20
mengakibatkan,  hati  seseorang  menjadi  terbuka,  menghasilkan  pertobatan, adanya  perasaan  yang  kuat  untuk  berubah  haluan  dan  bersikap
inklusif.Kelima,  walaupun  konversi  agama  tidak  merubah  temperamen seseorang, bisa menjadi hal profan, adanya transformasi serta perubahan arah
dan tujuan hidup, perilaku, dan makna kehidupan.
36
Berhubungan  dengan  catatan-catatan  yang  dikemukakan  Linda  Mercadante merupakan gejala umum yang terjadi pada proses konversi keagamaan, sehingga hal-
hal tersebut perlu penelitian lanjutan.
4. Pindah agama ditinjau dari Perspektif Konseling Pastoral
Untuk  memahami  fenomena  pindah  agama  dari  perspektif  konseling  pastoral adalah  lebih  baik  bila  terlebih  dahulu  memahami    definisi  konseling  pastoral  yang
dikemukakan beberapa ahli, seperti berikut ini : 1.
Menurut Yakup B. Susabda, definisi konseling pastoral adalah: Percakapan  terapeutik  antara  konselor  dengan  konsele    kliennya  di  mana
konselor  membimbing  konselenya  ke  dalam  suatu  suasana  percakapan konseling  yang  ideal  yang  memungkinkan  konsele  dapat  mengenal  dan
mengerti  apa  yang  terjadi  dalam  dirinya  sendiri,  persoalan  yang  sedang  ia hadapi,  kondisi  hidupnya,  dan  mengapa  ia  merespon  semua  itu  dengan  pola
pikir, perasaan dan sikap tertentu.
37
Dalam  definisi  tersebut  menekankan  adanya  perjumpaan  antara  konselor  dan konseli, di mana konseli difasilitasi konselor untuk mampu memahami permasalahan
yang dialaminya, melalui suasana percakapan yang ideal dengan maksud agar konseli mampu mendorong diri untuk mencari jalan keluar atas permasalahan yang dialami.
2. Totok Wirya Saputra, berpendapat bahwa:
Pada  hakekatnya  konseling  pastoral  merupakan  perjumpaan  pertolongan antara  dua  orang  manusia  sebagai  subyek,  yakni  konselor  dengan
konseli.Perjumpaan  pertolongan  itu  bertujuan  untuk  menolong  konseli  agar dapat  menghayati  keberadaannya  dan  pengalamannya  secara  penuh  dan
utuh.
38
Pendapat  ini  menekankan  adanya  perjumpaan  pertolongan  antar  subyek, sehingga ada relasi sejajar antara konselor dan konseli yang memberikan ruang untuk
saling menghargai antara konselor dan konseli.
36
Mercadante, Linda A. 2011, Italian-American Immigrants and Religion conversion, Journal of Pastoral Psichology, V.60, pp.551-561
37
Susabda, Yakub, B, 2014, Konseling Pastoral, Balai Pustaka, Jakarta, hlm.6-7
38
Wiryasaputra, Totok S, 2014, Pengantar Konseling Pastoral, Diandra Pustaka Indonesia, Yogyakarta, hlm,64
21
Usaha  memahami  fenomena  pindah  agama  yang  dilakukan  oleh  seseorang atau  sekelompok  orang  dari  perspektif  konseling  pastoral,  terlebih  dahulu  perlu
melihat  manusia  secara  holistik.Kata  holistik  berasal  dari  kata  whole  yang  memiliki arti  keseluruhan,  utuh,  lengkap  dan  sempurna.
39
Kongkritnya  ketika  menghadapi seseorang  atau  konseli  yang  sedang  mengalami  krisis  kehidupan  atau  persoalan
mental,  emosional,  kejiwaan,  sosial,  dan  spiritual  kita  memandangnya  secara  utuh dalam keseluruhan sebagai manusia, dan bukan sebagai kasus penyakit atau masalah
tertentu.  Menurut  Totok  S.  Wiryasaputra,  manusia  dan  seluruh  dinamika kehidupannya  itu  kompleks,  tetapi  bila  dicermati  aspek  kehidupan  manusia  dapat
digolongkan kedalam empat aspek utama yaitu : fisik, mental, sosial dan spiritual.
