Kehidupan Masyarakat Transmigran Di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir 1981-2000

(1)

KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG KECAMATAN PAKAITAN KABUPATEN ROKAN HILIR 1981-2000

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

Nama : Winarti Nim : 110706054

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG KECAMATAN PAKAITAN KABUPATEN ROKAN HILIR 1981-2000

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

Nama : Winarti Nim : 110706054 Pembimbing

Dra. Nurhabsyah, M.Si. NIP 196409221989031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sejarah.

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG KECAMATAN PAKAITAN KABUPATEN ROKAN HILIR 1981-2000

Yang telah diajukan oleh:

Nama : Winarti Nim : 110706054

Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian Skripsi oleh: Dosen Pembimbing

Dra. Nurhabsyah, M.Si.

NIP 196409221989031001 Tanggal :………...

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M . HUM.

NIP 19640922989031001 Tanggal :………

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat serta Karunia-nya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sejak awal hingga akhir penyelesaian. Adapun skripsi ini merupakan syarat untuk menyelesaikan dan meraih gelar program sarjana Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Suatu kebahagian tersendiri bagi penulis yang telah mampu menyelesaikan rangkaian penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul, “Kehidupan Masyarakat Transmigran Di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir 1981-2000”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan juga khususnya bagi penulis sendiri.

Medan, Oktober 2015

Penulis Winarti


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia kesehatan, kesempatan, serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan trima kasih atas bantuan tenaga, pikiran serta bimbingan yang telah diberikan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini :

1. Kepada Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, beserta pembantu Dekan I Dr. M. Husnan Lubis, M.A, Pembantu Dekan II Drs. Syamsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, maka penulis dapat menyelesaikan studinya.

2. Bapak Drs. Edi Soemarno, M. Hum sebagai Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak memberikan dorongan, nasehat dan juga motivasi kepada penulis baik selama kuliah maupun pada saat penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Nurhabsyah, Msi sebagai sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara juga selaku pembimbing skripsi penulis disini penulis menghaturkan banyak terima kasih atas segala arahan, masukan, bimbingan dan juga bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan


(6)

penulisan skripsi ini. Saran dan krirtik Ibu sangat berperan besar menentukan penulis dalam menyelasaikan skripsi ini.

4. Bapak Sentosa Tarigan M.SP. sebagai dosen pembimbing akademik, penulis menghaturkan banyak terima kasih atas pengarahan, bimbingannya dan motivasi yang diberikan.

5. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Parlan dan Ibunda Ngatiyem yang telah mencurahkan kasih sayang yang tak ternilai harganya, kiranya karunia Tuhan selalu berlimpah kepada mereka. Segala bentuk nasehat dan petuah yang Ayahanda serta Ibunda berikan senantiasa akan selalu Ananda ingat. Pengorbanan moril, materil dan do’a restu yang diberikan oleh Ayahanda dan Ibunda kepada penulis sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya sederhana ini. Tanpa kalian penulis bukanlah apa-apa.

6. Kepada Kakaknda dan Abangndaku tercinta, Winarwi, Suroso Ardianto dan Reno Ade Prasetyo yang selalu mendoakan yang terbaik buat Adinda. Terimakasih atas dukungan dan motivasinya selama ini sehingga Adinda mampu menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuanganku khususnya Ilmu Sejarah angkatan 2011 terima kasih atas pengalaman luar biasa yang telah kita lewati bersama-sama selama dibangku perkuliahan. Terima kasih kepada sahabat-sahabat terbaikku Anita Zahra Pasaribu S.S (pretty) , Mustika Ali Anisa Angkat S.S (tante), Sherly Nauli S.S, Jan bruana Nainggolan S.S, Andi Rahman, Putra, Wahyudi Rambe


(7)

S.Sos, Rovha Fadilla Angkat, Widya Indriani S.Sos, dan Martha Haryati Purba S.Sos Serta Abang dan kakak senior yang juga tak henti-hentinya memberikan nasehat dan berbagai masukan kepada penulis. Terimakasih juga kepada adik-adik junior atas dukungan yang kalian berikan.

8. Terimakasih penulis haturkan kepada seluruh narasumber yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen khususnya Departemen Sejarah penulis menghaturkan banyak terima kasih, Semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat dan dapat penulis amalkan, juga kepada Bang Amperawira selaku tata usaha Departemen Sejarah terimakasih atas bantuannya .

10.Terima kasih kepada yang selalu dihati Andri Dian Kurniawan S.T, yang setia dan sabar memberikan dukungan, bantuan dan juga semangat motivasi kepada penulis untuk kelencaran selesainya skripsi ini.

Akhirnya dengan rasa suka cita penulis mengucapkan terima kasih atas segala kontribusi yang diberikan dari semua pihak yang sudah disebutkan. Semoga kebaikan saudara dan saudariku dapat terbalaskan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Oktober 2015

Penulis Winarti


(8)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Ucapan Terima Kasih ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Singkatan ... viii

Daftar Lampiran ... ix

Abstrak ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4Tinjauan Pustaka ... 11

1.5Metode Penelitian ... 13

BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA SUAK TEMENGGUNG SEBELUM MASUKNYA TRANSMIGRASI TAHUN 1981 2.1 Letak Geografis ... 17

2.2 Keadaan Penduduk ... 20


(9)

BAB III KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG TAHUN 1981-2000

3.1 Awal Kedatangan Transmigrasi ... 34

3.2 Pembukaan Lahan Gambut... 35

3.2.1 Penebangan... 37

3.2.2 Pengeringa... 38

3.2.3 Pembakaran ... 39

3.3 Pertanian Padi ... 50

3.4 Penanaman Kelapa Sawit ... 60

BAB IV DAMPAK PROGRAM TRANSMIGRASI TERHADAP MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG TAHUN 1981-2000 4.1 Keadaan Sosial ... 64

4.2 Keadaan Ekonomi ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 72


(10)

Daftar Informan ... 81


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Monografi Desa Suak Temneggung.

Tabel 2. Kelompok Tani Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupten Rokan Hilir.

Tabel 3. Hasil Panen Padi Desa Suak Temenggung 1983-1990.

Tabel 4. Harga Perkilogram Kelapa Sawit di Desa Suak Temenggung. Tabel 5. Data Kualitas Menurut Pendidikan di Desa Suak Temenggung. Tabel 6. Sarana dan Prasarana di Desa Suak Temenggung.


(12)

DAFTAR ISTILAH

1. BUAH PASIR : Buah perdana yang belum dapat diproduksi 2. CPO : Crude Palm Oil

3. SISIP : Menyisipkan tanaman di areal yang kosong 4. TBS : Tandan Buah Segar

5. TPH : Tempat Pengumpulan Akhir 6. 1 PANCENG : 2 ha


(13)

Abstrak

Tujuan penelitian tentang kehidupan masyarakat transmigrasi di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir tahun 1981-2000, untuk mengetahui latar belakang, proses perpindahannya masyarakat dari pulau Jawa, pembukaan hutan gambut dan keberhasilan apa saja yang mereka dapat menjadi transmigran di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupan Rokan Hilir. Dan program transmigrasi yang dijalankan oleh pemerintah pusat pada saat itu memperoleh keberhasilan meningkatkan kehidupan masyarakat suku Jawa.

Kajian ini menggunakan metode sejarah dalam proses penelitiannya. Pada proses pengumpulan sumber, digunakan sumber-sumber berupa buku, skripsi, tesis dan jurnal dan studi lapangan berupa wawancara. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan verifikasi berupa kritik intern dan ekstern untuk menemukan fakta-fakta. Fakta yang telah melalui proses verifikasi masih terpisah dan untuk merangkainya dilakukan tahap ketiga yaitu interpretasi. Setelah fakta-fakta itu saling berkaitan, maka dilakukan tahap terakhir yaitu menjadikannya sebagai sebuah tulisan melalui proses historiografi.

Kajian mengenai “Kehidupan Masyarakat Transmigran di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir 1981-2000”. Membahas tentang sejarah kehidupan masyarakat transmigrasi di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir. Tahun 1981 Desa Suak Temenggung merupakan kawasan hutan gambut yang tidak di manfaatkan, ketika menjadi salah satu program penempatan transmigrasi maka hutan gambut di Desa Suak Temenggung dibuka sebagian oleh pemerintah pusat. Oleh pemerintah dipindahkanlah penduduk-penduduk dari pulau Jawa sepeti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Ternyata hal ini dilatar belakangi oleh kemiskinan, kepadatan penduduk dan bencana alam.

Di Desa Suak Temenggung para transmigran dibebaskan mengolah hutan gambut yang masih tersisa untuk ditanami pertanian padi, dengan cara menebangi, mengeringkan, membakar dan mengolah. Tetapi karena pertanian padi tidak mampu mencukupi kehidupan mereka dan para transmigran di Desa Suak Temenggung mengubah pertanian padi menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat, sehingga mengubah tatanan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat transmigran di Desa Suak Temenggung.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Desa Suak Temenggung merupakan bagian dari Kecamatan Pakaitan, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Desa Suak Temenggung pada awalnya sudah dihuni oleh suku asli Riau yaitu Suku Melayu. Sebelum program transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, masyarakat asli memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan menjual kayu bakar yang diperoleh dari hutan. Selain itu memancing ikan juga merupakan cara mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Desa Suak Temenggung merupakan desa yang keseluruhannya adalah lahan gambut.1 Desa ini dikenal dengan lahan gambut yang pada awalnya tidak dimanfaatkan. Seiring dengan Program Nasional Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, maka pemanfaatan lahan gambut semakin pesat untuk pertanian dan perkebunan.2

Pemerintah pusat menyediakan sebagian dari lahan gambut yang sudah diolah di desa Suak Temengung untuk Program Transmigrasi. Pemerintah menyediakan dua hektar tanah gambut dengan satu rumah panggung dan lahan pertanian pangan untuk Hal ini menyebabkan banyaknya pembukaan lahan-lahan gambut diberbagai daerah di Indonesia termasuk di desa Suak Temenggung.

1Lahan Gambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa

sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama. Lihat Muhammad, Faiz Barchia, Gambut:

Agroekosistem dan Transformasi Karbon, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006, hlm 2.

2 Muhammad Noor, Lahan Gambut: Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim,


(15)

persatu keluarga transmigran. Para transmigran adalah suku Jawa yang didatangkan dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat seperti, Solo, Pakalongan, Banyumas, Seragen, Malang, Kediri, Banyuwangi, Jombang, Blitar, Pasuruan, Sukabumi dan Bandung. Alasan utama para transmigran mengikuti program transmigrasi yang ada di Desa Suak Temenggung di sebabkan padatnya penduduk di Jawa, kehidupan yang tidak mencukupi di daerah asal dan bencana alam seperti gunung meletus. Suku Jawa mulai menetap di Desa Suak Temenggung pada tahun 1981 dan merintis lahan pertanian padi yang bibitnya diperoleh dengan cara membeli dari luar daerah seperti Padang. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir membagi desa Suak Temenggung kedalam tiga dusun yaitu, Suka Jadi, Rejo Mulyo dan Sumber Sari yang ketiganya dihuni oleh para transmigran.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebelum padi menghasilkan, para transmigran mendapat bantuan dari pemerintah pusat yang kemudian bantuan ini disalurkan melalui pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, Hal ini berupa kebutuhan pokok. Tidak hanya bantuan dari Pemerintah Pusat yang menopang kehidupan mereka tetapi para transmigran juga memenuhi kebutuhan hidup dengan mencari kayu bakar dan memancing ikan. Melalui Pemerintah Pusat, maka Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir juga membebaskan mereka untuk mengolah lahan gambut yang masih tersisa untuk di tanami tanaman pertanian padi. Para transmigran di desa Suak Temenggung juga membentuk kelompok tani yang diambil dari setiap dusun di desa Suak Temenggung.


