MATLAB R2010a dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil yang diperoleh setelah menjalankan program sebanyak 18 kali dapat dilihat pada Lampiran 2. Ukuran
ketepatan peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan ini adalah Mean Square Error MSE. Hasil peramalan yang akan digunakan dalam memprediksi
produksi jagung adalah hasil peramalan dengan MSE yang mencapai target yang ditentukan sebelumnya. Performansi dari hasil menjalankan program dapat dilihat
pada Lampiran 1, dan hasil peramalan produksi jagung dengan jaringan syaraf tiruan terdapat pada Lampiran 2.
Pengolahan data dalam model prediksi ini juga menggunakan metode peramalan dengan model regresi berganda multiple regression. Dalam model ini
variabel luas panen dan curah hujan merupakan variabel independen, sedangkan produksi jagung merupakan variabel dependen atau variabel respons.
Gambar 23 Hasil simulasi pada jaringan syaraf tiruan. Proses peramalan secara statistikal dalam model prediksi ini menggunakan
Perangkat lunak MINITAB Release 14 dari Minitab Inc. untuk menentukan persamaan regresi. Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pengaruh
variabel luas panen dan curah hujan terhadap jumlah produksi jagung. Langkah- langkah dalam penggunaan perangkat lunak ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
Hasil peramalan produksi jagung berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh tertuang pada Lampiran 4.
5.2 Model Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan
Salah satu kegiatan dalam proses pasca panen adalah proses klasifikasi dan standarisasi mutu Firmansyah, 2006. Model pengelompokan mutu jagung
pipilan ini dilakukan di akhir proses pasca panen pada tingkat pengumpul. Model
pengelompokan mutu jagung pipilan bertujuan untuk mengelompokkan mutu jagung pipilan sebagai bahan baku industri pengolahan jagung. Pentingnya
pengelompokan mutu karena saat ini mutu merupakan faktor penting dalam dunia industri, dan dengan pengelompokan ini dapat diketahui kategori mutu jagung dan
peruntukannya. Dalam agroindustri berbasis jagung seperti industri pangan, pakan, farmasi, dan industri olahan lainnya tuntutan konsumen terhadap mutu
merupakan hal utama. Selain mutu secara fungsional, keamanan pangan juga merupakan hal penting karena menyangkut kesehatan baik manusia maupun
hewan. Pengelompokan mutu jagung pipilan dilakukan sesuai standar mutu yang
ditetapkan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Beberapa negara penghasil jagung pipilan telah menetapkan standar mutu jagung pada negara
masing-masing. Indonesia telah menetapkan standar mutu jagung pipilan oleh Standar Nasional Indonesia SNI yaitu SNI 01-3920-1995 Dewan Standardisasi
Nasional, 1995. Beberapa parameter mutu sebagai persyaratan mutu jagung adalah kandungan aflatoksin, kadar air, butir rusak, butir warna lain, butir pecah,
dan kotoran seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Aflatoksin merupakan racun hasil metabolisme cendawan aspergilus flasus
yang dapat tumbuh pada biji jagung. Pemeriksaan terhadap kadungan aflatoksin merupakan hal yang penting, karena racun ini berbahaya bagi kesehatan manusia
atau hewan apabila melewati batas maksimum yang diijinkan. Batas maksimum yang diijinkan bagi manusia adalah 5 ppb, dan bagi hewan sebesar 50 ppb. Dalam
model ini pemeriksaan kandungan aflatoksin dilakukan pada pemeriksaan awal sebelum dilakukan pengelompokan mutu jagung.
Kadar air adalah jumlah kandungan air dalam jagung yang dinyatakan dalam persentase dari berat basah. Pengujian kadar air dalam penentuan mutu
jagung penting dilakukan, karena kadar air yang berlebihan akan mengakibatkan peluang mudah terjadinya kerusakan pada biji jagung, dan peluang tumbuhnya
cendawan yang akan menghasilkan racun aflatoksin. SNI menjelaskan bahwa cara uji kadar air biji ditentukan dengan moisture tester electronic atau Air Oven
Method. Berdasarkan hal tersebut maka jenis uji parameter kadar air digunakan dalam model. Kadar air maksimum menurut SNI adalah 15.
Menurut SNI 01-3920-1995, butir rusak adalah jagung, baik yang utuh maupun yang pecah yang mengalami kerusakan karena pengaruh panas,
berkecambah, cuaca, cendawan, hama dan penyakit atau kerusakan-kerusakan fisik lainnya. Batas maksimu yang dipersyaratkan adalah sebesar 6. Butir rusak
dalam model ini digunakan sebagai jenis uji, karena apabila hasil uji melampaui batas yang diijinkan akan berakibat pada kemungkinan tumbuhnya cendawan dan
akan menularkannya kepada biji jagung yang lain. Jenis uji berikutnya adalah butir warna lain. Butir warna lain adalah butir
jagung yang berwarna lain dari warna asli, disebabkan oleh lain varietas. Butir warna lain menurut SNI tidak boleh melebihi 7. Jenis jagung yang ditanam di
Indonesia pada umumnya adalah jagung kuning. Jagung kuning memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung putih dan banyak
dibutuhkan sebagai campuran ransum pada pakan ternak Direktorat Budidaya Serealia, 2006. Dalam perancangan model ini, parameter butir warna lain tidak
digunakan, karena jagung pipilan yang dipasok dari pengumpul dan dipakai sebagai bahan baku tepung jagung adalah jagung kuning. Hal ini dipertimbangkan
setelah mendapat konfirmasi dari pabrik tepung jagung. Butir pecah merupakan parameter yang dipertimbangkan untuk model
pengelompokan mutu jagung pipilan. Butir pecah adalah butir jagung yang pecah- pecah selama proses pengolahan yang memiliki ukuran sama atau lebih kecil dari
0.6 bagian jagung yang utuh. Persentase banyaknya butir pecah yang diperbolehkan adalah sebesar 3. Butir pecah merupakan jenis uji yang penting
karena dapat berakibat pada daya tahan saat penyimpanan yang tidak dapat berlangsung lama. Butir pecah dalam kondisi kadar air yang tinggi membuat
jagung cepat rusak dan dapat ditumbuhi cendawan. Parameter yang juga digunakan dalam model pengelompokan mutu jagung
pipilan adalah kotoran. Kotoran adalah segala benda asing seperti butir tanah, batu-batu kecil, pasir dan sisa-sisa batang, tongkol jagung, klobot, biji-bijian lain
yang bukan jagung dan sebagainya. Kotoran yang diperkenankan dalam persyaratan mutu jagung menurut SNI maksimum sebanyak 2. Kotoran yang
melebihi nilai tersebut akan berakibat pada kesehatan manusia.