KETAATAN SOSIAL DI DALAM TRADISI SAPARAN PADA MASYARAKAT DESA BANDUNGREJO KECAMATAN NGABLAK KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2018 SKRIPSI

  i

KETAATAN SOSIAL DI DALAM TRADISI SAPARAN PADA

MASYARAKAT DESA BANDUNGREJO KECAMATAN

NGABLAK KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2018

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

Emha Arif Budiman

  

NIM. 11111099

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018 ii

iii

  MOTTO

يِزِبَٔ بًَبَس ْحِإ ٌٍَِْذِنإَْنبِبَٔ ۖ بًئٍَْش ِِّب إُكِشْشُت َلََٔ َ هاللَّ أُذُبْعأَ

ِسبَجْنأَ ٰىَبْشُقْنا يِر ِسبَجْنأَ ٍٍِِكبَسًَْنأَ ٰىَيبَتٍَْنأَ ٰىَبْشُقْنا

   ِبُُُجْنا هٌِإ ۗ ْىُكَُبًٌََْأ ْتَكَهَي بَئَ ِمٍِبهسنا ٍِْبأَ ِبَُْجْنبِب ِبِحبهصنأَ اًسُٕخَف ًلَبَت ْخُي ٌَبَك ٍَْي ُّبِحٌُ َلَ َ هاللَّ

  “Sembahlah Allah danjanganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan

  

sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-

kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan

tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan

membangga- banggakan diri” (Q.S. An-Nisa :36)

  

PERSEMBAHAN

  Alhamdulillahi robbil alamin dengan rahmat Allah SWT skripsi ini telah selesai dikerjakan. Skripsi ini saya persembahkan kepada yang telah berjasa dan hadir dalam kehidupaku : 1.

  Kepada sang maha kuasa Allah SWT dan Baginda Rasulullah Muhammad SAW.

  2. Bapak tercinta M Muhtadi dan Ibu tercinta Puji Hastutik yang telah luar biasa mendidik anak-anaknya dan memberikan kasih sayang yang tiada henti.

  3. Adik-adikku tersayang Asna Arifatun Nisa, Fahmi Andi prabowo dan Nina Atifa Munawaroh. Belajarlah yang rajin jangan malas, bahagiakan bapak ibuk, dan jangan tiru kakakmu yang malas ini.

  4. Segenap keluarga besar yang selalu memberikan motivasi dan teguran ketika aku berbuat salah.

  5. IAIN Salatiga yang telah memberiku tempat dan waktu untuk mengasah diri dan juga bertemu dengan orang-orang hebat.

  6. Seluruh sahabat saya yang tidak dapat aku sebut satu-persatu dari TK Perwanida, MIM Mojorejo, MTsN Gondangrejo, MAN 1 Surakarta, IAIN Salatiga, Pondok AL ISHLAH dan juga keluarga Ibu Asyiah yang sudah saya anggap sebagai keluarga sendiri.

KATA PENGANTAR

  Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji hanya milik Allah swt atas segala kenikmatan yang bersifat lahir maupun batin yang senantiasa diberikan kepada kita. Shalawat salam semoga senantiasa Allah swt limpahkan kepada teladan kita, Nabi Muhammad saw beserta keluarga, keturunan, dan para sahabat beliau. Semoga Allah memberikan ampunan-Nya kepada para pemimpin yang adil, serta kaum mukminin dan mukminat yang setia kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya.

  Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program StudiPendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga dengan judul: “Kesalehan Normatif Dan Kebatinan Dalam Islam Jawa (Studi Tradisi Saparan di Desa Bandung Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Tahun 2018) ”. Penulis mengakui bahwa dalam menyusun penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.Karenanya, penulismengucapkanterimakasihkepada: 1.

  Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

  4. Ibu Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M. Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

  5. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

  6. Seluruh Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali ilmu pengetahuan serta karyawan akademik dan pegawai perpustakaan kampus IAIN Salatig sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan S1.

  7. Semua pihak yang telah membantu baik doa, motivasi dan dukunganya.

  Penulis menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan di dalamnya. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan karya tulis ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta pembaca pada umumnya. Aamiin.

  Salatiga, 15 Maret 2018

  Emha Arif Budiman

  NIM: 11111099

  

ABSTRAK

  Budiman, Emha Arif. 2018. Ketaatan Sosial Di Dalam Tradisi Saparan Pada Masyarakat Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Tahun 2018 Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan ilmu keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.

  Kata Kunci: Ketaatan Sosial, Tradisi, Saparan

  Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui wujud Ketaatan sosial di dalam tradisi Saparan pada masyarakat Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang tahun 2018. Mengetahui alasan masyarakat di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang masih mempertahankan Tradisi Saparan. Mengetahui nilai positif dan negatif tradisi Saparan Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang tahun 2018.

