14 -
3,5 GHz - 18 (1 lantai)
26 (2 lantai) -
5,2 GHz 13 (Apartemen)
7 (Rumah) 16 (1 lantai) -
5,8 GHz - 22 (1 lantai)
(41)
Penggunaan jenis pita frekuensi yang lain dimana koefisien power loss
tidak ada untuk bangunan tempat tinggal, maka nilai tersebut dapat digunakan dari bangunan kantor. Standar deviasi dan log-normal dari nilai fading shadow di dalam bangunan ditunjukkan pada Tabel 2.7 [5].
Tabel 2.7 Standar Deviasi Fading Shadow [4]
Frekuensi (GHz)
Bangunan Tempat Tinggal (dB)
Bangunan Perkantoran (dB)
Bangunan Tempat Perbelanjaan (dB)
1,8-2 8 10 10
3,5 - 8 -
5,2 - 12 -
(42)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Umum
Analisis model rugi-rugi lintasan gelombang radio di dalam bangunan menggunakan pemancar dari luar bangunan di daerah urban kategori pusat kota pada frekuensi 1800 MHz dan 2100 MHz dilakukan dengan beberapa tahapan. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan untuk memperoleh nilai rugi-rugi lintasan tersebut dan menetapkan model rugi-rugi lintasan yang layak dan cocok digunakan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan objek peneltian
2. Menetapkan parameter-parameter perhitungan rugi-rugi lintasan gelombang
radio
3. Menghitung rugi-rugi lintasan yang terjadi menggunakan model propagasi
yang telah ditentukan
4. Melakukan pengukuran di beberapa titik di dalam Gedung Antara
5. Membandingkan hasil perhitungan dengan hasil pengukuran serta menentukan
model yang cocok dan layak digunakan
Secara keseluruhan, metodologi penelitian yang dilakukan untuk perhitungan dan analisis rugi-rugi lintasan ini diperlihatkan pada Gambar 3.1.
3.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu tempat penelitian dalam bangunan dan luar bangunan.
3.2.1 Dalam Bangunan
Tempat penelitian di dalam bangunan dilakukan di Gedung Antara yang berlokasi di Jalan Putri Hijau no 12 Medan. Gedung ini memiliki dua lantai dimana lantai dasar memiliki dua sektor sekat, yaitu Sektor A dan Sektor B yang tersusun dari sekat-sekat yang berbentuk rak besi dengan jumlah sekat pada masing-masing sektor adalah 10 sekat dan 5 sekat. Sedangkan pada lantai ke dua tersusun dari tiga sektor sekat, yaitu Sektor C, Sektor D dan Sektor E dimana
(43)
jumlah sekat pada Sektor C sebanyak 9 sekat serta jumlah sekat pada Sektor D dan Sektor E sebanyak 4 sekat.
Melihat lokasi penelitian
Mengkombinasikan model propagasi luar bangunan dengan model propagasi dalam
bangunan
Mengukur rugi-rugi lintasan yang terjadi dari luar bangunan hingga ke dalam bangunan Menghitung rugi-rugi lintasan yang terjadi dari luar bangunan hingga ke dalam bangunan menggunakan
model propagasi yang telah ditentukan
Membandingkan nilai rugi-rugi lintasan hasil pengukuran dengan hasil perhitungan serta menentukan model kombinasi yang cocok dan
layak digunakan Mulai
Menentukan spesifikasi daerah di luar bangunan dan di dalam bangunan
Menetapkan parameter yang berpengaruh pada perhitungan rugi-rugi lintasan gelombang radio dari luar bangunan hingga ke dalam bangunan
Menentukan model propagasi dari luar bangunan hingga ke dalam bangunan yaitu
model Paulsen
Menentukan model propagasi luar bangunan yaitu model COST231 Walfisch-Ikegani
Menentukan model propagasi dalam bangunan yaitu model COST231 Multi Wall dan model
ITU-R
Model propagasi yang digunakan, yaitu model Paulsen, kombinasi
model COST231 WI dengan COST231 MW serta model kombinasi
COST231 WI dengan model ITU-R
Selesai
Hasil model propagasi yang cocok dan layak digunakan
(44)
Pada kedua sisi sekat-sekat tersebut dibebankan oleh alat rumah tangga, alat-alat listrik, mesin-mesin ringan dan lain-lain. Gambar 3.2 adalah skematik Gedung Antara. SEKTOR A PT. Logikreasi Rx1 86'-11 5/ 16 " 52 '-6 7/ 8" 34 '-4 1/ 2" 85'-0" 24 m 18 m 42 m 24 m52'-0"
42 m 33'-0" 18 m Dinding Kaca Dinding Rak Dinding Kaca Dinding Rak Dinding Rak Dinding Rak Dinding Kaca Dinding Kaca 4' -0" 1,8 m
