KINERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) TERHADAP PENGENDALIAN MENARA KOMUNIKASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG 2013

(1)

PERIZINAN (BPMP) DALAM PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG 2013

Oleh

BACHTIAR SANJAYA

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

KINERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) TERHADAP PENGENDALIAN MENARA KOMUNIKASI DI KOTA

BANDAR LAMPUNG Oleh:

Bachtiar Sanjaya

Meningkatnya kegiatan usaha jasa dibidang telekomunikasi di Kota Bandar Lampung yang sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas alat komunikasi,telah mendorong peningkatan pembangunan menara telekomunikasi dan sarana pendukungnya.Menara telekomunikasi yang ada diKota Bandar Lampung pada tahun 2013 berjumlah 304 menara. Akan tetapi dari 304 menara tersebut terdapat 107 menara yang tidak memiliki izin. Dari 304 tersebut didalamnya adalah Telkomsel, Indosat, XL, Three, Smart Fren, Esia, danlainnya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Badan Penanaman Modal danPerizinan dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung.

Tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Peneliti dalam hal ini berusaha untuk mengetahui kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam pengendalian menar telekomunikasi di Kota Bandar Lampung.Metode pengumpulan data digunakan adalah wawancara, dokumentasi dan observasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: kinerja BPMP Kota Bandar Lampung dalam pengendalian menara telekomunikasi berdasarkan indicator Kinerja BPMP dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung berdasarkan indicator produktifitas, indikator kualitas layanan, indicator responsifitas dan indikator Responsibilitas belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dari terdapat 107 menara telekomunikasi yang belum memiliki izin sepanjangtahun 2013. Akan tetapi saat ini sudah mulai dilakukan perbaikkan kinerja. BPMP selama tahun 2013 sampai dengan bulanMaret 2014 telah menerbitkan IMB menara telekomunikasi untuk 97 menara telekomunikasi yang belum memiliki izin dan sisanya 10 menara telekomunikasi masih dalam proses pengurusan izin di BPMP Kota Bandar Lampung.

Katakunci: kinerja, pengendalian, menara,telekomunikasi dan Kota Bandar Lampung


(3)

LICENSING (BPMP) IN CONTROLLING

COMMUNICATION TOWER IN BANDAR LAMPUNG By

Bachtiar Sanjaya

The rise of telecommunications services business activity in Bandar Lampung and the development of the social demand for communications equipment facilities, has pushed the building development of telecommunication towers and other support facilities. In 2013 there are 304 towers of telecommunications in Bandar Lampung. However, from 304 there are 107 towers that do not have a license. The 304 towers consist service provide such as Telkomsel, Indosat, XL, Three, Smart Fren, Esia and others. The purpose of this study was to determine the work performance of the Instution of Investment and Licensing in controlling communication towers in Bandar Lampung.

Type of this study was descriptive study. Researchers determine the performance of Institution of Investment and Licensing towards the controlling of communication tower in Bandar Lampung. Data collected through interviews, documentation and observations method.

The results of this study showed: the performance of BPMP towards controlling the communication tower in Bandar Lampung based on productivity indicators, indicators of quality of service, responsiveness indicators and indicators of responsibility is not yet maximized.It is shown from there were 107 towers that do not have a license in 2013.However, the improvements of work performance already begun. BPMP during 2013 until March 2014, had published building permit to 97 telecommunications towers that do not have building permit remaining 10 towers are still in the process of obtaining their permit in BPMP Bandar Lampung.

Key word: work performance, controlling, tower, telecommunicationand Bandar Lampung


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 16 November 1988 Sebagai putra pertama dari pasangan Syamsuddin dan Ros Nana.

Selama masa pendidikan formalnya, penulis menempuh pendidikan di SDN 1 Gotong Royong (1995-2001), SLTPN 25 Bandar Lampung (2001-2004), SMAN 3 Bandar Lampung (2004-2007) dan pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung yang kemudian menjadi Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung melalui jalur SPMB. Penulis merupakan satu dari beberapa siswa SMAN 3 Bandar Lampung yang diterima di Universitas Lampung. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi penulis dan keluarga.


(8)

Kehidupan memberikan 1000 alasan untuk kecewa, marah ,menangis. Tapi

Allah swt memberikan kita sejuta alasan untuk tetap tersenyum setiap waktu

karena Allah swt memberikan apa yannng kita butuhkan, bukan apa yang

kita inginkan.

Saat Allah menjawa

b do’amu, ia meminta imanmu. Saat Allah belum

menjawab do’amu, ia memintakesabaranmu, Dan saat Allah menjawab tapi


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kupersembahkan sebuah karya sederhana ini

untuk:

Kedua orangtuaku “Syamsuddin dan Ros Nana” Atas segala do’a, cinta, kasih sayang,

perhatian, dan dukungan. (baik moril maupun materiil)

Adik-adik Ku Tersayang yang selalu mendukung dan mendoakan .

Untuk diriku sendiri

“Inilah sebuah jawaban atas segala do’a dan kegigihan”


(10)

(11)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah subhanawata alla karena atas izin dan ridha-Nya skripsi ini dapat penulis selesaikan. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam juga untuk keluarganya, sahabat-sahabatnya beserta umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan hasil penelitian peneliti pada Badan Penanaman Modan dan Perizinan Kota Bandar Lampung, penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Administrasi Negara pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Tahun 2013”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena kesempurnaan hanyalah milik Allah azza wa jalla dan setiap kesalahan ada pada diri penulis yang merupakan proses pembelajaran penulis untuk menjadi lebih baik lagi dikemudian hari. Akhir kata saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis

Bachtiar Sanjaya 0716041020


(12)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb..

Alhamdulillahirobil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan RidhoNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan saran, serta bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis ucapkan terimakasih kepada (tidak ada perbedaan rasa hormat berdasarkan urutannya):

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan FISIP Unila beserta jajarannya dari PD 1 sampai staf tata usaha.

2. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si. Selaku Kepala Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

3. Bapak Simon Sumanjoyo Hutagalung, S.A.N., M.P.A Selaku selaku dosen penguji utama atas kesediaan menguji, yang telah memberikan masukan, kritik dan saran dalam proses penyempurnaan skripsi ini dan Selaku Sekretais Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

4. Bapak Nana Mulyana, S.Ip., M.Si selaku Pembimbing Utama, atas kesediaanya memberikan bimbingan dan masukan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Dan selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama penulis menjadi mahasiswa Ilmu Administrasi Negara.


(13)

S.IP., M.Si., Prof. Dr. Bapak Yulianto, M.S., Bapak Fery Triatmojo, S.A.N., M.P.A., Bapak Eko Budi Sulistyo, S.Sos., M.AP., Bapak Drs Noverman Duadji, M.Si., Ibu Dra. Dian Kagungan, M.H, Ibu Meiliyana, S.IP., M.A.,. Ibu Novita Tresiana, S.Sos., M.Si., Ibu Susana Indriyati Caturiani, S.IP., M.Si., Ibu Dewi Brima Atika, S.IP., M.Si., Ibu Intan Fitri Meutia, S.A.N., Ibu Devi Yulianti, S.A.N. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

6. Kedua orang tua penulis. Syamsuddin dan Ros Nana. Atas segala do’a, cinta, kasih sayang, perhatian, dan dukungan. Ini Jawaban dari Pertanyaan yang selalu kalian tanyakan selama ini, maaf sudah membuat kalian berdua menunggu.