  Jenis penelitian ini termasuk penelitian studi lapangan. Dalam melakukan penelitian bentuk yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bersifat deskriptif, menjelaskan secara detail dari objek yang diteliti. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah warga desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten magelang.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, wujud ketaatan sosial di dalam tradisi saparan berupa kebersamaan dalam membersihkan lingkungan, berdoa bersama, arakan tumpeng dan iuran bersama untuk melaksanakan saparan. Saparan bagi warga Bandungrejo sebagai wujud rasa syukur dan sebagi sarana untuk merekatkan tali persaudaraan dan silaturahmi. Kedua, Warga desa Bandungrejo masih menjalankan saparan karena sebagai asset budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan. Ketiga, Nilai positif dari tradisi saparan yaitu adanya keinginan kuat dari warga untuk tetap menjalankan Saparan. Sedang nilai negatif yaitu dibutuhkannya dana yang banyak untuk menyelenggarakan Saparan yang dibebankan bagi warga Bandungrejo yang mayoritas warganya petani dengan penghasilan kecil.

  

DAFTAR ISI

  JUDUL……………………………………………………………..........…............i NOTA PEMBIMBING………………………………............................................ii PENGESAHAN……………………………………..............................................iii PERNYATAAN KEASLIAN DAN PUBLIKASI.................................................iv MOTTO …………………………………………...................................................v PERSEMBAHAN…………………………………………………………...…....vi KATA PENGANTAR………………………………………...............................vii ABSTRAK……………………………………………..........................................ix DAFTAR ISI………………………………………...............................................x

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah..............................................................................1 B. Rumusan Masalah........................................................................................7 C. Tujuan Penelitian.........................................................................................8 D. Manfaat Penelitian.......................................................................................8 E. Penegasan Istilah.........................................................................................9 F. Kajian Penelitian Terdahulu.......................................................................10 G. Sitematika Penulisan………......................................................................11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ketaatan Sosial….......................................................................................14 B. Masyarakat……………….........................................................................18 C. Islam Jawa………………..........................................................................20 D. Tradisi…………........................................................................................23 E. Saparan…………………..........................................................................26

  BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian................................................................28 B. Lokasi Penelitian………………………... ..............................................29 C. Sumber Data..............................................................................................29 D. Prosedur Pengumpulan Data……………….............................................30 E. Analisis Data…………………………………………………………......30 F. Pengecekan Keabsahan Data………………………………………….…32 G. Tahap- tahap Penelitian……………………………………………….….32

  BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Paparan Data………………………………………………....................34 1. Letak Geografis………….................................................................34

  2. Batas- batas Administratif……………………..................................35

  3. Kependudukan………..…….............................................................35

  4. Keadaan Sosial Budaya…..…………………………………………37

  5. Keadaan Sosial Pendidikan………………………………………….38

  6. Sarana Prasarana…………………………………………………….39

  7. Latar Belakang Saparan……………………………………………...39 B. Analisis Data………………………………………................................51

  1. Pelaksanaan Ketaatan Sosial Dalam Tradisi Saparan Dalam Tradisi Saparan di Desa Bandungrejo.............................................................41

  2. Alasan Masyarakat di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak,.

  Kabupaten Magelang Masih Mempertahankan Tradisi Saparan ..........................................................................................................61

  3. Nilai Positif dan Negatif Dalam Tradisi Saparan di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.....................................66

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................................72 B. Saran.......................................................................................................73 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan beragama, khususnya agama Islam, tingkat

  kesalehan seseorang dapat dilihat dari intensitas ketaatan terhadap ajaran Tuhan-Nya. Ketaatan yang dimaksud di sini adalah ketaatan untuk menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Seseorang yang beragama Islam percaya bahwa Tuhan itu ada dan selalu merasa bahwa ia diawasi oleh Tuhan-Nya di dalam kehidupan sehari-hari. Ketaatan di sini tak hanya hubunganya dengan tuhanNya namun juga dengan sesama, hablum minaallah dan hablum minannas. Seperti yang di jelaskan dalam Al-Quran Annisa ayat 36 yang berbunyi :

   ٰىَيبَتٍَْنأَ ٰىَبْشُقْنا يِزِبَٔ بًَبَس ْحِإ ٌٍَِْذِنإَْنبِبَٔ ۖ بًئٍَْش ِِّب إُكِشْشُت َلََٔ َ هاللَّ أُذُبْعأَ ٍٍِِكبَسًَْنأَ ْتَكَهَي بَئَ ِمٍِبهسنا ٍِْبأَ ِبَُْجْنبِب ِبِحبهصنأَ ِبُُُجْنا ِسبَجْنأَ ٰىَبْشُقْنا يِر ِسبَجْنأَ اًسُٕخَف ًلَبَت ْخُي ٌَبَك ٍَْي ُّبِحٌُ َلَ َ هاللَّ هٌِإ ۗ ْىُكَُبًٌََْأ

  Artinya : “Sembahlah Allah danjanganlah kamu mempersekutukan-

  Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu- bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang sombong dan membangga- banggakan diri” (Q.S. An-Nisa :36)

  Cermin ketaatan dalam kehidupan sehari-hari kaitanya dengan hablum minanas yaitu memiliki jiwa sosial yang tinggi. Selain hubungan dengan keluarga juga penting menjaga hubungan baik dengan sanak saudara, kerabat dan juga masyarakat. Hidup di dalam masyarakat harus bisa berbaur serta berinteraksi dengan baik supaya bisa memposisikan diri sebagaimana mestinya. Dengan begitu akan dapat tercipta lingkungan yang kondusif dan harmonis. Masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi berdasarkan suatu sistem adat istiadat tertentu yang kontinu dan menimbulkan ikatan rasa identitas yang sama (Koentjaraningrat, 2000:146).

