konsep keluarga sakinah bagi perkawinan poligami (studi kasus di desa Bojong indah Kecamatan Parung Kabupaten Bogor)

(1)

(Studi Kasus di Desa Bojong Indah Kecamatan Parung Kabupaten Bogor)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

ADE IRMA IMAMAH NIM. 1110044200018

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

ADE IRMA IMAMAH

NIM: 1110044200018

Di bawah Bimbingan:

ABDURRAUF, Lc., MA

NIP: 197312152005011002

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii

Kasus di Desa Bojong Indah Kecamatan Parung Kabupaten Bogor)” telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Konsentrasi Hukum Keluarga Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Maret 2015.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah.

Jakarta, 30 Maret 2015 Mengesahkan

Dekan,

Dr. ASEP SAEPUDIN JAHAR, M.A NIP. 19691216 199603 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua Prodi : KAMARUSDIANA, S.Ag., MH. (…...……….)

NIP.197202241998031003

2. Sekretaris Prodi : SRI HIDAYATI, S.Ag., M.Ag (………)

NIP.197102151997032002

3. Pembimbing : ABDURRAUF, Lc., MA. (……….………) NIP.197312152005011002

4. Penguji I : MOH. ALI WAFA, S.Ag., M.Ag (………)

NIP. 197304242002121007

5. Penguji II : AFWAN FAIZIN, MA (………)


(4)

iv Yang Bertandatangan di bawah ini:

SNama : ADE IRMA IMAMAH

Nim : 1110044200018 Fakultas : Syariah dan Hukum

Judul Skripsi : Konsep Keluarga Sakinah bagi Perkawinan Poligami ( Studi Kasus di Desa Bojong Indah Kecamatan Parung Kabupaten Bogor )

Dengan ini saya menyatakan bahwa hasil penulisan Skipsi yang telah saya buat merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya dan bukan merupakan hasil plagiat atau penjiplakan dari karya orang lain, maka saya mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Penulis,

Jakarta, 19 Maret 2015


(5)

v

ADE IRMA IMAMAH. NIM: 1110044200018. Konsep Keluarga Sakinah bagi Perkawinan Poligami di Desa Bojong Indah Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Program Hukum Keluarga Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M. x+ 87 halaman dan lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa yang menyebabkan masyarakat desa Bojong Indah melakukan perkawinan poligami dan dampak apa saja yang dirasakan masyarakat dengan melakukan perkawinan poligami. Dilihat dari segi penyusunannya, penelitian ini menggunakan metode kualitatif, penelitian kualitatif yaitu suatu analisis data dimana penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa banyak masyarakat yang melakukan perkawinan poligami yang tidak diputuskan oleh pengadilan. Dikarenakan berbagai faktor, salah satunya pemahaman keagamaan masyarakat tentang Perkawinan Poligami, faktor ekonomi dan ketidak tahuan tantang aturan poligami menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 bahwa poligami harus diputuskan oleh pengadilan, sehingga perkawinan poligami mendapat legalitas Negara, itu semua karena kurangnya pengetahuan dan rendahnya pendidikan.

Di jelaskan dalam Undang-Undang Perkawinan tentang Perkawinan Poligami Pasal 3 ayat (2) menerangkan bahwa: “Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”. Ayat ini jelas sekali bahwa Undang-undang perkawinan telah melibatkan Peradilan Agama sebagai instansi yang cukup penting untuk mengabsahkan kebolehan poligami bagi seseorang. Kemudian dalam pasal 4 ayat (1) menerangkan bahwa: “Apabila seorang suami yang akan melakukan poligami, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya”, sudah jelas undang-undang mengatur prosedur kebolehan berpoligami, dengan adanya alasan-alasan tertentu, namun masih banyak masyarakat yang tidak melakukan prosedur sesuai dengan undang-undang, dan beranggapan bahwa perkawinan poligami itu tidak penting untuk mendapatkan legalitas hukum, karena hanya memakan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit.

Kata Kunci : Keluarga Sakinah, Perkawinan, Poligami, Faktor, Dampak. Pembimbing : Abdurrauf, Lc., MA.,


(6)

vi









Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, Berkat Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya, yang telah mendidik umatnya dengan tarbiyah tentang keimanan, kesabaran, keramah-tamahan, ilmu pengetahuan serta akhlaqul karimah, dan kita sebagai umatnya yang terus istiqomah mengikuti ajaran dan sunahnya dalam setiap sendi kehidupan.

Alhamdulillah, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif hidayatullah Jakarta. Dengan kesadaran hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, mengingat terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Namun demikian, Penulis sudah berusaha keras dengan kemampuan tersebut dan berbagai macam upaya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan semaksimal mungkin. Tidak dapat dikatakan hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui dalam penulisan skripsi ini. Skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan orang-orang disekitar Penulis,dengan penuh cinta dan setiap butiran doanya yang selalu memberikan masukan, nasehat, bimbingan bahkan dorongan dan semangat sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini dengan lancar.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada bapak/ ibu, terutama:


(7)

vii

penulis tahu, tidak ada yang dapat membalas jasa ibunda melainkan kepuasanmu dalam mendidik penulis hingga berhasil.

2. Suami tercinta Aditya Darmadi, S.Pd.I dan Ananda ku yang cantik Siti Yurifa El- Mu’min, yang selalu memberikan cinta dan doa serta penyemangat penulis, di setiap hari, jam, menit dan detik penulis sehingga penuh dengan warna.

3. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, serta seluruh para Staff Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bp. Kamarusdiana, S.Ag., MH dan Ibu Sri Hidayati, S.Ag., MA selaku Ketua dan Sekertaris Prodi Al-Ahwal Asy-Syakhsyiyyah, yang selalu memberikan bimbingan, nasehat dan dorongan kepada Penulis dalam menyelesaikan kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan penuh tanggung jawab.

5. Bapak Abdurrauf, Lc., MA yang telah bersedia membimbing penulis dengan penuh ikhlas dan sabar, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar, dan kebanggaan tersendiri bagi penulis berada di bawah bimbingan beliau, semoga ilmu dan setiap arahan dari beliau selalu manjadi pemacu semangat buat penulis.


(8)

viii

secara khusus, dan staf tata usaha FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Terima kasih banyak kepada Kepala Desa dan staff desa Bojong Indah yang

telah banyak membantu memberikan data-data maupun informasi yang penulis butuhkan.

8. Terima kasih banyak untuk sahabat-sahabat ku Administrasi Keperdataan Islam 2010, the first to wiwin siti handayani, Anita, Novita, Sasa, Amel, Cut Salmi, Syawalia, Dea, Emil, Dian, Dira, dan sahabat ku Syukron naim, Abim, Adnan dan yang lainnya yang telah memberikan semangat dalam skripsi penulis.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Jakarta, 19 Maret 2015


(9)

ix

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

D. Review Studi Terdahulu ... 13

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 15

F. Sistematika Penulisan... 18

BAB II DESKRIPSI TENTANG KELUARGA SAKINAH DAN PERKAWINAN POLIGAMI A. Keluarga Sakinah ... 20

1. Pengertian Keluarga Sakinah ... 20

2. Tujuan Keluarga Sakinah ... 22

3. Ciri-ciri Keluarga Sakinah ... 23

4. Upaya membentuk Keluarga Sakinah ... 29

B. Poligami ... 30

1. Pengertian Poligami ... 30

2. Poligami menurut Hukum Islam dan Hukum Positif ... 32

3. Prosedur Perkawinan Poligami ... 39


(10)

x

C. Kondisi Sosial dan Bidang Hukum Desa Bojong Indah ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Praktik Perkawinan Poligami di Desa Bojong Indah ... 54 B. Pandangan Pelaku Perkawinan Poligami tentang Keluarga Sakinah ... 57 C. Dampak Perkawinan Poligami Terhadap Kehidupan

Keluarga ... 78 D. Faktor-Faktor Terjadinya Perkawinan Poligami ... 81

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Surat Bimbingan Skripsi

2. Surat Permohonan Data Wawancara untuk Kepala Desa dan Masyarakat Desa Bojong Indah

3. Surat Keterangan Observasi dan Interview Desa Bojong Indah 4. Pedoman Wawancara

5. Foto wawancara dengan beberapa pelaku poligami 6. Hasil Wawancara


(11)

xi

Tabel 1.1 Kondisi Geografis 46

Tabel 1.2 Batas Wilayah Desa Bojong Indah 46

Tabel 1.3 Orbitrase (Jarak dari pusat Pemerintahan Desa/Kelurahan) 46

Tabel 1.4 Jumlah Penduduk secara Umum/KK 47

Tabel 1.5 Jumlah Penduduk menurut Usia 47

Tabel 1.6 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan 47

Tabel 1.7 Sarana Pendidikan Desa Bojong Indah 50

Tabel 1.8 Jumlah Penduduk menurut Keagamaan 51

Tabel 1.9 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian 52


(12)

1

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1

Maksud dari “ikatan lahir” ialah bahwa hubungan suami isteri tidak

hanya berupa ikatan lahiriah saja, dalam arti hubungan suami isteri hanya sebatas ikatan formal, tetapi kedua-duanya harus membina ikatan batin. Jalinan ikatan lahir dan batin itulah yang menjadi fondasi yang kokoh dalam membangun dan membina keluarga yang bahagia dan kekal, kemudian dilihat

dari kalimat “berdasarkan ketuhan Yang Maha Esa” ini berarti bahwa norma-norma (hukum) Agama harus menjiwai perkawinan dalam membentuk keluarga.