7. Kepada Adik-adikku, yang senantiasa menjadi pelipur lelah penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan ANE’07 : Aan, Ujang, Catur, Hendy, Nia, Boncu, Amoy, Syeni, Lia, Tomas, Enal, Agung, Candra, Nanda, Riesa, Saligi, Ami, Richo, Yuni, Diah, Berly, Yeni, Akmal, Bachtiar, Rio, Bro, Nofi, Zulisa, Isty, Tiar, Evi, Yunita, Fitri, Rifka, Ijul, Bob, Ruth, Melly, Debi, Shinta, Hot, Junarko. Semoga persahabatan ini tidak hanya terukir sampai disini saja. Percayalah bahwa kesuksesan akan menanti kita disana. Amin yaa rabbal ‘alamiin.

9. Adindaku “Rosa Nur Indah Jayanti”. . Terima kasih atas segala dukungan dan bantuan selama ini.


(14)

11. Teman-teman “Softball Baseball MOHICANS”: yang mengajarkan saya lebih dewasa baik dipergaulan dan kepribadian.

12. Kepada semua orang yang hadir dalam kehidupan penulis dan tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih kalian telah menggoreskan lirik sederhana dalam kehidupan penulis, baik itu hitam maupun putih. Terima kasih telah menjadi bagian pendewasaan diri penulis.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb...

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis


(15)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP MOTTO

PERSEMBEHAN SANWANCANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Kinerja ... 7

1. Definisi Kinerja ... 7

2. Definisi Kinerja Organisasi Publik ... 9

3. Pengukuran Kinerja ... 10

4. Indikator Kinerja ... 14

5. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja ... 21

B. Komunikasi Dan Telekomunikasi ... 27

1. Definisi Komunikasi ... 27

2. DefinisTelekomunikasi ... 27

3. Sistem Telekomunikasi ... 29

4. Jaringan Telekomunikasi ... 30

5. Penyelenggaraan Jaringan Komunikasi ... 31


(16)

B. Fokus Penelitian ... 35

C. Lokasi Penelitian dan Unit Analisis ... 36

D. Jenis dan Sumber Data ... 36

E. Metode Pengumpulan Data ... 38

F. Instrumen Pengumpulan Data ... 40

G. Teknik Analisis Data ... 40

H. Teknik Keabsahan Data ... 42

IV.GAMBARAN UMUM ... 49

A. Sejarah Singkat Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung ... 49

B. Visi dan Misi... 52

C. Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) ... 54

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Kinerja Hasil Penelitian Tentang Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung ... 57

1. Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Indikator Produktifitas ... 57

2. Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Indikator Kualiats Layanan ... 75

3. Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Indikator Responsifitas ... 85

B. Pembahasan Tentang Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi di Kota Bandar Lampung ... 90

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jumlah Menara Telekomunikasi Tahun 2011-2013 di

Kota Bandar Lampung ... 5 Tabel 2. Daftar Jumlah Menara Telekomunikasi di Kota Bandar

Lampung... 57 Tabel 3. Jumlah Menara Telekomunikasi yang Telah Diterbitkan oleh

BPMP dari Tahun 2013 Sampai Maret 2014... 60

Tabel 4. Sanksi Administratif yang Dikeluarkan oleh BPMP dari Tahun

2013 Sampai Maret 2014... 73 Tabel 5. Latar Belakang Pendidikan Pegawai BPMP Kota Bandar


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi di Indonesia sampai dengan saat ini

berkembang dengan pesat seiring dengan penemuan dan pengembangan ilmu

pengetahuan dalam bidang informasi dan komunikasi, sehingga mampu

menciptakan alat-alat yang mendukung perkembangan teknologi informasi.

Perkembangan tersebut, mulai dari sistem komunikasi sampai dengan alat

komunikasi yang searah maupun dua arah (interaktif). Sebagai negara yang

sedang berkembang, Indonesia selalu mengadaptasi berbagai teknologi informasi

hingga akhirnya tiba di suatu masa di mana penggunaan internet mulai menjadi

kebutuhan.

Sebelum berkembangnya teknologi, orang-orang Indonesia harus menempuh jarak

yang jauh untuk mengantarkan sebuah surat atau pesan kepada orang lain, tetapi

lain dengan zaman sekarang dan perkembangan itu sendiri di Indonesia dimulai

dengan Satelit Palapa yang memudahkan arus komunikasi dan teknologi, yakni

telepon, fax dan lain-lain. Setelah itu perkembangan dilanjutkan dengan

berkembanganya jaringan sellular, yaitu GSM pertama di Indonesia, yakni sebuah teknologi komunikasi bergerak yang tergolong dalam generasi kedua (2G),


(19)

kemudian berkembang kembali ke generasi ketiga atau 3G dan saat ini sudah

mulai memasuki era LTE (4G).

Perkembangan media telekomunikasi yang terus tumbuh dan berkembang pesat

menjadi pendorong pertumbuhan industri menara telekomunikasi di Indonesia.

Operator seluler dan operator penyedia jasa internet membutuhkan jumlah menara

transmisi (penyalur) yang cukup banyak untuk menyediakan kapasitas yang besar

bagi layanan telekomunikasi yang canggih dan dapat mencapai wilayah yang luas.

Saat ini terdapat sekitar 54 ribu menara telekomunikasi yang beroperasi di

Indonesia dengan nilai investasi Rp 81,3 triliun, jumlah ini dapat terus bertambah

tergantung dengan jumlah kebutuhan.

Data dari Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) menunjukkan bahwa

jumlah pelanggan seluler di Indonesia per tahun 2011 telah mencapai lebih dari

240 juta pelanggan pada akhir tahun 2011 lalu, naik 60 juta pelanggan dibanding

tahun 2010. Angka ini mendekati jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 258

juta penduduk pada Desember 2010. Perkembangan jumlah pelanggan seluler di

Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi. Tak mengherankan jika pertumbuhan

menara telekomunikasi juga cukup tinggi dan berkembang pesat (sumber:

http://www.teknojurnal.com/2012/01/18/jumlah-pelanggan-seluler-di-indonesia-hampir-mendekati-jumlah-penduduk-indonesia/).

Sebagai contoh, Excelcomindo selama periode tahun 2011, XL menambah jumlah

base transceiver station (BTS) sebanyak 4.084 BTS (2G/3G) di seluruh

Indonesia, dimana 1.220 merupakan 3G BTS (3G BTS meningkat sebesar 53


(20)

total BTS XL hingga akhir Juni 2011 telah mencapai 24.971 BTS. (sumber:

http://www.republika.co.id/berita/trendtek/telekomunikasi/11/07/29/lp3dey-xl-bukukan-pendapatan-bersih-rp-16-triliun).

Bisnis menara makin berkembang sejak keluarnya Peraturan Menteri Komunikasi

dan Informatika No. 2 Tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan

Menara Bersama Telekomunikasi, dan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam

Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Pedoman Pembangunan dan

Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Sejak dua aturan itu muncul,

selain operator, banyak perusahaan independen yang menyewakan menara

bersama. Perusahaan independen tersebut antara lain Indonesian Menara, Menara

Bersama Group, Protelindo, Komet Konsorsium, Bali Telecom, Pandu Sarana

Global, Telcentec Indonesia, Wahana Lintas Sentral Telekomunikasi dan

Deltacomsel Indonesia.

Setiap pembangunan, penyelenggaraan, pengoperasian menara telekomunikasi

harus memperoleh izin dari pemerintah kabupaten, diantaranya izin usaha, izin

prinsip, izin lokasi, mendirikan menara, izin gangguan, rekomendasi operasional

menara. Izin-izin tersebut telah dijabarkan dalam peraturan daerah yang didukung

oleh peraturan walikota/bupati, serta petunjuk pelaksana teknis dari

masing-masing sataun kerja yang membidanginya.

Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler merupakan izin yang

diberikan untuk kegiatan pendirian bangunan menara telekomunikasi seluler.


(21)

tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama

Telekomunikasi.