  Masyarakat sendiri bersifat dinamis. Selalu bergerak kearah perubahan. Perubahan tersebut dapat berdampak besar yang melibatkan aspek-aspek sosial yang vital dalam masyarakat ataupun hanya berpengaruh kecil dan tidak mengubah tatanan dasar masyarakat. Karena sifat dinamisnya suatu masyarakat dapat berkembang dan sangat mungkin untuk mengalami perubahan.

  Di samping agama, kehidupan manusia juga dipengaruhi oleh kebudayaan. Kebudayaan menjadi identitas dari bangsa dan suku bangsa.

  Suku tersebut memelihara dan melestarikan budaya yang ada. Dalam masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan yang lain saling berkaitan sehingga menjadi suatu sistem. Dan sistem itu kemudian menjadi pedoman dari konsep-konsep yang ideal dalam kebudayaan yang memberi pendorong kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.

  Menurut Koentjaraningrat (1984: 5), kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu:

  1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan-peratuan dan sebagainya.

  2. Wujud kebudayaan sebagai satu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.

  3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia adalah budaya Jawa. Masyarakat Jawa sangat kental dengan persoalan budaya sehingga kebudayaan ini masih lebih dominan dari kebudayaan masyarakat lain yang ada di Indonesia.

  Karkono Kamajaya (1995: 166), memberikan batasan tentang kebudayaan jawa, yaitu pancaran atau pengejawentahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide maupun semangat untuk mencapai kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin. Menurutnya, kebudayaan Jawa telah ada sejak zaman pra sejarah. Dengan datangnya agama Hindu dan Islam, maka kebudayaan Jawa kemudian menyerap unsur budaya-budaya tersebut sehingga menyatulah unsur pra Hindu, Hindu-Jawa dan Islam dalam budaya jawa tersebut. Jadi, nilai budaya jawa yang telah terpadu dengan Islam itulah yang kemudian disebut budaya Jawa-Islam

  Paling tidak ada dua faktor yang mendorong terjadinya perpaduan nilai-nilai budaya Jawa dan Islam tersebut, yaitu pertama, secara alamiah, sifat dari budaya itu pada hakekatnya terbuka untuk menerima unsur budaya lain. Karena lapangan budaya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, maka tidak ada budaya yang dapat tumbuh terlepas dari unsur budaya lain. Dan, terjadinya interaksi manusia yang satu dengan lainnya memungkinkan bertemunya unsur-unsur budaya yang ada dan saling mempengaruhi. Dalam realitas memang ada sebagian unsur budaya yang memiliki pengaruh dominan terhadap individu atau kelompok, tetapi tidak ada budaya yang tumbuh terisolir dari pengaruh budaya lain. Karena manusia yang memproduksi dan memakai hasil budaya itu adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan masyarakat lain, maka terbuka kemungkinan untuk menyerap nilai-nilai budaya dari orang lain yang dijumpainya, dan dipandang cocok.

  Selain sifat dasar budaya yang terbuka, maka terjadinya perpaduan nilai budaya Jawa Islam tidak terlepas dari faktor pendorong kedua, yaitu sikap toleran para Walisongo dalam menyampaikan ajaran Islam ditengah masyarakat Jawa yang telah memiliki keyakinan pra Islam yang sinkretis itu.

  Dengan metode manut ilining banyu para wali membiarkan adat istiadat Jawa tetap hidup, tetapi diberi warna keislaman, seperti upacara sesajen diganti kenduri/slametan. Acara sesaji dulu disertai mantra, kemudian para wali menggantinya dengan slametan yang disertai kalimah thoyyibah. Dari sejarah terciptanya kesepakatan para wali dalammentolerir budaya Jawa pra Islam itu diketahui bahwa keputusan tersebut bersifat sementara, sewaktu masa transisi antara budaya Jawa Kuno yang bersumber pada Animisme, Dinamisme, Hinduisme dan Budhisme, berpindah pada budaya Islam. Yang mengusulkan adat istiadat Jawa itu diberi rasa keislaman adalah Sunan Kalijaga. Pendapat itu pada awalnya memperoleh sanggahan dari Sunan Ampel yang mengkhawatirkan orang Islam nantinya akan memandang adat istiadat sesaji tersebut berasal dari ajaran Islam. Perbedaan pendapat itu dikompromikan oleh Sunan Kudus yang dapat menyetujui pendapat Sunan Kalijaga, dengan alasan agama Budha juga memiliki kesamaan ajaran sosial dengan islam yang menganjurkan orang kaya menolong fakir miskin. Keputusan mentolerir adat Jawa pra Islam itu menurut Solichin Salam sangat bersifat sementara. Dan para wali mengharapkan setelah proses Islamisasi berhasil, akan ada pemeluk Islam yang menjelaskan duduk persoalan adat istiadat Jawa yang diberi baju keislaman tersebut (Solichin, 1950 :30).