(16)

Para transmigran membuka lahan gambut yang masih tersisa dengan peralatan seperti kuku kambing, parang besar, klewangan dan kampak. Proses penebangan, pengeringan, pembakaran, serta pengolahan untuk tanaman pangan yaitu tanaman pertanian padi dilakukan oleh para transmigran. Selama delapan tahun pertanian padi yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan hidup para transmigran, hal ini disebabkan karena kondisi lahan yang tidak memungkinkan dilahan gambut seperti musim penghujan lahan akan banjir dan ketika musim kemarau lahan akan kering serta tanah menjadi pecah-pecah. Pada saat musim penghujan hama penyakit yang mulai menyerang lahan pertanian padi seperti keong mas dan tikus. Sementara pada saat musim kemarau hama penyakit yang mulai menyerang seperti orong-orong dan wereng telah merusak tanaman pertanian padi. Pengolahan tanaman padi lebih sulit karena setiap hari para transmigran harus pergi keladang serta masa panennya yang cukup lama yaitu sekitar enam bulan sekali. Kemudian hasil panen pertanian padi juga tidak begitu mencukupi kehidupan para transmigran di Desa Suak Temenggung. Banyak anak-anak tidak bersekolah dan semakin tahun harga padi semakin menurun. Disamping itu telah dikenalnya tanaman komersil yaitu kelapa sawit yang hasilnya lebih menjanjikan, Maka pada tahun 1992 pertanian padi di desa Suak Temenggung beralih menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat.3

Banyak dari para transmigran yang tidak tahan akan kondisi ekonomi yang tidak mencukupi kebutuhan mereka di Desa Suak Temenggung. Hal ini yang

3 Wawancara Misdi. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 5


(17)

membuat sebagian para transmigran memilih kembali kekampung halaman mereka yaitu di Jawa dan menjual lahan dan rumah mereka kepada para transmigran yang masih bertahan di Desa Suak Temenggung. Para transmigran yang membeli lahan mereka inilah yang kemudian melanjutkan dan mengolah lahan tersebut.

Istilah perkebunan sudah lama dikenal sejak pemerintahan kolonial Belanda.4 karena perkebunan merupakan komoditi pertama untuk memenuhi kebutuhan ekonomi bagi masyarakat. Kelapa Sawit Rakyat pada awalnya di tanam oleh para transmigran di desa Suak Temenggung di kenalkan oleh Ali warga dari Desa Telok Bano II, Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Melihat keberhasilan Ali maka para transmigran di Desa Suak Temenggung yang pada awalnya menanam tanaman pangan yaitu padi kemudian beralih menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat. Bibit Kelapa Sawit mereka peroleh dari membeli di luar daerah seperti Siantar (marihat)5

4Syamsulbahri, Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 1996, hlm, 12.

5 Marihat merupakan bibit kelapa sawit unggulan yang dapat ditanam diberbagai kondisi

lahan. Lihat Rofiq Ahmad, Perkebunan dari Nes ke Pir, Jakarta: Puspa Swara, 1998, hlm, 8.

dan Medan. Sembari menunggu bibit kelapa sawit dapat ditanam ditanah yang sudah siap diolah, maka para transmigran di desa Suak Temenggung memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil panen padi yang telah mereka simpan sebelumnya. Tidak hanya itu, para transmigran di Desa Suak temenggung juga ada yang menjadi buruh nelayan dan buruh bangunan di kota Bagan Siapi-api yang masih dalam wilayah Kabupaten Rokan Hilir.


(18)

Bibit Kelapa Sawit yang sudah mulai ditanam kemudian diselingi dengan tanaman tumpang sari seperti tanaman kunyit, tanaman nenas dan juga tanaman kedelai. Hal ini dilakukan oleh masyarakat transmigran di Desa Suak Temenggung sembari menunggu Kelapa Sawit dapat menghasilkan. Selain menanam tanaman tumpang sari, para transmigran juga memenuhi kebutuhan hidup dengan hasil panen padi yang sebelumnya telah disimpan. Jangka waktu tiga tahun Kelapa Sawit telah mampu menghasilkan buah awal tetapi belum dapat dipanen. Jangka waktu lima tahun kelapa sawit sudah dapat dipanen, hasil panen awal kelapa sawit dijual kepada tauke-tauke kelapa sawit terdekat. Hasil panen kelapa Sawit telah mampu memenuhi kebutuhan hidup para transmigran di desa Suak Temengung dan mengubah kehidupan Sosial, ekonomi masyarakat transmigran di desa Suak Temenggung. Dari segi sosial terlihat bahwa perubahan style para transmigran, adanya perwiritan, maupun aktifnya kembali kesenian kuda kepang sebagai budaya yang dibawa oleh para transmigran dari pulau Jawa.

Sedangkan dari segi ekonomi, sebagian para transmigran telah mampu membangun rumah mereka, selain itu sebagian dari mereka juga telah mampu membuka ruko untuk membuka warnet dan warung. Dari hasil Kelapa Sawit pula para transmigran juga sudah mampu membeli kebun kelapa sawit yang sudah jadi, selain itu mereka juga membeli binatang ternak seperti sapi untuk dipelihara di lingkungan belakang rumah mereka.6

6Wawancara Sia,. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 5 Februari 2015.


(19)

menjadi Kelapa Sawit Rakyat yang dilakukan oleh para Transmigran, juga telah mampu membuka sarana dan prasarana di desa Suak Temenggung seperti pelebaran jalan (semenisasi), masjid, mushola, lapangan badminton, lapangan sepak bola dan lapangan volly yang dapat bermanfaat bagi masyarakat di desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir.

Sejauh ini penelitian mengenai kehidupan masyarakat transmigran di Desa Suak Temenggung belum ada yang meneliti. Mengenai kehidupan masyarakat transmigran yang terjadi di lahan gambut adalah hal yang menarik untuk ditulis, padahal lahan gambut jika diolah dengan baik akan memberikan hasil yang memuaskan.

Dari beberapa uraian diatas, peneliti memberi judul “Kehidupan Masyarakat Transmigran di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir 1981-2000”. Peneliti melihat kurun waktu yaitu diawali dengan tahun 1981 sebab, pada tahun 1981 awal kedatangan para transmigari dari pulau Jawa seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat ke Desa Suak Temenggung dengan modal awal membuka lahan gambut untuk lahan pertanian padi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Selanjutnya pertanian padi diganti menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat dengan melihat beberapa faktor seperti kondisi lahan, lamanya masa panen dan gangguan hama terhadap tanaman padi. Kemudian peneliti mengakhiri pada kurun waktu yaitu tahun 2000 dimana, pada tahun 2000 sudah adanya perkembangan yang nyata dari kehidupan sosial, ekonomi masyarakat transmigrasi di desa Suak Temenggung setelah adanya peralihan dari tanaman pangan


(20)

yaitu pertanian padi menjadi tanaman tahunan yaitu Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat.

A. Rumusan Masalah

Dalam melakukan suatu penelitian selayaknya dilakukan sebuah pemaparan yang lebih mendetail dan sistematis supaya hal-hal yang akan dibahas dapat dilihat dengan jelas. Permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini akan dipandu melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana kehidupan masyarakat di Desa Suak Temenggung sebelum masuknya transmigrasi tahun 1981 ?

2. Bagaimana kehidupan masyarakat transmigran di Desa Suak Temenggung tahun 1981-2000 ?

3. Apa dampak program transmigrasi terhadap masyarakat di Desa Suak Temenggung tahun 1981-2000 ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan hanya bagi peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum.

Adapun yang menjadi tujuan dilaksanakanya penelitian ini untuk menjelaskan tentang:

1. Kehidupan masyarakat di Desa Suak Temenggung sebelum masuknya transmigrasi tahun 1981.


(21)

2. Kehidupan masyarakat transmigran di Desa Suak Temenggung tahun 1981-2000.

3. Dampak program transmigrasi terhadap masyarakat di Desa Suak Temenggung tahun 1981-2000.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dalam bidang sejarah khususnya dalam bidang sejarah pedesaan dan tentunya akan berguna bagi peneliti dikemudian hari.

2. Untuk memberikan informasi yang obyektif kepada masyarakat tentang kehidupan masyarakat transmigran di desa Suak Temenggung.

3. Dapat dijadikan sumber referensi dan dokumentasi yang diperlukan dalam menambah bahan bacaan mengenai kehidupan masyarakat transmigran bagi peneliti selanjutnya.

E. Tinjauan Pustaka

Kajian tentang kehidupan masyarakat transmigran di Desa Suak Temenggung di kawasan lahan gambut belum ada diteliti. Untuk mempermudah mendapatkan informasi tentang kehidupan masyarakat transmigran, penulis menggunakan buku karangan Soedigdo Hardjosudarmo, Kebijakan Transmigrasi: dalam rangka


(22)

Membahas tentang kebijakan pemerintah indonesia dalam rangka membangun masyarakat desa. Selain itu juga berkaitan dengan program-program transmigrasi untuk membantu para transmigran dalam mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa depan.7

Muhammad Noor dalam buku Lahan Gambut: Pengembangan, Konservasi,

dan Perubahan Iklim (2010). Buku ini dapat membantu peneliti dalam menjelaskan

tentang pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan pertanian dan perkebunan serta, mengenai pembukaan lahan, cara pengolahan lahan gambut, tanaman pangan serta pengembangan lahan.8

Untuk lebih memudahkan penelitian ini penulis menggunakan buku yang ditulis oleh Syamsulbahri dalam bukunya Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan

Tahunan (1996) dalam buku ini dijelaskan bagaimana perkembangan industri

perkebunan kelapa sawit. Selain itu dalam buku ini menjelaskan bahwa bercocok tanam tanaman tahunan (kalapa sawit) hasilnya lebih menjanjikan. Dijelaskan pula cara bercocok tanam tanaman tahunan (kalapa sawit), dari pembibitan, penanaman, hingga buah tandan segar yang dapat menghasilkan.9

7 Soedigdo Hardjosudarmo, Kebijakan Transmigrasi: Dalam Rangka Pembangunan

Masjarakat Desa di Indonesia, Jakarta: Bhratara Djakarta, 1965.

8 Muhammad Noor, Lahan Gambut: pengembangan, Konservasi dan Perubahan Iklim,

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010.

9

Samsulbahri, Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996.


(23)

Sementara itu, Warsito, Rukmadi dkk, Transmigrasi: Dari Daerah Asal

Sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman ( 1984). Membahas proses

kedatangan transmigrasi serta terbentuknya budaya baru dan juga benturan-benturan budaya yang terjadi di wilayah transmigrasi.10

Karangan Joedoro Soedarsono berjudul Lahan Rawa: Sifat dan Pengolahan

Tanah Bermasalah Sulfat Masam (2004) Sekilas menceritakan bagaimana

pembudidayaan dan pengolahan tanah untuk pertanian tahunan (kelapa sawit) dilahan sulfat masam (lahan rawa).11

Karangan Rofiq Ahmad dalam bukunya Perkebunan dari NES ke PIR (1998) menjelaskan pembangunan perkebunan dengan pola PIR. Sebagai jawaban atas masalah yang dihadapi masyarakat miskin. Dalam buku ini menjelaskan juga bahwa program transmigrasi adalah program yang tepat dalam memecahkan masalah kemiskinan petani, meningkatkan pendapatan petani untuk merangsang kenaikan produksi.