Secara realita perkawinan adalah bertemunya dua makhluk lawan jenis yang mempunyai kepentingan dan pandangan hidup yang sejalan.2 Sedangkan tujuan perkawinan itu adalah supaya manusia mempunyai kehidupan yang

1

Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang

Perkawinan (Bandung : Fokus Media, 2005, Cet. Pertama), h. 1. 2

Titik Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan Nikah (Jakarta : Prestasi Pustaka


(13)

bahagia dunia dan akhirat, atau dengan kata lain perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah.

Seiring dengan tujuan tesebut maka dapat diartikan juga agar pekawinan menjadi kekal dan abadi sehingga tidak putus begitu saja. Ini juga mengandung pengertian bahwa pernikahan adalah akad suci yang mengandung serangkaian perjanjian antara suami dan isteri.

Perjanjian mulia ini diungkapkan dengan (perjanjian yang kokoh), seperti termaktub pada ayat:



























“Bagaimana kamu akan mengambil mahar yang telah kamu berikan pada isterimu padahal kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil perjanjian yang kuat”. (QS. An Nisa/3 : 21).

Di antara mufasir menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian yang kokoh adalah perjanjian yang telah diambil Allah dari para suami sesuai dengan bunyi surat al-Baqarah ayat 231 :









































“Apabila menalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujuklah mereka dengan cara yang baik, atau ceraikan dengan yang baik pula”. (QS. Al-Baqarah/2 : 231).

Perkawinan juga merupakan unit terkecil dari suatu masyarakat sudah menjadi suatu keharusan adanya hubungan antara unsur-unsur dalam


(14)

berkeluarga yang di dalamnya tercipta hubungan yang harmonis, sejuk dan nyaman, penuh dengan rasa kasih sayang sehingga keluarga mendapatkan ketenangan dan ketentraman yang sering disebut sakinah, mawadah, warahmah.

Keluarga yang baik menurut pandangan Islam biasa disebut dengan istilah keluarga sakinah. Ciri utama keluarga ini adalah adanya cinta kasih yang permanen antara suami dan isteri. Hal ini bertolak dari prinsip perkawinan yang Mitsaqan Ghalizha (QS. An-Nisa/4: 21), yaitu perjanjian yang teguh untuk saling memenuhi kebutuhan satu sama lain. Ciri ini juga dibangun atas dasar prinsip bahwa membangun keluarga adalah amanat yang masing-masing terikat untuk menjalankannya sesuai dengan ajaran Allah SWT. Selain itu keluarga sakinah pada dasarnya memperhatikan prinsip terutama saling membantu dan melengkapi dalam pembagian tugas antara suami dan isteri dalam urusan keluarga maupun urusan publik sesuai kesepakatan bersama. Dalam Islam, setiap manusia diakui sebagai pemimpin yang masing-masing harus mempertanggung jawabkannya kepada suami atau sebaliknya.3

Berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, keluarga sakinah merupakan impian dan harapan setiap muslim yang melangsungkan perkawinan dalam rangka melakukan pembinaan keluarga. Demikian pula dalam keluarga terdapat peraturan-peraturan baik rinci maupun global yang mengatur individu maupun keseluruhannya sebagai satu kesatuan. Islam memberikan ajaran agar

3


(15)

rumah tangga menjadi surga yang dapat menciptakan ketentraman, ketenangan dan kebahagiaan dalam upaya mengantisipasi pengaruh budaya dari luar yang negatif.

Salah satu bentuk perkawinan yang sering diperbincangkan dalam masyarakat adalah poligami. Persoalan poligami bukanlah fenomena yang baru, ini dapat dilihat bagaimana pernikahan semacam ini dilakukan oleh banyak kalangan dari waktu ke waktu meskipun seringkali menimbulkan kontroversi dari berbagai pihak dengan alasan merugikan kaum perempuan.

Yang dibutuhkan sekarang adalah usaha mencerdaskan perempuan-perempuan dan menyadarkan mereka tentang hak mereka. Karena selama ini yang selalu dimunculkan dalam wacana poligami adalah perempuan harus, bahkan wajib menerima atau mengizinkan bila suami minta izin untuk beristri lagi, dengan alasan menjalankan syariat Islam, tunduk kepada perintah Allah.

Rumah tangga adalah lembaga masyarakat terkecil yang menjadi dasar terbentuknya masyarakat yang lebih besar. Ketentraman dan keserasian masyarakat sangat besar ditentukan ketentraman dan keserasian masyarakat kecil tersebut. Banyak unsur yang menimbulkan rasa cinta kasih di antara dua orang manusia, terutama suami dan isteri, namun yang paling menonjol adalah sikap dan tindakan yang melahirkan rasa keadilan. Untuk dapat berlaku adil diperlukan pertimbangan yang matang dengan melihat seluruh aspek yang mungkin mempengaruhi rasa keadilan itu.

Sangat logis Islam menetapkan berbagai ketentuan untuk mengatur ikatan antara laki-laki dan perempuan yaitu dalam bentuk pernikahan,


(16)

sehingga dengan kedua belah pihak, suami isteri dapat memperoleh kedamaian, kecintaan, keamanan dan ikatan kekerabatan. Unsur-unsur ini sangat diperlukan untuk mencapai tujuan perkawinan yang paling besar yaitu Ibadah kepada Allah.

Prinsipnya perkawinan menurut hukum Islam dan Undang-undang perkawinan tahun 1974 adalah monogami, sedangkan poligami hanya pengecualian saja. Hukum Islam mengatur kehadiran poligami sebagai hal yang mubah, namun demikian dalam pelaksanaan poligami tersebut harus dibarengi dengan keadilan terhadap para isteri dan penuh dengan tanggung jawab. Apabila tidak dibarengi dengan rasa keadilan tidak menutup kemungkinan akan membawa dampak negatif bagi orang yang melakukan poligami.

Dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan telah mengatur secara khusus tentang perkawinan, perceraian dan hal-hal yang berkaitan dengan keduanya, telah mengakomodasi kepentingan tersebut, sebagaimana yang tertuang dalam enam azas yang prinsipil. Dalam satu azasnya disebutkan bahwa untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka suami hanya dibolehkan memiliki seorang isteri dalam satu waktu. Prinsip ini lebih dikenal dengan azas monogami.4

Hukum Islam telah mengatur kehadiran poligami sebagai hal yang mubah, namun hanya demikian apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan ,

4

Enam azas yang dianut dalam UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

meliputi : (1) azas tujuan perkawinan, (2) azas syahnya perkawinan, (3) azas monogami, (4) azas kematangan jiwa dan raga, (5) azas perceraian dipersulit, dan (6) azas keseimbangan hak dan kedudukan suami isteri dalam membina rumah tangga.


(17)

seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang setelah dipenuhinya berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan. Apabila dibandingkan pelaksanaan poligami menurut hukum Islam dan Undang-undang perkawinan, maka secara sepintas persyaratan-persyaratan yang ditentukan antara kedua peraturan itu tidak sama, namun apabila dikaji lebih lanjut kedua peraturan tersebut memiliki persamaan tujuan.