BPMP (Badan Penanaman Modal dan Perizinan) adalah instansi atau badan

pemeritah yang berwenang mengeluarkan izin usaha, izin mendirikan bangunan,

izin gangguan dan izin-izin lainnya. BPMP dalam hal ini juga berwenang

mengeluarkan usaha di bidang usaha komunikasi. BPMP merupakan gerbang

awal bagi para pengusaha untuk mendapatkan izin usaha meraka. BPMP Kota

Bandar Lampung terbetuknya pada tahun 2009 dan tersebut berperan besar dalam

peningkatan PAD Kota Bandar Lampung dari sektor perizanan usaha.

PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah yang merupakan

modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah. Salah satu sumber PAD adalah perizinan. Saat ini di

Indonesia, khususnya di daerah, penarikan sumber daya ekonomi melalui

perizinan daerah dilakukan dengan aturan hukum yang jelas, yaitu dengan

peraturan daerah dan keputusan kepala daerah, sehingga dapat diterapkan sebagai

salah satu sumber penerimaan daerah.

Meningkatnya kegiatan usaha jasa di bidang telekomunikasi di Kota Bandar

Lampung yang sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap

fasilitas alat komunikasi, telah mendorong peningkatan pembangunan menara

telekomunikasi dan sarana pendukungnya. Dengan meningkatnya kegiatan usaha

jasa di bidang komunikasi di Kota Bandar Lampung tentunya mempengaruhi


(22)

Data dari BPMP Kota Bandar Lampung menyebutkan jumlah data menara

telekomunikasi di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Jumlah Menara Telekomunikasi Tahun 2011-2013 di Kota Bandar Lampung

No Tahun Jumlah Menara Telekomunikasi

1 2011 156

2 2012 284

3 2013 304

Sember: BPMP Kota Bandar Lampung tahun 2013

Berdasarkan jumlah menara yang tertera ditabel di atas, jumlah tersebut masih

banyak menara komunikasi yang masih belum memiliki izin. Jumlah menara

telekomunikasi yang ada di Kota Bandar Lampung berjumlah 304 menara yang

terdiri dari: sebanyak 241 menara di atas tanah, 34 menara di atas gedung, dan 29

monopoli. Dari 304 tersebut di dalamnya adalah Telkomsel, Indosat, XL, Three,

Smart Fren, Esia, dan lainnya. Untuk yang sedang memproses perizinan IMB ke

BPMP sebanyak 197 menara, 107 yang belum miliki IMB.

Hal ini dipertegas oleh pernyataan dari Bapak Ansori selaku kepala BPMP yang

mengatakan:

“Untuk satu menara menurut Kepala BPMP Kota Bandar Lampung Nizom

Ansori, biaya retribusi HO yang harus dibayarkan mencapai Rp 40 juta.

Jadi untuk 107 menara yang tidak memiliki izin gangguan, pemkot merugi


(23)

Hal ini tentunya merugikan PAD dari sektor perizinan dan juga menjadi

permasalahan BPMP terkait kinerja BPMP dalam meningkatkan PAD Kota

Bandar Lampung. Kewajiban untuk membayar retribusi izin gangguan sendiri

diatur pemerintah kota dalam Peraturan Daerah (Perda) Bandar Lampung No. 7

Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, dan diturunkan dalam Peraturan

Wali Kota (Perwali) No. 69 Tahun 2011 tentang Pembangunan Penataan Menara

Telekomunikasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul: “Kinerja Badan Penanaman Modal Dan Perizinan (BPMP)

Terhadap Pengendalian Menara Komunikasi di Kota Bandar Lampung.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

Bagaimanakah kinerja BPMP Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam

pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini,

adalah:

Mengetahui kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam


(24)

2. Manfat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis dan secara praktis

1. Secara teoritis atau akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu

memperkaya khazanah keilmuan ilmu administrasi negara terutama tentang

kinerja organisasi sektor publik.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau

bahan evaluasi bagi sataun kerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan

Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan kinerja terkait pengendalian


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Kinerja

1. Definisi Kinerja

Menurut Wibowo (2008: 7), kinerja berasal dari pengertian performance, yaitu sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Selain itu, menurut Amstrong dan Baron dalam Wibowo, (2008: 7), kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Sedangkan menurut Mahsun (2006: 25), kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai.


(26)

Menurut Tika (2006: 212-122), kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode tertentu. Fungsi kegiatan atau pekerjaan yang dimaksud di sini adalah pelaksanaan hasil pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya dalam suatu organisasi. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja terdiri dari:

a. Hasil-hasil fungsi pekerjaan;

b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai

seperti: motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya; c. Pencapaian tujuan organisasi; dan

d. Periode waktu tertentu.

Menurut Pasolong (2010: 175), konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa terlepas dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja sebagai hasil kerja/tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang


(27)

atau sekelompok orang dalam rangka mencapai tujuan tertentu dalam periode tertentu.

2. Definisi Kinerja Organisasi Publik

Menurut Mahsun (2006: 1), organisasi sering dipahami sebagai sekelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama. Sedangkan menurut Mahmudi (2010: 33) organisasi publik merupakan organisasi birokrasi pemerintahan yang menarapkan kewenangan dan kekuasaan yang legal (formal) dengan adanya kualitas keahlian dalam pola struktur yang hirarkis.

Kinerja organisasi mempunyai banyak pengertian. Menurut Pasolong (2010: 175), kinerja organisasi adalah sebagai totalias hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Sedangkan menurut Wibawa dalam Pasolong (2010: 176), mengemukakan bahwa kinerja organisasi adalah sebagai efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui usaha-usaha yang sistemik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif.

Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan (Keputusan Kepala LAN No. 239/1x/6/8/2003).


(28)

Berdasarkan uraian di atas, maka Peneliti menyimpulkan bahwa kinerja organisasi publik adalah totalias hasil kerja yang dicapai suatu organisasi birokrasi pemerintahan secara menyeluruh sesuai tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.

3. Pengukuran Kinerja

Menurut Mahmudi (2010: 12), pengukuran kinerja merupakan alat untuk menilai kesuksesan suatu organisasi. Dalam konteks organisasi sektor publik, kesuksesan organisasi itu akan digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan publik. Masyarakat akan menilai kesuksesan organisasi sektor publik melalui kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan publik yang relatif murah dan berkualitas. Pelayanan publik tersebut yang menjadi bottom line dalam organisasi sektor publik. Selain itu, menurut Mahsun (2006: 26), pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dalam bukunya pun Mahsun (2006: 34) mengungkapkan bahwa pengukuran kinerja bukanlah tujuan akhir melainkan merupakan alat agar dihasilkan manajemen yang lebih efisien dan terjadi peningkatan kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja akan memberi tahu mengenai apa yang telah terjadi, bukan mengapa hal itu terjadi atau apa yang harus dilakukan.


(29)

Menurut Wibowo (2008: 320), pengukuran hanya berkepentingan untuk mengukur apa yang penting dan relevan. Untuk itu, perlu jelas tentang apa yang dikatakan penting dan relevan sebelum menentukan ukuran apa yang harus digunakan. Hal-hal yang diukur tergantung pada apa yang dianggap penting oleh stakeholders dan pelanggan. Pengukuran mengatur keterkaitan antara strategi berorientasi pelanggan dan tujuan dengan tindakan. Pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara:

a. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi;

b. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan;

c. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja;

d. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu prioritas perhatian;

e. Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas;

f. Mempertimbangkan penggunaaan sumber daya; dan

g. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.