12

Penulis juga menggunakan buku karangan Mul Mulyani Sutejo dan A. G Kartasapoetra Budidaya Tanaman Padi di Lahan Pasang Surut (1988) Buku ini menjelaskan bagaimana sistem pertanian padi di lahan rawa, serta menjelaskan pula

10 Warsito, Rukmdi dkk., Transmigrasi: Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di

Tempat Pemukiman, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1984.

11 Joedoro Soedarsono, Lahan Rawa: Sifat dan Pengolahan Tanah Bermasalah Sulfat Masam,

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.


(24)

bagaimana strategi-strategi untuk menanggulangi hama pada tanaman padi di lahan rawa.13

Metode yang digunakan adalah studi pustaka yaitu pengumpulan sumber-sumber tertulis seperti, buku, skripsi, tesis dan jurnal yang dapat memberikan keterangan tentang kehidupan masyarakat transmigran di Desa Suak Temenggung kawasan lahan gambut. Untuk mengumpulkan arsip-arsip tentang kehidupan masyarakat transmigrasi di Desa Suak Temenggung kawasan lahan gambut, penulis telah mengunjungi Kantor Transmigrasi Kabupaten Rokan Hilir, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Rokan Hilir, Dinas Kehutanan Kabupaten Rokan Hilir, Kantor Bupati (Tapem), Badan Pusat Statistik, Kantor Kepenghuluan Desa Suak Temenggung, Kantor Kecamatan Pakaitan dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ilmiah, pemakaian metode sejarah sangatlah penting. Pada umumnya yang disebut dengan metode sejarah adalah cara atau teknik sistematis yang digunakan sebagai proses untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip untuk mencari kebenaran dari sebuah permasalahan. Dalam penerapannya, metode sejarah menggunakan empat tahapan pokok, yaitu :

Tahap pertama adalah heuristik yaitu mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan masyarakat transmigrasi di lahan gambut.

13

Mul Muljani Sutedjo dan Kartasepoetra, Budidaya Tanaman Padi di Lahan Pasang Surut, Jakarta: PT. Bina Aksara,1988.


(25)

Metode selanjutnya digunakan adalah metode wawancara. Wawancara dilakukan kepada Mesdi, Siam, Tengku Azmi Hamzah, Samiyo, Siti Romlah di Desa Suak Temenggung yang terlibat langsung dalam transmigrasi. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan instansi-instansi yang terkait khususnya pemerintah seperti, Karyono (Kepala kepenghuluan desa Suak Temenggung), Gimo (UPTD Pertanian), Udin (pegawai statistik Rohil). Wawancara juga dilakukan kepada masyarakat di Desa Teluk Bano II sebelah Barat dari Desa Suak Temenggung untuk mengetahui kehidupan masyarakat transmigran di Desa Suak Temenggung. Wawancara dilakukan oleh penulis kepada Darmawi dan Suminah.

Tahap selanjutnya adalah kritik sumber, dapat dilakukan baik secara ekstern maupun interen. Kritik ekstern dilakukan dengan cara memilah dan menganalisis apakah dokumen yang telah terkumpul asli atau tidak hal ini dapat dilakukan dengan cara mengamati tulisan, ejaan, jenis kertas serta mencermati apakah isi dari dokumen tersebut telah mengalami perubahan baik secara menyeluruh ataupun sebagian. Sedangkan kritik intern dilakukan dengan cara menilai isi dari sumber yang telah dikumpulkan. Hal ini bertujuan untuk dapat mengetahui sejauh mana kredibilitas atau kebenaran isi dari suatu sumber.14

Tahap selanjutnya interpretasi, yaitu melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber yang telah dikumpulkan agar mendapatkan

14 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm.


(26)

makna dan saling hubung antara fakta yang satu dengan yang lain. Interpretasi ini dapat diharapkan menjadi data sementara sebelum menuangkan dalam bentuk tulisan. Tahap terakhir dari metode ini adalah historiografi atau penulisan. Tahap penulisan ini dilakukan agar fakta-fakta yang ditafsirkan baik tematis maupun kronologis dapat dituliskan. Langkah ini penulis menjabarkan data hasil penelitian sekaligus rangkaian secara kronologis dan sistematis dalam bahasa tulisan dapat berbentuk deskriptif naratif sehingga menghasilkan sebuah karya ilmiah sejarah.


(27)

BAB II

KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA SUAK TEMENGGUNG SEBELUM MASUKNYA TRANSMIGRASI TAHUN 1981

2.1 Letak Geografis

Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Sesuai dengan Undang-undang nomor 53 tahun 1999. Wilayah Kabupaten Rokan Hilir terletak pada bagian pesisir timur Pulau Sumatera di sepanjang selat Malaka yang berbatasan dengan Malaysia. Rokan Hilir termasuk daerah yang dilalui jalan Lintas Timur Sumatera. Kabupaten Rokan Hilir terletak antara 1014-2030 Lintang Utara dan 100016-101021 Bujur Timur dengan pusat pemerintahan di Bagansiapiapi. Luas wilayah Kabupaten Rokan Hilir adalah 8.881,59 Km2, Kabupaten Rokan Hilir beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan adalah 277,94 mm/tahun, dan temperatur udara berkisar antara 26° - 32°C. Musim kemarau di daerah ini umumnya terjadi pada bulan Februari sampai dengan Agustus, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan September sampai dengan Januari dengan jumlah hari hujan sebanyak 52 hari. Kabupaten Rokan Hilir sebagian besar merupakan tipe tanah gambut, sekitar 28,96% luas lahan di Rokan Hilir digunakan untuk lahan perkebunan.15


(28)

Kecamatan Pakaitan merupakan bagian dari Kabupaten Rokan Hilir. Kecamatan Pakaitan terdiri dari sembilan desa didalamnya diantaranya Rokan Baru, Rokan Baru Pesisir, Teluk Bano II, Suak Temenggung, Padamaran, Sungai Besar, Kubu I, Pakaitan dan Suak Air Hitam.16

16 Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2009.

Desa Suak Temenggung merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Pakaitan, Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau. Ibu kota kecamatan ini berada di Bagansiapiapi. Jarak dari Desa Suak Temenggung menuju kota Bagansiapiapi ± 17 km atau sekitar 1 jam jarak tempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan jarak menuju Pekan Baru yang merupakan ibu kota Provinsi Riau kurang lebih 360 Km atau sekitar 5-6 jam jarak tempuh. Luas Desa Suak Temenggung sebelum masuknya program transmigrasi secara keseluruhannya sekitar 868,39 Km2, 90% dari luas wilayah tersebut terdiri dari tanah gambut, selebihnya merupakan daerah bergelombang yakni sekitar 10%.

Batas-batas wilayah Desa Suak Temenggung sebagai berikut : Sebelah Utara : Padamaran

Sebelah Selatan : Telok Bano II Sebelah Barat : Telok Bano II Sebelah Timur : Telok Bano II


(29)

Sebelum adanya program transmigrasi, Desa Suak Temenggung seluruhnya adalah kawasan tanah gambut atau merupakan daerah lahan basah. Kawasan tanah gambut ini masih berupa kawasan hutan. Berdasarkan informasi yang didapat dari wawancara dengan Samiyo, Desa Suak Temenggung sendiri sebelum masuknya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, masih merupakan kawasan hutan gambut yang tidak dimanfaatkan atau lahan basah yang merupakan lahan yang tidak dikelola atau bisa dibilang dengan lahan tidur yang masih di penuhi dengan hewan-hewan melata seperti ular. Selain itu juga kawasan hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung ini banyak terdapat binatang katak, belalang, jangkrik dan di dalam rawa tersebut juga banyak terdapat ikan-ikan seperti papuyu, gabus, bulan-bulan dan juga sepat siam. Kawasan hutan gambut di Desa Suak Temenggung ini merupakan jenis kawasan hutan yang memiliki batang kayu sedang dan terdiri dari semak belukar. Sebelum Program Transmigrasi dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat tidak ada jalan yang jelas ataupun yang menjadi jalan umum dalam perjalanan menuju Desa Suak Temenggung dari Kota Bagansiapiapi, karena jalan-jalan yang dilewati masih merupakan hutan gambut yang masih semak belukar. Keadaan ini membuat perjalanan menuju kota Bagansiapiapi terlihat sedikit rumit. Masyarakat setempat harus melewati hutan gambut setelah itu penyeberangan getek dari muara Sungai Rokan untuk menuju kota Bagansiapiapi.17

17

Wawancara Samiyo. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir,


(30)

Terdapat beberapa buah pondok atau rumah panggung di dekat muara sungai Rokan dan juga di pedalaman hutan gambut yang dihuni oleh suku Melayu yang telah lama tinggal disana dengan jumlah dua puluh keluarga. Desa Suak Temenggung berdekatan dengan muara Sungai Rokan, yang beriklim tropis dengan jumlah curah hujan 2.710 mm/tahun dan temperatur udaranya berkisar pada 240-320 C. Musim kemarau di daerah ini umumnya terjadi pada bulan Februari sampai dengan Agustus. Sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan September sampai dengan januari dengan jumlah hari hujan rata-rata 52 hari.18

Desa Suak Temenggung sebelum tahun 1981 dihuni oleh suku Melayu yang berjumlah dua puluh keluarga yang mendiami pondok atau rumah panggung. Total keseluruhan penduduk pada saat itu ialah berjumlah 80 jiwa. Diantaranya terdiri atas 42 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 38 jiwa berjenis kelamin perempuan. Apabila didata menurut klasifikasi umur terungkap bahwa sebanyak 5 jiwa berumur 0-5 tahun, 15 jiwa berumur 6-12 tahun, 20 jiwa berumur 20-25 tahun, 30 jiwa berumur 35-55 tahun, dan selebihnya berumur 60 tahun lebih.

Ketika sungai Rokan pasang aliran air akan mengaliri Desa Suak Temenggung sehingga menyebabkan banjir. Pada musim kemarau lahan gambut tetap berair, hal ini disebabkan dekatnya Desa Suak Temenggung dengan muara sungai Rokan yang terus mengairi lahan gambut.

2.2 Keadaan Penduduk

19

18

Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hilir tahun 2009. 19

Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hilir tahun 1990.


(31)

Sebelum Program Transmigrasi dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, suku Melayu telah mendiami pondok atau rumah panggung ditepi sungai Rokan dan juga pedalaman hutan gambut. Bentuk rumah rata-rata panggung dan terlihat kurang memenuhi standar rumah sehat dengan corak kayu dan atap dari daun purun, pemandangan tersebut banyak dijumpai disepanjang pinggiran sungai dan dipedalaman kawasan hutan gambut.