Keberadaan poligami atau menikah lebih dari seorang isteri dalam lintasan sejarah bukan merupakan masalah baru. Poligami telah ada dalam kehidupan manusia sejak dahulu kala di antara berbagai kelompok masyarakat diberbagai kawasan dunia. Orang-orang Arab telah berpoligami jauh sebelum kedatangan Islam. Demikian pula masyarakat di luar bangsa Arab, bahkan di Arab sebelum Islam telah dipraktikkan poligami tanpa batas, bentuk poligami ini dikenal pula oleh orang-orang Babilonia, Abbesinia, dan Persia.5

Menurut Muhammad Abduh, sebagaimana yang dikutip oleh Huzaimah Tahido Yanggo, mengatakan: bahwa haram berpoligami bagi orang yang merasa khawatir akan berlaku tidak adil. Poligami dalam pandangan Abduh, boleh jika dalam keadaan darurat, yaitu jika isteri tidak dapat memberikan keturunan (mandul) kebolehan berpoligami dalam keadaan darurat sama halnya dengan memakan bangkai, darah dan daging babi, umat Islam dilarang memakan itu semua kecuali dalam keadaan darurat atau

5

Titik Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan Nikah, (Jakarta : Prestasi Pustaka


(18)

terpaksa maka kita boleh memakannya. Jadi, hukum poligami sama dengan memakan bangkai, darah dan babi yang boleh dalam keadaan darurat saja.6

Sangat jelas Islam yang lurus mensyaratkan bolehnya poligami dengan dua orang syarat: pertama, adil, dan kedua mampu memberikan nafkah. Adil adalah memberi sama rata di antara isteri-isteri dalam hak-hak perkawinan yang wajib terhadap wanita, yaitu sama dalam membagi waktu bermalam, pemberian dan nafkah lahiriah, sedangkan cinta di dalam hati, hal itu tidak mungkin dibagi rata di antara mereka, dan tidak mudah bagi seorang laki-laki untuk membagi kecenderungan hatinya kepada semua isterinya seukuran kadar cinta kepada seorang isteri.7

Apabila adil tidak bisa diwujudkan, maka alangkah sulitnya untuk menikah lebih dari satu. Inilah sebabnya sebagai kaum Intelektual berpandangan bahwa prinsip dasar di dalam Islam adalah satu isteri, dan bahwasannya poligami adalah rukshoh (keringanan) yang diperbolehkan dalam tuntutan darurat.

Memang masalah poligami tetap menarik diperbincangkan karena adanya pandangan pro dan kontra di dalamnya. Menurut Nasaruddin Umar, kondisi sosio kultural saat turunnya ayat Al-Quran yang mengizinkan poligami adalah setelah perang uhud dimana umat Islam kalah dan populasi laki-laki dan perempuan tidak imbang. “Berdasarkan studi-studi yang ada,

6

Huzaimah Tahido Yanggo, Pandangan Islam tentang Gender, Dalam Membincang

Feminisme: Diskursus Gender Perspektif Islam, h. 2. 7

Karam Hilmi Farhat, Poligami dalam Pandangan Islam, Nasrani, dan Yahudi. Dar-al


(19)

poligami umumnya membawa kesengsaraan pada umat, negara dan bangsa,” ujar Nasaruddin.8

Bahkan Musdah Mulia berpendapat poligami pada hakikatnya merupakan penghinaan terhadap perempuan.9 Lain halnya, Hartono Ahmad Jaiz berpendapat bahwa peraturan tentang poligami dan praktiknya di dunia Islam mempunyai manfaat besar yang membersihkan masyarakat dari akhlak yang tercela dan menghindarkan penyakit masyarakat yang banyak timbul di Negara-Negara yang tidak mengenal poligami yakni pelacuran.10

Praktik poligami ini khusus di Indonesia telah terjadi diberbagai kalangan, pengusaha, kiai, ulama, politisi, artis, maupun tokoh masyarakat. Pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo, Puspo Wardoyo, dengan bangga telah memberikan polygami Award kepada laki-laki yang melakukan

praktik poligami. Bahkan ia mengatakan: “Poligami jangan dilarang karena poligami bagi saya adalah kebutuhan paling primer. Bisa bahaya kalau jadi presiden, saya akan mengangkat orang yang berpoligami untuk menjadi menteri”.11

Sekarang orang bukan hanya beramai-ramai membicarakan poligami tetapi juga melakukan praktik poligami. Memang kita ketahui praktik

8

Hartono Ahmad Jaiz, Wanita antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan, (Jakarta :

Pustaka Al-Kautsar, 2007), cet. 1. H. 194 9

Musdah Mulia, Pandangan Islam tentang Poligami (Jakarta : LKAJ-SP, 1999, Cet.

Pertama), h. 50. 10

Hartono Ahmad Jaiz, Wanita antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan, (Jakarta :

Pustaka Al-Kautsar, 2007), cet. 1. H. 124. 11

Islah Gusmian, Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami, (Yogyakarta : Pustaka


(20)

poligami bukan kisah baru dalam catatan sejarah umat manusia di belahan bumi ini. Tidak terkecuali di Indonesia, antara lain: Puspo Wardoyo

(Pengusaha), Aa Gym (Kiai dan pebisnis), Zainal Ma’arif (Politisi), KH. Noer

Iskandar SQ (Kiai dan Pengasuh Pesantren), Fauzan al Anshar (Aktivis dakwah), bukanlah wajah-wajah baru yang membuat sejarah poligami di Indonesia. Jauh sebelum mereka, para raja dahulu mempunyai isteri selir yang tidak terhitung jumlahnya, kiai pun mempunyai isteri lebih dari satu orang.

Mengenai prosedur atau tata cara poligami yang resmi diatur dalam Islam tidak ada ketentuan secara pasti. Namun di Indonesia Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) menganut kebolehan poligami, telah mengatur walaupun terbatas sampai empat orang isteri. Ketentuan tercantum dalam pasal 3-4 Undang-undang perkawinan dan pasal 55-57 KHI. Kebolehan poligami dalam KHI tertuang pada bab IX paal 55-59, antara lain menyebutkan : syarat utama beristeri lebih dari satu orang, suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya pasal (55 ayat 2).Selain syarat utama tersebut ada lagi syarat lain yang harus dipenuhi sebagaimana termaktub dalam pasal lima (5) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, yaitu adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.

Ketika seseorang memutuskan untuk berstatus mempunyai isteri lebih dari satu, pada saat itu sebenarnya ia telah membuat sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Keputusan itu sendiri semestinya didasari oleh kesadaran bahwa akan banyak konsekuensi yang mesti dihadapi. Lagi pula, tak jarang


(21)

status berpoligami mendapat cemooh dari masyarakat. Meski tak sedikit yang sudah dapat menerima dengan tangan terbuka.

Apapun alasannya, status seseorang yang berpoligami atau mempunyai isteri lebih dari satu, memiliki resiko dan beban yang lebih berat dibanding perkawinan monogami. Karena pada umumnya rumah tangga dijalani oleh dua orang, yaitu suami dan satu orang isteri, ketika dalam berumah tangga dijalani oleh suami dan dua orang isteri tentunya beban dan tanggung jawab semakin besar pula serta bagaimana kehidupan berkeluarga itu tercipta keluarga yang harmonis dan mendapat predikat keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.

Namun, sebagaimana yang terjadi di desa Bojong Indah perkawinan poligami sudah dianggap biasa bahkan menjadi suatu kewajaran bagi suami yang memang mampu untuk melakukan perkawinan poligami. Dengan perkawinan poligami tersebut keluarga mereka tetap bahagia dan hidup tentram.

Hal ini pertama disebabkan semakin banyak suami melakukan perkawinan poligami yang memberikan kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian keluarganya, sehingga mampu mewujudkan keluarga yang sakinah. Kedua, keluarga dalam perkawinan poligami biasanya selalu tidak ada keharmonisan antara suami dan para isteri sebaliknya perkawinan poligami yang dilakukan oleh suami membuat keluarga lebih bahagia dan dapat menjalin kehidupan rumah tangga dalam perkawinan poligami. Di desa Bojong Indah perkawinan poligami sangat mereka hargai sehingga tercipta


(22)

kehidupan yang bahagia dan dapat dikatakan menjadi keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah.

Dengan melihat latar belakang permasalahan pada masyarakat desa Bojong Indah, Kecamatan Parung Kabupaten Bogor, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mencari informasi tentang pembentukan keluarga sakinah pada perkawinan poligami dengan mengangkat tema “KONSEP

KELUARGA SAKINAH BAGI PERKAWINAN POLIGAMI (Studi


(23)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini terbatas pada konsep keluarga sakinah bagi perkawinan poligami dan informasi para pelaku poligami serta masyarakat di desa Bojong Indah Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.

2. Perumusan Masalah

Menurut peraturan perundangan untuk berpoligami harus ada izin dari Pengadilan, kenyataannya banyak orang berpoligami tanpa izin poligami. Adapun rumusan tersebut dapat penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana konsep dan pandangan para pelaku perkawinan poligami di Masyarakat Desa Bojong Indah tentang keluarga sakinah ?

b. Faktor- faktor apa yang melatarbelakangi perkawinan poligami ? c. Bagaimana dampak yang di timbulkan dari perkawinan poligami ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana konsep keluarga sakinah bagi perkawinan poligami.

b. Untuk mengetahui apa faktor yang melandasi kelurga sakinah dalam perkawinan poligami.


(24)

c. Untuk mengetahui tanggapan para pelaku dan masyarakat tentang perkawinan poligami.