Selain itu, menurut Sedarmayanti (2007: 195-196), pengukuran kinerja digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program. kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi organisasi. Karenanya sudah merupakan suatu hal yang mendesak untuk menciptakan sistem yang mampu untuk mengukur kenierja dan keberhasilan organisasi. Untuk dapat menjawab pertanyaan tingkat keberhasilan organisasi, maka seluruh aktivitas organisasi tidak semata-mata kepada input dari program organisasi, tetapi lebih ditekankan kepada output, proses, manfaat, dan dampak program organisasi.


(30)

Terlepas dari besar, jenis, sektor atau spesialisasinya, setiap organisasi biasanya cenderung untuk tertarik pada pengukuran kinerja dalam aspek berikut ini:

a. Aspek Finansial

Meliputi anggaran suatu organisasi. Karena aspek finansial dapat dianalogikan sebagai aliran darah dalam tubuh manusia, aspek finansial merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja.

b. Kepuasan pelanggan

Dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan samgat krusial dalam penentuan strategi perusahaan. Dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas, maka organisasi dituntut untuk terus menerus memberi pelayanan berkualitas prima. Untuk itu, pengukuran kinerja perlu didesain sehingga pimpinan dapat memperoleh informasi relevan atas tingkat kepuasan pelanggan.

c. Operasi bisnis internal

Informasi operasional bisnis internal diperlukan ntuk memastikan bahwa seluruh kegiatan organisasi sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi seperti tercantum dalam rencana startegis. Informasi operasional bisnis internal diperlukan utuk melakukan perbaikan terus menerus atau efesien dan efektivitas operasi organisasi.

d. Kepuasan karyawan

Karyawan merupakan aset yang harus dikelola dengan baik, apalagi dalam organisasi yang banyak melakukan inovasi, peran strategis karyawan sangat nyata. Apabila karyawan tidak terkelola dengan baik, maka kehancuran organisasi sulit dicegah.


(31)

e. Kepuasan komunitas dan shareholder/stakeholder

Kegiatan instansi pemerintahan berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu informasi dari pengukuran kinerja perlu didesain untuk mengakomodasi kepuasan dari para stakeholder.

f. Waktu

Ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam desain pengukuran kinerja. Kita sering membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusasn, namun informasi tersebut lambat diterima, kadang sudah tidak relevan/kadaluarsa.

Menurut Mahmudi (2010: 14), pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian manajemen, baik organisasi publik maupun swasta. Namun karena sifat dan karakteristik organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta, penekanan dan orientasi pengukuran kinerjanya pun terdapat perbedaan. Adapun tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah:

a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi;

b. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai;

c. Memperbaiki kinerja periode berikutnya;

d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward and punishment;

e. Memotivasi pegawai; dan


(32)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu cara untuk mengetahui atau menilai sejauh mana tujuan, sasaran dan program dari suatu organisasi tercapai bisa tercapai. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan suatu kinerja organisasi.

4. Indikator Kinerja

Menurut Mahmudi (2010: 155-156), indikator kinerja merupakan sarana atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran indikator kinerja bagi organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau rambu-rambu bagi manajer atau pihak luar untuk menilai kinerja organisasi. Secara umum, indikator kinerja memiliki peran antara lain:

a. Membantu memperbaiki praktik manajemen;

b. Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung

jawab secara eksplisit dan pemberian bukti atas suatu keberhasilan atau kegagalan;

c. Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan

pengendalian;

d. Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga

memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja di semua level organisasi; dan


(33)

Di samping itu, menurut Sedarmayanti (2007: 198), indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukkan kemampuan dalam rangka dan/atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Sementara itu, menurut Mahsun (2006: 71), indikator kinerja (performance indicators) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance measure). Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif.

Adapun beberapa indikator yang perlu digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 178-180), antara lain yaitu:

1. Produktifitas

Produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur efektifitas pelayanan. Produktifitas pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input dan output. Konsep produktifitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktifitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan salah satu indikator kinerja yang penting. Sedangkan yang dimaksud produktivitas menurut Dewan Produktivitas


(34)

Nasional, adalah suatu sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini (harus) lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.

2. Kualitas Layanan

Kualitas layanan cenderung menjadi penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja birokrasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap terhadap kualitas pelayanan sering kali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja birokrasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat dapat menjadi indikator untuk menilai kinerja birokrasi publik.

3. Responsifitas

Responsifitas yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi masyarakat. Secara singkat Responsifitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsifitas dimaksudkan sebagai salah satu indikator kinerja karena Responsifitas secara langsung menggambarkan kemampuan birokrasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan


(35)

masyarakat. Responsifitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Organisasi yang memiliki Responsifitas yang rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. 4. Responsibilitas

Responsibilitas yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsifitas. 5. Akuntabilitas

Akuntabilitas menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya ialah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu memprioritaskan kepentingan publik. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik itu konsisten dengan kehendak publik. Kinerja birokrasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh birokrasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dilihat dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Suatu kegiatan birokrasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan niali-nilai-norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Selain itu menurut Kumorotomo dalam Pasolong (2010: 180), beberapa indikator kinerja yang dapat dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik, antara lain yaitu:


(36)

1. Efisiensi

Yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapat laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.

2. Efektivitas

Yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan.

3. Keadilan

Yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan.

4. Daya tanggap

Yaitu berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak.

Sedangkan menurut Nasucha dalam Pasolong (2010: 180), terdapat lima dasar yang bisa dijadikan indikator kinerja sektor publik, antara lain:

1. Pelayanan yang menunjukkan seberapa besar pelayanan yang diberikan.

2. Ekonomi, yang menunjukkan apakah biaya yang digunakan lebih murah dari pada yang direncanakan.

3. Efisien, yang menunjukkan perbandingan hasil yang dicapai dengan


(37)

4. Efektivitas, yang menunjukkan perbandingan hasil yang seharusnya dengan hasil yang dicapai.

5. Equity, yang menunjukkan tingkat keadilan potensial dari kebijakan yang dihasilkan.

Jika diamati dari berbagai pendapat di atas, terlihat bahwa indikator untuk mengukur kinerja suatu organisasi dapat didekati dari berbagi pendekatan, baik pendekatan ekonomi, sosial, keorganisasian maupun manajemen. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis elemen indikator-indikator kinerja dengan mengindentifikasi indikator yang dominan yang dipaparkan oleh para ahli di atas, kemudian indikator-indikator yang digunakan akan disesuaikan dengan kondisi organisasi yang diteliti serta permasalahan yang terjadi, sehingga data yang diperoleh akan relevan.

Efesiensi dan efektivitas merupakan indikator yang paling dominan disebutkan di atas. Namun, Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 178) mengembangkan satu ukuran lebih luas yaitu produktivitas yang mana tidak hanya mengukur efesiensi, tetapi juga mengukur efektivitas. Konsep produktivitas digunakan juga untuk menilai seberapa besar pelayanan publik memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. Indikator tersebut termasuk ke dalam indikator produktivitas yaitu terkait dengan output/keluaran dari suatu organisasi. Dengan demikian, indikator produktivitas dapat menjadi suatu tolok ukur dalam penilaian kinerja organisasi, sehingga menjadi sangat penting untuk diteliti.


(38)

Indikator kualitas layanan merupakan indikator yang sangat penting untuk dijadikan sebagai tolok ukur dalam penilaian kinerja. Hal tersebut karena banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Kualitas layanan berkaitan erat dengan kepuasan masyarakat yang mengacu pada Responsifitas. Dengan demikian, kualitas layanan tersebut dapat dijadikan salah satu elemen indikator kinerja organisasi. Selanjutnya adalah indikator daya tanggap. Indikator daya tanggap sangat relevan untuk dijadikan tolok ukur dalam penilaian kinerja organisasi.