  Tradisi dan kebudayan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia merupakan suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Masrin, 2009:2). Awal mula dari sebuah tradisi adalah ritual-ritual individu kemudian disepakati oleh beberapa kalangan dan akhirnya diaplikasikan secara bersama-sama. Bahkan tak jarang tradisi-tradisi itu kemudian menjadi sebuah ajaran yang jika ditinggalkan akan mendatangkan bahaya.

  Di tengah zaman modernisasi sekarang ini ternyata masih ada yang mau menjaga dan melestarikan kebudayaan. Modernisasi merupakan proses yang dilandasi dengan seperangkat rencana dan kebijaksanaan yang disadari untuk mengubah masyarakat kearah kehidupan masyarakat yang kontemporer yang menurut penilaian lebih maju dalam derajat kehormatan tertentu

  (Suratman, dkk, 2010:1 21). Sedangkan ciri-ciri modernisasi antara lain adalah kemajuan teknologi dan industrialisasi, individualisasi, sekularisasi, diferensiasi, dan akulturasi. Sistem terbuka dunia saat ini memudahkan masyarakat saling berinteraksi dan bersentuhan dengan budaya asing sehingga timbul akulturasi. Dalam masyarakat modern mekanisme masyarakatnya menuju kearah prinsip logika ekonomi serta orientasi kebendaan yang berlebihan dan kehidupan seseorang perhatian religiusnya dicurahkan untuk bekerja dan menumpuk kekayaan (Suratman, dkk, 2010:122-123). Namun tidak semua daerah mudah melepaskan kebudayaan mereka meskipun modernisasi telah mereka rasakan. Mereka adalah masyarakat yang mengerti dengan baik apa yang telah diyakini dan dilaksanakan oleh para nenek moyang mereka dari generasi ke generasi.

  Mereka masih menghormati budaya yang mereka yakini kesucian dan keluhurannya.

  Terdapat beberapa masyarakat yang masih memilih untuk mempertahankan warisan budaya mereka. Mereka menganggap budaya tersebut merupakan kebiasaan yang tetap harus dipertahankan bahkan meskipun telah mengalami tantangan baik tantangan internal maupun eksternal. Salah satunya adalah sebuah masyarakat di desa yang terletak di lereng gunung Merbabu, yaitu desa Bandungrejo, kecamatan Ngablak, kabupaten Magelang. Masyarakat di Desa Bandung Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang memiliki berbagai tradisi yang sangat sakral. Salah satunya tradisi tersebut adalah tradisi saparan. Saparan atau sedekah desa atau

  mertidesa merupakan upacara yang diadakan setiap satu tahun sekali. Adapun

  tujuan dari pelaksanaan saparan tersebut adalah sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan rezeki yang telah diberikan di tahun tersebut serta untuk mempererat tali kekerabatan diantara warganya. Dengan tradisi Saparannya yang sampai sekarang masih eksis di tengah modernisasi sekarang ini Desa Bandungrejo mampu menjaga masyarakatnya untuk tetap kompak, harmonis serta memiliki jiwa sosial yang tinggi.

  Berdasarkan kerangka berpikir di atas, penulis tertarik mencoba menuangkan dalam suatu penelitian guna mengetahui bentuk ketaatan sosial di dalam Tradisi Saparan yang di laksanakan di Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Maka dari itu penulis mengambil judul skripsi “KETAATAN SOSIAL DI DALAM TRADISI SAPARAN PADA MASYARAKAT DESA BANDUNGREJO KECAMATAN NGABLAK KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2018 ”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana wujud pelaksanaan Ketaatan Sosial di dalam tradisi saparan

  Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2018? 2. Mengapa masyarakat di Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak

  Kabupaten Magelang masih mempertahankan Tradisi Saparan? 3. Apa nilai positif dan negatif pelaksanaan tradisi saparan di Desa

  Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2018?

C. Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui wujud pelaksanaan ketaatan sosial dalam tradisi saparan di Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2018.

  2. Untuk mengetahui alasan masyarakat di Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang masih mempertahankan Tradisi Saparan.

  3. Untuk mengetahui nilai positif dan negatif dalam tradisi saparan di Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

  1. Secara teoritis a.

  Menambah pengetahuan tentang salah satu bagian tradisi masyarakat bandungrejo yang masih bertahan hingga saat ini, juga sebagai usaha untuk memperkaya kepustakaan budaya.

  b.

  Dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca mengenai salah satu tradisi budaya bangsa Indonesia yang masih terjaga keberadaanya oleh masyarakat itu sendiri.

  2. Secara praktis a.

  Memberikan kesempatan bagi peneliti-peneliti lain untuk memperdalam kajian penelitian budaya Saparan.

  b.

  Bagi masyarakat desa Bandungrejo, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman tentang bagaimana pentingnya tradisi Saparan dalam menjaga kearifan dan nilai-nilai budaya lokal Indonesia.

