LANDASAN TEORI KERANGKA BERFIKIR

di antaranhaya menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti Pasa, Sela dan kemungkinan juga Sura. Nama-nama bulan dalam penanggalan Jawa secara urut adalah Sura, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadi Awal, Jumadi Akhir, Rejeb, Ruwah, PasaPoso, Sawal, SelaSelo, dan bulan terakhir disebut Besar. Masyarakat Jawa seringkali mengadakan ritual atau tradisi berdasarkan perhitungan bulan-bulan Jawa tersebut. Contohnya sebuah tradisi yang telah diungkapkan melalui penelitian Nursanti 2008 dengan judul Makna tradisi “Weh-wehan” dalam memperingati Maulid Nabi bagi masyarakat desa Krajankulon kecamatan Kaliwungu kabupaten Kendal, telah menyimpulkan bahwa diadakannya tradisi Weh-wehan diyakini masyarakat akan mendapat safaat dari nabi Muhammad SAW. Tradisi ini dilaksanakan pada bulan sapar dan pada bulan mulud. Tradisi Weh-wehan memiliki makna mengajarkan kedermawanan pada masyarakat Kranjankulon.

B. LANDASAN TEORI

Penelitian ini menggunakan teori fungsionalisme kebudayaan menurut Malinowski. Dalam tafsir para fungsionalis, fungsionalisme adalah metodologi untuk mengeksplor saling ketergantungan. Disamping itu para fungsionalis menyatakan pula bahwa fungsionalisme merupakan teori tentang proses kultural. Melacak cara saling pertautan yang sangat bermacam ragam antara unsur-unsur suatu budaya. Teori fungsionalis menjelaskan mengapa unsur-unsur itu berhubungan secara tertentu, dan mengapa terjadi pola budaya tertentu atau setidak-tidaknya mengapa pola itu bertahan. Berdasar teori fungsionalisme, suatu sistem budaya di analogikan seperti organisme hidup, dimana bagian-bagiannya saling berhubungan. Suatu sistem budaya memiliki syarat-syarat fungsional tertentu untuk memungkinkan eksistensinya Kaplan dan Manners, 2002. Malinowski menyatakan hal tersebut dalam penelitiannya yang menjelaskan tentang magic Trobriand. Malinowski menyatakan alasan kehadiran dan kelestarian magic itu dalam budaya Trobriand adalah karena magic tersebut memiliki fungsi untuk mengurangi kecemasan menghadapi hal-hal yang tidak dipahami.. Demikian juga Radcliffe-Brown yang menjelaskan eksistensi upacara keagamaan dalam kaitan dengan sumbangan upacara keagamaan itu bagi kerekatan sosial. Sejalan dengan penelitian ini, budaya Saparan memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan sosial masyarakat desa Sumberejo. Fungsi-fungsi tersebut membuat tradisi Saparan tetap bertahan dalam kehidupan sosial masyarakat desa Sumberejo. Penelitian ini mengambil sudut pandang fungsionalis untuk dapat menguraikan bagaimana fungsi Saparan dalam kehidupan sosial warga sehingga dapat menemukan alasan mengapa tradisi Saparan masih selalu dilakukan oleh warga masyarakat desa Sumberejo meskipun telah mendapat guncangan sosial dan dianggap pemborosan.

C. KERANGKA BERFIKIR

Kerangka berfikir dianalogikan oleh peneliti dalam melakukan penelitian berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dicapai, serta berfungsi sebagai peta konsep dalam penelitian. Visualitas tentang kerangka berfikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut: Bagan 1 .Kerangka berfikir penelitian eksistensi tradisi Saparan pada masyarakat desa Sumberejo Bagan kerangka berfikir di atas telah menunjukkan bagaimana alur pemikiran peneliti. Peneliti mengawali pemikiran pemikiran karena adanya pelarangan pelaksanaan tradisi Saparan, namun sekarang ini tradisi Saparan masih tetap berlangsung. Tentunya ada faktor-faktor tertentu yang telah membuat tradisi Saparan masih terjaga. Peneliti ingin mengetahui faktor- faktor apa saja yang membuat masyarakat desa Sumberejo masih melaksanakan Saparan. Serta bagaimana fungsi Saparan bagi masyarakat Tradisi Saparan masyarakat desa Sumberejo Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan tradisi Saparan Eksistensi tradisi Saparan masyarakat Sumberejo desa Sumberejo. Hasil akhir yang akan dicapai adalah mengetahui secara jelas alasan atau hal-hal yang ada dibalik terjaganya eksistensi tradisi Saparan di desa Sumberejo, kecamatan Ngablak kabupaten Magelang. 26

BAB III METODE PENELITIAN

A. Dasar Penelitian

Penelitian kualitatif mengungkapkan data deskriptif. Dalam melakukan penelitian, peneliti memerlukan waktu cukup lama untuk dapat memahami subyek penelitian dalam kaitannya terhadap tradisi budaya yang mereka lakukan. Penelitian yang dilakukan ini menyangkut salah satu budaya dalam masyarakat Jawa yaitu Saparan. Data yang peneliti sajikan adalah data berupa deskripsi mengenai pelaksanaan Saparan dan analisis mengenai faktor-faktor pendorong terlaksananya Saparan serta fungsi budaya Saparan itu sendiri yang berlangsung di desa Sumberejo, kecamatan Ngablak, kabupaten Magelang.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai tradisi Saparan dilakukan di desa Sumberejo, kecamatan Ngablak, kabupaten Magelang. Desa ini dipilih karena masih merayakan saparan dengan cukup meriah karena dilaksanakan oleh enam dusun dan mereka masih konsisten untuk melaksanakan Saparan dari tahun ke tahun. Desa Sumberejo merupakan desa yang memiliki 6 enam pedukuhan atau dusun. Enam dusun itu adalah dusun Klabaran, Dukuh, Kenteng, Kledokan, Kragon Wetan, dan Banaran. Masing-masing dari