2. Manfaat Penelitian a. Secara akademis

Yaitu untuk memenuhi salah satu syarat dalam mendapatkan gelar

Kesarjanaan Strata Satu pada Fakultas Syari’ah dan Hukum.

b. Secara Ilmiah

Bagi Fakultas Syari’ah dan Hukum, memberikan sumbangan

kepustakaan dalam rangka pengembangan pengetahuan akademis pada umumnya.

Bagi penulis merupakan pengembangan pengetahuan yang didapat

selama belajar di Fakultas Syari’ah dan Hukum.

Bagi masyarakat dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang konsep keluarga sakinah bagi perkawinan poligami di desa Bojong Indah.

D. Review Studi Terdahulu

Poligami merupakan sebuah fenomena yang menarik perhatian publik di semua kalangan sehingga menjadi sebuah fenomena yang kontroversial disegala penjuru dunia terutama di Negara-negara muslim, sehingga penuh dengan perdebatan. Memang dalam Islam, poligami merupakan fakta sejarah dan budaya kaum terdahulu, itu semua dipaparkan dalam Al-Quran dan Hadits, namun bagaimana publik mengeksplorasi makna tersebut, sejauh mana


(25)

mereka mengkajinya dan mengartikan istilah poligami agar sesuai dengan isi teks aslinya yaitu Al-Quran, dan tidak mempunyai pengertian bahwa poligami adalah warisan budaya yang harus di hapuskan.

Penulis melakukan review studi terdahulu terlebih dahulu, dalam review skripsi penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan konsep keluarga sakinah bagi perkawinan poligami, diantaranya :

Pertama, penulis melakukan review studi terdahulu oleh Fathurrohman yang berjudul “Status Poligami lebih dari Empat (Studi Kasus Terhadap Kustoro Rahardjo di Pemalang)/2010/Akhwal Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di dalam skripsi ini menjelaskan tentang Kustoro Rahardjo yang mempunyai isteri lebih dari empat bertentangan dengan hukum Negara, tetapi walaupun begitu Kustoro Rahardjo dapat berlaku adil terhadap sembilan isterinya.

Kedua, Hasunah “Poligami dengan Cara Nikah Sirri (Studi Kasus Di Kecamatan Pamijahan, Bogor-Jawa Barat)/2010/Akhwal Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di dalam skripsi ini membahas tentang poligami yang dilakukan masyarakat pamijahan dengan cara Nikah sirri yang yang berulang-ulang tanpa diketahui oleh isteri pertama.

Ketiga, Ahmad Sufiyan “Adil sebagai Syarat Permohonan Izin Poligami (Studi atas Persepsi Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur)/2011/Akhwal Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas


(26)

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam skripsinya menjelaskan bahawa adil adalah salah satu syarat izin poligami bagi suami.

Keempat, Ahmad Nafi’i Konsep Adil dalam Izin Poligami (Analisis Yurispudensi Putusan Pengadilan Agama Bekasi Perkara No. 205/pdt.G/2008 PA.Bks)/2011/Akhwal Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Menjelaskan konsep adil terhadap para isteri sesuai dengan putusan Pengadilan Agama Bekasi.

Dari review studi terdahulu yang penulis lakukan jelas sekali perbedaanya dengan skripsi yang penulis tulis. Yang menarik dalam skripsi penulis adalah mencari tahu bagaimana keluarga sakinah bagi perkawinan poligami di desa Bojong Indah dapat terwujud sehingga menjadi keluarga yang harmonis di antara orang-orang yang melakukan poligami yang penuh pro dan kontra dengan para isteri mereka.

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

1. Metode Penulisan

a. Pendekatan Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian empiris sosiologis dengan pendekatan secara kualitatif. Metode ini digunakan dalam rangka memperoleh informasi dengan memberikan gambaran secermat mungkin mengenai sifat-sifat individu, keadaan dan respon kelompok tertentu dalam masyarakat.12

12


(27)

Dan juga lebih mudah, karena berhadapan dengan gejala yang komplek dan menyajikan hakikat hubungan langsung antara penelitian dan informan. Pendekatan ini juga dipergunakan untuk mengutamakan segi kualitas data yang diperoleh. Informan yang di wawancarai yaitu sepuluh pasangan pelaku perkawinan poligami dan enam orang anak dari pasangan perkawinan poligami.

b. Jenis Penelitian

Pada prinsipnya, penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan menelusuri berbagai literatur kualitatif bersifat deskriptif, penulisan yang dilakukan bertujuan untuk menganalisa.

c. Data Penelitian

Jenis-jenis data dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Data Primer: yaitu data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara terhadap pihak-pihak terkait dan masyarakat setempat. 2. Data Sekunder: yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka, buku

tentang poligami dan data-data yang berkaitan. d. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data-data akurat saat penelitian. Penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu:

1. Observasi: yaitu pengamatan langsung yang dilakukan peneliti guna mendapatkan gambaran umum tentang praktik keluarga sakinah bagi perkawinan poligami di desa Bojong Indah.


(28)

2. Interview (wawancara): suatu alat pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi yang jelas dan akurat yang berkaitan dengan hal yang diteliti. Wawancara dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pihak terkait, dan juga langsung menelusuri masyarakat setempat.

3. Dokumen dengan cara menelusuri kitab-kitab dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

e. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat subyek yang menjadi tujuan utama dalam penelitian, yaitu menjadi informan dan narasumber adalah pihak yang terkait, tokoh masyarakat, serta warga yang dituakan yang memiliki pengetahuan luas baik dari aspek sosiologis yang terdapat di daerahnya dan menjadi panutan masyarakat.

f. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan mudah diinterpretasikan, atau mudah difahami dan diinformasikan kepada orang lain. Data-data yang terkumpul kemudian dianalisa. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik deskriptif-kualitatif, yaitu data yang ada akan dianalisis kemudian dipaparkan sedetail mungkin, secara deskriptif, dan analisis isi (analysis content) yaitu mengidentifikasi kehadiran konsep tertentu melalui rangkaian kata yang ada pada suatu teks,


(29)

rangkaian kata dalam suatu teks itu berupa data hasil wawancara dengan para pihak yang terkait, dan warga setempat.

2. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan penelitian ini mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan penelitian ini mengacu pada sistem pembagian bab dengan beberapa sub bagian, yaitu :

BAB Kesatu Merupakan prolog pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, teknik penulisan dan sistematika penulisan.

BAB Kedua Merupakan deskripsi tentang keluarga sakinah bagi perkawinan poligami yang terdiri dari pengertian keluarga sakinah dan poligami, poligami menurut hukum islam, poligami menurut hukum positif dan prosedur poligami serta hukum poligami.

BAB Ketiga Merupakan gambaran umum tentang profil dan sejarah singkat desa Bojong Indah, letak geografis dan demografis desa Bojong Indah dan kondisi sosial keagamaan


(30)

masyarakat setempat serta bidang hukum desa Bojong Indah.

BAB Keempat Merupakan penjelasan dari pertanyaan tentang konsep keluarga sakinah bagi perkawinan poligami yang dilakukan masyarakat desa Bojong Indah diantaranya bagaimana konsep keluarga sakinah bagi perkawinan poligami di desa Bojong Indah, pandangan pelaku poligami terhadap konsep keluarga sakinah, alasan dan faktor-faktor apa saja yang mendukung perkawinan poligami di desa Bojong Indah, hikmah poligami serta dampak poligami terhadap keluarga.

BAB Kelima Merupakan penutup yang memuat kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan memberikan saran yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas unuk memperoleh solusi atas permasalahan tersebut.


(31)

20

DAN PERKAWINAN POLIGAMI

A. Keluarga Sakinah

1. Pengertian Keluarga Sakinah

Keluarga sakinah terdiri dari dua kata, yaitu kata keluarga dan sakinah. Keluarga dalam istilah fiqh disebut Usrah atau Qirabah yang telah menjadi bahasa Indonesia yakni kerabat.1 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia , keluarga adalah sanak saudara.2 Sedangkan kata sakinah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah damai, tempat yang aman dan damai. Sakinah berasal dari kata “Sakana, Yaskunu, Sakinatan” yang berarti rasa tentram, aman dan damai. 3 Menurut Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata sakinah berarti diam atau tenangnya sesuatu yang bergejolak. Jadi keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu menciptakan suasana kehidupan yeng tentram, dinamis dan aktif, yang asih, asah dan asuh.4

1

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqh, (Jakarta:

Departemen Agama, 1984/1985), Jilid II, Cet. Ke-2, h. 156. 2

Muhammad Ali, Kamus Besar Bahasa Modern, (Jakarta: Pustaka Amani, 1980), h. 175.

3

Poewadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h.