E. Penegasan Istilah

  Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan konsep-konsep atau memberikan batasan operasional atas beberapa istilah yang berkaitan dengan judul. Adapun istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Ketaatan Sosial a.

  Ketaatan Kata taat berasal dari bahasa Arab “taat” yang memiliki makna menuruti atau mengikuti. Secara istilah taat berarti mengikuti dan menuruti keinginan atau perintah dari luar diri kita. Dengan kata lain, taat artinya tunduk, patuh saat kita mendapat perintah atau larangan untuk dihindari.

  b.

  Sosial Kata sosial berasal dari bahasa latin yaitu ’socius’ yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan bersama Sudarno (dalam Salim, 2002 :12) menekankan pengertian sosial pada strukturnya, yaitu suatu tatanan dari hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang menempatkan pihak-pihak tertentu (individu, keluarga, kelompok, kelas) didalam posisi-posisi sosial tertentu berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada suatu masyarakat pada waktu tertentu.

2. Tradisi saparan a.

  Tradisi Tradisi adalah suatu kebiasaan yang teraplikasikan secara terus- menerus dengan berbagai simbol dan aturan yang berlaku pada sebuah komunitas (Masrin, 2009:3).

  b.

  Saparan Saparan merupakan sebuah tradisi yang ada di daerah Jawa.

  Daerah-daerah yang melaksanakan Saparan diantaranya adalah sekitar daerah Magelang, dan Yogyakarta. Masing-masing Saparan di setiap daerah prosesnya dapat berbeda, yang menjadi persamaan adalah tradisi tersebut berlangsung di bulan Safar atau Sapar, nama yang sering orang Jawa ucapkan.

3. Masyarakat

  Istilah masyarakat sendiri menur ut Koentjaraningrat “ berasal dari bahasa Arab “syaraka” yang artinya ikut serta, berpartisipasi, atau “musyaraka” yang artinya saling bergaul”. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah “society”, yang berasal dari bahasa latin “socius” berarti kawan. Dalam bahasa Inggris, kata masyarakat diterjemahkan menjadi dua pengertian, yaitu society dan community (Basrowi, 2005:37).

F. Kajian Penelitian Terdahulu

  Kajian penelitian mengenai berbagai ritual atau ritus masyarakat telah banyak dilakukan. Mengingat ragam budaya yang beraneka disetiap daerah masing-masing. Beberapa diantaranya adalah :

  Pramushinta (2010), melalui judul penelitian Keberadaan tradisi

  

Nyadran dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat petani desa

Gowak kecamatan Pringsurat kabupaten temanggung , menyimpulkan bahwa

  masyarakat desa Gowak tersebut masih memilih melaksanakan tradisi Nyadran dengan besar-besaran dan mengeluarkan banyak biaya. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat tersebut untuk mendapatkan dana yaitu ada yang dengan menabung, menjual hasil pertanian maupun peternakan, serta berhutang kepada sesama warga desa Gowak maupun suatu lembaga atau instansi yang ada didesa tersebut. Nyadran masih dipertahankan di desa tersebut karena ternyata memiliki fungsi yang diperoleh masyarakatnya, yaitu fungsi sosial, fungsi ekonomi dan fungsi religi.

  Haryati (2006) dengan judul penelitian Fungsi dan makna tradisi

  

Ruwatan Sawanan, studi kasus di desa Badakarya kecamatan Punggelan

kabupaten Banjarnegara menyimpulkan bahwa tradisi ruwatan Sawanan 11

  merupakan pernyataan untuk memohon keselamatan dan kesehatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta agar lebih mendekatkan diri kepadaNya dan melestarikan warisan budaya daerah dari leluhur. Masyarakat desa Badakarya ini menyadari betul akan warisan budaya yang ada sehingga mereka berusaha melestarikannya.

  Penelitian Sri sumarsih dalam jurnal Patra-Widya (2006), dengan judul Makna dan fungsi upacara menyambut tanggal 1 Sura di desa Traji

  

kecamatan Parakan kabupaten Temanggung menyimpulkan bahwa di dalam

  upacara tersebut tidak hanya bermakna religi tetapi juga memiliki berbagai macam fungsi, diantaranya fungsi mengumpulkan kerabat, fungsi hiburan dan fungsi ekonomi.

  Sebagai wacana, terdapat penelitian mengenai tradisi yang ada diluar pulau Jawa, yaitu penelitian Ilham Halid dalam jurnal April 2011 yang menuliskan sebuah penelitian yang berjudul Tradisi minta hujan

  Armarohimin . Penelitian ini adalah penelitian tentang sebuah tradisi di tanah

  Minangkabau, tepatnya daerah Nagari Taram kecamatan Harau kabupaten Limapuluh Kota. Halid menyimpulkan bahwa tradisi ini semakin luntur karena kebutuhan masyarakat terhadap tradisi ini mulai berkurang. Dengan kata lain, tradisi ini ada karena kebutuhan masyarakat itu sendiri. Masyarakat Nagari Taram sangat rendah curah hujannya, sehingga tradisi ini seperti membawa harapan bagi mereka. Namun ketika terjadi perkembangan semakin baiknya sistem irigasi daerah Nagari Taram tidak lagi mengalami kekeringan yang berarti sehingga tradisi ini mulai ditinggalkan.