3'-6 13/16" 1,8 m
4' -6" 2,4 m 4' -6" 1,8 m 4' -6" 2,4 m 4' -6" 1,8 m 4' -0" 2,4 m 6' -3" 3,0 m 3' -9" 1,8 m 5' -0" 2,4 m 6' -6" 3,0 m 25 '-8 13/ 16 " 12,6 m 6'-6" 3,0 m 10'-0" 4,8 m 4'-0" 1,8 m 6'-0" 3,0 m 36'-6 13/ 16" 19,8 m 4'-6" 2,4 m 4'-0" 2,2 m 5'-0" 2,4 m 4'-0" 1,8 m 3'-6 " 1,8 m 7'-6" 3,6 m 5'-0 " 2,4 m 4'-0 " 1,8 m 3'-6 " 1,8 m 16'-0" 7,8 m 4'-0" 1,8 m 7'-6" 3,6 m 5'-3" 2,4 m 38' -13/ 16" 19,8 m 3'-6" 1,8 m 9'-0" 4,2 m 7'-6 " 3,6 m Rx2 Rx3 Rx4 Rx5 Rx8 Rx7 Rx6 Rx10 Rx9 Rx11 Rx6 Rx5 Rx4 Rx3 Rx2 Rx1 5'-11 1/ 8" 3,0 m Rx1 Rx11 Rx10 Rx9 Rx8 Rx7 Rx6 Rx5 Rx4 Rx3 Rx2 Rx1 Rx4 Rx5 Rx3 Rx2 Rx1 Rx5 Rx4 Rx3 Rx2 4'-6 " 1,8 m 11'-0" 5,4 m 36'-6 15/ 16 " 19,8 m SEKTOR E SEKTOR D SEKTOR C SEKTOR B
Lantai 1
Lantai 2
Gambar 3.2 Skematik Gedung Antara
Ruangan di bawah lantai 2 merupakan ruangan parkir sepeda motor dimana di dalam ruangan tersebut terdapat beberapa tiang-tiang penopang gedung. Tampilan tiga dimensi dari Gambar 3.2 diperlihatkan pada Lampiran 1. Hubungan
Dinding Pertama
(kaca 2 cm)
Dinding Kedua (rak besi 0,8 cm)
(45)
peningkatan jarak dengan jumlah sekat pada lokasi pengukuran kuat sinyal di dalam gedung diperlihatkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hubungan Peningkatan Jarak Penerima Terhadap Jumlah Sekat Jarak Penerima Terhadap Dinding Terluar (din)
No
Lantai 1 Lantai 2 Jumlah
Sekat Sektor A
(m)
Sektor B (m)
Sektor C (m)
Sektor D (m)
Sektor E (m)
1 1,80 12,6 19,8 - - 2
2 3,60 15,6 22,2 - - 3
3 6,00 20,4 24,0 - - 4
4 7,80 23,4 26,4 19,8 19,8 5
5 10,2 25,2 28,2 27,6 21,6 6
6 13,2 28,2 30,0 29,4 25,8 7
7 15,0 - 33,6 33,0 29,4 8
8 17,4 - 36,0 35,4 34,8 9
9 19,8 - 37,8 - - 10
10 22,8 - 39,6 - - 11
11 24,6 - 41,4 - - 12
Tabel 3.1 merupakan tabel perubahan jarak penerima terhadap dinding terluar gedung akibat peningkatan jumlah sekat pada setiap sektor. Pada pengukuran Sektor A dan Sektor B diawali dengan mengasumsikan bahwa gelombang radio datang dari pemancar di luar gedung menembus dua sekat, yaitu sekat terluar yang berbahan kaca dan sekat kedua yang berbentuk rak besi dengan kualitas sinyal yang sampai pada setiap bagian sekat terluar adalah sama kuat. Pada Sektor C diasumsikan bahwa gelombang radio secara berurutan menembus tiga jenis sekat, yaitu sekat terluar dan kedua berbahan kaca serta sekat ketiga berbentuk rak besi. Sedangkan pada Sektor D dan Sektor E gelombang radio diasumsikan menembus 5 jenis sekat, yaitu sekat terluar (kaca), gedung PT Logikreasi yang diasumsikan terdapat 2 sekat dinding beton, sekat keempat (kaca) dan sekat kelima (rak besi). Hal ini disebabkan karena gelombang radio yang telah menembus dinding kaca bagian terluar gedung pada lantai satu langsung
(46)
menembus dinding kaca dan rak besi pada lantai dua tanpa ada halangan karena ketinggian rak besi pada lantai satu hanya 3 m sedangkan ketinggian sekat kaca pada lantai satu adalah 6 m. Pada Sektor D dan Sektor E sinyal dari dinding terluar dihalangi oleh Gedung PT. Logikreasi. Spesifikasi Gedung Antara diperlihatkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Spesifikasi Gedung Antara
No Parameter Lantai satu Lantai dua
1 Jenis material
penyusun dinding terluar
Kaca dengan ketebalan
2 cm Kaca dengan ketebalan 2 cm
2 Tipe dinding luar Tertutup Tertutup
3
Jenis material penyusun dinding PT Logikreasi
Batako yang dipalaster dengan ketebalan total
15 cm
Batako yang dipalaster dengan ketebalan total 15 cm
4 Tipe dinding PT
Logikreasi Tertutup Tertutup
5 Jenis material
sekat dalam
Sekat-sekat di Sektor A dan Sektor B hampir
identik yaitu rak besi dengan ketebalan
0,8 cm yang dibebani dengan
alat-alat rumah tangga dikedua sisi sekat
Sekat-sekat di Sektor C yaitu sekat kedua adalah kaca dengan ketebalan
2 cm dan sekat ketiga hingga akhir adalah rak besi dengan ketebalan
0,8 cm yang dibebani dengan alat-alat rumah tangga dikedua sisi sekat.