851. 4

Asrofi dan M. Thohir, Keluarga Sakinah Dalam Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta:


(32)

Firman Allah QS. Ar-Rum 30:21.







































“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa keluarga sakinah merupakan impian dan harapan setiap muslim yang melangsungkan perkawinan dalam rangka melakukan pembinaan keluarga. Demikian pula dalam keluarga terdapat peraturan-peraturan baik yang rinci maupun global, yang mengatur individu maupun keseluruhannya sebagai kesatuan. Islam memberikan ajaran agar rumah tangga menjadi surga yang dapat menciptakan ketentraman, ketenangan dan kebahagiaan, dalam upaya mengantisipasi pengaruh budaya luar yang negatif. Inilah ciri khas keluarga sakinah yang Islami. Mereka (suami-isteri) berserikat dalam rumah tangga itu untuk berkhidmat kepada aturan dan beribadah kepada Allah swt.5

Seiring dengan pengertian tersebut, keluarga sakinah di definisikan sebagai keluarga yang dibina atas ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungan

5

Cahyadi Takariawan, Pernik-pernik Rumah Tangga Islami, (Surakarta: Intermedia, Cet.


(33)

dengan selaras, serasi serta mampu menghayati dan mengamalkan nila-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlakul karimah dengan baik.6

2. Tujuan Keluarga Sakinah

Keluarga sakinah yang penuh diliputi suasana kasih sayang, cinta mencintai antar sesama anggota keluarga adalah menjadi idaman setiap orang yang menikah. Dimana hal itu akan tercapai jika masing-masing pihak suami maupun isteri dapat melaksanakan kewajiban dan hak secara seimbang, serasi dan selaras. Selain menjalani kehidupan rumah tangga dilandasi nilai-nilai agama dan dapat menerapkan akhlakul karimah.

Kehidupan keluarga sakinah memiliki tujuan mulai di sisi Allah SWT, yakni untuk mendapatkan rahmat dan ridha Allah SWT sehingga dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Untuk mendapatkan limpahan rahmat dan ridho Allah swt, maka rumah tangga atau keluarga tersebut setidaknya memenuhi lima syarat, yakni:

a. Anggota keluarga itu taat menjalankan Agamanya.

b. Yang muda menghormati yang tua, dan yang tua menyayangi yang muda.

c. Pembiayaan keluarga itu harus berasal dari rizki yang halal. d. Hemat dalam pembelanjaan dan penggunaan harta’

e. Cepat mohon ampun dan bertaubat bila ada kesalahan dan kehilafan serta saling maaf memaafkan sesama manusia.

6


(34)

Rumah tangga yang Islami adalah rumah tangga yang laksana surga bagi setiap penghuninya, tempat istirahat pelepas lelah, tempat bersenda gurau yang diliputi rasa bahagia, aman dan tentram.

Rumah tangga yang sakinah, baik secara lahir maupun batin dapat merasakan ketentraman, kedamaian dimana segala hajat lahir dan batin terpenuhi secara seimbang, serasi dan selaras. Kebutuhan batin yaitu dengan adanya suasana keagamaan dalam keluarga serta pengamalan akhlakul karimah oleh setiap anggota keluarga, komunikasi yang baik antara suami, isteri, dan anak-anak. Kebutuhan lahir terpenuhi juga materi sandang, pangan, papan, dan lain-lain.7

3. Ciri-ciri Keluarga Sakinah

Keluarga dapat dikatakan keluarga yang sakinah jika mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:8

a. Pembentukan Rumah Tangga.

Ketika menyetujui pembentukan rumah tangga, suami dan isteri bukan sekedar melampiaskan kebutuhan seksual mereka, namun tujuan utamanya adalah saling melengkapi dan menyempurnakan, memenuhi panggilan fitrah dan sunnah, menjalin persahabatan dan kasih sayang, serta meraih ketenangan dan ketentraman insani. Dalam

7

Hasan Basri, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), Cet. Ke-4, h.

16. 8

Ali Qaimi, Single Parent Peran Ganda Ibu dalam Mendidik Anak, (Bogor: Cahaya,


(35)

memilih jodoh, standar dan tolak-ukur Islam lebih menitik beratkan pada sisi keimanan dan ketakwaan.

b. Tujuan Pembentukan Rumah Tangga

Tujuan utamanya melaju di jalan yang telah digariskan Allah dan senantiasa mengharapkan keridhaan-Nya.

c. Lingkungan

Dalam keluarga, upaya yang senantiasa digalakkan adalah memelihara suasana penuh kasih sayang dan masing-masing secara sempurna. Lingkungan rumah tangga merupakan tempat yang cocok bagi pertumbuhan, ketenangan, pendidikan, dan kebahagiaan para anggotanya.

d. Hubungan Antara Kedua Pasangan

Dalam rumah tangga, suami isteri berupaya saling melengkapi dan menyempurnakan . Mereka berusaha untuk saling menyediakan sarana bagi perkembangan dan pertumbuhan sesama anggotanya. e. Hubungan Dengan Anak-Anak

Orang tua menganggap anak-anak mereka sebagai bagian dari dirinya. Asas dan dasar hubungan yang dibangun dengan anak-anak mereka adalah penghormatan, penjagaan hak-hak, pendidikan dan bimbingan yang layak, pemurnian kasih dan sayang, serta pengawasan terhadap akhlak dan perilaku anak-anak.


(36)

Orang tua senantiasa siap duduk bersama dan berbincang dengan anak-anaknya, menjawab berbagai pertanyaan mereka, serta senantiasa berupaya untuk memahami dan menciptakan hubungan yang mesra. Manakala berada di samping ayah dan ibunya, anak-anak akan merasa aman dan bangga. Mereka percaya bahwa keberadaan ayah dan ibu adalah kebahagiaan. Bahkan mereka senantiasa berharap agar kedua orang tuanya selalu berada di sampingnya dan jauh dari perselisihan, pertikaian, dan perbantahan.

g. Kerjasama dan Saling Membantu

Masing-masing keluarga memiliki perasaan mana yang baik bagi dirinya adalah baik bagi yang lain. Persahabatan antara mereka adalah persahabatan yang murni, tanpa pamrih, sangat kuat dan erat. Aktivitas dan tindakan mereka masing-masing bertujuan untuk kerelaan dan kebahagiaan yang lain, bukan untuk mengganggu dan saling melimpahkan beban kasih sayang mereka tanpa pamrih.

h. Upaya Untuk Kepentingan Bersama

Saling berupaya untuk memenuhi keinginan pasangannya yang

sejalan dengan syari’at dan saling memperhatikan selera masing -masing, saling menjaga dan memperhatikan serta selalu bermusyawarah yang berkaitan dengan masalah yang sifatnya untuk kepentingan bersama.

Disamping itu yang menjadi karakteristik dari keluarga sakinah antara lain:


(37)

a. Adanya ketenangan jiwa yang ditandai dengan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Adanya hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat.

c. Terjamin kesehatan jasmani dan rohani serta sosial. d. Cukup sandang, pangan, dan papan.

e. Adanya jaminan hukum terutama hak asasi manusia. f. Tersedianya pelayanan pendidikan yang wajar. g. Adanya jaminan hari tua.

h. Tersedianya fasilitas rekreasi yang wajar.

Berdasarkan pengertian yang dirumuskan oleh BP4, maka dapat diuraikan bahwa ciri-ciri keluarga sakinah adalah

a. Keluarga dibina dari keluarga yang sah.

b. Keluarga mampu memahami hajat hidup baik secara materil maupun spiritual yang layak.

c. Keluarga mampu menciptakan suasana cinta kasih dan kasih sayang antara sesama anggota.

d. Keluarga mampu menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, amal shaleh, dan akhlakul karimah.

e. Keluarga mampu mendidik anak dan remaja minimal sampai dengan sekolah menengah umum.


(38)

f. Kehidupan sosial ekonomi keluarga mampu mencapai tingkat yang memadai sesuai dengan ukuran masyarakat yang maju dan mandiri.9

Keluarga sakinah terdiri dari beberapa tingkatan yang memiliki karakter tersendiri atau khusus, yaitu:

1) Keluarga Sakinah I

a. Tidak ada penyimpang pada peraturan syariat dan UUP No. 1 Tahun 1974.

b. Keluarga memiliki surat nikah. c. Mempunyai perangkat sholat.

d. Terpenuhinya kebutuhan makanan pokok. e. Keluarga memiliki buku Agama.

f. Memiliki al-Qur’an. g. Memiliki ijazah SD.

h. Tersedia tempat tinggal sekalipun kontrak. i. Memiliki dua pasang pakaian yang pantas. 2) Keluarga Sakinah II

a. Menurunkan angka perceraian.

b. Meningkatkan penghasilan keluarga melebihi kebutuhan pokok.

c. Memiliki ijazah SLTP.

9

Danuri, Pertambahan Penduduk dan Kehidupan Keluarga, (Yogyakarta: LPPK IKIP,


(39)

d. Banyaknya keluarga yang memiliki rumah sendiri meskipun sederhana.

e. Banyaknya keluarga yang ikut kegiatan sosial keagamaan. f. Dapat memenuhi empat sehat lima sempurna.