  Banyak dari penelitian-penelitian di atas juga telah menggambarkan bagaimana eksistensi sebuah budaya masih terjaga. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian mengenai salah satu budaya yang ada di tanah Jawa. Penelitian ini bercirikan proses mempertahankan budaya oleh masyarakat itu sendiri meskipun sempat melewati guncangan sosial. Masyarakat sepakat untuk menghidupkan kembali budaya mereka.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk mempermudah pembahasan penulisan ini maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut :

  BAB I PENDAHULUAN Pada bab I yaitu pendahuluan berisi tentang Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Penegasan istilah, Kajian penelitian terdahulu, dan Sistematika penulisan.

  BAB

  II LANDASAN TEORI Pada bab

  IIdiuraikan sebagaipembahasan teori yang menjadi landasan teoritik penelitiantentang: pengertian Ketaatan Sosial, islam jawa, tradisi dan saparan.

  BAB III METODE PENELITIAN Pada bab III ini akan dilaporkan metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, serta tahap-tahap penelitian.

  BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA Pada bab IV pembahasan, yang akan membahas tentangpaparan data dan analisis data yang terkumpul dalam klasifikasi data. Dalam paparan data membahas tentang gambaran tempat meliputi, letak geografis, keadaan penduduk, keadaan sosial budaya, keadaan sosial pendidikan, sarana prasarana, struktur organisasi desa Bandungrejo dan temuan data berupa tradisi saparan di desa Bandungrejo. Sedangkan dalam analisis data untuk menjawab rumusan masalah.

  BAB V PENUTUP Pada bab V merupakan bagian akhir penulisan skripsi,akan diuraikan mengenai kesimpulan akhir. Saran-saran yangberhubungan dengan penelitian dari pihak-pihak terkait dari subjek penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ketaatan Sosial 1. Ketaatan Kata taat berasal dari bahasa Arab “taat” yang memiliki makna

  menuruti atau mengikuti. Secara istilah taat berarti mengikuti dan menuruti keinginan atau perintah dari luar diri kita. Dengan kata lain, taat artinya tunduk, patuh saat kita mendapat perintah atau larangan untuk dihindari.

   ْىُتْعَصبََُت ٌِْئَف ۖ ْىُكُِْي ِشْيَ ْلْا ًِنُٔأَٔ َلُٕسهشنا إُعٍِطَأَٔ َ هاللَّ إُعٍِطَأ إَُُيآ ٌٍَِزهنا بٌََُّٓأ بٌَ َش ًِف ٌشٍَْخ َكِن َٰر ۚ ِشِخ َْا ِوٍَْْٕنأَ ِ هللَّبِب ٌَُُِٕيْؤُت ْىُتُُْك ٌِْإ ِلُٕسهشنأَ ِ هاللَّ ىَنِإ ُُِّٔدُشَف ٍءًْ ًلٌِْٔأَت ٍَُس ْحَأَٔ

  Artinya:

  “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al- Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatny a.” (Q.S. an-Nisa/4: 59)

  Seperti yang di jelaskan pada surat An-Nisa ayat 59 bahwa wujud taat kita terhadap Allah SWT yaitu dengan menjadi hambaNya yang saleh dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. Wujud taat kepada Rasulullah yaitu dengan benar benar menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan dan menjalankan tuntunanya. Sedangkan wujud taat kepada ulil amri yaitu mematuhi segala kebijakan pemimpin jika baik dan benar serta mengingatkan ketika pemimpin berbuat salah.

  Ada 3 makna taat kepada Allah swt., yaitu taat bermakna patuh, penurut dan tunduk.

  a.

  Taat Bermakna Patuh Taat bermakna patuh adalah mematuhi perintah Allah swt. dan menjauhi larangannya. Perintah Allah, contohnya salat, puasa, dan menunaikan zakat. Sementara itu, yang dilarang Allah, seperti minum minuman yang memabukkan, meninggalkan salat fardu, berjudi, dan mengambil hak orang lain.

  b.

  Taat Bermakna Penurut Taat bermakna penurut adalah menuruti semua aturan yang bersumber dari ajaran Islam. Contohnya, yang tercantum dalam surah

  Al-Maidah ayat 6, yang menerangkan jika kita hendak melaksanakan salat harus ada aturan, yaitu harus berwu«u atau bertayamum.

  c.

  Taat Bermakna Tunduk Taat bermakna tunduk adalah tunduk terhadap qada dan qadar yang datangnya dari Allah swt., seperti kita tunduk bahwa Allah swt. menetapkan manusia hanya boleh beribadat kepada Allah.