Pada Sektor D dan Sektor E sekat kedua adalah gedung PT Logikreasi yang diasumsikan dengan penghalang
dua dinding kemudian sekat selanjutnya sama dengan Sektor C.
6 Tipe sekat dalam Semi terbuka
Semi terbuka untuk jenis sekat rak besi dan tertutup untuk jenis sekat
kaca
7 Tinggi bangunan 6 m 3 m
8 Jenis pemanfaatan
(47)
3.2.2 Luar Bangunan
Tempat penelitian luar banguan adalah daerah di sekitar Gedung Antara. Gambar 3.3 merupakan lokasi pemancar dan Gedung Antara. Gedung tersebut terletak di daerah urban dengan kategori pusat kota. Pemancar luar yang digunakan agar gelombang radio sampai ke dalam gedung tersebut adalah BTS Indosat yang berada pada tower TVRI.
-
Gambar 3.3 Posisi BTS TVRI dan Gedung Antara (Google Earth, diakses pada tanggal 04 April 2015 jam 13.16 WIB)
Tindakan yang dilakukan untuk mengetahui bahwa alat ukur kuat sinyal yang digunakan berada dalam cakupan gelombang radio dari BTS Indosat yang
berada pada tower TVRI maka digunakan aplikasi G-Netrack dan aplikasi
OpenSignal yang dapat diunduh menggunakan android. Tampilan pemancar pada aplikasi G-Netrack merupakan tampilan lokasi pemancar dari google earth yang memperlihatkan kondisi daerah sesungguhnya di sekitar pemancar dari tampak
atas. Sedangkan tampilan pemancar pada aplikasi OpenSignal merupakan
tampilan lokasi pemancar dari google map yang memperlihatkan kondisi daerah pemancar dalam bentuk peta sehingga mempermudah dalam menentukan lokasi
(48)
pemancar yang sedang melayani penerima yang berada di dalam Gedung Antara diperlihatkan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 (a) Deteksi Pemancar pada Aplikasi G-Nettrack dan (b) OpenSignal
Gambar 3.4 (a) merupakan tampilan aplikasi G-Nettrack yang
memperlihatkan posisi antena pemancar PT Indosat berupa titik hijau. Sedangkan Gambar 3.4 (b) merupakan tampilan aplikasi OpenSignal yang mempelihatkan
posisi antena pemancar PT Indosat berupa gambar handphone.
Daerah di sekitar pemancar merupakan pusat perkantoran, perhotelan dan pusat perbelanjaan dengan lebar jalan rata-rata sebesar 20 m. Gedung-gedung perhotelan dan perkantoran yang ada disekitar daerah ini rata-rata berdiri dengan 6 sampai 10 tingkat bahkan ada yang mencapai 28 dan 30 tingkat. Ruko-ruko yang ada di daerah ini memiliki tinggi gedung dengan 4 sampai dengan 7 tingkat [12]. Spesifikasi daerah perkotaan kategori pusat kota dengan radius 1 km dari BTS TVRI seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3 [12].
BTS TVRI
BTS TVRI BTS TVRI Gedung
(49)
hm
d
RSL<<EIRP Rugi-Rugi Lintasan
fc
hb
EIRP
Tabel 3.3 Spesifikasi Daerah Penelitian [12]
No Parameter Nilai (m)
1 Tinggi gedung rata-rata 36
2 Jarak gedung rata-rata 20
3 Lebar jalan 20
3.3 Parameter Perhitungan Rugi-Rugi Lintasan
Ada enam parameter yang mempengaruhi besar rugi-rugi lintasan gelombang radio yang terjadi dari luar ke dalam bangunan. Parameter-parameter tersebut, yaitu.