3) Keluarga Sakinah III

a. Meningkatnya keluarga dan gairah keagamaan di masjid maupun di keluarga.

b. Keluarga aktif menjadi pengaruh kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan.

c. Meningkatnya kesehatan masyarakat. d. Keluarga utuh tidak cerai.

e. Memiliki ijazah SLTA.

f. Meningkatnya pengeluaran shadaqah. g. Meningkatnya pengeluaran qurban. 4) Keluarga Sakinah IV

a. Banyaknya keluarga yang telah melaksanakan ibadah haji. b. Makin meningkatnya tokoh Agama dan organisasi dalam

keluarga.

c. Makin meningkatnya jumlah wakif.

d. Makin meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memahami ajaran Agama.

e. Keluarga mampu mengembangkan ajaran Agama.


(40)

g. Masyarakat berakhlakul karimah.

h. Keluarga yang di dalamnya tumbuh cinta kasih.10 4. Upaya Membentuk Keluarga Sakinah

Dalam suatu perjalanan rumah tangga tidak selalu berisikan senyum dan tawa, tetapi sesekali terdapat perselisihan antara suami dan isteri. Karena itulah, ketika hendak melangkah ke jenjang perkawinan dianjurkan memilih jodoh yang baik (sholeh atau sholehah), hal ini tidak lain hanya untuk bertujuan dalam membina perkawinan yang bahagia, sakinah dan harmonis. Untuk itu, dalam upaya membina keluarga yang sakinah perlu diperhatikan berbagai aspek secara menyeluruh, di antaranya peranan masing-masing suami dan isteri, baik yang individual maupun yang dimiliki bersama.11

Namun selain mengetahui peranan masing-masing suami dan isteri, terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh dalam membentuk keluarga sakinah, yaitu:

a. Saling pengertian. b. Saling sabar. c. Saling terbuka. d. Toleransi. e. Kasih sayang.

10

Ahmad Sutarmadi, Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020,

(Surabaya: BP4, 1997), h. 25-26. 11

Dedi Junaedi, Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut al-Qur’an dan as


(41)

f. Komunikasi.

g. Adanya kerjasama.12

B. Poligami

1. Pengertian Poligami

Kata poligami berasal dari bahasa Yunani yaitu kata “poly” atau

polus” yang berarti banyak, dan dari kata “gamei” yang artinya kawin atau perkawinan. Maksudnya dari pengertian tersebut adalah laki-laki yang beristeri lebih dari satu orang wanita dalam suatu ikatan perkawinan.13

Kata poligami berasal dari bahasa Yunani pecahan dari kata “poly” yang artinya banyak, dan “gamein” yang berarti pasangan, kawin atau

perkawinan. Secara epistemologis poligami adalah “suatu perkawinan yang banyak” atau dengan kata lain adalah suatu perkawinan yang lebih dari seorang, seorang laki-laki memiliki isteri lebih dari satu pada wakru yang bersamaan.14

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian poligami adalah “ikatan perkawinan yang salah satu

12

Ali Qaimi, Single Parent Peran Ganda Ibu dalam Mendidik Anak, (Bogor: Cahaya,

2003), h. 187. 13

Sufyan Raji Abdullah, Poligami dan Eksitensinya, (Jakarta: CV. Cahaya Esa, 2004), h.

49. 14

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet. Ke-7,


(42)

pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaan.15

Term poligami ini sebenarnya mempunyai makna umum, yaitu memiliki dua orang isteri atau lebih dalam waktu yang bersamaan. Adapun kebalikan dari perkawinan seperti ini adalah monogami yaitu perkawinan dimana suami hanya memiliki seorang isteri.16

Dalam Islam poligami mempunyai arti memilki isteri lebih dari satu, dengan batasan umum yang telah ditentukan. Al-Qur’an memberi penjelasan empat untuk jumlah isteri meskipun ada yang mengatakan lebih dari itu. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan penafsiran tentang ayat yang menyatakan boleh berpoligami.17

Opini masyarakat Islam mengenai kebolehan berpoligami yaitu anggapan jumlah perempuan yang semakin bertambah dibandingkan dengan jumlah laki-laki yang ada, tersebutkan dalam rasio perbandingan 1:3. Dengan alasan tersebut para ulama berpendapat bahwa tujuan ideal dalam Islam dalam perkawinan adalah monogami. Tentang konsep poligami yang jelas tertulis dalam ayat al-Qur’an itu, menurut sebagian mereka adalah hak karena tuntutan zaman ketika masa nabi, yang ketika itu banyak anak yatim atau janda yang ditinggal bapak atau suaminya. Sedangkan sebagian pendapat lain menyatakan bahwa kebolehan

15

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 18.

16

Bibit Suprapto, Liku-liku Poligami, (Yogyakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), Cet.

Ke-1, H.71. 17

Hartono Ahmad Jaiz, Wanita Antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), cet. Ke-1, h. 119.


(43)

berpoligami hanyalah bersifat darurat atau kondisi terpaksa, karena agama adalah memberikan kesejahteraan (maslahat) bagi pemeluknya. Sebaliknya, agama mencegah adanya darurat atau kesusahan. Darurat dikerjakan jika hanya sangat terpaksa .18

2. Poligami menurut Hukum Islam dan Hukum Positif a. Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam

Mengenai dasar penetapan hukum poligami sendiri terpengaruh dengan proses sejarah poligami dan juga hal-hal yang berkaitan dengan konsep tujuan berpoligami. Bangsa Arab dan non Arab sebelum Islam datang sudah terbiasa berpoligami. Ketika Islam datang, Islam membatasi jumlah isteri yang boleh dinikahi. Islam mengajarkan dan memberikan arahan untuk berpoligami yang adil dan sejahtera.19

Allah SWT membolehkan berpoligami sampai empat orang isteri dengan syarat berlaku adil kepada mereka. Adapun adil dalam melayani isteri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan segala hal yang bersifat lahiriah. Jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu orang isteri saja.20 Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa ayat 3 yang berbunyi:

18

Hartono Ahmad Jaiz, Waniata Antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan, h. 117.

19

Hartono Ahmad Jaiz, Waniata Antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan, h. 119.

20

Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), cet. Ke-1, h.


(44)

















































































“ Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.(QS. An-Nisa/4: 3)

Apabila seorang laki-laki merasa tidak mampu berlaku adil, atau tidak memiliki harta untuk membiayai isteri-isterinya, dia harus menahan diri dengan hanya menikah dengan satu orang saja.

Sayyid Kutub berpandangan bahwa sering kali terjadi dalam kehidupan hal-hal yang tidak dapat dipungkiri dan dilewatkan keberadaannya, seperti halnya melihat masa subur laki-laki yang berlangsung hingga umur 70 tahun atau di atasnya, sementara kesuburan seorang perempuan terhenti ketika mencapai umur 50 tahun atau sekitarnya. Maka dari itu, terdapat jarak waktu 20 tahun masa subur laki-laki dibandingkan masa subur perempuan.21

Imam Malik berkata dalam al-Muwatha’ bahwa Ghailan bin Salman memeluk Islam sedang mempunyai sepuluh isteri. Maka Rasulullah SAW bersabda:

21

Abu Usamah Muhyidin dan Abu Hamid, Legalitas Poligami menurut Sudut Pandang


(45)

Dari Usman bin Muhammad bin Abi Suwayd: Sesungguhnya Rasulullah SAW berkata kepada Ghailan bin Salamah ketika masuk Islam dan ia mempunyai sepuluh orang isteri. Beliau bersabda kepadanya: pilihlah empat orang diantara mereka dan ceraikanlah yang lainnya”. (HR. Daruquthni).

Dalam hadits lain, Imam Daruquthni meriwayatkan:

“Dari Ar-Rabi’ bin Qais berkata: “Sesungguhnya kakeknya Haris bin Qais telah memeluk agama Islam dan memiliki delapan orang isteri, maka Rasulullah SAW memerintahkan kepadanya untuk memilih empat isteri saja dari mereka”. (HR. Daruquthni).

Mempunyai isteri lebih dari satu orang sangatlah penting bagi seorang suami untuk berlaku seadil mungkin terhadap isteri-isterinya. Karena tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk menciptakan keluarga yang sejahtera, suami dan isteri-isterinya serta anak-anaknya dapat hidup rukun, damai dan berkasih sayang. Sebagaimana yang dimaksudkan dalam al-Qur’an surat ar-Ruum ayat 21:

22

Ali bin Umar Daruquthni, Sunan al-Daaruquthni, Transliterasi, (Beirut: Daar al-Fikr, 1994), jil.2, h. 166.