Suku Melayu mendirikan sendiri rumah mereka dengan bermodalkan bahan-bahan kayu yang mereka peroleh dari hutan gambut. Suku Melayu menebangi sebagian semak belukar di hutan gambut dengan peralatan seadanya seperti parang. Kemudian kayu yang mereka peroleh dari hutan gambut mereka gunakan untuk membangun rumah panggung di sekitar tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut. Rumah panggung yang mereka buat terdiri dari ruang tamu, kamar dan dapur untuk memasak. Suku Melayu yang tinggal di tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut tidur beralaskan tikar yang terbuat dari jerami. Kehidupan suku Melayu yang tinggal di tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut jauh dari keramaian kota serta sarana hiburan. 20

Kehidupan suku Melayu yang ada di Desa Suak Temenggung sebelum adanya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 1981 terlihat dari segi pendidikan. Pada umumnya mereka msih buta huruf, anak-anak dari suku Melayu sendiri tidak pernah mengenyam bangku pendidikan. Hal ini

20

Wawancara Tengku Azmi Hamzah. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan


(32)

dikarenakan kehidupan mereka yang jauh dari pusat kota dan ekonomi yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari saja. Sedangkan sekolah-sekolah pada saat itu hanya ada di pusat kota yaitu Bagansiapiapi. Untuk menuju pusat kota Bagansiapiapi mereka harus melewati hutan gambut dan semak belukar, kemudian menyeberangi muara Sungai Rokan dengan getek yang terbuat dari kayu. Kondisi ini membuat masyarakat suku Melayu di daerah tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut tidak dapat meningkatkan kompetensi pendidikannya karena letak sekolah yang jauh dipusat kota dan juga keterbatasa ekonomi. Anak-anak suku Melayu yang tinggal dipedalam sungai Rokan dan kawasan pedalaman hutan gambut hanya bisa membantu orang tua mereka memancing ikan dan menjala ikan. Alhasil perekonomian masyarkat suku Melayu yang tinggal ditepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut tidak meningkat dan untuk memperoleh kehidupan yang layak.

Walaupun demikian suku Melayu yang tinggal ditepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut telah mempunyai tatanan masyarakat berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yaitu anak-anak suku Melayu baik yang tinggal ditepi sungai Rokan dan pedalaman kawasan hutan gambut hanya belajar dari bersosialisasi dengan tetangga dan saling menghormati. Selain itu mengaji di rumah adalah salah satu cara yang dapat anak-anak suku melayu lakukan untuk menimba ilmu agama.

Masyarakat suku Melayu yang tinggal di tepi sungai Rokan dan pedalaman kawasan hutan gambut, kerap kesulitan mendapatkan air bersih. Hal ini terlihat dari kondisi tanahnya yang merupakan kawasan tanah gambut atau lahan basah yang


(33)

merupakan tanah yang tersusun dari bahan organik, baik dengan ketebalan >45 cm maupun terdapat secara berlapis bersama tanah mineral pada ketebalan penampang 80 cm serta mempunyai tebal lapisan bahan organik >50 cm. Kondisi airnya bewarna hitam dan sedikit berbau asam ditambah lagi dialiri aliran sungai rokan yang terus menerus. Hal inilah yang kerap membuat masyarakat suku Melayu hanya bergantung pada air hujan untuk air minum dan kebutuhan harian. Ketika musim kemarau datang, masyarakat suku Melayu terpaksa mengkonsumsi air yang berasal dari kawasan hutan gambut yang berbau asam dan bewarna hitam untuk kelangsungan hidup. Masyarakat suku Melayu yang tinggal ditepi sungai Rokan dan kawasan hutan gambut semuanya beragama Islam, adat istiadat dominan yang dianut oleh masyarakat tersebut adalah adat istiadat suku Melayu (adat resam).

Tidak ada sarana dan prasarana kesehatan di Desa Suak Temenggung seperti puskesmas, apotek dan lainnya, ketika masyarakat suku Melayu sakit, mereka pada saat itu hanya menggunakan obat-obatan tradisional yang terbuat dari berbagai daun yang tumbuh di hutan gambut yang mereka racik sendiri. Puskesmas dan rumah sakit pada saat itu hanya ada di pusat kota Bagansiapiapi yang letaknya sangat jauh dari kediaman suku Melaya yang berada di pedalaman hutan gambut. Untuk menuju pusat kota Bagansiapiapi mereka harus melewati hutan gambut dan semak belukar, kemudian menyeberangi muara Sungai Rokan dengan getek yang terbuat dari kayu.


(34)

2.3 Mata Pencaharian

Suku Melayu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbagai macam jalan. Mereka mau melakukan apa saja yang penting mendapatkan penghasilan dengan jalan yang baik dan halal. Mayoritas suku Melayu adalah bekerja sebagai pencari kayu di hutan gambut, memancing ikan, menjala ikan dan menanam sayuran seadanya di lahan gambut.

Letak Geografis Desa Suak Temenggung yang berada disekitar tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut tentu mempengaruhi sistem mata pencaharian masyarakat suku Melayu. Seperti layaknya daerah lain, pola pemukiman masyarakat suku Melayu yang tinggal disekitar tepi sungai Rokan ialah memanjang agar dapat mempermudah suku melayu untuk beraktivitas dan memenuhi kebutuhan hidup. Sungai Rokan adalah urat nadi perekonomian suku Melayu yang tinggal disekitar tepi sungai Rokan. Keadaan ini yang membuat suku Melayu lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara memancing ikan dan menjala ikan di sekitar sungai Rokan. Hasil tangkapan ikan inilah yang kemudian dijual oleh suku Melayu ke pusat kota Bagansiapiapi.21

21

Andreas.T.Sipahutar, “Komunitas Tionghoa di Bagansiapiapi Tahun 1945-2001”, Skripsi, S-1 belum diterbitkan, Medan:Departemen Sejarah FIB USU, 2014.

Ketika hasil tangkapan ikan banyak suku Melayu terkadang menjualnya kepada toke-toke Cina di kota Bagansiapiapi. Ketika tangkapan ikan itu sedikit suku Melayu yang tinggal disekitar sungai Rokan hanya menjual hasil tangkapan ikan kepada warga yang tinggal di sekitar kota Bagansiapiapi ataupun juga dikonsumsi sendiri.


(35)

Sebelum dilaksanakan Program Transmigrasi oleh Pemerintah Pusat, sungai Rokan pada saat itu masih memiliki berbagai jenis ikan yang dapat ditangkap, seperti ikan sepat, bulan-bulan dan lainnya. Dari hasil tangkapan ikan inilah suku Melayu yang tinggal di tepi sungai Rokan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari realitas ekonomi, nyata sekali bahwa kehidupan suku Melayu di sekitar tepi sungai Rokan memang sangat rentan sebelum adanya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Terlebih lagi ketika suku Melayu yang tinggal di sekitar tepi sungai Rokan semata-mata bergantung pada hasil penangkapan ikan dari sungai Rokan. Ketika sungai Rokan pasang suku Melayu semakin sulit mendapatkan hasil ikan yang maksimal, hal ini merupakan suatu ancaman bagi berlangsungnya kehidupan ekonomi mereka. Tetapi ketika sungai Rokan surut, hasil tangkapan ikan melimpah. Meskipun dari kegiatan memancing dan menjala ikan adakalanya memberikan hasil yang melimpah, namun tak jarang pula bahkan seringkali hasilnya hanya bisa menutupi kebutuhan satu hari saja. Sementara untuk esok harinya diserahkan pada hasil tangkapan yang akan dilakukan dan seterusnya.

Suku Melayu yang tinggal di pedalaman hutan gambut pola pemukiman lebih tidak teratur, Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain ± 20 m. Suku Melayu tinggal di pedalaman hutan gambut dengan komposisi tanah yang tersusun dari bahan organik, baik dengan ketebalan >45 cm maupun terdapat secara berlapis bersama tanah mineral pada ketebalan penampang 80 cm serta mempunyai tebal lapisan bahan organik >50 cm. Dengan keadaan tanah inilah yang mempengaruhi sistem mata pencaharian suku Melayu di pedalaman hutan gambut. Hutan gambut yang menjadi


(36)

urat nadi bagi suku Melayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Suku Melayu mencari kayu bakar di hutan gambut. Kayu bakar tersebut diperoleh dengan cara menebang pohon baik yang berdiameter sedang atau kecil dengan peralatan seperti kuku kambing. Selain itu masyarakat suku Melayu juga mengambil ranting-ranting yang sudah jatuh ke tanah, hasil batang kayu yang masih basah yang dikumpulkan dari kawasan hutan gambut biasanya langsung di jemur di depan rumah. Setelah kering kayu bakar tersebut di potong-potong hingga berdiameter kurang lebih 3 – 4 cm dan dipotong sepanjang kurang lebih 40 – 50 cm. Kemudian kayu bakar diikat menjadi beberapa bagian, kayu yang sudah diikat inilah kemudian dijual oleh suku Melayu yang tinggal di pedalam hutan gambut kepada warga dipusat kota Bagansiapiapi dengan harga Rp 2.000,- hingga Rp 3.000,-. Per ikat kayu. Menjualnya tidaklah mudah melainkan mereka harus mengangkat kayu-kayu tersebut ketepi sungai Rokan, kemudian kayu-kayu yang sudah diikat diangkat menggunakan sampan melalui sungai Rokan hingga sampai kepusat kota Bagansiapiapi.

Selain memenuhi kebutuhan hidup dengan cara mencari kayu bakar dikawasan hutan gambut, suku Melayu yang tinggal dipedalaman hutan gambut juga menjala ikan di muara sungai Rokan. Memancing dilahan gambut juga menjadi salah satu mata pencaharian suku Melayu untuk memenuhi kebutuhan hidup, sebab dilahan gambut kaya sekali akan ikan gabus dan ikan sepat siamnya. Hasil tangkapan ikan di sungai dan memancing inilah yang kemudian mereka jual ke kota Bagansiapiapi dan juga sebagian dikonsumsi oleh suku Melayu di pedalaman hutan gambut untuk kelangsungan hidup. Selain itu, suku melayu juga melakukan kegiatan diantaranya


(37)

mencari burung, mengelola lahan gambut untuk ditanami berbagai macam sayur untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti daun singkong, rimbang dan kangkung liar yang tumbuh di perairan lahan gambut. Sayuran ini juga dimanfaatkan oleh suku Melayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada saat hasil sayuran banyak, suku Melayu menjual sayuran-sayuran tersebut kepada warga dipusat kota Bagansiapiapi.22 pada dasarnya masyarakat suku Melayu yang tinggal di kawasan pedalaman hutan gambut terbatas dalam beraktivitas, hal ini terlihat semata-mata hanya untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

22

Wawancara Tengku Azmi Hamzah. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 3 Mei 2015.


(38)

BAB III

KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG TAHUN 1981-2000

3.1 Awal Kedatangan Transmigrasi

Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah yang padat penduduknya ke wilayah pulau lain yang penduduknya masih jarang atau belum ada penduduknya sama sekali. Program transmigrasi biasanya di atur dan didanai oleh pemerintah pusat kepada warga yang umumnya golongan menengah kebawah dengan tujuan untuk mengurangi kepadatan penduduk disuatu daerah dan dipindahkan kedaerah yang penduduknya masih sedikit. Program yang diikuti adalah transmigrasi umum. Sesampainya ditempat transmigrasi biasanya para transmigran akan diberikan sebidang tanah, rumah sederhana dan juga perangkat lain untuk penunjang hidup di tempat lokasi yang baru.

Program transmigrasi ditujukan untuk pemerataan penduduk, disamping itu juga mengembangkan daerah produksi baru diluar pulau Jawa dan Bali. Program transmigrasi adalah program yang sangat tepat untuk merubah kehidupan masyarakat menjadi lebih sejahtera. Program transmigrasi diharapkan tidak hanya untuk kesejahteraan masyarakat saja, tetapi juga meningkatkan kehidupan ekonomi


(39)

masyarakat yang mengikuti program ini. Selain itu program transmigrasi tentunya juga memperbaiki pola persebaran penduduk secara merata. 23

Namun tidaklah semua penduduk pulau Jawa hidup didaerah yang subur adapula mereka yang tinggal didaerah yang kering dan gersang dimana kondisi inilah yang menyulitkan petani-petani di pulau Jawa untuk bertani di tambah lagi ada juga petani yang menjadi penggarap dilahan orang karena mereka tidak memiliki lahan pertanian dan hanya hidup dibawah garis kemiskinan. Hal tersebut menyebabkan

Keluarga berencana dan transmigrasi pada umumnya dikemukakan sebagai pemecah kembar bagi masalah terus bertambahnya penduduk di pulau Jawa. Usaha mengurangi tekanan penduduk di pulau Jawa telah merupakan tema pokok bagi program transmigrasi. Program transmigrasi harus membuat masyarakat lebih produktif di daerah yang baru, memperoleh penghasilan yang lebih baik dan juga terpadu dengan kehidupan penduduk setempat.

