Distribusi Panjang Rantai Amilopektin dan Amilosa Rantai Pendek

108

4.3.4.2. Distribusi Panjang Rantai Amilopektin dan Amilosa Rantai Pendek

Panjang rantai amilopektin dan amilosa rantai pendek dengan derajat poli- merisasi DP 6-30 dapat diketahui dengan menggunakan FACE. Amilopektin pada pati garut baik yang alami dan yang mengalami proses modifikasi, dihi- drolisis secara sempurna dengan menggunakan enzim isoamilase sehingga semua titik percabangan α-1,6 terputus dan menghasilkan rantai glukan dengan ujung pereduksi. Semakin banyak yang terhidrolisis maka semakin tinggi kadar gula pereduksinya. Ujung pereduksi kemudian diderivatisasi dengan APTS 8-amino- pyrene-1,3,6-trisulfuric acid trisodium sehingga pati dapat dianalisis dengan menggunakan FACE. Ujung pereduksi rantai glukan dapat diperoleh baik dari hasil hidrolisis amilopektin maupun dari degradasi amilosa. Analisis DP rantai glukan dengan menggunakan FACE tidak dapat membedakan ujung pereduksi rantai glukan hasil hidrolisis amilopektin atau hasil degradasi amilosa. Namun, kenaikan persentase distribusi rantai glukan merupakan indikasi telah terjadinya degradasi amilosa menjadi amilosa rantai pendek. Profil distribusi DP baik pada pati garut alami maupun pati garut yang diberi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 45. Puncak distribusi DP banyak terdapat pada DP 11-13 dengan komposisi terbanyak pada DP 13. Srichuwong et al. 2005a juga melaporkan bahwa pati garut memiliki DP 13 yang paling banyak. a Pengaruh Autoclaving-cooling Profil distribusi panjang rantai amilopektin dan amilosa rantai pendek pada pati dengan perlakuan autoclaving-cooling AC dapat dilihat pada Gambar 45 dan Tabel 9. Persen distribusi amilopektin dan amilosa rantai pendek pada pati garut dengan perlakuan autoclaving-cooling adalah sebagai berikut: DP 6-8 6,68, DP 9-12 32,09, DP 13-24 54,91 dan DP 25-30 6,32. Diban- dingkan dengan pati garut alami, maka persen distribusi pada DP 6-8, 9-12 dan 25-30 meningkat sedangkan DP 13-24 menurun. Hal ini menunjukkan bahwa proses autoclaving-cooling dapat meningkatkan rantai amilosa rantai pendek yang kemungkinan berasal dari depolimerisasi amilosa rantai panjang. Hal ini telah dijelaskan pada sub-bab mengenai pengaruh autoclaving-cooling terhadap profil amilopektin dan amilosa dengan menggunakan GPC. Kemungkinan yang lain 109 adalah terjadinya degradasi amilopektin dengan DP 13-24 sehingga persen distri- busi DP 13-24 menurun dibandingkan dengan pati garut alami. Penurunan DP 13- 24 kemungkinan disebabkan oleh degradasi amilopektin pada DP tersebut dan membentuk amilosa rantai pendek dengan DP 6-8 atau 9-12. Semua pati garut yang diberi perlakuan autoclaving-cooling AC menga- lami peningkatan DP 6-8 dibandingkan dengan pati garut alaminya. Peningkatan tersebut disebabkan oleh terjadinya degradasi amilosa rantai panjang atau amilo- pektin rantai medium Gambar 46 dan Tabel 9. Table 9 . Persentase distribusi panjang rantai pada amilopektin dan amilosa rantai pendek dari hasil pengukuran dengan FACE Perlakuan 1 Distribusi Panjang rantai DP 6-8 DP 9-12 DP 13-24 DP 25-30 Pati garut alami 5,98 31,77 56,04 6,21 AC 6,68 32,09 54,91 6,32 H2 6,69 30,66 55,31 7,33 H2AC 7,08 30,86 55,34 6,72 D1AC 8,13 31,52 53,68 6,67 D10AC 16,81 33,37 44,65 5,17 H2D1AC 7,59 30,53 54,80 7,08 H2D10AC 14,79 31,55 47,92 5,75 1 AC=autoclaving-cooling 3 siklus; H2= Hidrolisis 2 jam; D1= debranching 1,3 Ug pati; D10= debranching 10,4 Ug pati b Pengaruh Hidrolisis Asam dan Siklus Autoclaving-cooling Profil distribusi panjang