23

Ali bin Umar Daruquthni, Sunan al-Daaruquthni, Transliterasi, (Beirut: Daar al-Fikr, 1994), jil.2, h. 166.


(46)







































“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar-Ruum/30: 21).

Ayat selanjutnya yang berkaitan dengan perkawinan poligami yaitu yang terdapat dalam surat an-Nisa ayat 129:































































“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisa/4: 129).

Kalau dilihat pada surat an-Nisa ayat 3 dan 129 yang telah disebutkan di atas, dengan jelas menunjukkan bahwa pada saat perkawinan yang dianut dalam Islam pun adalah monogami. Namun, kebolehan poligami apabila syarat-syarat yang menjamin keadilan seorang suami kepada isteri-isterinya, baik adil dalam segi material maupun dari segi spiritual.


(47)

Islam memandang poligami lebih banyak membawa madharat/resiko dari pada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Dengan demikian, poligami itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami dengan isteri dan anak-anaknya, maupun konflik antara isteri beserta anaknya masing-masing.24Oleh karena itu asas perkawinan dalam Islam adalah menganut asas monogami.

b. Poligami Dalam Perspektif Hukum Positif di Indonesia

Penetapan dasar hukum mengenai poligami selain yang tertera dalam surat an-Nisa ayat 3 mengenai kebolehan poligami, juga didasari oleh aspek-aspek perundang-undangan yang ada. Dalam pasal 3, 4 dan 5 Undang-undang No. 1 tahun 1974 sangat mengakomodir semua hal yang bersangkutan mengenai poligami berikut juga persyaratannya.

Pada dasarnya Undang-undang perkawinan di Indonesia menganut prinsip monogami, prinsip tersebut tercantum dalam pasal 3 ayat 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang

berbunyi: “Pada dasarnya suatu perkawinan seorang pria hanya boleh

24

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya


(48)

mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.25

Walaupun dalam Undang-undang perkawinan telah menganut prinsip monogami tetapi dalam pelaksanaannya prinsip ini tidak berlaku mutlak, dalam Undang-undang perkawinan di Indonesia tetap diperbolehkan poligami dengan persyaratan yang sangat ketat, dan hanya orang-orang yang tertentu saja yang dapat melakukannya.26

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan aturan tentang kebolehan beristeri lebih dari seorang terdapat dalam pasal 3, 4 dan 5 yang berisikan alasan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk beristeri lebih dari seoarang. Pasal 3 ayat (2)

menerangkan bahwa: “Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”. Ayat ini jelas sekali bahwa Undang-undang perkawinan telah melibatkan Peradilan Agama sebagai instansi yang cukup penting untuk mengabsahkan kebolehan poligami bagi seseorang.27

25

Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006),

cet. Ke-37, h.538. 26

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

(Jakarta: Kencana, 2006), h. 156. 27

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h.


(49)

Kemudian dalam pasal 4 ayat (1) menerangkan bahwa:

“Apabila seorang suami yang akan melakukan poligami, maka ia wajib

mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat

tinggalnya”. Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan: “Alasan-alasan pengadilan mengizinkan seorang suami berpoligami apabila: 1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang isteri; 2. Isteri mendapat cacat badan/penyakit yang tidak dapat disembuhkan; dan 3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Alasan di atas bernuansa fisik kecuali alasan yang ketiga. Alasan yang ketiga terkesan suami tidak memperoleh kepuasan yang maksimal, maka alternatifnya adalah poligami. Dalam pasal 5 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 memberikan sejumlah persyaratan bagi seorang suami yang akan beristeri lebih dari satu.28 Diantaranya adalah:

a. Adanya persetujuan dari isteri pertama;

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri- isteri dan anak-anaknya; dan

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri dan anak-anaknya. Namun apabila isteri-isterinya tidak mungkin dimintai dalam perjanjiannya, tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya dua tahun, dan sebab-sebab lain yang mendapat

28

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2006),


(50)

penilaian dari hakim pengadilan, maka suami tidak dapat memerlukan persetujuan dari isterinya.29

Perlu kita ketahui bahwa pada Pasal 4 adalah persyaratan alternatif, artinya salah satu harus ada untuk dapat melakukan poligami. Sedangkan Pasal 5 adalah persyaratan kumulatif, dimana seluruh persyaratan harus dipenuhi oleh suami yang akan melakukan poligami.

3. Prosedur Perkawinan Poligami

Mengenai prosedur dan tata cara poligami yang resmi diatur oleh Islam memang tidak ada ketentuan secara pasti. Namun, di Indonesia telah mengatur perkawinan poligami dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

dengan ketentuan sebagai berikut: “ Dalam hal suami akan beristeri lebih

dari seorang sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-Undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Aturan dalam pasal 3 ayat (2) adalah persetujuan dari isteri dan kehendak pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam pasal 56 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, memberikan prosedur dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, yaitu:

“Pengajuan permohonan izin di maksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata cara sebagaimana di atur dalam BAB VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975”.

Pada pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 menyebutkan:

29


(51)

Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan”.

Dalam kompilasi hukum Islam telah mengatur hal tersebut sebagai berikut:

Pasal 56 KHI

1. Suami yang hendak beristeri dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.

2. Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata cara sebagaimana yang diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.

3. Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pengadilan agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri. 2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan.

3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Disamping syarat-syarat tersebut di atas, maka untuk memperoleh izin Pengadilan Agama harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Adanya persetujuan isteri.

2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.


(52)

Persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan pada sidang Pengadilan Agama.

Sedangkan tugas Pengadilan Agama diatur dalam pasal 41 PP No. 9 Tahun 1975 sebagai berikut:

Pengadilan kemudian memeriksa mengenai:

a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seseorang kawin lagi.

b. Ada atau tidaknya persetujun dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang pengadilan.

c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:

1. Surat keterangan mengenai penghasilan suami ynag ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja; atau

2. Surat keterangan pajak penghasilan; atau

3. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan.

d. Ada atau tidaknya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.

Selanjutnya pada pasal 42 juga dijelaskan keharusan pengadilan memanggil para isteri untuk memberikan penjelasan atau kesaksian. Didalam pasal ini juga dijelaskan bahwa pengadilan diberi waktu selama


(53)

30 hari untuk memeriksa permohonan poligami setelah diajukan oleh suami lengkap dengan persyaratannya.

Mengenai hukum poligami Allah membolehkan berpoligami sampai empat orang isteri dengan syarat berlaku adil kepada mereka. Yaitu adil dalam melayani isteri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan segala hal yang bersifat lahiriah jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu orang isteri saja (monogami).

Oleh karena itu, poligami hanya diperbolehkan, bila dalam keadaan darurat, misalnya isteri ternyata mandul, sebab menurut Islam, anak itu merupakan salah satu dari tiga human investment yang sangat berguna bagi manusia setelah ia meninggal dunia, yakni bahwa amalnya tidak tertutup berkah adanya keturunan yang sholeh yang selalu berdoa untuknya. Maka dalam keadaan isteri mandul dan suami tidak mandul berdasarkan keterangan medis hasil laboratoris, suami diizinkan berpoligami dengan syarat ia benar-benar mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga dan harus bersikap adil dalam pemberian nafkah lahir dan batin.

Jika suami khawatir berbuat zhalim dan tidak mampu memenuhi semua hak mereka, maka ia haram melakukan poligami. Bila ia hanya sanggup memenuhi hak-hak isterinya hanya tiga orang, maka ia haram menikahi isteri untuk yang keempatnya. Bila ia hanya sanggup memenuhi hak-hak isterinya dua orang, maka ia haram menikahi isteri yang ketiganya, dan begitu seterusnya.


(1)

HASIL WAWANCARA

Nama : Anwar Sanusi

Jabatan : Kepala Rumah Tangga Tempat : Teras Rumah

Waktu : 03 September 2014 Pukul : 11.00 WIB

……… 1. Apakah bapak setuju dengan poligami? Setuju

2. Bentuk perkawinan yang paling baik monogami atau poligami? Mengapa? Kalau memang kita berlaku adil dan mampu, kenapa tidak poligami di katakana lebih baik.

3. Apakah poligami itu seperti “jalan darurat” untuk keadaan tertentu? Iya, bagi suami yang memang membutuhkan perkawinan yang harmonis.

4. Apa alasan bapak berpoligami? Alasan saya simple saja, ketika isteri sudah tidak menghormati suami, maka poligami dibolehkan. 5. Apakah tujuan bapak berpoligami itu untuk menghindari zina,

dakwah islamiyah, tujuan politik, dan mendapatkan keberkahan dari Allah? Saya ingin mencari kebahagiaan dalam berumah tangga dan tentunya yang di ridhoi Allah SWT.

