Kondisi pendidikan Kondisi Topografi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
apa yang sudah menjadi tradisi di desa tersebut sesuai dengan tradisi yang dibawa oleh nenek moyang terdahulu.
Dalam budaya masyarakat desa Bukek yang terjadi didalamnya yaitu bentuk budaya gotong royong, saling membantu
satu sama lain terjalin dengan baik dan tidak ada permasalahan antara masyarakat satu dengan yang lain. Hal ini bisa dibuktikan dengan
adanya agenda-agenda kegiatan keislaman di desa Bukek, seperti halnya Istigosah, diba’an, manaqiban, membaca burdah, yasinan, dan
lain sebagainya. Mayoritas budaya dari masyarakat desa Bukek beragama Islam yang menganut faham NU Nahdhotul Ulama’. NU
merupakan salah satu organisasi Islam yang masih mempercayai adanya hal-hal yang bersifat spiritual maupun tradisional yang
dibawah oleh para leluhur nenek moyang.
Bagi masyarakat desa Bukek, agama Islam sudah menjadi bagian dari setiap ritual adat-istiadat masyarakat dan juga ikut
mewarnai pola kehidupan sosial masyarakat desa Bukek, seperti yang terlihat dalam cara mereka berpakaian dan berinteraksi. Agama
dianggap hal yang suci atau sakral yang harus dibela dan merupakan pedoman hidup bagi manusia.
Sudah menjadi ciri khas dari sifat desa, dimana agama tidak lain menjadi identik dengan tradisi. Hal ini merupakan ekspresi
budaya tentang keyakinan terhadap yang Maha Kuasa. Contohnya di desa Bukek ini, di desa Bukek ada satu tradisi selamatan desa yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
dinamakan “Ober-oberen”. Tradisi ini dilakukannya untuk memberikan rasa syukur kepada yang Maha Kuasa atas rizki yang di
dapatnya selama ada di desa tersebut. Mereka mensyukuri atas hasil panen yang cukup melimpah walau dengan keadaan tanah yang tidak
sepenuhnya subur. Asal-usul dari adaya keberadaan gunung ini tidak banyak yang mengetahui, mereka hanya meneruskan apa yang
dilakukan para tetua terdahulu. Mereka melakukannya di suatu gunung yang ada di dusun barat yaitu “Gonong Bukek”. Disana
mereka akan melakukan do’a bersama dan memberikan 1 buah hewan yaitu kambing hitam yang diambil dari ternak mereka.