2. Sosial a.

  Pengertian Sosial Kata sosial berasal dari bahasa latin yaitu ’socius’ yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan bersama (Salim, 2002 :40). Sudarno (dalam Salim, 2002 : 34) menekankan pengertian sosial pada strukturnya, yaitu suatu tatanan dari hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang menempatkan pihak-pihak tertentu (individu, keluarga, kelompok, kelas) didalam posisi-posisi sosial tertentu berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada suatu masyarakat pada waktu tertentu. Ibrahim (2003 :26) mendefenisikan struktur sosial sebagai seperangkat unsur yang mempunyai ciri tertentu dan seperangkat hubungan diantara unsur-unsur tertentu. Dapat disimpulkan bahwa sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat yang lahir, tumbuh, dan berkembangan dalam kehidupan bersama b. Faktor-faktor Sosial

  1) Pendidikan

  Pendidikan sebagai suatu konsep, memiliki sifat yang cukup terbuka untuk menelaah. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (Notoatmodjo, 1993 :21). Pengertian pendidikan digunakan untuk menunjuk atau menyebutkan suatu jenis peristiwa yang dapat terjadi di berbagai jenis lingkungan. Jenis peristiwa ini ialah interaksi antara dua manusia atau lebih yang dirancang untuk menimbulkan atau berdampak timbulnya suatu proses pengembangan atau pematangan pandangan hidup pribadi. Jenis lingkungan tempat terjadinya interaksi ini dapat berupa keluarga, sekolah, tempat kerja, tempat bermain, berolahraga atau berekreasi, ataupun tempat lain (Muzaham, 1995 : 3).

  2) Suku

  Suku merupakan unit-unit kebudayaan, dimana latar belakang kebudayaan tersebut berbeda-beda. Perbedaan ini akan menghasilkan tingkah laku yang berbeda pula, baik itu tingkah laku individu maupun tingkah laku kelompok. Tingkah laku yang dimaksud bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran. Pada manusia, tingkah laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah laku dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi di atasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekitarnya (Muzaham,1995 :53).

  3) Dukungan Keluarga

  Keluarga didefenisikan oleh Friedman (1992 :32) sebagai dua individu atau lebih yang bergabung bersama karena adanya ikatan saling berbagi dan ikatan kedekatan emosi yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian keluarga.

  Keluarga mengemban fungsi untuk kesejahteraan anggota keluarga yang mencakup 5 bidang yaitu biologi, ekonomi, pendidikan, psikologi dan sosial.

3. Ketaatan Sosial

  Ketaatan sosial merupakan kepatuhan yang di jalani bersama di dalam kehidupan bersosial. Cakupan sosial menurut Sudarno ada dua yaitu interaksi sosial dan hubungan sosial. Interaksi sosial didefenisikan sebagai interaksi lembaga sosial, individu, dalam tata hubungan yang dikendalikan oleh kepentingan tertentu (Salim, 2002 :55), sedangkan Soerjono Soekanto mendefenisikan interaksi sosial sebagai hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok (Ibrahim, 2003 : 23).

  Hubungan sosial merupakan hubungan antara lembaga, individu yang bersifat umum yang memiliki dasar kegiatan kemasyarakatan (Soedarno dalam Salim, 2002 :56). Jadi dapat di artikan bahwasanya Ketaatan sosial itu tercermin dalam bentuk Sikap maupun perbuatan seseorang di dalam berinteraksi maupun berhubungan sosial di dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan ketaatan di dalamnya terdapat aturan yang harus di laksanakan. Maka dari itu dalam kehidupan sosial aturan tersebut harus di jalankan dan di tepati sebagai mana mestinya.

B. Masyarakat

  Istilah masyarakat sendiri menurut Koentjaraningrat “ berasal dari bahasa Arab “syaraka” yang artinya ikut serta, berpartisipasi, atau “musyaraka” yang artinya saling bergaul”. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah “society”, yang berasal dari bahasa latin “socius” berarti kawan.

  Dalam bahasa Inggris, kata masyarakat diterjemahkan menjadi dua pengertian, yaitu society dan community (Basrowi, 2005:37). Ralph Clinton mengemukakan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah hidup cukup lama dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas- batas tertentu. Suatu masyarakat ada karena adanya pengalaman hidup bersama dalam suatu kesatuan manusia dari yang terkecil (tetangga) hingga yang terbesar (negara) dalam jangka waktu relatif lama.

  Di sini waktu memegang peranan penting bagi berjalanya proses adaptasi antar individu sehingga antara mereka terjalin suatu kerja sama.

  Karena tiap individu telah diberikan bekal oleh Tuhan Yang Maha Esa sejak dilahirkan. Dengan pembawaan yang berbeda-beda serta kebutuhan yang tidak dapat mereka penuhi sendiri mereka harus beradaptasi terhadap tingkah laku orang lain. Pengalaman hidup bersama 25 membuat kelompok ini berusaha mengorganisasikan dirinya dengan aturan-aturan, tradisi, sikap, pola tingkah laku yang berbeda dengan kelompok manusia yang lain (Soekanto, 2002:24).

  Dari pendapat para ahli di atas, kiranya peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa masyarakat merupakan sekumpulan individu yang berupa kelompok kecil sampai kelompok terbesar, yang tinggal atau atau menempati satu wilayah yang sama dengan batas-batasnya dalam jangka waktu yang relatif lama, sehingga di antara anggotanya terjalin suatu kerja sama yang cukup erat untuk memenuhi kebutuhan kelompok secara mandiri dan menghasilkan suatu kebudayaan dengan memiliki nilai-nilai serta aturan yang berbeda dengan kesatuan hidup lain dan setiap anggotanya memiliki identitas khusus terhadap kelompoknya.