3.3.1 Parameter Dasar
Parameter dasar yang digunakan dalam perhitungan rugi-rugi lintasan diperlihatkan pada Gambar 3.5 [3].
Gambar 3.5 Parameter Dasar Perhitungan Rugi-Rugi Lintasan [3]
Gambar 3.1 memperlihatkan bahwa parameter-parameter dasar yang mempengaruhi nilai Receive Signal Level (RSL) menjadi lebih kecil dari nilai
Effective Isotropically Radiated Power (EIRP) adalah frekuensi pemancar (fc) dalam hal ini frekuensi yang digunakan adalah frekuensi terima (downlink), jarak
yang memisahkan antara pemancar dan penerima (d), tinggi antena pemancar (hb)
(50)
diperoleh dari penjumlahan jarak antara pemancar dan Gedung Antara (dOut) dengan jarak antara dinding terluar gedung dan alat ukur kuat sinyal yang berada di dalam gedung (din). Tabel 3.4 merupakan parameter dasar rugi-rugi lintasan gelombang radio [12].
Tabel 3.4 Parameter Dasar Model Rugi-Rugi Lintasan Gelombang Radio [12].
No Parameter GSM1800 3G
1 Frekuensi (fc) 1812,5 MHz 2140 MHz
2 Tinggi antena pemancar (hb) 38 m 37,5 m
3 Tinggi antena penerima (hm) 2 m 2 m
4 Jarak antara pemancar dan Gedung Antara (dOut) 187 m 187 m
4 Jarak antara pemancar dan penerima (d) dout + din dout + din
3.3.2 Sudut Orientasi Jalan
Sudut orientasi jalan ( ) merupakan sudut yang dibentuk oleh sinyal langsung (direct wave) terhadap jalan dimana posisi penerima berada [4]. Ilustrasi sudut orientasi jalan ini diperlihatkan pada Gambar 3.6 dan dapat ditentukan menggunakan Persamaan 2.16 [4].
Building 1 Building 1 Building 1 Building 1
Tree Tree Tree
Tree
teta
Gambar 3.6 Ilustrasi Sudut Orientasi Jalan [4]
Sudut yang paling baik adalah sebesar 0o sebab arah datang gelombang
radio sejajar dengan permukaan jalan. Sedangkan sudut yang paling buruk adalah sebesar 90o sebab arah datang gelombang radio tegak lurus terhadap permukaan jalan [4].
(51)
3.3.3 Spesifikasi Antena Pemancar
Antena pemancar yang digunakan adalah antena sektoral dengan spesifikasi seperti pada Tabel 3.5 [12].
Tabel 3.5 Spesifikasi Antena Pemancar BTS TVRI [12] Frekuensi
Kerja
Tinggi BTS (m)
Daya (dBm)
EIRP (dBm)
Gain
(dB)
Loss Feeder
(dBm)
GSM 1800 70 47,3 52,8735 18 42,4265
3G 70 47,3 52,8735 18 42,4265
3.3.4 Spesifikasi Antena Penerima
Pengukuran sinyal RSL dilakukan menggunakan handphone, dengan
spesifikasi standar handphone pada umumnya seperti pada Tabel 3.6 [13].
Tabel 3.6 Spesifikasi Antena Penerima [13] Frekuensi
Kerja
Gain antena (dB)
Loss antena (dB)
Ketinggian antena di lantai satu - hm
(m)
Ketinggian antena di lantai dua - hm
(m)
GPRS 1,5 0 2 5
3G 1,5 0 2 5
3.4Model Propagasi Radio
Model propagasi radio yang digunakan untuk memperediksi besarnya rugi-rugi lintasan yang terjadi dari BTS TVRI hingga ke dalam Gedung Antara adalah model Paulsen, model COST231 WI, model COST231 MW dan model ITU-R.
3.4.1 Model Paulsen
Perhitungan rugi-rugi lintasan yang terjadi antara pemancar yang berada di luar bangunan hingga ke penerima yang berada di dalam bangunan menggunakan model Paulsen. Model ini dipilih karena:
(52)
a. Model ini merupakan model empiris yang memprediksi rugi-rugi lintasan dari luar ke dalam bangunan [3]
b. Model ini memberikan data yang spsifik mengenai besar rugi-rugi dinding bangunan yang diakibatkan oleh perbedaan ketebalan dan jenis material penyusunnya [3]
c. Model ini tidak memperhitungkan rugi-rugi lintasan akibat penyerapan
gelombang radio oleh lantai [3]
d. Model ini mempertimbangkan ketinggian bangunan [3]
3.4.2 Model COST231 Walfisch-Ikegami (WI)
Perhitungan rugi-rugi lintasan di luar bangunan digunakan model semi-deterministik COST231 Walfisch-Ikegami (WI). Model tersebut dipilih karena :
a. Model ini lebih cocok digunakan di daerah urban kategori metropolitan centre
(pusat kota) daripada model COST231 Hata karena model COST231 WI mempertimbangkan perubahan ketinggian gedung [4] [12].