Daya tanggap termasuk dalam Responsifitas yang ditunjukan oleh suatu organisasi, sebab Responsifitas secara langsung menggambarkan kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi masyarakat. Secara singkat Responsifitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, daya tanggap dimasukan dalam indikator Responsifitas dalam menilai kinerja organisasi. Suatu organisasi yang memiliki Responsifitas rendah otomatis memiliki kinerja yang tidak optimal pula. Hal inilah yang menjadi alasan Responsifitas dilibatkan sebagai elemen indikator yang diteliti.

Kemudian adalah indikator keadilan (equity) yang mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Namun menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 179), prinsip keadilan termasuk dalam indikator akuntabilitas. Indikator akuntabilitas sendiri merupakan ukuran yang


(39)

menunjukkan sejauhmana kegiatan yang diselenggarakan sesuai dengan kehendak publik dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Akuntabilitas menjadi penting, karena dengan melihat akuntabilitas suatu organisasi, maka akan dapat diketahui orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh organisasi yang bersangkutan. Dengan demikian, indikator akuntabilitas diikutsertakan sebagai tolok ukur penilaian kinerja organisasi. Akuntabilitas juga terkadang seperti Responsibilitas yang fungsinya sama penting dalam penilaian kinerja.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dari beberapa indikator yang dipaparkan oleh para ahli mengenai penilaian indikator kinerja organisasi. Peneliti merumuskan hanya 4 (empat) indikator yang dianggap mewakili dari beberapa indikator yang telah disebutkan sebelumnya dan sesuai dengan keadaan yang ingin diteliti. Adapun indikator yang dipakai meliputi indikator produktifitas, responsifitas, responsibilitas dan indikator akuntabilitas.

5. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja

Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Mahmudi (2010: 20), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain adalah:

1. Faktor personal/individual

Faktor ini meliputi pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu;

2. Faktor kepemimpinan

Dalam faktor ini meliputi kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer atau team leader;


(40)

3. Faktor tim

Faktor ini meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim;

4. Faktor sistem

Meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi;

5. Faktor konstektual (situasional)

Pada faktor ini meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Selain itu, dalam Pasolong (2010: 186-189), dikemukakan pula faktor-faktor yang memengaruhi kinerja suatu organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kemampuan

Pada dasarnya kemampuan menurut Robbins dalam Pasolong (2010: 186-189) adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari dua segi, antara lain yaitu: a. Kemampuan intelektual, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk melakukan

kegiatan mental, dan

b. Kemampuan fisik, yaitu kemampuan untuk diperlukan tugas-tugas yang

menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan ketrampilan.

Kemampuan dalam suatu bidang hanya dapat dimiliki oleh seseorang yang memiliki bakat dan intelegensi (kecerdasan) yang mencukupi. Sedangkan bakat

biasanya dikembangkan dengan pemberian kesempatan pengembangan


(41)

2. Kemauan

Kemauan atau motivasi menurut Robbins dalam Pasolong (2010: 186-189) adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi. Kemauan atau motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a. Pengaruh lingkungan fisik, yaitu setiap pegawai menghendaki lingkungan fisik

yang baik untuk bekerja, lampu yang terang, ventilasi udara yang nyaman, sejuk, bebas dari gangguan suara berisik dan sebaiknya ada musik.

b. Pengaruh lingkungan sosial, yaitu sebagai makhluk sosial dalam melaksanakan pekerjaan tidak semata-mata hanya mengejar penghasilan saja, tetapi juga mengharapkan penghargaan oleh pegawai lain, pegawai lebih berbahagia apabila menerima dan membantu pegawai lain.

3. Energi

Energi menurut Jordan E. Ayan dalam Pasolong (2010: 186-189) adalah pemercik api yang menyalakan jiwa. Tanpa adanya energi psikis dan fisik yang mencukupi, maka perbuatan kreatif pegawai terhambat.

4. Teknologi

Teknologi dapat dikatakan sebagai “tindakan yang dikerjakan oleh individu atau suatu objek dengan atau tanpa bantuan alat mekanikal, untuk membuat beberapa perubahan terhadap suatu objek. Teknologi menurut Danise M. Rousseau dalam Gibson dalam Pasolong (2010:186-189), mengatakan bahwa teknologi adalah penerapan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan.

5. Kompensasi

Kompensasi adalah sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa kinerja dan bermanfaat baginya.


(42)

6. Kejelasan tujuan

Kejelasan tujuan merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian kinerja. Oleh karena pegawai tidak mengetahui dengan jelas tujuan pekerjaan yang hendak dicapai, maka tujuan yang tercapai tidak efisien dan atau kurang efektif.

7. Keamanan

Keamanan pekerjaan menurut George Strauss dan Leonard Sayles dalam Pasolong (2010: 186-189) adalah sebuah kebutuhan manusia yang fundamental, karena pada umumnya orang menyatakan lebih penting keamanan pekerjaan dari pada gaji atau kenaikan pangkat.

Menurut Hennry Simamora dalam Mangkunegara (2005: 14), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertama, faktor individual yang terdiri dari; kemampuan dan keahlian, latar belakang, demografi. Kedua, faktor psikologis yang terdiri dari: persepsi, attitude, personality, pembelajaran, motivasi. Ketiga, faktor organisasi yang terdiri dari; sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur , dan job design.

Menurut Soesilo dalam Tangkilisan (2007: 180-181), mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi birokrasi dimasa depan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang antara lain yaitu:

a. Struktur organisasi, sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktifitas organisasi.

b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi.

c. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal.


(43)

d. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.

e. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan

penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi.

Sedangkan Atmosoeprapto dalam Tangkilisan (2007: 181-182), menjelaskan bahwa kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor intenal maupaun faktor ekstenal, meliputi:

1. Faktor eksternal yang terdiri dari:

a. Faktor Politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan

kekuatan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi berkarya secara maksimal . b. Faktor Ekonomi, yaitu tingkat perkembagan ekonomi yang berpengaruh

pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang besar.

c. Faktor Sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.

2. Faktor internal yang terdiri dari:

a. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi.

b. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.


(44)

c. Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelola anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.

d. Budaya organisasi, yaitu gaya dan identidas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.

Dari berbagai argumen di atas, ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi, maka akan sangat tegantung pada jenis, karakteristik dan tujuan pembentukan organisasi itu sendiri. Dengan demikian dari faktor-faktor yang telah disebutkan, maka dalam penelitian ini, Peneliti menganalisis faktor-faktor mana yang relevan untuk diteliti sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Kota Bandar Lampung sesuai dengan keadaan dan kondisi organisasi tersebut serta permasalahan yang terjadi di lapangan.

B.Komunikasi dan Telekomunikasi

1. Definisi Komunikasi

Menurut Suprapto (2011: 7) ada tiga pengertian utama komunikasi, yaoti pengertian secara etimologis, terminologis, dan paradigmatis.

a. Secara etimologis, komunikasi dipelajari menurut asal-usul kata, yaitu komunikasi berasal dari Bahasa Latin communicati dan perkataan ini bersumber dari kata comminis yang berarti sama makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan.

b. Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu


(45)

c. Secara paradigmatis, komunikasi berarti pola yang meliputi sejumlah komponen berkorelasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Contohnya adalah ceramah, kuliah, dakwah, diplomasi, dan sebagainya. Demikian pula pemberitaan surat kabar dan majalah, penyiaran radio dan televisi atau pertunjukkan film di gedung bioskop, dan lain-lain.

Komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis yang artinya sama. Sehingga komunikasi berarti saling berusaha mengadakan suatu kesamaan (commonness) dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa kita sedang berusaha memberikan informasi atau pendapat kepada orang lain. Oleh karena itu, dalam proses komunikasi diperlukan tiga komponen:

a. Pengirim (komunikator) sebagai sumber;

b. Pesan (informasi); dan

c. Penerima (komunikasi) sebagai sasaran.