Pulau Jawa merupakan pulau dengan penduduk yang besar dibanding dengan pulau-pulau lainya di Indonesia. Dengan luas wilayah yang relatif sempit dan jumlah penduduk yang padat maka hal ini menyebabkan masalah kepadatan penduduk yang tidak bisa dihindari pada wilayah ini. Kondisi ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat karena mayoritas penduduknya adalah bekerja sebagai petani namun luas areal lahan pertanian sangatlah terbatas.

23 Sri Edi Swasono dan Masri Singarimbun, Sepuluh Windu Transmigrasi di Indonesia


(40)

banyak penduduk jawa yang ikut serta dalam program transmigrasi kedaerah yang luas tanah pertaniannya dan jarang penduduknya.

Salah satu wilayah program penempatan transmigrasi dari pulau Jawa ke pulau Sumatera adalah di Desa Suak Temenggung. Desa Suak Temenggung merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Ibu kota kecamatan ini berada di Bagansiapiapai. Jarak dari Desa Suak Temenggung menuju ibukota Bagansiapiapi sekitar ± 17 km atau sekitar 1 jam jarak tempuh, dengan menggunakan kendaraan bermotor. sementara menuju ibukota Provinsi Riau kurang lebih 360 Km atau sekitar 5-6 jam jarak tempuh.

Berdasarkan data sejarah, Desa Suak Temenggung yang hanya dihuni oleh penduduk berasal dari Pulau Jawa merupakan desa yang berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat Melayu. Mereka datang ke daerah ini melalui program transmigrasi masa orde baru dengan salah satu tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Para transmigran ini sejak tahun 1981, ditempatkan pada salah satu tempat yaitu kawasan hutan gambut tepatnya di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Hutan gambut ini yang memang sengaja dibuka oleh Pemerintah Pusat sebagai tempat bermukim mereka. Para Transmigran sendiri seluruhnya adalah suku Jawa yang berasal dari Jawa


(41)

Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat, seperti Solo, Pakalongan, Banyumas, seragen, Malang, Kediri, Banyuwangi, Jombang, Blitar, Pasuruan, Sukabumi dan Bandung.24

Perpindahan mereka ke Desa Suak Temenggung terjadi akibat kepadatan penduduk di Pulau Jawa, bencana alam dan kemiskinan yang sulit diatasi oleh pemerintah. Pendapatan mereka di pulau Jawa yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari menyebabkan mereka bersedia mengikuti program transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dapat terlihat dari hasil wawancara dengan para transmigran. Samiyo, asal daerah Sragen berkata

25

Siam, asal daerah Jawa Barat :

Di pulau Jawa kehidupan kami sekelurga sangat susah, kami tidak memiliki tanah ataupun lahan untuk diolah. Hidup kami hanya bermodalkan mencari kayu dihutan dan menjadi buruh penggarap lahan orang lain.Hasil dari menjual kayu bakar dan gaji menjadi buruh penggarap lahanlah yang kami andalkan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan itupun jelas sangat kurang.

26

Atim, asal daerah Kendal

:

Ketika itu masyarakat didaerah sekitar gunung galunggung sangat ketakutan dan sangat merasa kurang aman untuk menjalani kehidupan sehari-hari, karena pada saat itu gunung galunggung meletus hal inilah yang merusak rumah, lahan dan ternak mereka akibat larvanya.

27

24 Data Penduduk Kepulauan Desa Suak Temenggung tahun 2000.

25Wawancara Samiyo. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir,

3 Mei 2015.

26 Wawancara Siam. Desa Suak Temenggung Kecamatan Paakaitan Kabupeten Rokan Hilir,

3 Mei 2015.

27

Wawancara Atim. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 3 Mei 2015.

:

Dikampung dulu, kehidupan saya dan istri saya menumpang kepada toke tahu tempat saya bekerja, waktu itu kehidupan saya kurang mencukupi. Saya kemudian ikut program transmigrasi ke Kabupaten Rokan Hilir. Saya ingin hidup mandiri dengan memiliki rumah dan lahan.


(42)

Faktor-faktor inilah yang menyebabkan mereka berani meninggalkan kampung halaman mereka untuk mengikuti program transmigrasi dan menjalani kehidupan mereka didaerah yang baru. Penduduk yang tertarik program transmigrasi dari daerah Jawa ke hutan gambut tepatnya di Desa Suak Temenggung mendaftarkan diri ke Kepala Desa dan mengisi formulir pendaftaran calon transmigrasi ke Desa Suak Temenggung. Transmigrasi ke Kawasan hutan gambut di Desa Suak Temenggung yang dilakukan pemerintah hanya terjadi sekali.

Tujuan transmigrasi di Indonesia pun sangat jelas, untuk mengurangi kepadatan dan kemiskinan di wilayah-wilayah yang sempit terutama di pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang padat. Pada masa pemerintahan presiden Soeharto program transmigrasi di Indonesia dibagi dalam lima tahap repelita yang di mulai sejak tahun 1967, transmigrasi ke Desa Suak Temenggung, Kecamatan Pakaitan tepatnya di hutan gambut dilakukan pada tahap Repelita kelima (tahun 1981). Transmigrasi ini dilakukan hanya sekali, pada tahun 1981, dan tidak secara bertahap. Sesuai keterangan yang didapat bahwa wilayah kawasan hutan gambut di Desa Suak Temenggung ini memungkinkan untuk bisa memperbaiki taraf hidup mereka. Secara berkelanjutan mereka mengikuti program transmigrasi ke Kecamatan Pakaitan tanpa paksaan.

Setelah adanya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maka, Secara administratif Desa Suak Temenggung terbagi atas tiga dusun, yaitu Sukajadi, Sumber Sari dan Rejo Mulyo. Dalam penempatannya di setiap dusun tidak hanya diperuntukan bagi pendatang yang berasal dari satu daerah asal saja, akan


(43)

tetapi setiap desa dihuni penduduk dari ketiga daerah asal itu, yaitu penduduk dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Secara keseluruhan penduduk dan ketiga daerah ini adalah suku Jawa.

Tabel 1

Monografi Desa Suak Temenggung, diibagi kedalam tiga dusun : Dusun Laki-laki Perempuan Jumlah

Suka Jadi 420 410 830

Sumber Sari 228 184 412

Rejo Mulyo 186 178 364

Jumlah 834 772 1606

Sumber : Kantor Kepenghuluan Desa Suak Temenggung Tahun 2000.

Desa Suak Temenggung memiliki keunikan tersendiri dari desa-desa yang lain yang dijadikan tempat transmigrasi oleh Pemerintah Pusat, Salah satu yang membedakannya dengan desa lainnya sebagai tempat transmigrasi adalah dilihat dari segi letak daerah dan asal-usul desa itu sendiri. Desa Suak Temenggung sendiri sudah ada sebelum adanya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan dihuni oleh masyarakat asli suku Melayu. Selain itu, dilihat dari segi letak daerahnya tempat transmigrasi ini berada di kawasan hutan gambut yang belum disentuh sama sekali. Awal kehadiran mereka di tengah-tengah pemukiman masyarakat Melayu, tidak mudah bagi mereka untuk bersosialisasi dengan masyarakat setempat. Salah satu


(44)

penyebabnya adalah perbedaan bahasa, sehingga sering terjadi kesalahan dalam

berkomunikasi. Akan tetapi, perbedaan bahasa tidak menyurutkan mereka untuk saling

beradaptasi, bahkan perbedaan itu dijadikan dasar untuk saling menghormati. Selain ada perbedaan terdapat persamaan agama antara penduduk asli yaitu suku Melayu dengan pendatang suku Jawa, yaitu sama-sama beragama islam. Persamaan agama inilah dipandang sebagai saudara seiman dan setaqwa. Program transmigrasi ini menggabungkan masyarakat yang berbeda kultur yaitu suku Melayu dengan suku Jawa. Penggabungan masyarakat ini sama sekali tidak terjadi kecemburuan sosial dan konflik di daerah pemukiman. Selain itu suku Melayu menerima baik masyarakat pendatang suku Jawa di Desa Suak Temenggung.

Transmigrasi yang dijalankan oleh pemerintah, mengakibatkan dibukanya sebagian wilayah hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung untuk penghidupan bagi masyarakat transmigrasi. Pemerintah mengolah sebagian hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung untuk Program Transmigrasi. Pemerintah menyediakan rumah panggung dengan ukuran rumah 6 X 8 meter dan lahan kosong seluas 2 ha lahan kosong untuk setiap Kepala Keluarga (KK) untuk ditanami pertanian padi. Rumah panggung ini dilengkapi dengan peralatan dapur yang disediakan oleh pemerintah. Selain itu pemerintah membebaskan mereka untuk mengolah sisa hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung untuk ditanami pertanian padi.

Kehidupan para transmigran di Desa Suak Temenggung masih di tanggung oleh pemerintah selama 2 tahun. Selama waktu 2 tahun para transmigran diberikan


(45)

bantuan oleh pemerintah berupa bahan makanan pokok, seperti beras, gula, sabun, ikan asin dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Selain itu lahan kosong seluas 2 ha yang diberikan oleh pemerintah melalui program transmigrasi di olah dan dimanfaatkan oleh para transmigran untuk ditanami pertanian padi. Pada awalnya untuk pemanfaatan lahan seluas 2 ha pemerintah menyedikan bibit padi untuk ditanam dan dikembangkan oleh para transmigran di Desa Suak Temenggung dengan alasan agar nantinya ketika padi sudah menghasilkan dapat membantu kehidupan mereka sehari-hari di tempat yang baru.

Para transmigran membuka sisa hutan gambut yang dibebaskan oleh pemerintah untuk mereka kelolah menjadi lahan pertanian padi. Dalam mengolah areal pertanian, masyarakat transmigran membentuk kelompok tani. Berdirinya kelompok tani atas dasar kemauan masyarakat transmigran sendiri dan tanpa paksaan. Tujuan dibentuknya kelompok tani untuk bersama-sama mengelolah hutan gambut yang tersisa dari program transmigrasi. Pengolahan hutan gambut akan ditanami tanaman pangan yaitu pertanian padi.