b. Model ini mempertimbangkan aspek topografi dari daerah yang diteliti, yaitu
kerapatan gedung, ketinggian gedung, sudut orientasi jalan dan lebar jalan. Dimana aspek-aspek ini digunakan untuk menentukan faktor koreksi pada model ini [4].
c. Model ini merupakan pengembangan dari model-model sebelumnya seperti
model Okumura, model Walfish dan model Ikegami [4].
3.4.3 Model COST231 Multi Wall (MW)
Perhitungan rugi-rugi lintasan yang terjadi di dalam bangunan digunakan model empiris COST231 MW. Model ini dipilih karena:
a. Model ini merupakan hasil akhir model propagasi dalam bangunan secara empiris dari organisasi COST Action 231 tahun 1999 [4]
b. Model ini merupakan pengembangan dari model-model propagasi
sebelumnya, yaitu model Keenan dan model Motley [4]
c. Model ini mempertimbangkan rugi-rugi akibat penyerapan gelombang radio
(1)
Lw2 = 6.9; kw2 = 0; Lc = 0;
N = 22;%variabel model ITU-R
nf = 0;
Gh = 2;%variabel model paulsen
Lwe = 0; Lwikaca = 2;
Lwirak = 9 ; nfloor = 0;
nwikaca = 1;
n=input('Banyak Data Pengukuran, n= ');
RSLpgkrn = input('Hasil Pengukuran RSL, RSLpgkrn = '); disp('Parameter Input model itur-nlos');
din = input('Jarak MS ke Dinding Luar, din (m) = ');%variabel bebas ITU-R
Lfloor=6+3*nf;
disp('Parameter Input model mw-nlos');
kw1 = input ('Jumlah Dinding Jenis ke-1, kw1 = ');%variabel bebas MW
LFSL = 32.4+20*log10(dout+(din/1000))+20*log10(fc);%menghitung FSL out-in
disp(['Pathloss FSL dari luar ke dalam gedung (dB) -> ' num2str(LFSL)]);
LFSLO = 32.4+20*log10(dout)+20*log10(fc);%menghitung FSLO out
disp(['Pathloss FSLO dari luar ke gedung (dB) -> ' num2str(LFSLO)]);
teta = atand((h-hm)./(dout*1000)); if teta<35%menghitung Lori
Lori=-10+0.354*teta; elseif teta>=35 & teta<55 Lori=2.5+0.075*(teta-35); else teta>=55 & teta<90
Lori=4-0.114*(teta-55); end
disp(['Pathloss Ori Jalan Terhadap Pemancar (Lori) dB -> ' num2str(Lori)]);
Lrts=-16.9-10*log10(w)+10*log10(fc)+20*log10(h-hm)+Lori;
%menghitung Lrts
disp(['Pathloss Difraksi Rooftop to Street (Lrts) dB -> ' num2str(Lrts)]);
if hb>h%menghitung ka
ka=54;
elseif hb<=h & dout>=0.5 ka=54-0.8*(hb-h); else hb<=h & dout<0.5
ka=54-0.8*(hb-h)*(dout/0.5); end
disp(['ka-> ' num2str(ka)]); if hb>h%menghitung kd
kd=18; else
kd=18-15*((hb-h)/h); end
disp(['kd-> ' num2str(kd)]);
kf=-4+1.5*((fc/925)-1);%menghitung kf
disp(['kf-> ' num2str(kf)]); if hb>h%menghitung Lbsh
(2)
else
Lbsh=0; end
disp(['Lbsh-> ' num2str(Lbsh)]);
Lmsd=Lbsh+ka+kd*log10(dout)+kf*log10(fc)-9*log10(b);
%menghitung Lmsd
disp(['Pathloss Difraksi Multiple-Screen (Lmsd) dB -> ' num2str(Lmsd)]);%menghitung pathloss mac-nlos
nwirak = kw1-nwikaca; %variabel bebas Paulsen
Lmacnlos=LFSLO+Lrts+Lmsd+Lwe+nwikaca*Lwikaca+nwirak*Lwirak-nfloor*Gh;
disp(['Rugi-Rugi Lintasan Model mac-nlos (dB) -> ' num2str(Lmacnlos)]);
d = dout+(din/1000);
disp(['Jarak dari Pemancar ke Penerima (km) -> ' num2str(d)]); plot(d,Lmacnlos,'og-','LineWidth',3);%membuat grafik pathloss mac-nlos
