Latar Belakang Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Infeksi TBC pada Anak Kontak Serumah dengan Penderita Tuberkulosis Paru Dewasa di Puskesmas Kawangu Kabupaten Sumba Timur.

paling mendasar tergantung dari tingkat penularan derajat sputum BTA penderita dewasa, lamanya kontak, dan status gizi anak. Pasien TBC dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pada pasien TBC dengan BTA negatif, meskipun masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TBC. Tingkat penularan pasien TBC BTA positif adalah 65, pasien BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26 sedangkan pasien TBC dengan hasil kultur negatif dan foto thoraks positif adalah 17 Kemenkes RI, 2013. Semakin sering terpajan dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut kontak erat adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung dan sering berinteraksi langsung. Penularan TBC pada anak juga dipengaruhi oleh daya tahan tubuh anak. Daya tahan tubuh adalah sesuatu yang dimiliki oleh semua orang yaitu kemampuan yang dimiliki tubuh kita untuk melindungi diri dari berbagai serangan penyakit dan serangan kuman. Akan tetapi yang membedakannya dari setiap orang adalah daya tahan tubuh yang satu dengan yang lainnya berbeda dipengaruhi oleh nutrisi, lingkungan, pola hidup dan genetik. Status gizi seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan individu, karena merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi, juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, vitamin, protein, zat besi, dan lain- lain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk tuberkulosis. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh, baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak seperti terkena infeksi. Berdasarkan karakteristik ini, maka indeks berat badan dibagi umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Gizi buruk akan berpengaruh terhadap menurunnya daya tahan tubuh seseorang yang akhirnya akan mempengaruhi seseorang menderita tuberkulosis Depkes RI, 2000. Program penanggulangan TBC dengan strategi DOTS di Kabupaten Sumba Timur sudah dimulai sejak tahun 1995, namun pengelolaan program dengan dukungan dana yang memadai baru dikembangkan pada tahun 2004 dengan bantuan Global Fund GF yang menetapkan 6 Puskesmas Rujukan Mandiri PRM dan 15 Puskesmas Satelit PS. Berdasarkan data 4 tahun terakhir tahun 2010-2013, ditemukan kasus TBC Paru sebanyak 1.521 orang dengan kasus TBC Anak sebanyak 122 orang. Tahun 2012 ditemukan sebanyak 375 kasus TBC Paru dan TBC anak sebanyak 31 kasus, tahun 2013 sebanyak 456 kasus TBC Paru dan kasus TBC anak sebanyak 24 kasus. Kasus TBC anak tertinggi tahun 2013 terdapat di wilayah kerja Puskesmas Kawangu yaitu sebanyak 5 kasus dari total 24 kasus TBC anak Kabupaten dengan kasus TBC Paru dewasa sebanyak 49 orang. Data terakhir tahun 2014, ditemukan penderita TBC Paru dewasa sebanyak 41 orang dan kasus TBC anak sebanyak 16 orang Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur, 2014. Melihat masih tingginya angka kejadian TBC Paru dewasa dan kejadian infeksi TBC anak yang tinggal serumah dengan penderita dan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya infeksi tersebut maka sangat diperlukan penanganan yang tepat terkait dengan program penanggulangan infeksi TBC anak pada tinggal serumah. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti “Faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi TBC pada anak yang tinggal serumah dengan pasien Tuberkulosis Paru dewasa di Puskesmas Kawangu Kabupaten Sumba Timur Nusa Tenggara Timur”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka masalah penelitian dapat dirumuskan yaitu “Faktor risiko apa yang berhubungan dengan infeksi TBC pada anak kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis Paru dewasa di Puskesmas Kawangu Kabupaten Sumba Timu r?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi TBC pada anak kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis Paru dewasa di Puskesmas Kawangu Kabupaten Sumba Timur.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi derajat sputum BTA penderita tuberkulosis paru dewasa. b. Mengidentifikasi lamanya kontak penderita tuberkulosis paru dewasa dengan anak yang terinfeksi kuman TBC. c. Mengidentifikasi status gizi anak yang terinfeksi kuman TBC yang kontak serumah dengan penderita tuberkulosis paru dewasa. d. Menganalisis hubungan derajat sputum BTA terhadap infeksi TBC anak yang kontak serumah dengan penderita tuberkulosis paru dewasa. e. Menganalisis hubungan lamanya kontak penderita tuberkulosis paru dewasa yang kontak serumah terhadap infeksi TBC anak. f. Menganalisis hubungan status gizi terhadap infeksi TBC anak yang kontak serumah dengan penderita tuberkulosis paru dewasa. g. Menganalisis faktor risiko yang dominan berhubungan dengan infeksi TBC anak kontak serumah dengan penderita tuberkulosis paru dewasa.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Praktis

a. Memberikan gambaran pada keluarga tentang gejala TBC pada anak serta faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya TBC pada anak. b. Memberikan gambaran kepada pengelola program TBC Puskesmas dalam pengembangan promosi dan preventif pada penatalaksanaan program TBC. c. Sebagai dasar pengambilan keputusan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur dalam mencegah dan memberantas penyakit TBC di Kabupaten Sumba Timur.

1.4.2. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang penyakit infeksi menular. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut.

1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang faktor risiko yang yang berhubungan dengan infeksi TB pada anak yang tinggal serumah dengan penderita tuberkulosis paru dewasa belum pernah dilakukan di Puskesmas Kawangu, namun ada beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan:

1.5.1. Penelitian oleh Yulistyaningrum dan Dwi Sarwani Sri Rejeki 2010

Hubungan riwayat kontak penderita Tuberkulosis paru TB dengan kejadian TB paru anak di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru BP4 Purwokerto. Penelitian ini mencari hubungan riwayat kontak TB dengan kejadian TB paru anak dan hubungan antara variabel perancu status ekonomi, status imunisasi BCG dan keberadaan perokok di dalam rumah dengan variabel bebas riwayat kontak TB dan variabel terikat kejadian TB paru anak. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan Case Control Study. Penelitian dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru BP4 Purwokerto dengan sampel penelitian berjumlah 76 orang yaitu 38 sampel kasus dan 38 sampel kontrol. Analisis data meliputi analisis bivariat dengan uji Chi-Square dan analisis berstrata dengan uji Mantel Haenszel. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara riwayat kontak TB dengan kejadian TB paru anak di BP4 Purwokerto dan tidak dipengaruhi oleh variabel status ekonomi, status imunisasi BCG dan keberadaan perokok di dalam rumah.

1.5.2. Nur Lina, Lilik Hidayanti, Eti Rahmawati 2008

Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis pada anak di kota Tasikmalaya studi di Puskesmas Cigeureung, Cipedes, Bantarsari kota Tasikmalaya. Penelitian ini mencari hubungan antara status imunisasi BCG, status gizi, luas ventilasi rumah, adanya kontak dengan penderita, dan pengetahuan ibu dengan kejadian tuberkulosis pada anak. Penelitian dilakukan dengan metode survei, jenis penelitian adalah explanatory dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah anak usia 3 bulan sampai dengan 14 tahun yang berobat ke Puskesmas Bantarsari, Cigeureung, Cipedes Kota Tasikmalaya dari bulan April sampai dengan bulan September 2008 sebanyak 56 orang. Sampel penelitian merupakan total populasi. Analisis data dengan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji statistik chi-square. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan bermakna antara status imunisasi BCG, status gizi, luas ventilasi rumah, kontak dengan penderita batuk lama dan tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian tuberkulosis pada anak.