[2007] menunjukkan bahwa lokasi beriklim sedang dan panas terbukti menjadi stresor pada induk sapi perah. Kadar hormon kortisol sebagai indikator adanya
stresor meningkat nyata P0,05 dibandingkan kadar kortisol di lokasi iklim dingin. Keadaan ini berpengaruh terhadap performans reproduksi ternak terutama days
open. Metabolisme tubuh ternak akan mengalami kondisi keseimbangan energi
yang negatif, dimana energi yang tersedia digunakan oleh induk untuk kebutuhan hidup pokok dan pemenuhan poduksi susu sehingga prekursor bagi pembentukan
hormon reproduksi menjadi menurun. Sesuai pernyataan Sangsritavong [2002] yang melaporkan bahwa rendahnya konsentrasi hormon estrogen dan progestron dalam
aliran darah yang disebabkan oleh konsumsi pakan ternak mengakibatkan perubahan pada kinerja reproduksi, yaitu: terjadi penurunan lama waktu estrus,
peningkatan ovulasi ganda, penurunan keberhasilan perkawinan dan peningkatan kegagalan kebuntingan. Selanjutnya ditambahkan Lucy [2002], perbedaan
temperatur tubuh ternak yang disebabkan stres panas dapat mempengaruhi persentase keberhasilan kebuntingan, hal ini berkaitan dengan kondisi saluran
reproduksi dan kemampuan ternak untuk mempertahankan kehidupan awal embrio.
5.3. Pakan ternak
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan rata-rata konsumsi hijauan di dataran rendah yang terdiri dari pakan rumput gajah [10,03 kg ± 0,13] dan tebon
jagung [6,52 kg ± 0,16] serta rata-rata konsumsi konsentrat sebesar 5,00 kg. Rata- rata konsumsi hijauan berdasar BK adalah 3,33 kg dan konsentrat 4,21 kg, sehingga
total konsumsi BK sebesar 7,54 kg. Sedangkan rata-rata konsumsi hijauan di dataran tinggi yang berupa rumput setia [51,96 kg ± 2,03] dan rata-rata konsumsi
konsentrat sebesar [4.23 kg ± 0.38]. Rata-rata konsumsi hijauan berdasar BK adalah 10,14 kg dan konsentrat 3,12 kg, sehingga total konsumsi BK sebesar 13,26 kg
[Tabel 16 dan Gambar 35].
61
Hasil perhitungan kebutuhan ternak laktasi yang berproduksi kurang dari atau sama dengan 20 liter untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi susu total BK
sebesar 10,21 kg, dengan demikian konsumsi pakan ternak sapi perah di dataran rendah masih belum memenuhi kebutuhan ternak yaitu kekurangan 2,67 kg BK
sedangkan untuk konsumsi pakan di daerah tinggi sudah melebihi kebutuhan ternak untuk hidup pokok dan produksi susu.
Tabel 16. Rata-Rata Konsumsi pakan di Ketinggian Tempat yang Berbeda Pakan
Ketinggian Tempat Dataran rendah
Dataran tinggi Hijauan [kg]BK
3,33 10,14
Konsentrat [kg]BK 4,21
3,12
Dataran rendah Dataran tinggi
2 4
6 8
10 12
Hijauan [kg]BK
Ketinggian Tempat
Gambar 35. Rata-Rata Konsumsi Pakan di Ketinggian Tempat yang Berbeda
Rendahnya konsumsi pakan ternak di daerah dataran rendah dapat disebabkan pengaruh cekaman panas yang diderita ternak sehingga untuk
mengatasi beban panas dan mempertahankan suhu tubuhnya maka secara fisiologis
62
ternak atau sapi FH yang mengalami cekaman panas akan menurunkan konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi minum. Kondisi ini berpengaruh pada
penampilan produksi susu karena berkurangnya asupan energi yang tersedia untuk fungsi produktif dan meningkatnya kebutuhan maintenance sebagai upaya ternak
untuk menghilangkan kelebihan panas dan menjaga suhu tubuh. Kebutuhan energi pemeliharaan dapat meningkat 20-30 pada ternak di bawah tekanan panas.
Penurunan konsumsi pakan juga berpengaruh pada penampilan reproduksi ternak. Kebutuhan nutrisi untuk sekresi hormon reproduksi tidak terpenuhi sehingga
dapat mengakibatkan terganggunya fungsi reproduksi ternak. Penampilan reproduksi ini berhubungan dengan efisiensi reproduksi ternak tersebut. Akibat pengaruh
cekaman panas ini, menurunkan kemampuan reproduksi ternak sehingga akan menghasilkan efisiensi reproduksi yang rendah karena berhubungan dengan
semakin panjangnya interval beranak yang berdampak pada meningkatnya biaya pakan, pemeliharaan, obat-obatan, perkandangan dan sarana yang lain. Kondisi ini
mempengaruhi keuntungan peternak dalam mengelola usaha peternakan.
5.4. Penampilan Produksi Ternak Sapi Perah FH 5.4.1. Ketinggian Tempat