grid on; hold on;
title('Rugi-Rugi Lintasan pada Frekuensi 2140 MHz','FontSize',14); xlabel('Jarak antara BS dan MS, d (km)','FontSize',14);
ylabel('Path Loss (dB)','FontSize',14);%menghitung pathloss mw-nlos
Lmwnlos=LFSL+Lrts+Lmsd+Lc+kw1*Lw1+kw2*Lw2+(nf^(((nf+2)/(nf+1))-bmw))*Lf;
disp(['Path Loss Model mw-nlos (dB) -> ' num2str(Lmwnlos)]); d = dout+(din/1000);
plot(d,Lmwnlos,'ob-','LineWidth',3);%membuat grafik parhloss mw-nlos
grid on; hold on;
title('Rugi-Rugi Lintasan pada Frekuensi 2140 MHz','FontSize',14); xlabel('Jarak antara BS dan MS, d (km)','FontSize',14);
ylabel('Path Loss (dB)','FontSize',14);%menghitung pathloss itur-nlos
Liturnlos=LFSLO+Lrts+Lmsd+N*log10(din)+Lfloor-28; disp(['Rugi-rugi Lintasan Model itur-nlos (dB) -> ' num2str(Liturnlos)]);
d = dout+(din/1000);
plot(d,Liturnlos,'or-','LineWidth',3);%membuat grafik pathloss itur-nlos
grid on; hold on;
title('Rugi-Rugi Lintasan pada Frekuensi 2140 MHz','FontSize',14); xlabel('Jarak antara BS dan MS, d (km)','FontSize',14);
ylabel('Path Loss (dB)','FontSize',14);%menghitung pathloss hasil pengukuran
Lpgkrn= EIRP-RSLpgkrn+Gm-Lossm;
disp(['Pathloss Hasil Pengukuran (dB) -> ' num2str(Lpgkrn)]); d = dout+(din/1000);
plot(d,Lpgkrn,'oc-','LineWidth',3); %membuat grafik pathloss pengukuran
grid on; hold on;
title('Rugi-Rugi Lintasan pada Frekuensi 2140 MHz','FontSize',14); xlabel('Jarak antara BS dan MS, d (km)','FontSize',14);
ylabel('Path Loss (dB)','FontSize',14);%menghitung pathloss hasil regresi pengukuran
(3)
A=[n sum(d) sum(d.^2); sum(d) sum(d.^2) sum(d.^3); sum(d.^2) sum(d.^3) sum(d.^4)];
B=[sum(Lpgkrn); sum(d.*Lpgkrn); sum(d.^2.*Lpgkrn)]; C=A\B;
a=C(1,1); b=C(2,1); c=C(3,1);
d = dout+(din/1000); Lreg=[a+b.*d+c*d.^2];
disp(['Pathloss Hasil Regresi Pengukuran (dB) -> ' num2str(Lreg)]);
plot(d,Lreg,'om--','LineWidth',3);%membuat grafik pathloss regresi
grid on; hold on;
title('Rugi-Rugi Lintasan pada Frekuensi 2140 MHz','FontSize',14); xlabel('Jarak antara BS dan MS, d (km)','FontSize',14);
ylabel('Path Loss (dB)','FontSize',14);%Menghitung Mean Error dan Standar Deviasi Model Mac-NLOS
Lmacnlosr = (sum(Lmacnlos)/n);
disp(['Pathloss Rata-Rata Model Mac-NLOS (dB) -> ' num2str(Lmacnlosr)]);
MEmacnlos = (sum(Lpgkrn-Lmacnlos)/n);
disp(['Mean Error Model Mac-NLOS (dB) -> ' num2str(MEmacnlos)]); SDmacnlos = ((sum((Lmacnlos-Lmacnlosr).^2)/(n-1)).^0.5);
disp(['Standar Deviasi Model Mac-NLOS -> ' num2str(SDmacnlos)]);
%Menghitung Mean Error dan Standar Deviasi Model MW-NLOS
Lmwnlosr = (sum(Lmwnlos)/n);
disp(['Pathloss Rata-Rata Model MW-NLOS (dB) -> ' num2str(Lmwnlosr)]);
MEmwnlos = (sum(Lpgkrn-Lmwnlos)/n);
disp(['Mean Error Model MW-NLOS (dB) -> ' num2str(MEmwnlos)]); SDmwnlos = ((sum((Lmwnlos-Lmwnlosr).^2)/(n-1)).^0.5);
disp(['Standar Deviasi Model MW-NLOS -> ' num2str(SDmwnlos)]);
%Menghitung Mean Error dan Standar Deviasi Model ITUR-NLOS
Liturnlosr = (sum(Liturnlos)/n);
disp(['Pathloss Rata-Rata Model ITUR-NLOS (dB) -> ' num2str(Liturnlosr)]);