40
Aspek  fisik  manusia  berkaitan  dengan  bagian  luar  dan  kelihatan materiilnya.Aspek  ini  mengacu  pada  hubungan  manusia  dengan  bagian  luar  dirinya,
yang  menjadikan  manusia  dapat  diamati,  disentuh,  dipegang,  dan  diukur,  misalnya keadaan  tubuhnya,  tangannya,  kakinya,  beratnya  dan  sebagainya.Aspek  mental
manusia dikaitkan dengan bagian diri manusia dan tidak nampak itangible.Aspek ini berkaitan dengan pikiran kognisi, emosi, perasaan, konasi, karakter, dan kepribadian
seseorang.Aspek  ini  tidak  dapat  nampak,  sehingga  tidak  dapat  diraba, atau  disentuh. Dengan  aspek  mental  seseorang  mampu  aktualisasi  diri,  membuat  keputusan,
membuat jarak dengan pihak lain, dan mampu membedakan diri dengan orang lain. Aspek  sosial,  yaitu  aspek  yang  berhubungan  dengan  dunia  luar  diri  eksternal  yang
tampak.Aspek  sosial  ini  menjadikan  manusia  tidak  sendirian  karena  berada  dalam lingkungan  sesamanya,  sehingga  tercipta  relasi  antar  sesama.  Dengan  kata  lain
manusia  dalam  aspek  ini  dilihat  dalam  hubungannya  dengan  pihak  luar  secara horisontal, yakni dunia sekelilingnya.  Aspek spiritual mengacu pada keberadaan diri
manusia,  yang  secara  khusus  berhubungan  dengan  sesuatu  yang  berada  di  luar  diri yang tidak nampak, yang berada di luar jangkauannya.Aspek ini mengacu hubungan
manusia  dengan  Tuhan.Pada  aspek  spiritual  ini  merupakan  sisi  vertikal  kehidupan manusia.
Seluruh  aspek  hidup  dan  keberadaan  manusia,  phisik,  mental,  sosial  dan spiritual  itu  saling  berhubungan  satu  dengan  yang  lain  tidak  bisa  dipisahkan,  ada
keterkaitan,  saling  mendukung  serta  saling  mempengaruhi  secara  sistemik membentuk  eksistensi  manusia  sebagai  satu  keutuhan  yang  terus  bertumbuh.
39
Wiryasaputra, Totok S,  hlm.40
40
Wiryasaputra, Totok S,  hlm.43
22
Berangkat  dari  dari  pemahaman  konseling  pastoral  memandang  manusia  secara utuhholistik  maka  dalam  kasus  pindah  agama  juga  dilihat  secara  holistik    pula,
walaupun  secara  psikologis  seseorang  atau  sekelompok  yang  pindah  agama  ada proses yang mendahuluinya, yaitu mengalami krisis, yang sampai pada keputusannya
untuk  pindah  agama.  Krisis  yang  dimaksudkan  di  sini  adalah  seseorang  berada  di persimpangan  jalan,  di  mana  dalam  masa  krisis  orang  mengalami  masa-masa  sulit.
Menurut  Anita  L.  Spencer,  yang  dikutip  oleh  Totok  S.Wiryasaputra,
41
krisis  terjadi ketika  orang  menghadapi  goncangan  batin  yang  melewati  ambang  batas  mekanisme
pertahanan  psiologisnya.  Goncangan  batin  itu tidak  tertanggungkan  sedemikian  rupa sehingga  sangat  mengganggu  kondisi  batin  seseorang,  akhirnya  dia  tidak  dapat
berfungsi  normal.  Dengan  memperhatikan  keadaan  yang  demikian,  maka  dalam perspektif konseling mereka membutuhkan bantuan pendampingan.
Pendekatan untuk memahami fenomena pindah agama, ditinjau dari perspektif konseling  pastoral  perlu  dibantu  dengan  pendekatan  secara  ilmu  psikologi.  Lewis
Rambo, dalam jurnal Pastoral Psychology, memberikan asumsi bahwa pindah agama konversi  adalah  satu  proses  pergantian  agama  yang  terjadi  karena  suatu  dorongan
dinamis  yang  melibatkan  masyarakat,  kelembagaan,  ide-ide,  peristiwa-peristiwa  dan pengalaman-pengalaman hidup.