2. DefinisTelekomunikasi

Telekomunikasi adalah sejenis komunikasi elektronik yang menggunakan perangkat-perangkat telekomunikasi. Telekomunikasi berasal dari kata tele, yang artinya jauh dan komunikasi adalah penyampaian informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang lainnya. Telekomunikasi adalah penyampaian informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang lainnya yang berjarak jauh, sehingga definisi sesungguhnya dari telekomunikasi adalah penyampaian informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang


(46)

lainnya dengan mempergunakan bantuan peralatan khusus, contohnya telepon, televisi dan lain sebagainya.

Pasal 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi mengemukakan definisi atau pengertian telekomunikasi, bahwa telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetis lainnya, sedangkan alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

Terlihat di sini bahwa hubungan itu tidak harus jauh (meskipun ada perkataan tele) dekat pun bisa. Tidak harus berupa peralatan khusus (listrik) lainnya pun bisa contohnya asap, bendera, genderang dan laen sebagainya. Selain itu, harus pula dapat dibedakan antara telekomunikasi dengan komunikasi walaupun keduanya saling berhubungan. Masalah-masalah yang timbul pada telekomunikasi yaitu:

a. Masalah terminal; b. Masalah transmisi;

c. Bagaimana menyambungkan terminal-terminal tersebut dan bagaimana

mengontrol atau mengendalikan penyambungan dari terminal-terminal tersebut.

Di dalam telekomunikasi terlebih dahulu harus mengenal prinsip dasar dari telekomunikasi. Prinsip ini yaitu mengenai dua buah terminal yang dihubungkan oleh saluran transmisi.


(47)

3. Sistem Telekomunikasi

Sistem telekomunikasi terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak yang mamancarkan informasi dari satu tempat ke tempat lain. Sistem ini dapat memancarkan teks, data, grafik, suara, dokumen, atau video. Komponen utama suatu sistem telekomunikasi meliputi hal-hal berikut:

a. Perangkat keras semua jenis komputer (Desktop, Server, Mainframe) dan pengolah komunikasi (modems atau komputer kecil yang digunakan untuk komunikasi).

b. Media komunikasi media fisik, dimana sinyal elektronik dialirkan, termasuk media tanpa kawat (digunakan dengan cell phone dan satelit). c. Jaringan komunikasi jalur antar komputer dan alat komunikasi perangkat

lunak komunikasi perangkat lunak yang mengendalikan sistem telekomunikasi dan keseluruhan proses transmisi.

d. Penyedia komunikasi data suatu perusahaan yang menyediakan jasa atau layanan komunikasi data.

e. Protokol komunikasi aturan untuk mengirimkan informasi pada sistem aplikasi komunikasi pertukaran data secara elektronik, teleconferencing, videconferencing, e-mail, reproduksi, dan perpindahan data secara elektronik. Untuk memancarkan dan menerima informasi, suatu sistem telekomunikasi harus melaksanakan sejumlah fungsi terpisah yang transparan kepada pengguna.


(48)

4. Jaringan Telekomunikasi

Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan telekomunikasi.

Penyelenggaraan telekomunikasi harus dilaksanakan oleh penyelenggara telekomunikasi. Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi meliputi:

a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi; b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;

c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:

a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);

b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

c. Badan Usaha Swasta; atau

d. Koperasi.

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dapat dilakukan oleh:

a. perseorangan;


(49)

c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau d. penyelenggara jasa telekomunikasi.

Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan/atau menyediakan jaringan telekomunikasi. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam membangun jaringan telekomunikasi wajib memenuhi

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara jaringan

telekomunikasi dalam membangun dan/atau menyediakan jaringan

telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis. Ketentuan mengenai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

5. Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi

Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan yang sudah ada. Untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi dari menteri.


(50)

6. Hak dan Kewajiban Penyelenggara Jasa Telekomunikasi

Dalam Rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi, berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi pihak penyelenggara jaringan telekomunikasi mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

a. Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai pemerintah.

b. Pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan

telekomunikasi dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi. d. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa

telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.

Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan

telekomunikasi berdasarkan prinsip:

a. Peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan

b. Pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan


(51)

Berdasarkan Undang-Undang No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, untuk menyelenggarakan jaringan telekomunikasi, pemohon wajib mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Menteri. Dalam Pasal

57 Undang-Undang No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi, dalam mengajukan permohonan izin pemohon wajib memenuhi persyaratan:

a. Berbentuk badan hukum Indonesia yang bergerak dalam bidang

telekomunikasi;

b. Mempunyai kemampuan sumber dana dan sumber daya manusia di bidang

telekomunikasi.

Sedangkan tata cara pengajuan izin diatur dengan keputusan menteri. Pemberian izin untuk penyelenggara jaringan telekomunikasi dilakukan melalui evaluasi atau seleksi. Persyaratan permohonan izin terdiri atas:

a. Profil perusahaan;


(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif (menggambarkan) dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nazir (2005: 55), penelitian deskriptif yakni tipe penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, hal tersebut didasarkan karena penelitian ini menghasilkan data-data berupa kata-kata menurut responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata yang melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan, dan bertindak), direduksi, ditriangulasi, disimpulkan (diberi makna oleh peneliti), dan diverifikasi, adapun tujuannya adalah untuk menggambarkan secara tepat mengenai suatu keadaan, sifat-sifat individu atau gejala yang terjadi terhadap kelompok tertentu.

Penelitian ini ditekankan pada metode kualitatif deskriptif yang menekankan proses penelitian daripada hasil penelitian sehingga bukan kebenaran mutlak yang

dicari tapi pemahaman yang mendalam tentang sesuatu. Penelitian ini

memberikan pemahaman menyeluruh dan mendalam mengenai Perizinan pembangunan menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung tahun 2013 melalui proses wawancara kepada pihak-pihak yang terkait serta data-data yang diperoleh.


(53)

B.Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2004: 97), dalam penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian. Fokus memberikan batasan dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data, sehingga dengan batasan ini peneliti akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian. Karena itu menurut Moleong, fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan. Untuk dapat memahami secara lebih luas dan mendalam, maka diperlukan pemilihan fokus penelitian. Spradley dalam Sugiyono (2006: 234), mengemukakan ada empat alternatif untuk menetapkan fokus yaitu:

1. Menetapkan fokus pada permasalahan yang disarankan oleh informan.

2. Menetapkan fokus berdasarkan domain-domain tertentu organisasi

domain.

3. Menetapkan fokus yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan iptek.

4. Menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang telah ada.

Adapun beberapa indikator yang perlu digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 178-180) pada kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung, yaitu:

1. Kinerja BPMP dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota


(54)

a. Jumlah menara telekomunikasi yang tidak berizin;

b. Jumlah menara telekomunikasi yang sedang dalam proses

perizinan.

2. Kinerja BPMP dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota

Bandar Lampung berdasarkan indikator kualitas layanan.

a. Penyusunan dan penerapan standar pelayanan;

b. Sarana prasarana pendukung pelayanan perizinan.

3. Responsifitas, yaitu kepekaan BPMP untuk mengenali dan memahami

kebutuhan perusahaan operator telekomunikasi di Bandar Lampung dengan indikator tingkat penanganan atas keluhan terhadap prosedur penerbitan izin menara telekomunikasi.

C.Lokasi Penelitian

Menurut Moleong (2005: 128), lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Dalam penentuan lokasi penelitian, cara terbaik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan menjajaki dengan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan. Selain di perlu pertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian seperti, keterbatasan geografi dan praktis seperti waktu, biaya serta tenaga.