MEiturnlos = (sum(Lpgkrn-Liturnlos)/n);
disp(['Mean Error Model ITUR-NLOS (dB) -> ' num2str(MEiturnlos)]); SDiturnlos = ((sum((Liturnlos-Liturnlosr).^2)/(n-1)).^0.5);
disp(['Standar Deviasi Model ITUR-NLOS -> ' num2str(SDiturnlos)]); case 4
disp('Menghitung Rugi-Rugi Lintasan dari Luar ke dalam Gedung'); disp('---'); disp('3G dengan fc = 2140 MHz untuk Penerima di Lantai 2');
disp('---'); EIRP = 52.8735;%spesifikasi antena
Gm = 1.5; Lossm = 0;
fc = 2140;%variabel WI
dout = 0.187; hb = 37.5; hm = 5; h = 36; b = 20; w = 20;
(4)
Lf = 18.3; Lw1 = 3.4; Lw2 = 6.9; kw2 = 0; Lc = 0;
N = 22;%variabel model ITU-R
nf = 0;
Gh = 2;%variabel model paulsen
Lwe = 0; Lwikaca = 2;
Lwirak = 9 ; nfloor = 1;
nwikaca = 2;
n=input('Banyak Data Pengukuran, n= ');
RSLpgkrn = input('Hasil Pengukuran RSL, RSLpgkrn = '); disp('Parameter Input model itur-nlos');
din = input('Jarak MS ke Dinding Luar, din (m) = ');%variabel bebas ITU-R
Lfloor=6+3*nf;
disp('Parameter Input model mw-nlos');
kw1 = input ('Jumlah Dinding Jenis ke-1, kw1 = ');%variabel bebas MW
LFSL = 32.4+20*log10(dout+(din/1000))+20*log10(fc);%menghitung FSL out-in
disp(['Pathloss FSL dari luar ke dalam gedung (dB) -> ' num2str(LFSL)]);
LFSLO = 32.4+20*log10(dout)+20*log10(fc);%menghitung FSLO out
disp(['Pathloss FSLO dari luar ke gedung (dB) -> ' num2str(LFSLO)]);
teta = atand((h-hm)./(dout*1000)); if teta<35%menghitung Lori
Lori=-10+0.354*teta; elseif teta>=35 & teta<55 Lori=2.5+0.075*(teta-35); else teta>=55 & teta<90
Lori=4-0.114*(teta-55); end
disp(['Pathloss Ori Jalan Terhadap Pemancar (Lori) dB -> ' num2str(Lori)]);
Lrts=-16.9-10*log10(w)+10*log10(fc)+20*log10(h-hm)+Lori;
%menghitung Lrts
disp(['Pathloss Difraksi Rooftop to Street (Lrts) dB -> ' num2str(Lrts)]);
if hb>h%menghitung ka
ka=54;
elseif hb<=h & dout>=0.5 ka=54-0.8*(hb-h); else hb<=h & dout<0.5
ka=54-0.8*(hb-h)*(dout/0.5); end
disp(['ka-> ' num2str(ka)]); if hb>h%menghitung kd
kd=18; else
kd=18-15*((hb-h)/h); end
disp(['kd-> ' num2str(kd)]);
kf=-4+1.5*((fc/925)-1);%menghitung kf
(5)
if hb>h%menghitung Lbsh
Lbsh=-18*log10(1+(hb-h)); else
Lbsh=0; end
disp(['Lbsh-> ' num2str(Lbsh)]);
Lmsd=Lbsh+ka+kd*log10(dout)+kf*log10(fc)-9*log10(b);%menghitung Lmsd
disp(['Pathloss Difraksi Multiple-Screen (Lmsd) dB -> ' num2str(Lmsd)]);%menghitung pathloss mac-nlos
nwirak = kw1-nwikaca;%variabel bebas Paulsen
Lmacnlos=LFSLO+Lrts+Lmsd+Lwe+nwikaca*Lwikaca+nwirak*Lwirak-nfloor*Gh;
disp(['Rugi-Rugi Lintasan Model mac-nlos (dB) -> ' num2str(Lmacnlos)]);
d = dout+(din/1000);
disp(['Jarak dari Pemancar ke Penerima (km) -> ' num2str(d)]); plot(d,Lmacnlos,'og-','LineWidth',3);%membuat grafik pathloss mac-nlos
grid on; hold on;
title('Rugi-Rugi Lintasan pada Frekuensi 2140 MHz','FontSize',14); xlabel('Jarak antara BS dan MS, d (km)','FontSize',14);
ylabel('Path Loss (dB)','FontSize',14);%menghitung pathloss mw-nlos
Lmwnlos=LFSL+Lrts+Lmsd+Lc+kw1*Lw1+kw2*Lw2+(nf^(((nf+2)/(nf+1))-bmw))*Lf;