(46)

Tabel 2

Kelompok Tani Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau

No Kelompok Tani Ketua Alamat

1. Karya Nasib Wagimin Suka Jadi 2. Karya Bakti Samadi Sumber Sari 3. Karya Tenang Wahyu Rejo Mulyo 4. Karya Jaya Sunardi Suka Jadi 5. Karya Maju Dadik Suka Jadi 6. Karya Manunggal Bunadi Rejo Mulyo 7. Barokah Suprapto Rejo Mulyo 8. Inti Tani Suwandi Sumber Sari 9. Ingin Maju Sukman Sumber Sari 10. Sumber Sari Nazarudin Sumber Sari 11. Bijak Sana Anong Atmana Suka Jadi 12. Berkah Tekun Feri Jumadi Rejo Mulyo 13. Mekar Sari Misman Rejo Mulyo 14. Karya Maju Jaya Giman Rejo Mulyo 15. Harapan Maju Jumadi Rejo Mulyo 16. Tani Makmur Sugiono Rejo Mulyo


(47)

Kelompok tani di Desa Suak Temenggung di bagi berdasarkan dusun dan atas dasar kesepakatan bersama. Sementara itu ketua kelompok dipilih langsung dengan musyawarah bersama. Kelompok tani ini dibentuk pada tahun 1982 dengan tujuan membuka dan mengolah hutan gambut yang masih tersisa dari program transmigrasi dengan luas 420 ha. Selain itu para kelompok tani juga rutin mengadakan gotong royong untuk membuka jalan-jalan yang masih sempit dan sangat sulit untuk dilalui, hal ini mereka lakukan sekali dalam seminggu. Untuk mengelolah hutan gambut, para transmigran dan juga kelompok tani melakukan dengan beberapa tahap pengolahan tanah gambut sebelum dapat ditanami menjadi lahan pertanian padi. Para transmigran dan juga kelompok tani yang sudah di bentuk mengolah hutan gambut dengan peralatan seadaanya pada saat itu, sebab pada saat itu masih minimnya peralatan dan juga kehidupan mereka di wilayah tempat tinggal yang baru.

3.2 Pembukaan Lahan Gambut

Pembukaan lahan gambut berkaitan erat dengan program transmigrasi yang pada awalnya diarahkan untuk pengembangan tanaman pangan. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal seperi Lahan gambut28

28 Lahan Gambut adalah lahan yang terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah

mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Lihat Muhammad Noor , Pertanian Lahan Gambut, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hlm. 1.

. Pembukaan lahan gambut untuk pertanian sudah di mulai sejak ratusan tahun yang lalu diawali di Kalimantan dan Sumatera. Mereka secara berkelompok membuka hutan gambut baik di pedalam maupun di sepanjang sungai-


(48)

sungai besar. Hal ini dilakukan dengan cara-cara yang sangat sederhana sesuai pengetahuan yang dikuasai mereka pada saat itu. Begitu juga yang terjadi di Desa Suak Temenggung, masyarakat transmigran dan juga kelompok tani yang telah dibentuk membuka kawasan hutan gambut sisa dari program transmigrasi yang ada di Desa Suak Temenggung. Para transmigran membuka hutan gambut di Desa Sauk Temenggung dengan peralatan seperti kuku kambing, parang, kayu besar, dan juga klewang. Hutan gambut yang sudah ditebang dan diolah nantinya akan dijadikan lahan pertanian pangan yaitu lahan pertanian padi. Pembukaan hutan gambut ini sudah mendapat persetujuan dari pemerintah. Hutan gambut lebih baik dimanfaatkan dari pada tidak sama sekali dan tanpa ada yang mengolah. Proses yang mereka lakukan dengan beberapa tahapan untuk mendapatkan hasil tanah gambut yang maksimal. Pembukaan lahan gambut diawali dengan menebang bagian hutan gambut pedalaman secara bertahap dan kemudian dilakukan secara menyeluruh hingga ketepi sungai rokan.

3.2.1 Penebangan

Pembukaan dan pengolahan hutan gambut untuk dimanfaatkan dalam pengembangan pertanian tidaklah mudah, hal ini diperukan ektra kerja keras untuk pengolahannya. Ditambah lagi bahwa sifat dari tanah gambut sendiri berair dan juga mudah terbakar. Kawasan hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung juga memiliki ciri tanah berair, sehingga dalam pengolahannya para transmigran dan kelompok tani memiliki pola umum dalam pembukaan hutan gambut tersebut. Para


(49)

transmigran dan kelompok tani mengawali pembukaan hutan gambut sekitar tahun 1982 dengan penebangan dan penebasan seluruh vegetasi yang ada di hutan gambut. Batang-batang pohon berukuran sedang dan juga semak belukar mereka tebang secara menyeluruh. Penebangan dan penebasan seluruh vegetasi yang ada di hutan gambut dilakukan secara manual dengan peralatan seadanya yaitu berupa, kuku kambing, kayu besar, parang, dan juga klewang sehingga prestasi kerjanya jauh lebih rendah dibanding dengan secara mekanis. Penebangan hutan gambut di Desa Suak Temenggung masih digunakan cara yang sangat sederhana, tidak menggunakan mesin tetapi masih menggunakan peralatan tradisional. Semak belukar dan rumput-rumputan ditebang untuk memudahkan pengolahan tanah gambut.

Hasil kayu penebangan dan penebasan sebagian dimanfaatkan oleh para transmigran. Mereka memilah kayu yang dapat digunakan dengan kayu yang tidak dapat digunakan. Kayu-kayu hasil penebangan hutan gambut yang hasilnya bagus dicincang dan diikat dengan tali jerami dan kemudian dimanfaatkan oleh para transmigran untuk dijual ke pusat kota Bagansiapiapi. Sedangkan yang berupa ranting mereka cincang dan mereka sisihkan untuk nantinya akan dikeringkan dan dibakar.

Penebangan dimulai dengan menebang pohon-pohon yang berukuran sedang yang ada dikawasan hutan gambut terlebih dahulu, Hal ini dilakukan dalam jangka waktu kurang lebih empat bulan. Para transmigran memulai penebangan pohon-pohon dikawasan hutan gambut dari pagi hingga sore hari. Kemudian setelah semua pohon-pohon berukuran sedang telah selesai ditebang, dicincang dan disishkan, para


(50)

transmigran melanjutkan dengan menebas semak-semak belukar dan rumput-rumput yang tumbuh memenuhi hutan gambut. Peralatan yang digunakan juga masih sangat tradisional yaitu dengan menggunakan klewang. Peralatan-peralatan ini mereka bawa dari pulau Jawa ketika mereka mengikuti program transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Setelah proses penebangan dikawasan hutan gambut selesai, para transmigran dan kelompok tani melanjutkan ketahap pengolahan hutan gambut berikutnya, seperti pengeringan dan juga pembakaran.

3.2.2 Pengeringan

Proses pengeringan dilakukan memakan waktu selama kurang lebih dua bulan. Batang pohon, rumput dan juga semak belukar tersebut diserakan dan sedikit dipisahkan dibawah terik matahari dengan tujuan cepat kering. Dalam proses pengeringan para transmigran dan kelompok tani juga harus memperhatikan kondisi cuaca karena kondisi cuaca adalah salah satu faktor yang sangat menentukan. Beruntung pada saat itu tidak terjadi musim penghujan proses pengeringanpun sesuai dengan hasil yang diharapkan. Dalam proses pengeringan, para transmigran dan juga kelompok tani mengumpulkan vegetasi yang sudah kering tersebut menjadi beberapa bagian untuk selanjutnya akan dilakukan proses pembakaran dengan cara menggunakan api kecil.


(51)

3.2.3 Pembakaran

Para transmigran dan kelompok tani di Desa Suak Temenggung mengolah hasil hutan gambut yang sudah dikeringkan seperti pohon-pohon berukuran sedang dan senak belukar . Pohon-pohon berukuran sedang dan semak belukar yang sudah ditebangi kemudian dibakar dengan menggunakan api kecil. Penggunaan api kecil ini dengan cara membakar bekas potongan pohon-pohon dan semak belukar dengan tidak menggunakan minyak tanah atau apa pun. Pembakaran dilakukan dengan menggunakan korek api. Pembakaran diawali dengan membakar bagian daun-daun rerumputan dan semak belukar yang sudah dikeringkan, kemudian disusul dengan pembakaran potongan potongan pohon sedang yang sudah dikeringkan. Untuk mencegah api menjalar para transmigran terlebih dahulu sudah membuat jalur kosong selebar 10 m. Pembuatan jalur ini menjamin bahwa api tidak akan merembet kelahan-lahan lainnya.

Dalam proses pembakaran, batang-batang pohon kayu tidak akan terbakar habis. Batang-batang kayu ini perlu dicincang ulang kemudian dikumpulkan dan ditumpuk lalu dibakar lagi sampai tuntas oleh para transmigran. Pembakaran kedua ini dilakukan disekeliling tunggul-tunggul pohon yang masih berdiri, sehingga sekaligus berfungsi membakar habis tunggul pohon tersebut. Sisa-sisa dari pembakaran pohon-pohon yang berukuran sedang dan semak belukar kemudian diserak oleh para transmigran dan kelompok tani dilahan gambut yang sudah bersih dan selanjutnya ditanami pertanian padi.


(52)

3.3 Pertanian Padi

Tanaman padi merupakan tanaman yang sangat penting di Indonesia, karena merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Tanaman padi diusahakan dalam jenis tanah apapun termasuk jenis tanah gambut, sehingga amat beralasan jika orang-orang berkecimpung dibidang pertanian. Sesuai dengan asalnya, padi merupakan tanaman lahan basah tetapi adaptasi tanaman ini telah mampu menghasilkan varietas padi yang tumbuh dilahan kering (padi gogo).29 Namun daerah utama penghasil beras diberbagai belahan dunia adalah daerah pada lahan basah. Pada mulanya padi ditanam secara alami didaerah aluvial yang tergenang air dimusim hujan tanpa pengolahan ataupun perataan tanah. Penyebaran tanaman padi selanjutnya berkembang kedaerah yang lebih tinggi yaitu daerah-daerah dengan bentuk wilayah yang berombak, bergelombang, berbukit bahkan kadang-kadang didaerah bergunung dengan lereng yang cukup curam. Hal itu terjadi karena dikembangkannya sistem irigasi dengan air, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar daerah persawahan itu sendiri. Selain tumbuh didaerah yang wilayahnya berombak, bergelombang, berbukit bahkan daerah gunung, padi juga dapat ditanam dilahan gambut yang sudah diolah dengan baik dengan syarat membuat drainase air.30

Para transmigran Jawa mengubah hutan gambut seluas 420 ha di bidang pertanian dengan membudidayakan tanaman yang bisa dikonsumsi yaitu padi dan sisanya bisa dijual. Strategi seperti ini dilakukan tidak lain adalah dengan tujuan

29

H. Sarwono Hardjowigeno, Tanah Sawah, Bogor: Bayumedia, 2005, hlm. 6.


(53)

untuk tetap dapat mempertahankan hidup di daerah yang baru dengan jalan menghemat pengeluaran biaya kebutuhan akan makanan. Bersama kelompok tani yang telah dibentuk sebelumnya, para transmigran telah membuka hutan gambut yang dipenuhi semak belukar dan juga pohon-pohon berukuran sedang. Para transmigran dan kelompok tani mengolah hutan gambut mulai dari penebangan, pengeringan, pembakaran hingga tahap terakhir yaitu mengolah lahan gambut untuk dijadikan lahan pertanian padi.