Dengan mempertimbangkan hal di atas dan membatasi penelitian, maka lokasi penelitian dalam penelitian ini ditentukan dengan sengaja (purposive) yang akan


(55)

dilakukan di Kota Bandar Lampung. Beberapa alasan yang menjadi dasar pemilihan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Masih banyak menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung yang

belum memiliki izin.

2. Badan Penanaman Modal dan Perizinan selaku instansi pemerintah yang mengurusi soal perizinan di Kota Bandar Lampung dituntut untuk memberikan pengawasan terhadap menara telekomunikasi.

D.Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Menurut Nawawi dan Martini (2006: 98), data merupakan bentuk tanggapan, pendapat, kenyakinan, perasaan, hasil pemikiran dan pengetahuan seseorang tentang segala sesuatu yang dipertanyakan sehubungan dengan masalah penelitian. Data penelitian terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan peneliti terdahulu. Adapun data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen.


(56)

2. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2005: 157), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan yang didapat dari informan melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data merupakan suatu benda, hal atau orang maupun tempat yang dapat dijadikan sebagai acauan peneliti untuk mengumpulkan data yang diinginkan sesuai dengan masalah dan fokus penelitian. Sumber-sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Informan

Informan yang diwawancarai yaitu informan yang terkait dalam kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung yang terdiri dari berbagai unsur, yaitu Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan, Pegawai Badan Penanaman Modal dan Perizinan, Anggota Tim Pengawas Badan Penanaman Modal dan Perizinan, Anggota DPRD Kota Bandar Lampung, Bagian Humas Perusahaan Operator Seluler dan masyarakat Kota Bandar Lampung. Tabel. Daftar Nama Informan

b. Dokumen-Dokumen.

Dokumen-dokumen yang digunakan merupakan dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini, yang di dapat dari berbagai sumber meliputi: peraturan-peraturan daerah, surat-surat keputusan, catatan-catatan, arsip-arsip, foto dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perizinan di Kota Bandar Lampung.


(57)

c. Observasi

Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi dengan cara mengamati berbagai aktifitas maupun fenomena yang berkaitan dengan pelayanan perizinan di Kota Bandar Lampung.

E.Metode Pengumpulan Data

Pada tahap ini ada dua macam metode yang digunakan dalam mengumpulkan data, yaitu:

a. Wawancara mendalam

Menurut Bungin (2007: 108), wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab seraya bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau

orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dalam upaya mendapatkan data dan informasi yang valid dengan fokus penelitian, maka dalam menentukan informan peneliti

menggunakan teknik purposive sampling pada tahap awal dan dalam

pengembangannya dilakukan secara snowball sampling sampai diperoleh data dan informasi yang lengkap.

b. Observasi

Menurut Bungin (2007: 115), metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan. Observasi atau pengamatan adalah kegiatan manusia


(58)

dengan menggunakan pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya. Oleh karena itu, observasi merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya. Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi dengan mengamati berbagai aktifitas pelaksanaan perizinan di Kota Bandar Lampung.

c. Dokumenter

Menurut Bungin (2007: 121), metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metode penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menulusuri data historis. Sebagian besar datanya yang tersedia adalah dalam bentuk surat-surat, catatan harian, cendera mata, laporan, dan sebagainya yang dapat mendukung suatu penelitian.

F. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian digunakan untuk membantu pengumpulan data, antara lain: a. Peneliti sendiri, yaitu peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap

fenomena yang terjadi di tempat penelitian dengan menggunakan alat panca indra. Menurut Moleong (2005: 163), ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namum peran penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya.

b. Perangkat penunjang lainnya, seperti pedoman wawancara (interview guide) yang bersifat terbuka (tidak rinci), pedoman dokumenter, pedoman observasi


(59)

dan menggunakan alat bantu lainnya (buku catatan, ballpoint, pensil, Handphone, dan lain-lain).

G.Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2005: 248), analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorgani-sasikan dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2006: 277-284), teknis analisis data tersebut meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1. Reduksi data (Data Reduction). Yaitu suatu proses merangkum, pemilihan hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang sudah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dilakukan secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini, reduksi data yang dilakukan antara lain seperti data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan, dianalisis melalui tahapan penajaman informasi, penggolongan berdasarkan fokus penelitian yaitu kualitas perizinan di Kota Bandar Lampung serta kendala-kendala yang


(60)

dihadapi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam melaksanakannya. Selain itu, Peneliti membuang data-data temuan yang tidak terkait dengan fokus penelitian.

2. Penyajian data (Data Display). Yaitu penyusunan sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Pada penelitian ini, secara teknis data-data yang telah di organisir akan disajikan ke dalam bentuk teks naratif, gambar, tabel, dan grafik. Penyajian data dilakukan dengan mendeskripsikan hasil temuan dalam wawancara terhadap informasi serta menghadirkan dokumen sebagai penunjang data.

3. Penarikan kesimpulan dan melakukan verifikasi (Conclusoin

drawing/verification). Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung, yaitu sejak awal memasuki lokasi penelitian dan selama pengimpulan data. Peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang tentatif. Akan tetapi dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus menerus, maka akan diperoleh kesimpulan yang bersifat grounded, dengan kata lain setiap kesimpulan senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung. Kesimpulan akhir dari penelitian ini berupa teks naratif yang mendeskripsikan kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung.


(61)

H.Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan standar validitas dari data yang diperoleh. Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian (Sugiyono, 2006: 299). Untuk menetapkan keabsahan (Trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan tenik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Moleong (2005: 324) menyebutkan ada empat kriteria yang digunakan, yaitu:

1. Derajat kepercayaan (credibility)

Penetapan kriteria ini pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan peneliti untuk memeriksa kredibilitas atau derajat kepercayaan antara lain:

a. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data itu. Triangulasi dianggap sebagi cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan


(62)

hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapat merecheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori.

Menurut Denzin dalam Holloway dan Daymon (2008: 153), triangulasi muncul dengan bentuk yang berbeda-beda, yaitu triangulasi data, triangulasi investigator, triangulasi teoretis, triangulasi metodologis. Triangulasi data yaitu jika Peneliti menggunakan beragam sumber data, seperti mengumpulkan data dari kelompok, lokasi/latar, atau waktu yang berbeda-beda. Triangulasi investigator yaitu jika Peneliti terlibat dengan beberapa peneliti ahli dalam bidang yang sama. Triangulasi teoritis yaitu jika Peneliti menggunakan beberapa kemungkinan penafsiran teoritis. Triangulasi metodologis yaitu jika Peneliti menggunakan dua metode atau lebih untuk riset yang sama. Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan triangulasi data, karena Peneliti berusaha menyatukan perbedaan sumber data yang Peneliti temukan. Seperti data wawancara yang berasal dari berbagai informan.

b. Kecukupan referensial

Yaitu dengan memanfaatkan bahan-bahan tercatat atau terekam sebagai patokan untuk menguji sewaktu diadakan analisis dan penafsiran data. Misalnya, rekaman, catatan, dan foto yang dapat dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan kritik yang telah terkumpul.

c. Melakukan member check

Menurut Lincoln dan Guba dalam Holloway dan Daymon (2008: 149), melakukan member check atau membervalidation, berarti mencocokkan pemahaman Peneliti


(63)

mengenai data dengan orang-orang yang Peneliti kaji, dengan merangkum, mengulangi, atau memparafrasekan (menyatakan kembali dengan bahasa Peneliti sendiri) ucapan meraka, sekaligus menyoal kejujuran dan penafsiran mereka. Member check menyajikan tanggapan kepada para partisipan, memungkinkan Peneliti mengecek reaksi mereka terhadap data dan temuan-temuan, serta membantu Peneliti mengukur tanggapan meraka terhadap penafsiran data yang Peneliti lakukan. Dalam penelitian ini, Peneliti melakukan member check antara lain dengan cara memaparkan dan menunjukkan hasil wawancara kepada informan yang bersangkutan untuk memastikan kebenaran ucapan dan jawaban wawancara.