42
Asumsi tersebut menunjukkan bahwa proses pindah agama  yang terjadi pada seseorang  tidak  berdiri  sendiri  tetapi  karena  adanya  faktor-faktor  terkait  yang
mempengaruhinya  baik  dari  dalam  maupun  dari  luar  diri  individu.  Selanjutnya dikatakan  bahwa  studi  tentang  pindah  agama  tidak  hanya  memperhatikan  dinamika
dimensi  personal,  tetapi  memperhatikan  juga  faktor  sosial,  kultur,  dan  dinamika keagamaan di mana seseorang berada di dalamnya.
43
Demikian pula fenomena pindah agama  dipahami  sebagai  fenomena  yang  didalamnya  ada  keragaman,  dan  persoalan
yang  kompleks,  yang  ada  relevansinya  dengan  antropologi,  sosiologi,  psikologi,  dan studi  tentang  agama,  semuanya  itu  diperlukan  untuk  mendukung  proses  konseling
pastoral yang efektif, dengan penelusuran keadaan konseli secara mendalam. Beberapa  hal  yang  perlu  ditelusuri  terkait  dengan  pelaku  pindah  agama  menurut
Lewis S. Rambo, secara psikologis yang perlu ditelusuri adalah: 1.
Presepsi-presepsi nya perceptions.
41
Wiryasaputra, Totok S, Ready to Care, 2006, Galang Press, Yogyakarta, hlm.75
42
Rambo, Lewis, R,  and Bauman, Stefen C, 2012, Psychology of Conversion and Spiritual Transformation, Journal of Pastoral Psychology, v.61, pp.879-894
43
Rambo, Lewis R, and Bauman Stefen C, pp.880
23
2. Kesadarannya cognitions.
3. Perasaan-perasaannya emotions
4. Relasi-relasinya relationships dan
5. Perilakunya behavior
44
Penelusuran  dimaksudkan  untuk  menemukan  adanya    faktor-faktor  dari  dalam  diri intern  dan  dari  luar  diri  individu,  yang  mengakibatkan  adanya  tekanan  batin  yang
hebat yang mendorong seseorang melakukan pindah agama. Sebagai  suatu  ilmu  dan    terapi,  psikologi  berusaha  mencari  jawaban  untuk
menjelaskan,  memahami,  memprediksikan,  dan  melakukan  kontrol  terhadap seseorang konseli. Ia Lewis R. Rambo  menawarkan studi secara psikologi terkait
dengan  pindah  agama,  yang    dapat  dianalisa  ke  dalam  empat  pendekatan  yang berbeda,
45
yang diuraikan seperti berikut : Pertama,  secara  psikoanalisa  memperhatikan  faktor-faktor  yang  tidak
kelihatan  yang  menjadikan  seseorang  pindah  agama,  fokusnya  pada  unsur  emosi internal,  khususnya  emosi-emosi  yang  dibentuk  oleh  hasrat  kerinduan individu  yang
ambivalen karena permusuhan dengan orangtua, yaitu dengan ayah atau ibunya. Analisa  ini  tersebut  melihat  faktor  internal  individu  yang  dipengaruhi  suasana
permusuhan  dengan  orangtua,  sehingga  seorang  anak  tumbuh  dengan  pengalaman pahit  dengan  orang  tuanya,    akhirnya  berusaha  mencari  jawaban  atas  persoalannya
dengan memilih  pindah agama. Kedua,  pendekatan  pelaku  atau  eksperimen.  Pendekatan  ini  menekankan
adanya pengaruh yang kuat dari lingkungan yang berpotensi menyebabkan seseorang pindah agama. Lingkungan yang potensi memengaruhi seperti teman bergaul, kerabat,
kumpulan  yang  sama  hobinya,  lingkungan  tempat  kerja,  tempat  tinggal  dan  yang semacamnya.  Pendekatan  ini  mengedepankan  adanya  kekuatan  dari  lingkungan
individu  yang  memberikan  kontribusi  yang  kuat  terhadap  terjadinya  konversi keagamaan,  dengan  demikian  memposisikan  individu  sebagai  pihak  yang  menyerah
pada keadaan. Ketiga, pendekatan yang mewakili aliran psikolog transpersonal - humanistik.