Ketika proses pembakaran semak belukar dan juga pohon-pohon yang sudah dicincang selesai, kemudian para transmigran dan juga kelompok tani mengolah lahan gambut untk dijadikan lahan pertanian padi dengan cara mencangkul seluruh permukaan tanah. Abu sisa pembakaran semak-semak belukar dan pepohonanpun ditebar keseluruh permukaan tanah yang sudah diolah. Para transmigran percaya bahwa abu sisa pembakaran pohon dan semak belukar tersebut nantinya dapat menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman untuk meningkatkan pH tanah sehingga memperbaiki media tanaman. Kemudian tanah gambut yang sudah dicangkul dan ditebari abu sisa pembakaran didiamkan selama satu hari.31

Pemerintah menerapkan Sistem usahatani dilahan gambut yang sudah diolah tersebut oleh masyarakat trasnmigrasi. Sistem usahatani tersebut berupa sistem usahatani berbasis tanaman pangan yaitu tanaman padi. Sistem usahatani berbasis

31 Wawancara Paimin. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir,


(54)

tanaman pangan ditujukan untuk menjamin keamanan pangan para transmigran. Selain itu pemerintah membagi lahan gambut yang sudah diolah secara merata kepada para transmigran yang ada di Desa Suak Temenggung dengan luas lahan gambut sekitar 2-3 ha perkepala keluarga transmigran. Pemerintah juga mengeluarkan surat izin kepemilikan tanah gambut yang telah diolah oleh para transmigran, dengan ketentuan syarat bahwa para transmigran harus mengolah lahan gambut tersebut dengan sistem usahatani yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Rokan Hilir berupa tanaman pangan yaitu tanaman padi. Tetapi bibit padi sendiri tidak disediakan oleh pemerintah melainkan merek harus membeli sendiri diluar daerah. Para transmigran dan pemerintah Kabupaten Rokan Hilir kemudian bersama-sama memberikan batas-batas tersendiri antara sebersama-sama pemilik lahan gambut satu dengan yang lain, hal ini agar nantinya tidak terjadi kesalah pahaman antar sesama transmigran.

Untuk menanam tanaman pangan seperti padi dilahan gambut tidaklah hal yang mudah bagi para transmigran. Setelah tanah ditaburi abu sisa pembakaran, para transmigran membentuk tanah gambut menjadi petak layaknya petakan lahan sawah, selain itu juga para transmigran harus membuat drainase dan irigasi yang seimbang dalam petakan sawah tersebut.

Budidaya tanaman pangan yaitu pertanian padi di lahan gambut harus menerapkan teknologi pengelolaan air, yang disesuaikan dengan karakteristik gambut dan jenis tanaman. Pembuatan saluran drainase mikro sedalam 10 - 50 cm diperlukan untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman pangan pada lahan gambut. Tanaman padi


(55)

pada lahan gambut hanya memerlukan parit sedalam 10-30 cm. Fungsi drainase adalah untuk membuang kelebihan air, menciptakan keadaan tidak jenuh untuk pernapasan akar tanaman, dan mencuci sebagian asam-asam organik. Semakin pendek interval/jarak antar parit drainase maka hasil tanaman semakin tinggi. Selain itu, pembuatan saluran drainase sangat penting untuk mendistribusikan air agar merata dan mencuci senyawa-senyawa beracun nantinya serta mengantisipasi ketika pada saat lahan kelebihan air saluran drainase dapat menetralisir air dalam petakan sawah. Sedangkan irigasi dibuat oleh para transmigran untuk tetap mengairi sawah. Pembuatan saluran drainase dan irigasi juga tetap dikerjakan bersama-sama dan saling membantu antar sesama para transmigran, hal ini juga sudah di musyawarahkan sebelumnya oleh anggota kelompok tani. Penyemaian bibit padipun dilakukan setelah selesainya pembuatan drainase dan irigasi disekeliling petakan sawah. Bibit padi diperoleh dari bibit yang sudah ada sebelumnya yang dibagikan oleh pemerintah ketika mengolah dan memanfaatkan lahan seluas 2 ha. Selain bibit padi sebelumnya, para transmigran juga memperoleh bibit padi jenis IR unggul dengan cara membeli diluar daerah seperti padang. Pembelian bibit padi dengan menggunakan uang hasil panen padi sebelumnya dilahan seluas 2 ha yang mereka kelolah. Hasil panen padi sebagian mereka jual kepusat kota Bagansiapiapi dan sisanya mereka simpan untuk memenuhi kebutahan hidup sehari-hari. Selain itu dilahan seluas 2 ha tersebut tidak hanya padi yang mereka tanam, tetapi juga tanaman lain seperti singkong dan juga pisang yang hasilnya juga nanti akan dijual kepusat kota Bagansiapiapi.


(56)

Bibit padi disemai selama dua puluh lima hari agar dapat ditanam dilahan gambut yang sudah diolah oleh para transmigran. Penanaman budidaya tanamanan pangan yaitu padi dilakukan oleh para transmigran pada tahun 1982. Padi yang berumur dua puluh lima hari kemudian ditanam dilahan gambut yang sudah diolah secara merata oleh para transmigran. Proses penanaman padi oleh para transmigran di lahan gambut yang sudah diolah dimulai dari nyangkul (mencangkul), ndaud (mencabut benih), tandur/ tanam mundur (menanam padi), matun (mencambuti rumput-rumput yang tumbuh disekitar padi), kemudian panen yang semuanya mereka lakukan sendiri dan tahap terakhir menumbuk padi.

Untuk menunggu padi dapat dipanen atau menghasilkan, para transmigran memiliki strategi tersendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka ditempat yang baru. Para transmigran memenuhi kebutuhan hidup tidak hanya bergantung pada lahan seluas 2 ha yang diberikan pemerintah sebelumnya untuk ditanami pertanian padi, tetapi mereka juga mencari kerja sampingan dipusat kota Bagansiapiapi. Kerja sampingan yang dilakukan antara lain, mereka menjadi buruh bangunan dipusat kota Bagansiapiapi, selain menjadi buruh bangunan, para transmigran juga menjadi buruh nelayan kepada touke-touke ikan yang ada di Bagansiapiapi. Para transmigran bekerja dari pagi hari dimulai pukul 08.00-03.00 sore. Tidak hanya itu, para transmigran juga masih memiliki simpanan padi sebelumnya dari hasil panenan yang mereka simpan dilahan seluas 2 ha yang diberikan pemerintah pada saat program transmigrasi untuk memenuhi kebutuhan hidup.


(57)

Strategi lain yang dilakukan oleh para transmigran untuk memenuhi kebutuhan hidup sebelum padi menghasilkan adalah dengan cara memancing, menjala dan juga memasang bubu kayu dilahan gambut. Bubu kayu mereka buat sendiri dengan bermodalkan kayu-kayu kecil yang mereka rangkai, mereka ikat dengan tali dan kemudian diberi rongga masuk untuk ikan. Kemudian bubu kayu ini mereka diamkan didalam lahan gambut hingga beberapa hari agar ketika diangkat ikan sudah terdapat didalamnya. Lahan gambut kaya sekali akan hasil ikannya terutama ikan sepat, gabus dan juga bulan-bulan. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para transmigran, setelah pulang kerja dari pusat kota Bagansiapiapi mereka kemudian mencari kesibukan untuk memancing. Tidak hanya laki-laki sebagai kepala keluarga yang bekerja tetapi ibu-ibu rumah tangga juga turut membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan cara memancing dilahan gambut. Hasil ikan dari memancing, menjala dan tangkapan bubu kayu kemudian mereka jual ke pusat kota Bagansiapiapi dan sisanya mereka konsumsi untuk kebuthan sehari hari. Tujuan strategi-strategi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dilakukan oleh para transmigran ini adalah untuk menunggu padi yang ditanam dilahan gambut yang sudah diolah dapat menghasilkan atau dapat dipanen.

Padi yang ditanam oleh para transmigran dilahan gambut yang sudah diolah adalah jenis padi IR unggul, padi jenis IR ini padi unggul yang masa panennya ± 7-8 Bulan. Jangka waktu 8 Bulan padi jenis IR di Desa Suak Temenggung sudah dapat dipanen dan hasilnya memuaskan. Panen padi dilakukan dengan menggunakan alat yaitu ani-ani atau juga arit dengan memotong bagian bawah batang pohon secara


(58)

hati-hati. Panen padi ini dilakukan bergotong royong dan saling membantu sesama warga. Padi yang selesai di potong kemudian digiling ketempat penggilingan padi yang ada di Desa Rimbo Melintang, mengingat di Desa Suak Temenggung sendiri pada saat itu belum ada kilang padi. Padi yang sudah digiling kemudian di jual ke kota Bagansiapiapi dari kota Bagansiapiapi kemudian padi diekspor keluar daerah seperti Medan, Siantar dan juga Rantau Perapat. Hasil panen padi di Desa Suak Temenggung pada awalnya memuaskan. Hal ini hanya terjadi selama empat tahun berturut-turut yaitu tahun 1983, 1984,1985,1986. Empat tahun terakhir hasil panen padi mulai mengalami penurunan secara drastis. Penurunan hasil panen padi dibawah 1000 ton terjadi pada tahun 1987, 1988,1989, 1990. Dimana panen padi pada saat itu hasilnya tidak memuaskan. Pada tiga tahun terakhir hasil panen padi semangkin lebih menurun. Penurunan hasil panen padi di Desa Suak Temenggung disebabkan karena adanya beberapa faktor diantaranya hama dan iklim.


(59)

Tabel 3

Berikut tabel hasil panen padi di Desa Suak Temenggung selama periode 1983-1990.

Tahun Jumlah Ton

1983 2520

1984 2100

1985 1680

1986 1260

1987 840

1988 620

1989 600

1990 480

Sumber: Dinas Pertanian Dan Peternakan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2000.

Walaupun hasilnya panen padi empat tahun berturut memuaskan tetapi tetap tidak dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan hidup para transmigran pada saat itu. Para transmigran hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan saja selebihnya para transmigran juga tetap mencari pekerjaan sampingan di kota Bagansiapiapi seperti menjadi buruh bangunan, buruh nelayan, memancing dan lainnya. Hal ini tetap dilakukan untuk mencari tambahan sampingan memenuhi kebutuhan hidup dan untuk tetap bisa melanjutkan anak-anak mereka agar dapat bersekolah walaupun hanya satu dan dua orang saja yang dapat bersekolah. Anak-anak para transmigran mengenyam


(60)

pendidikan hanya sebatas sekolah dasar bagi yang sedikit mampu. Tetapi kebanyakan anak-anak para transmigran di Desa Suak Temenggung pada saat adanya pertanian padi tetap tidak mampu sepenuhnya bersekolah.

Penurunan hasil panen padi akibat adanya perusakan tanaman padi oleh berbagai hama yang menyerang tanaman padi di lahan gambut. Wereng adalah jenis hama padi yang tidak bisa dihindarkan salah satunya, wereng merusak tanaman padi dengan menempel di sela-sela daun padi dan juga batang-batang padi, sehingga hal ini menyebabkan padi menjadi kurus dan tanaman padi menjadi rusak. Selain wereng, para transmigran diresahkan juga dengan munculnya tikus-tikus tanah dan keong mas yang juga sangat merusak tanaman padi. Pada malam hari, tikus-tikus tanah mulai memakan akar-akar tanaman padi sehingga padi yang ada dilahan gambut banyak yang rusak. Sedangkan pada pagi dan siang hari keong mas, orong-orong juga merusak tamanan padi dengan menempel dibagian bawah dan atas batang-batang tanaman padi sehingga hal ini menyebabkan banyak tanaman padi banyak yang rusak dan juga mati. Iklim dilahan gambut juga sangat mempengaruhi pertanian padi, ketika musim kemarau panjang, lahan gambut akan menjadi kering dan tanahnya menjadi pecah-pecah hal ini tentu saja membuat tanaman padi menjadi kekeringan dan lama kelamaan tanaman padi akan mati. Sedangkan pada musim penghujan, tentu saja hal ini juga menjadi tantangan yang sangat berat bagi masyarakat Desa Suak Temenggung. Ketika musim penghujan sifat lahan gambut akan tergenang oleh air, hal ini tentu saja sangat merugikan masyarakat dimana ketika musim penghujan lahan pertanian padi mereka tentu saja akan tenggelam digenang oleh guyuran air hujan.