6. Apakah bapak setuju bahwa poligami bisa memberikan keberkahan dalam rizki karena memotivasi untuk bekerja lebih keras? Mengapa? Yakin, tetapi itu tidak harus berpoligami kalau memang berusaha keras Allah akan menambahkan rezeki kepada kita. 7. Apakah isteri bapak Setuju untuk di poligami? Mengapa? Sangat

setuju.

8. Apakah menurut bapak bahwa wanita yang dapat di poligami adalah wanita yang mengerti ilmu agama? Iya, karena pastinya mereka paham tujuan dari poligami itu.


(2)

9. Apakah bapak Setuju bahwa keluarga poligami itu adalah keluarga yang tidak baik dan tidak harmonis? Mengapa? Tidak setuju, bagaimana kita mengaturnya saja.

10. Apakah bapak Setuju bahwa poligami itu adalah tindakan yang tidak adil terhadap kaum perempuan? Mengapa? Tidak setuju, kalau kita dapat memenuhi kebutuhan lahir batin secara seimbang itu pasti adil dan tidak dilebih-lebihkan satu sama lainnya.

11. Bagaimana cara bapak membentuk rumah tangga ini menjadi keluarga sakinah dalam poligami? Saya selalu memberikan nasehat kepada isteri pertama dan kedua agar selalu menerima diri masing-masing begitupun dengan saya.

12. Apakah bapak Setuju bahwa orang yang berkeinginan poligami itu harus mengerti betul ilmu agama? Mengapa? Setuju, kalau niat seseorang yang berpoligami karena ingin mencari ridho Allah ya harus mengerti ilmu Agama.

13. Apakah bapak Setuju bahwa poligami itu lebih banyak negatifnya ketimbang positifnya? Mengapa? Tidak setuju, lebih banyak positifnya.

14. Bagaimana tanggapan bapak bahwa poligami itu di haramkan menurut pendapat sebagian orang? Biarkan saja, saya ga ikut-ikutan tetap pada apa yang saya lakukan saja.

15. Apakah bapak setuju apabila pemerintah mengharamkan poligami? Mengapa? Setuju saja, asal ada dasar yang memang mengharamkan poligami.

Informan


(3)

HASIL WAWANCARA

Nama : Suryani Jabatan : Isteri Pertama Tempat : Ruang Tamu Waktu : 03 September 2014 Pukul : 13.00 WIB

……… 1. Apakah ibu setuju dengan poligami? Setuju.

2. Bentuk perkawinan yang paling baik monogami atau poligami? Mengapa? Monogami, saya kan juga perempuan yang ingin perkawinannya normal seperti orang lain tanpa harus ada yang mengganggu.

3. Apakah poligami itu seperti “jalan darurat” untuk keadaan tertentu? Bisa di bilang begitu.

4. Menurut ibu apa alasan isteri kedua/ketiga/keempat suami ibu mau menikah dengan seorang suami ibu/yang sudah mempunyai isteri? Ya, karena suami saya juga ingin menikah lagi dan ingin mempunyai keluarga yang bahagia. Menurutnya saya tidak lagi memperhatikan suami, tapi saya akui memang ia.

5. Dampak poligami terhadap rumah tangga ibu.

a. Apakah keuntungan keluarga ibu? Keuntungan buat saya suami menjadi semakin saying setelah dia melakukan poligami.

b. Kesulitan dan tantangan apa yang dihadapi keluarga ibu? Kesulitannya sampai sekarang yaitu perasaan emosional saya yang belum bisa berubah gampang marah.

6. Apakah ibu Setuju bahwa poligami itu berpengaruh negative bagi keluarga ibu dalam kehidupan bermasyarakat? Mengapa? Setuju,


(4)

terkadang orang yang berpoligami itu di pandang keluarga yang sebelumnya berantakan dan tidak harmonis.

7. Apakah ibu Setuju bahwa keluarga poligami itu adalah keluarga yang tidak baik dan tidak harmonis? Mengapa? Tidak setuju, Karena setiap pasangan pastinya mempunyai iman yah, ketika ada hal yang buruk pasti di pertimbangkan.

8. Apakah ibu Setuju bahwa poligami itu adalah tindakan yang tidak adil terhadap kaum perempuan? Mengapa? Setuju, menurut saya suami terlaluseenaknya mengambil keputusan untuk menikah lagi, ya walaupun isteri pertama menyetujui seharusnya suami lebih meyakinkan isteri agar tidak terluka.

9. Apakah ibu Setuju bahwa orang yang berkeinginan poligami itu harus mengerti betul ilmu agama? Mengapa? Tidak setuju, seharusnya kalau memang mengerti Agama kenapa poligami yang di tempuh untuk dalih kebahagiaan.

10. Apakah ibu Setuju bahwa poligami itu lebih banyak negatifnya ketimbang positifnya? Mengapa? Tidak seimbang sih, kadang ada baiknya kadang tidak. Tergantung mood perasaan Saja.

11. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terdapat aturan yang harus dipenuhi sebelum seseorang melakukan poligami. Apakah syarat-syarat itu telah dipenuhi sebelum suami anda berpoligami?seperti:

a. Haruskah ada persetujuan dari isteri-isteri? Harus.

b. Haruskah adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya? Harus, biar anak-anak dan isteri tidak terlantar.

c. Haruskah adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anaknya? Kan yang bisa menuntut itu ketika ada jaminan berupa surat yang tertulis bahwa suami menjamin kehidupan isteri dan anak-anak ya, tetapi ini kan tidak pake gitu-gituan segala.

d. Haruskah seorang isteri mempunyai kekurangan? Misalnya, tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai seorang isteri, isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau isteri tidak dapat melahirkan keturunan? Setuju, jadi ketika suami ingin menikah harus terlebih dahulu melihat kekurangan isteri yang benar-benar menuntut suami harus berpoligami.

Informan


(5)

HASIL WAWANCARA

Nama : Marsini Jabatan : Isteri Kedua Tempat : Ruang Tamu Waktu : 03 September 2014 Pukul : 15.00 WIB

……… 1. Apakah ibu setuju dengan poligami? Tidak setuju.

2. Bentuk perkawinan yang paling baik monogami atau poligami? Mengapa? Kalau memang kita bisa mempertahankan perkawinan dengan baik, ya saya rasa monogami.

3. Apakah poligami itu seperti “jalan darurat” untuk keadaan tertentu? Tidak juga.

4. Alasan ibu mau di poligami? Alasan saya, karena melihat suami saya sangat serius untuk menikahi saya dan suami juga bilang kekurangan sifat dan sikap isteri pertama yang tidak menghormatinya lagi.

5. Dampak poligami terhadap rumah tangga ibu.

a. Apakah keuntungan keluarga ibu? Keuntungan saya sekarang sudah mempunyai kepala rumah tangga yang dapat bertanggung jawab untuk keluarga.

b. Kesulitan dan tantangan apa yang dihadapi keluarga ibu? Tidak ada sampai saat ini, biasa-biasa saja.

6. Apakah ibu Setuju bahwa poligami itu berpengaruh negative bagi keluarga ibu dalam kehidupan bermasyarakat? Mengapa? Tidak setuju, saya merasa kehidupan kami baik di mata masyarakat.

7. Apakah ibu Setuju bahwa keluarga poligami itu adalah keluarga yang tidak baik dan tidak harmonis? Mengapa? Tidak setuju, saya sangat merasakan keharmonisan itu dalam keluarga saya.


(6)

8. Apakah ibu Setuju bahwa poligami itu adalah tindakan yang tidak adil terhadap kaum perempuan? Mengapa? Memang sebenarnya sih iya, tetapi bagaimana perempuan itu sendiri memaknai adil atau tidak. 9. Apakah ibu Setuju bahwa orang yang berkeinginan poligami itu

harus mengerti betul ilmu agama? Mengapa? Harus, itu penting demi keberlangsungan hidup rumah tangga.

10.Apakah ibu Setuju bahwa poligami itu lebih banyak negatifnya ketimbang positifnya? Mengapa? Tidak setuju, karena positif atau negative tergantung pasangan poligami itu sendiri.

11.Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terdapat aturan yang harus dipenuhi sebelum seseorang melakukan poligami. Apakah syarat-syarat itu telah dipenuhi sebelum suami anda berpoligami?seperti:

a. Haruskah ada persetujuan dari isteri-isteri? Harus.

b. Haruskah adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya? Harus, agar terjamin kehidupan anak-anak dan isteri.

c. Haruskah adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anaknya? Suami sudah menjamin kami sekeluarga tanpa pake bukti-bukti tertulis segala. d. Haruskah seorang isteri mempunyai kekurangan? Misalnya, tidak

mampu menjalankan kewajibannya sebagai seorang isteri, isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau isteri tidak dapat melahirkan keturunan? Saya sangat setuju, alangkah baiknya suami mempertimbangkan untuk berpoligami dengan melihat alasan-alasan poligami.

Informan