William James, dalam bukunya The Varieties of Religious Experiences,  yang dikutip
44
Rambo, Lewis, R and Baumen C. Stefen, Psychology of Conversion and Spiritual Transformation, Journal of Pastoral Psychology, v.61, pp.880
45
Rambo, Lewis, R and Bauman C. Steven, hlm. 881
24
Lewis  R.  Rambo,  mengatakan  bahwa  perspektif  transpersonal  -  humanistik  ini menekankan  cara  konversi  yang  memberi  kewenangan  seseorang  untuk  menerima
realitas  diri,  atau  konversi  sebagai  pemenuhan  kebutuhan  untuk  aktualisasi  diri.Para pengikut perspektif  ini biasanya mendukung penuh sikap keagamaan dan menghargai
pengalaman seseorang yang pindah agama. Dalam kaitan dengan ini dapat dikatakan bahwa dalam pendekatan transpersonal- humanistik ini seseorang yang pindah agama
adalah  dalam  rangka  penerimaan  diri  sebagai  perwujudan  aktualisasi  diri  self- actualization .
Dalam  perspektif  konseling  pastoral,  untuk  menolong  seseorang  agar  dapat menemukan  jati  dirinya  sendiri,  serta  memberi  kesempatan  bagi  konseli  mencapai
aktualisasi  diri,  diperlukan  adanya  terapi.  Carl  Rogers  tokoh  Person  Centerred teraphy,  menyarankan  beberapa  sarana  yang  menjadi  prinsip  dasar  dari
psikoterapinya,  yaitu  :  1.  Memberikan  penghargaan  positif  tanpa  syarat Unconditional  positive  regard,  yaitu  sikap  konselor  yang  rela  memberikan
penghargaan  tanpa  syarat  dan  pandangan  positif  terhadap  konselinya,  apapun  dan bagaimanapun  keadaan  konseli,  konselor  menghargainya  sebagai  manusia  yang
seutuhnya.
46
2.  Bersikap  empati  terhadap  kerangka  rujukan  konseli  Emphatic understanding  of  his  or  her  internal  frame  of  reference,  adalah  sikap  melepaskan
subyektivitas pribadi dan mencoba menempatkan diri di tempat konseli sebagai proses mengerti  pola  berpikir  yang  unik  dari  konseli  dan  merasakan  apa  yang  dirasakan
konseli  tersebut.
47
Memperhatikan  hal  yang  disarankan  Rogers  untuk  menghargai apapun  keadaan  konseli,  adalah  tindakan  memberi  perhatian  dan  menghargai
eksistensi  manusia  dengan  demikian  bisa  menjadi  jalan  masuk  untuk    menelusuri permasalahan yang sesungguhnya dialami konseli.
Keempat, pendekatan eklektik, holistik, yang mencoba untuk mensitesis ketiga pendekatan  di  atas,  dan  berusaha  menemukan  pendekatan  yang  inklusif  dan  holistik
untuk memahami dinamika proses perubahan perilaku seseorang. Pada pendekatan ini konversi  sebagai  proses  penyeleksian  atas  pertimbangan-pertimbangan  ketiga
pendekatan  sebelumnya.  Pendekatan  eklektik-holistik  ini  memberikan  penilaian bahwa  konversi  agama  adalah  hasil  dari  proses  seleksi  yang  dilakukan  seseorang
untuk  menentukan  pilihan  terhadap  agama  yang  akan  dianutnya  melalui pertimbangan-pertimbangan  yang bersifat subyektif, dan membebaskan.  Pendekatan-
46
Susabda, Yakub. B, 2014, Konseling Pastoral, Balai Pustaka, Jakarta, hlm.189
47
Susabda, Yakub, B hal.189
25
pendekatan    yang  dikemukaan  di  atas  adalah  upaya  untuk  memberikan  konseling pastoral  terhadap  mereka  yang  pindah  agama,  melalui    pendekatan  ilmu  psikologi
dengan  tetap  memberi  peluang  kepada  ilmu-ilmu  lain  seperti  sosiologi  dan antropologi.