rantai amilopektin dan amilosa rantai pendek pada pati garut yang dihidrolisis dengan HCl 2,2 N selama 2 jam dan dilanjutkan dengan proses autoclaving-cooling H2AC dapat dilihat pada Gambar 46 dan Tabel 9 . Dibandingkan dengan pati garut alaminya, pati yang diberi perlakuan tersebut mengalami peningkatan persentase distribusi panjang rantai dengan DP 6-8 dan 25-30 dan penurunan pada DP 9-12 dan 13-24. Peningkatan persentase panjang rantai dengan DP 6-8 dan 25-30 pada perlakuan hidrolisis asam disebabkan oleh terjadinya depolimerisasi amilosa ran- tai panjang membentuk amilosa rantai pendek. Hidrolisis asam terjadi pada daerah amorf yang umumnya banyak mengandung amilosa dan titik percabangan α,1-6 pada amilopektin. Kemungkinan lainnya adalah hidrolisis panjang rantai medium 110 Gambar 45 . Distribusi panjang rantai pada amilopektin dan amilosa rantai pendek dari hasil pengukuran dengan FACE. AC=autoclaving- cooling 3 siklus; H2= Hidrolisis 2 jam; D1=debranching 1,3 Ug pati; D10= debranching 10,4 Ug pati 111 Gambar 46 . Persentase panjang rantai pada pati garut termodifikasi dibanding- kan dengan pati garut alami. AC=autoclaving-cooling 3 siklus; H2= Hidrolisis 2 jam; D1=debranching 1,3 Ug pati; D10= debranching 10,4 Ug pati 112 amilopektin sehingga persentase distribusi panjang rantai dengan DP 9-12 dan 13- 24 menurun dan dihasilkan rantai glukan dengan DP 6-8. Peningkatan persentase distribusi panjang rantai glukan dengan DP 25-30 dapat juga disebabkan oleh depolimerisasi amilosa rantai pendek. c Pengaruh Debranching dan Siklus Autoclaving-cooling Proses hidrolisis pada titik percabangan α,1-6 amilopektin pati garut dilaku- kan dengan menggunakan enzim pullulanase dengan konsentrasi 1,3 dan 10,4 Ug pati D1AC dan D10AC. Pati garut yang sudah mengalami debranching kemu- dian dipanaskan dengan otoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit dan didingin- kan pada suhu 4 o C selama 24 jam dengan total 3 siklus autoclaving-cooling. Proses debranching amilopektin menghasilkan banyak rantai glukan dengan DP 6-8, 9-12, 13-24 dan 25-30 Tabel 9. Rantai glukan hasil debranching kemu- dian dipanaskan dengan otoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit. Proses pema- nasan pada rantai glukan hasil debranching amilopektin menyebabkan depolime- risasi rantai glukan lebih mudah dibandingkan dengan dalam bentuk struktur amilopektinnya. Hal ini menyebabkan panjang rantai glukan dengan DP 6-8 pada pati garut yang dimodifikasi dengan debranching dan autoclaving-cooling men- jadi lebih tinggi dibandingkan dengan modifikasi lainnya. Peningkatan persentase panjang rantai glukan dengan DP 6-8 dapat juga disebabkan oleh depolimerisasi amilosa rantai panjang sebagai akibat proses autoclaving-cooling. Pada konsentrasi enzim pullulanase 1,3 Ug pati D1AC, peningkatan persentase panjang rantai dengan DP 6-8 lebih rendah dibandingkan dengan pada konsentrasi enzim 10,4 Ug pati D10AC. Hal ini karena penggunaan konsentrasi enzim pullulanase yang rendah belum menyebabkan semua titik percabangan α,1- 6 terhidrolisis sehingga peluang untuk depolimerisasi rantai glukan hasil debranching amilopektin lebih rendah. Peningkatan persentase panjang rantai dengan DP 6-8 pada penggunaan enzim pullulanase konsentrasi rendah diikuti dengan penurunan pada rantai glukan dengan DP 13-24. Hal ini menjelaskan kemungkinan terjadinya depolimerisasi rantai glukan dengan DP 13-24 sebagai akibat proses autoclaving-cooling. Peningkatan panjang rantai dengan DP 25-30 disebabkan oleh depolimerisasi amilosa rantai panjang akibat proses autoclaving- cooling . 