(61)

Akibat dari musim penghujan inilah para transmigran tentunya akan menghasilkan hasil padi yang sedikit dan juga sebagian para transmigran menjadi gagal penen. Faktor-faktor inilah yang kemudian menurunkan hasil panen padi di Desa Suak Temenggung setiap tahunnya. Para transmigran dan kelompok tani bermusyawarah untuk sepakat mengganti tanaman pangan yaitu padi dengan tanaman perkebunan tahunan yaitu kelapa sawit rakyat.

Informasi mengenai kelapa sawit diperoleh dari desa Telok Bano II yaitu tepatnya sebelah barat dari batas Desa Suak Temenggung sendiri. Desa Telok Bano II telah lebih dahulu mengganti tanaman pangan yaitu padi menjadi tanaman tahunan yaitu kelapa sawit rakyat. Dilihat kelapa sawit hasilnya lebih memuaskan dan juga menjanjikan maka pada tahun 1991 para transmigran mengubah tanaman pangan yaitu pertanian padi menjadi perkebunan kelapa sawit rakyat. Penggantian tanaman pangan menjadi tanaman perkebunan tahunan, pada awalnya mendapat tantangan dari pihak pemerintah Kabupaten Rokan Hilir. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir ingin bahwa para transmigran tetap melanjutkan tanaman pangan yaitu tanaman pertanian padi. Hal ini mendapat reaksi yang keras dari para transmigran, sebab jika hanya mengandalkan tanaman pangan saja kelangsungan hidup para transmigran akan terancam dan anak-anak para transmigran tidak semuanya dapat bersekolah. Mengingat kondisi lahan gambut yang harus sesuai oleh iklim dan juga berbagai ancaman hama bagi tanaman pangan yang terus menerus tidak dapat dibasmi membuat para transmigran jera dan enggan untuk melanjutkan tanaman pertanian padi. Sedangkan pertanian padipun tidak mampu sepenuhnya memenuhi kehidupan


(62)

para transmigran. Akibat adanya reaksi yang keras dari para transmigran, akhirnya pemerintah Kabupaten Rokan Hilir tidak dapat lagi berbuat apa-apa dan membebaskan masyarakat transmigran yang ada di Desa Suak Temenggung mengganti tanaman pangan menjadi tanaman perkebunan tahunan yaitu kelapa sawit rakyat.32

Istilah perkebunan sudah lama dikenal sejak pemerintahan kolonoal Belanda. Karena perkebunan merupakan komoditi pertama untuk memenuhi kebutuhan ekonomi bagi masyarakat. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang menjadi primodana dunia. Dalam dua dekade bisnis sawit tumbuh diatas 10% per tahun, jauh meninggalkan komoditas perkebunan lainnya yang tumbuh dibawah 5%.

3.4 Penanaman Kelapa Sawit

33

32

Wawancara Karyono, Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan

Hilir, 4 Mei 2015.

33 Syamsulbahri, Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan, Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 1996, hlm. 3.

Kecenderungan tersebut semakin mengerucut, dengan ditemukannnya hasil-hasil penelitian terhadap komoditi ini, selain komoditi utama berupa minyak sawit, sehingga menjadikan komoditi ini sangat digemari oleh para investor perkebunan. Masa umur ekonomis kelapa sawit yang cukup lama sejak tanaman mulai menghasilkan, yaitu sekitar 25 tahun menjadikan jangka waktu perolehan manfaat dari investasi di sektor ini menjadi salah satu pertimbangan yang ikut menentukan bagi kalangan dunia.


(63)

Budidaya pengembangan perkebunan Kelapa sawit sangat erat kaitannya dengan daya dukung lahan sebagai media tanam komoditi ini. Besarnya pengaruh kesesuaian lahan untuk mendukung pertumbuhan tanaman akan berpengaruh secara langsung terhadap kesuburan tanah yang pada akhirnya berdampak pada produkvitas hasil.34

34

Ibid., hlm. 4-5.

Tanah gambut adalah salah satu tanah yang berpotensi untuk mengembangkan komoditi ini. Komoditi tanaman perkebunan ini banyak ditemukan di Indonesia khususnya di daerah Riau. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dan strategis didaerah Riau karena peranannya cukup besar dalam mendorong perekonomian rakyat, terutama bagi petani perkebunan. Untuk masa akan datang luas areal kelapa sawit akan terus berkembang, karena tingginya minat masyarakat terhadap usahatani kelapa sawit. Ini terbukti semakin berkembangnya perkebunan kelapa sawit secara nyata diberbagai daerah di Indonesia. kelapa sawit di daerah Riau merupakan tanaman primadona, hal inilah yang mendorong masyarakat mulai dari masyarakat kalangan bawah sampai masyarakat kalangan atas tertarik untuk menanam kelapa sawit secara swadaya. Akibatnya perkebunan kelapa sawit berkembang begitu cepatnya di daerah Riau. Sektor perkebunan merupakan penyelamat bagi petani perkebunan khususnya petani kelapa sawit. Pembangunan perkebunan kelapa sawit pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi yang berorientasi pedesaan. Sasaran pembangunan sektor perkebunan tersebut adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan. Dengan demikian jumlah


(64)

masyarakat miskin terutama di pedesaan dapat dikurangi. Dari segi penduduk maupun sebagai pemerataan pembangunan. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dan strategis di daerah Riau karena peranannya yang cukup besar dalam mendorong perekonomian rakyat, terutama bagi petani perkebunan. Hal ini cukup beralasan karena daerah Riau memang cocok dan potensial untuk pembangunan pertanian perkebunan termasuk juga daerah lahan gambut yang dimanfaatkan untuk percobaan tanaman kelapa sawit pada awalnya.

Begitu juga di Desa Suak Temenggung Kabupaten Rokan Rilir Provinsi Riau, Para transmigran juga memanfaatkan hutan gambut menjadi tanah gambut yang sudah diolah untuk dimanfaatkan menjadi lahan perkebunan tahunan. Ketika pertanian padi mengalami kemerosotan dan juga gagal panen, para transmigran memiliki alternatif tersendiri untuk mengganti tanaman pangan yaitu padi menjadi tanaman perkebunan tahunan yaitu kelapa sawit rakyat. Hal ini mereka lakukan melihat dari desa Telok Bano II, Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, yang kehidupannya menjadi lebih baik. Tanah gambut yang pada awalnya ditanami pertanian padi kemudian diolah kembali oleh para transmigran untuk nantinya akan ditanami bibit kelapa sawit.

Para Transmigran memperoleh bibit kelapa sawit dengan cara membeli dari pulau sumatera yaitu daerah Siantar dengan nama bibit marihat35

35

Marihat merupakan bibit kelapa sawit unggulan yang dapat ditanam diberbagai kondisi lahan. Lihat Rofiq Ahmad, Perkebunan dari Nes ke Pir, Jakarta: Puspa Swara, 1998, hlm. 8.

, dan juga daerah Medan. Bibit kelapa sawit dibeli oleh para transmigran, dari hasil panen padi yang


(65)

sebelumnya mereka simpan dan mereka jual dipusat kota Bagansiapiapi. Biasanya per kepala keluarga membeli sebanyak satu bungkus bibit kelapa sawit yang masih belum jadi untuk kapasitas lahan seluas 2 ha. Harga bibit kelapa sawit sendiri perbijinya seharga Rp. 3.500. Sedangkan dalam satu bungkus terdapat 250 biji kelapa sawit untuk penanaman lahan seluas 2 ha. Bibit kelapa sawit di beli oleh para transmigran dari luar daerah seperti Siantar dan medan dengan alasan bahwa bibit kelapa sawit yang berasal dari Siantar dan Medan adalah bibit kelapa sawit yang kualitasnya bagus. Hal ini mereka ketahui dari pengalaman masyarakat di Desa Telok Bano II yang juga membeli bibit kelapa sawit di daerah Siantar dan Medan. Bibit berkualitas baik merupakan modal utama yang menentukan masa depanperkebunan. Produktivitas yang tinggi hanya dapat diperoleh jika tanaman berasal dari bibit unggul. Lingkungan hanya menciptakan kondisi agar tanaman tumbuh optimal, jika bibit yang ditanam berasal dari varietas yang buruk, maka produksi tinggi yang diharapkan tidak akan pernah didapat.

Sebelum membeli bibit kelapa sawait, para transmigran terlebih dahulu mengadakan musyawarah bersama kelompok tani untuk membicarakan tentang pembelian bibit kelapa sawit yang nantinya akan ditanam di lahan gambut yang sudah diolah. Pembelian dilakukan oleh beberapa orang saja, mereka yang diutus adalah tiga orang dari ketua kelompok tani dari masing-masing dusun yaitu Suka Jadi, Sumber Sari dan Rejo Mulyo. Tiga ketua kelompok tani ini adalah orang yang sudah dipercaya atas persetujuan bersama. Tiga ketua kelompok tani yang sudah dipercaya inilah yang membeli bibit kelapa sawit di daerah Siantar dan Medan. Bibit kelapa


(66)

sawit dibeli sebanyak 210 bungkus, bibit ini yang nantinya akan ditanam dilahan gambut yang sudah diolah dengan luas lahan sekitar ± 420 ha dengan pembagian per kepala keluarga transmigran seluas 2 ha.

Sebelum ditanam dilahan gambut yang sudah diolah, bibit kelapa sawit yang sudah dibeli oleh masyarakat transmigran, sebelumnya harus ditanam terlebih dahulu oleh para transmigran dalam polibag atau kantong plastik yang berukuran 10 kg. Untuk dapat ditanam dilahan gambut, bibit kelapa sawit harus dibiarkan tumbuh didalam polibag hingga usia satu tahun. Untuk penanaman bibit kelapa sawit dilahan gambut, para transmigran mengolah lahan gambut bekas tanaman padi kemudian di olah ulang oleh para transmigran dengan cara dibabat. Tidak hanya itu, sisa-sisa pemotongan batang padi kemudian dibakar oleh para transmigran, agar proses penanaman nantinya lebih cepat.

Selain itu, para transmigran juga menjaga kesuburan tanah gambut dengan hal yang sebelumnya telah dilakukan, yaitu dengan menebarkan sisa-sisa pembakaran bekas panen padi ke lahan gambut yang sudah diolah dengan tujuan untuk meningkatkan unsuh hara tanah gambut. Para transmigran juga membuat parit dan saluranannya, dengan tujuan agar akar tanaman kelapa sawit nantinya tetap menjaga keseimbangan kadar air, mengurangi resiko kebakaran, serangan kutu dan semut putih.

Setelah lahan siap, kegitan selanjutnya adalah melakukan penanaman bibit tanaman. Para transmigran sendiri sudah membuat lubang tanaman di lahan gambut yang dilakukan satu minggu sebelum penanaman. Lubang digali secara manual


(1)

88

Lampiran. XVI. Penjualan hasil kelapa sawit kepada tauke terdekat tahun 1997.


(2)

Lampiran. XVIII. Salah satu rumah warga yang dibangun dari hasil kelapa sawit tahun 1998.


(3)

90 Lampiran. XX. Masjid di Desa Suak Temenggung.


(4)

Lampiran. XXII. Salah satu warga Desa Suak Temenggung yang beternak sapi.

Lampiran. XXIII. Salah Satu Warung Milik Warga Transmigrasi di Desa Suak Temenggung.


(5)

92


(6)