Dalam perspektif konseling pastoral memerlukan sikap dan ketrampilan yang mendukung  proses  pelaksanaan  konseling  pastoral,  sikap  dan  ketrampilan  dasar
tersebut  adalah    kemampuan  untuk  memberi  perhatian,  empati,  dan  ketrampilan mendengar.  Terkait  dengan  sikap  dan  ketrampilan  yang  diperlukan  untuk  pelayanan
konseling pastoral J.l.CH Abineno mengemukakan syarat-syarat  yang perlu dipenuhi di  antaranya:  kemampuan  untuk  memberi  perhatian,  empati,  dan  ketrampilan
mendengarkan
48
yang  dimaksudkan  memberi  perhatian  adalah  sikap  memberi perhatian  terhadap  diri,  orang  lain,  dan  terhadap  persoalan  yang  dialami  konseli,
empati  adalah  kemampuan  untuk  menempatkan  diri  dan  merasakan  apa  yang dirasakan oleh konsele, sedangkan yang dimaksud ketrampilan mendengarkan, adalah
ketrampilan mendengar perkataan-perkataan dan perasaan-perasaan konseli. Untuk  mengembangkan  ketrampilan  dasar  konseling  pastoral,  Yakub  B.
Susabda  menyampaikan  unsur-unsur  dasar  yang  perlu  dikenal  oleh  konselor  sebagai tindakan  untuk  menolong  terciptanya  suasana  yang  ideal,  unsur-unsur  tersebut
adalah: 1 Understanding sikap penuh pengertian dari pihak konselor, 2 Empathy empati  yaitu  kemampuan  untuk  menempatkan  diri  pada  tempat  konseli,  dan  ikut
merasakan apa yang dirasakan oleh konseli, 3. Acceptance sikap menerima konseli apa  adanya,  4  Listening  kemampuan  dan  kesediaan  mendengar  secara
professional,  5  Reflective  Listening  merefleksikan  apa  yang  sudah  didengar,  6 Responding  merespon  yang  dialami  konseli.
49
keenam  unsur  tersebut  merupakan satu kesatuan yang saling terkait, sehingga tidak boleh dipisah-pisahkan. Selanjutnya
Yakub  B.  Susabda  menambahkan  bahwa  untuk  menciptakan  suasana  yang  kondusif dalam  proses  konseling  pastoral  diperlukan  suasana  kehangatan,  pemberian
dukungan, kemurnian sikap, dan menstimulasi konsele.
50
Suasana tersebut diperlukan untuk memberi ruang,  dukungan serta  efektifitas proses konseling pastoral.
Mempertimbangkan kompleksnya keadaan konseli dalam kasus pindah agama, maka  proses  konseling  pastoral  perlu  mempunyai  tujuan,  dan  harus  jelas.  Konselor
48
Abineno, C.H,JL, 2007, Pelayanan Pastoral Kepada orang berduka, Balai Pustaka, hlm.35-58
49
Susabda, Yakub, B, 2014, Konseling Pastoral,  Balai Pustaka, Jakarta, hlm.36-50
50
Susabda, Yakub, B hlm.51-52.
26
perlu konsisten dengan tujuan pendampingannya,. Totok S. Wiryasaputra berpendapat bahwa dalam konseling pastoral setidaknya memiliki tujuh tujuan yaitu: 1 membantu
konseli  mengalami  pengalamannya  dan  menerima  kenyataan,  2  membantu  konseli mengungkapkan  diri  secara  penuh  dan  utuh,  3  membantu  konseli  untuk  berubah,
bertumbuh,  dan  berfungsi  maksimal,  4  membantu  konseli  untuk  menciptakan komunikasi  yang  sehat,  5  membantu  konseli  untuk  bertingkah  laku  baru,  6
membantu konseli bertahan dalam situasi baru, 7 membantu konseli menghilangkan gejala  disfungsional.
51
Kejelasan  tujuan  dalam  proses  konseling  pastoral  akan membantu  konselor  maupun  konseli  untuk  mencapai  hasil  yang  diharapkan,  karena
itu  tenaga  konseling  pastoral  perlu  memperlengkapi  diri  dengan  pengetahuan,  serta pemahaman tentang tujuan pendampingan pastoral terhadap konseli.
5. Fungsi Pendampingan Pastoral