C. Islam Jawa 1.

  Definisi dan Munculnya Islam Jawa Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang tinggal di daerah tengah dan timur Pulau Jawa, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta.

  Sebagian besar masyarakat Jawa beragama Islam, yang lain beragama Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu. Memang Pulau Jawa merupakan pulau terpadat di negara Indonesia. Sehingga keanekaragaman agama dan adat juga terlihat di Jawa. Selain enam agama yang diakui negara di atas, ada pula keyakinan suku Jawa yang disebut Kejawen.

  Kepercayaan ini terutama berdasarkan aliran animisme dengan pengaruh Hindu-Budha yang kuat. Selain itu, masyarakat Jawa juga terkenal dengan sifat sinkretisme kepercayaannya, menyatukan unsur-unsur pra-Hindu,

  Hindu dan Islam. Sehingga Koentjaraningrat (1994: 310) bahkan menggolongkan agama Islam di Jawa menjadi dua, yaitu agama Islam Jawa yang sinkretis dan agama Islam puritan.

  Amin (2000: 93) kembali menegaskan bahwa munculnya Islam sinkretik dalam masyarakat Jawa karena memang sebelum kedatangan Islam di Jawa, agama Hindu, Budha, dan kepercayaan asli yang berdasarkan animisme dan dinamisme telah berakar kuat di kalangan masyarakat Jawa. Sehingga akibatnya muncul dua kelompok dalam menerima Islam. Pertama, yang menerima Islam secara total dengan tanpa mengingat pada kepercayaan-kepercayaan lama. Dalam hal ini dapat kita kaitkan dengan pernyataan Koentjaraningrat tentang Islam puritan. Kedua, adalah mereka yang menerima Islam, tetapi belum dapat melupakan ajaran-ajaran lama. Artinya, mereka mencampuradukkan antara kebudayaan dan ajaran-ajaran Islam dengan kepercayaan-kepercayaan lama (sinkretis).

  Secara umum, kehidupan budaya orang Jawa tentunya memiliki banyak tradisi dan kepercayaan yang merupakan hasil dari budaya mereka.

  Kehidupan orang Jawa penuh dengan berbagai upacara-upacara. Baik upacara yang terjadi dalam perjalanan lingkaran hidup manusia sejak keberadaanya dalam perut ibu, lahir, anak-anak, remaja, dewasa sampai saat kematiannya maupun upacara-upacara yang timbul berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mencari nafkah bagi keluarga khususnya bagi para petani, pedagang, nelayan, dan upacara-upacara yang berhubungan dengan tempat tinggal seperti pembangunan rumah, pindah rumah, peresmian tempat tinggal dan lain sebagainya.

  Upacara-upacara tersebut mulanya diadakan untuk menangkal pengaruh buruk yang diyakini bisa mengancam keberlangsungan hidupnya. Upacara-upacara tersebut dalam kepercayaan Jawa lama sebelum Islam masuk diadakan dengan mengadakan korban sesaji atau semacam korban yang disajikan kepada daya kekuatan gaib seperti roh- roh, makhluk halus atau dewa-dewa. Masyarakat Jawa ketika itu menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.

Dokumen yang terkait

TRADISI MITONI PADA MASYARAKAT JAWA DI DESA MARGA KAYA KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 18 51

PENGARUH PROFESIONALISME GURU TERHADAP KEBERHASILAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN PAI KELAS V DI SD NEGERI GIRIREJO 3 KECAMATAN NGABLAK KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2009 SKRIPSI

0 0 119

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI PUNGGAHAN DAN KUPATAN PADA MASYARAKAT DUKUH KRANGKENG SARI DESA GROGOLAN KECAMATAN KARANGGEDE KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2014 SKRIPSI

0 0 132

KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK, KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2013 - Test Repository

0 0 68

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI BARATAN DI DESA KRIYAN KECAMATAN KALINYAMAT KABUPATEN JEPARA TAHUN 2014 SKRIPSI

0 2 107

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI PUNGGAHAN DAN KUPATAN PADA MASYARAKAT DUKUH KRANGKENG SARI DESA GROGOLAN KECAMATAN KARANGGEDE KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2014 SKRIPSI

0 3 128

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI SAPARAN KI AGENG WONOLELO DI DESA WIDODOMARTANI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

0 0 100

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TRADISI SAPARAN DI DUKUH WARAK KELURAHAN DUKUH KECAMATAN SIDOMUKTI SALATIGA TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 141

MAKNA PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT PENGRAJIN UKIR DI DESA MULYOHARJO, KECAMATAN JEPARA, KABUPATEN JEPARA TAHUN 2018 SKRIPSI

0 1 140

NILAI-NILAI PENDIDIKAN SOSIAL DALAM TRADISI SEDEKAH DESA DI DUSUN PENGGUNG DESA KARANGJATI KECAMATAN WONOSEGORO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2016 SKRIPSI

0 0 100