2. Keteralihan (transferability)

Agar orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif dan ada kemungkinan untuk menarapkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Upaya untuk memenuhi hal ini peneliti melakukannya melalui tabulasi data serta disajikan oleh peneliti dalam hasil dan pembahasan. Menurut Holloway dan Daymon (2008: 145), Sifat transferability menggantikan validitas eksternal

dan mendekati gagasan generalisasi berdasarkan teori (theory-based

generalizability). Dalam konteks ini, Peneliti berperan untuk membantu pembaca memindahkan pengetahuan khusus yang diperoleh dari temuan-temuan sebuah riset pada latar/situasi lain. Temuan Peneliti akan di khususkan bagi situasi yang spesifik (artinya yang hanya berlangsung pada unit analisis penelitian). Proses transferability diawali pada tahap penyusunan proposal, tepatnya ketika Peneliti menguraikan karakteristik situasi yang menjadi pusat perhatian (focal setting),


(64)

atau gambaran lokasi, serta menunjukkan bagaimana sampel akan dipilih. Ketika Peneliti mampu mendiskusikan bagaimana temuan riset diposisikan, maka kemenonjolan (salience), signifikasi, atau pentingnya riset akan muncul dengan sendirinya.

3. Kebergantungan (dependability)

Uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan penelitian kelapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti itu perlu diuji dependability-nya, dan untuk mengecek penelitian ini benar atau salah. Setahap demi tahap data-data yang dihasilkan dilapangan dikonsultasikan dengan pembimbing. Hasil yang dikonsultasikan antara lain, proses penelitian dan taraf kebenaran data dan tafsirannya. Menurut Holloway dan Daymon (2008: 147), kredibilitas dan tingkat ketergantungan berhubungan erat. Kriteria tingkat ketergantungan menggantikan gagasan tentang reliabilitas. Agar temuan riset dapat dikaitkan (dengan yang lain), maka temuan tersebut harus konsisten dan akurat. Konteks riset juga harus diuraikan secara detail.

4. Kepastian (comfirmability)

Menguji kepastian hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang ada dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada tapi hasilnya ada. Derajat ini dapat dicapai melalui audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil penelitiannya. Pemeriksaan yang dilakukan pembimbing menyangkut kepastian asal-usul data, logika penarikan kesimpulan dari data dan penilaian derajat ketelitian serta telaah terhadap kegiatan penelitian


(1)

56

keharusan yang tidak dapat ditunda tunda lagi pelaksanaanya karena merupakan manifestasi dari aparatur pemerintahan selaku abdi masyarakat dan abdi negara, selain itu arus globalisasi dan persaingan pasar bebas serta tuntutan dunia bisnis yang semakin liberal menginginkan adanya berbagai kemudahan dalam melakukan investasi usaha khususnya dalam pengurusan seluruh perizinan yang dapat dilakukan dalam satu wadah (one stop service).

Pelembagaan PTSP pada BPMP Kota Bandar Lampung, dari pelayanan yang sebelumnya terpisah-pisah pada berbagai instansi seperti Badan Penanaman Modal dan Perizinan, Dinas Tata Kota serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menjadi pelayanan yang terpadu, secara terperinci mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Proses pelembagaan PTSP pada BPMP Kota Bandar Lampung sepenuhnya mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagaimana telah diuraikan di atas dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.


(2)

97

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat dapat ditarik kesimpulan bahwa:

Kinerja BPMP Kota Bandar Lampung dalam pengendalian menara telekomunikasi berdasarkan indikator produktifitas, indikator kualitas layanan, dan indikator responsifitas masih belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dari terdapat 107 menara telekomunikasi yang belum memiliki izin sepanjang tahun 2013. Akan tetapi saat ini sudah mulai dilakukan perbaikkan kinerja. BPMP selama tahun 2013 sampai dengan bulan Maret 2014 telah menerbitkan IMB menara telekomunikasi untuk 97 menara telekomunikasi yang belum memiliki izin dan sisanya 10 menara telekomunikasi masih dalam proses pengurusan izin di BPMP Kota Bandar Lampung. Selain itu, pelayanan yang diberikan kepada pengusaha dan perusahaan operator seluller dalam mengurus perizinan menara telekomunikasi di BPMP harus ditingkatkan karena perusahaan butuh waktu pengurusan izin yang cepat dan mudah.


(3)

98

B. Saran

Peneliti menyarankan BPMP harus lebih meningkatkan kinerjanya dalam melaksanakan pengendalian menara telekomunikasi seiring dengan perkembangan telekomunikasi di Kota Bandar Lampung dengan cara mengoptimalkan koordinasi dan kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya, seperti Dinas Tata Kota, Dinas Komunikasi dan Informasi dan Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung. Selain itu, BPMP harus meningkatkan pelayanan kepada perusahaan operator seluler dan perusahaan penyedia jasa menara telekomunikasi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Holloway, I. dan Daymon, C. 2008. Metode-metode Riset Kualitatif dalam Public

Relations & Marketing Communications. Yogyakarta : PT. Bentang Pustaka

Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : UPP STIM YKPN

Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : BPFE

Mangkunegara, A.P. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : PT Refika Aditama Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya

Nawawi dan Martini. 2006. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia

Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi,

dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung : PT Refika Aditama. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :

Alfabeta.

Tangkilisan, H. N. 2007. Manajemen Publik. Jakarta : PT Grasindo

Tika, Pabundu. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta : Bumi Aksara

Wibowo. 2008. Manajemen Kinerja. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Peraturan Perundang-undangan:


(5)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomonikasi

Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi

Peraturan Daerah (Perda) Bandar Lampung No. 7 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu

Peraturan Wali Kota (Perwali) No. 69 Tahun 2011 tentang Pembangunan Penataan Menara Telekomunikasi.

Website:

http://www.teknojurnal.com/2012/01/18/jumlah-pelanggan-seluler-di-indonesia-hampir-mendekati-jumlah-penduduk-indonesia/

http://www.republika.co.id/berita/trendtek/telekomunikasi/11/07/29/lp3dey-xl-bukukan-pendapatan-bersih-rp-16-triliun

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/54723-beda-data


(6)

Dokumen yang terkait

PERAN BADAN PENANAMAN DAN MODAL PERIZINAN DALAM PENERBITAN KETERANGAN RENCANA KOTA UNTUK PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

0 7 66

PERAN BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN DALAM PENERBITAN KETERANGAN RENCANA KOTA UNTUK PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

0 3 10

ANALISIS PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TIM TEKNIS PERIZINAN KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PERIZINAN PEMASANGAN REKLAME DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi Pada Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Kota Bandar Lampung) Oleh

0 28 106

ANALISIS PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TIM TEKNIS PERIZINAN KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMASANGAN IZIN REKLAME DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi Pada Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Kota Bandar Lampung)

0 15 99

KEWENANGAN BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN PENANAMAN MODAL DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG

0 10 27

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KOTA BANDAR LAMPUNG

8 48 67

KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN MELALUI SISTEM ONE STOP SERVICE PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KOTA BANDAR LAMPUNG

19 107 76

KEWENANGAN BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) DALAM PENCABUTAN IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

0 10 54

KINERJA PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KOTA SURAKARTA

0 1 8

Kata Kunci : Perizinan, Badan Penanaman Modal dan Perizininan ABSTRACT - PERIZINAN USAHA JASA BOGA OLEH BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN KOTA BANDAR LAMPUNG

0 0 12