113 Penggunaan enzim pullulanase konsentrasi tinggi D10AC menyebabkan peningkatan persentase distribusi rantai glukan dengan DP 6-8 dan 9-12 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pada konsentrasi rendah D1AC. Semakin tinggi konsentrasi enzim pullulanase maka semakin banyak titik percabangan α,1- 6 amilopektin yang terputus sehingga peluang terhidrolisisnya rantai glukan hasil debranching amilopektin meningkat pada saat proses autoclaving-cooling dan menyebabkan penurunan panjang rantai glukan dengan DP 25-30. d Pengaruh Hidrolisis Asam, Debranching dan Siklus Autoclaving-cooling Kombinasi perlakuan asam, debranching dan siklus autoclaving-cooling pati garut menunjukkan kecenderungan perubahan distribusi panjang rantai glukan yang hampir sama dengan yang diberi perlakuan debranching dan siklus autoclaving-cooling. Pada konsentrasi enzim yang tinggi H2D10AC, panjang rantai glukan dengan DP 6-8 mengalami peningkatan, sedangkan DP 13-24 dan 25-30 mengalami penurunan Tabel 9. Penjelasan perubahan persentase distri- busi panjang rantai glukan ini sama dengan yang telah dibahas pada su-bab sebe- lumnya. Pengujian pati garut dengan menggunakan FACE yang telah dilakukan Srichuwong et al. 2005b dan Srichuwong 2006 menunjukkan bahwa panjang rantai dengan DP 16-26 berkorelasi positif dengan tingginya derajat retrogradasi pati garut yang berakibat pada tingginya pembentukan RS3. Tabel 9 memperli- hatkan bahwa semua pati garut yang diberi perlakuan memiliki proporsi DP 13-24 yang paling tinggi, yaitu 44,65-56,04 dengan DP 25-30 cukup tinggi diban- dingkan dengan pati garut alaminya, sedangkan pada perlakuan dengan konsen- trasi enzim pullulanase tinggi 10,4 Ug pati terjadi peningkatan pada DP 11-12. Sebagai perbandingan, Lehmann et al. 2002 melakukan modifikasi pati pisang dengan proses debranching dengan enzim pullulanase, pemanasan dalam otoklaf pada suhu 121 o C selama 30 menit dan pendinginan pada suhu 4 o C dan 25 o C. Hasil analisis panjang rantai dengan menggunakan High-Performance Anion Exchanger Chromatography HPAEC menunjukkan adanya DP 6-30 yang dominan dan DP 6-22 cukup tinggi dibandingkan dengan pati pisang alami. Chung et al. 2009 melaporkan bahwa pati singkong yang mengalami proses debranching dan autoclaving-cooling memiliki DP 5-48, yaitu jumlah yang 114 tinggi terdapat pada DP 10-24 58,9 dan DP 24 31,2, sedangkan DP 10 hanya sekitar 8. Rendahnya jumlah panjang rantai glukan dengan DP10 disebabkan pencucian pati dengan air deionisasi yang dapat menghambat proses pembentukan RS3. Pati jagung yang dimodifikasi dengan HMT baik yang dikom- binasikan dengan modifikasi annealing maupun tanpa annealing ternyata dapat meningkatkan DP 6-8 dan menurunkan DP37 Chung et al. 2009. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa proses pemanasan dapat memutuskan ikatan kovalen pada rantai glukan sehingga terbentuk rantai glukan yang lebih pendek baik pada amilopektin maupun pada amilosa Chung et al.2009. Shu et al. 2007 menjelaskan bahwa pembentukan RS3 bukan hanya dipe- ngaruhi oleh kadar amilosa tetapi juga oleh panjang rantai amilopektin. Pening- katan proporsi rantai pendek DP 12 dan penurunan proporsi rantai medium 13DP36 dan amilopektin rantai panjang DP37 pada amilopektin beras berkontribusi pada peningkatan kadar RS3. Demikian pula pada pati sereal yang yang teretrogradasi mengalami peningkatan pada DP 6, DP 18 dan DP40 Silverio et al. 2000.

4.3.5. Kestabilan Panas dan Derajat Retrogradasi Pati