disp(['Path Loss Model mw-nlos (dB) -> ' num2str(Lmwnlos)]); d = dout+(din/1000);
plot(d,Lmwnlos,'ob-','LineWidth',3);%membuat grafik parhloss mw-nlos
grid on; hold on;
title('Rugi-Rugi Lintasan pada Frekuensi 2140 MHz','FontSize',14); xlabel('Jarak antara BS dan MS, d (km)','FontSize',14);
ylabel('Path Loss (dB)','FontSize',14);%menghitung pathloss itur-nlos
Liturnlos=LFSLO+Lrts+Lmsd+N*log10(din)+Lfloor-28; disp(['Rugi-rugi Lintasan Model itur-nlos (dB) -> ' num2str(Liturnlos)]);
d = dout+(din/1000);
plot(d,Liturnlos,'or-','LineWidth',3);%membuat grafik pathloss itur-nlos
grid on; hold on;
title('Rugi-Rugi Lintasan pada Frekuensi 2140 MHz','FontSize',14); xlabel('Jarak antara BS dan MS, d (km)','FontSize',14);
ylabel('Path Loss (dB)','FontSize',14);%menghitung pathloss hasil pengukuran
Lpgkrn= EIRP-RSLpgkrn+Gm-Lossm;
disp(['Pathloss Hasil Pengukuran (dB) -> ' num2str(Lpgkrn)]); d = dout+(din/1000);
plot(d,Lpgkrn,'oc-','LineWidth',3);%membuat grafik pathloss pengukuran
grid on; hold on;
title('Rugi-Rugi Lintasan pada Frekuensi 2140 MHz','FontSize',14); xlabel('Jarak antara BS dan MS, d (km)','FontSize',14);
(6)
ylabel('Path Loss (dB)','FontSize',14);%menghitung pathloss hasil regresi pengukuran
A=[n sum(d) sum(d.^2); sum(d) sum(d.^2) sum(d.^3); sum(d.^2) sum(d.^3) sum(d.^4)];
B=[sum(Lpgkrn); sum(d.*Lpgkrn); sum(d.^2.*Lpgkrn)]; C=A\B;
a=C(1,1); b=C(2,1); c=C(3,1);
d = dout+(din/1000); Lreg=[a+b.*d+c*d.^2];
disp(['Pathloss Hasil Regresi Pengukuran (dB) -> ' num2str(Lreg)]);
plot(d,Lreg,'om--','LineWidth',3);%membuat grafik pathloss regresi
grid on; hold on;
title('Rugi-Rugi Lintasan pada Frekuensi 2140 MHz','FontSize',14); xlabel('Jarak antara BS dan MS, d (km)','FontSize',14);
ylabel('Path Loss (dB)','FontSize',14);%Menghitung Mean Error dan Standar Deviasi Model Mac-NLOS
Lmacnlosr = (sum(Lmacnlos)/n);
disp(['Pathloss Rata-Rata Model Mac-NLOS (dB) -> ' num2str(Lmacnlosr)]);
MEmacnlos = (sum(Lpgkrn-Lmacnlos)/n);
disp(['Mean Error Model Mac-NLOS (dB) -> ' num2str(MEmacnlos)]); SDmacnlos = ((sum((Lmacnlos-Lmacnlosr).^2)/(n-1)).^0.5);
disp(['Standar Deviasi Model Mac-NLOS -> ' num2str(SDmacnlos)]);
%Menghitung Mean Error dan Standar Deviasi Model MW-NLOS
Lmwnlosr = (sum(Lmwnlos)/n);
disp(['Pathloss Rata-Rata Model MW-NLOS (dB) -> ' num2str(Lmwnlosr)]);
MEmwnlos = (sum(Lpgkrn-Lmwnlos)/n);
disp(['Mean Error Model MW-NLOS (dB) -> ' num2str(MEmwnlos)]); SDmwnlos = ((sum((Lmwnlos-Lmwnlosr).^2)/(n-1)).^0.5);
disp(['Standar Deviasi Model MW-NLOS -> ' num2str(SDmwnlos)]);
%Menghitung Mean Error dan Standar Deviasi Model ITUR-NLOS
Liturnlosr = (sum(Liturnlos)/n);
disp(['Pathloss Rata-Rata Model ITUR-NLOS (dB) -> ' num2str(Liturnlosr)]);
MEiturnlos = (sum(Lpgkrn-Liturnlos)/n);
disp(['Mean Error Model ITUR-NLOS (dB) -> ' num2str(MEiturnlos)]); SDiturnlos = ((sum((Liturnlos-Liturnlosr).^2)/(n-1)).^0.5);
disp(['Standar Deviasi Model ITUR-NLOS -> ' num2str(SDiturnlos)]); end