KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN MELALUI SISTEM ONE STOP SERVICE PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

LICENSING SERVICE QUALITY THROUGH ONE STOP SERVICE SYSTEM IN INVESTMENT AND LICENSING AGENCY OF BANDAR

LAMPUNG CITY

By

EKI ANES WIJAYA SW

Service quality is an important component in the implementation of public services. Local governments as public service providers, have a role in creating excellent service in improving the people's satisfaction. Forms of public services provided by the government, one of which is the provision of licensing services. Since the enactment of the Minister of Home Affairs Number 24 Year 2006 on Guidelines for the Implementation of One Stop Services (OSS), implementation of licensing in Bandar Lampung through BPMP implemented into an OSS system, which is integrated in the process of obtaining licenses is only done in one place (One Stop Service). Integrating licensing in BPMP of Bandar Lampung City still many obstacles because of public dissatisfaction with the service provided such as slow turnaround time licensing documents that are not in accordance with Standard Operating Procedures (SOP) which have been established.

The purpose of this study was to determine how the licensing service quality through a system of one-stop service on the Investment and Licensing Agency in Bandar Lampung. This study uses Mix Methods research with sequential


(2)

explanatory models (sequential combination of quantitative-qualitative). Data collected through questionnaires, interview, observation, and documentation. Data analysis techniques in quantitative methods using descriptive statistical analysis and qualitative analysis through the stages of data reduction, data presentation, and conclusions.

The survey results revealed that service quality on the dimension of tangible (physical shape) reached 78.3%, including the quality category. Dimension of reliability reached 74.2% (quality). Dimension of responsiveness reached 76.5%, (quality). Dimension of Assurance (guarantee) reached 70.5%, including the quality and dimension of empathy reached 73%, including quality. The cumulative value of service quality in the BPMP of Bandar Lampung city obtained an average value of 74.6% of that expected. It is included in the category of quality. The lowest value of the indicator obtained guarantees timeliness of completion of the licensing document assurance dimension for 57.2% than expected. This needs a strong commitment and adherence to Standard Operating and Procedure (SOP) which has been established and the good cooperation between employees.


(3)

ABSTRAK

KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN MELALUI SISTEM ONE STOP

SERVICE PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN

(BPMP) KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

EKI ANES WIJAYA SW

Kualitas pelayanan merupakan komponen penting dalam pelaksanaan pelayanan publik. Pemerintah daerah sebagai penyelenggara public service memiliki peran dalam menciptakan pelayanan prima bagi masyarakat. Bentuk pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah salah satunya ialah pelayanan perizinan. Sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), penyelenggaraan perizinan di Bandar Lampung melalui BPMP Kota Bandar Lampung dilaksanakan ke dalam suatu sistem PTSP, yakni dalam proses pengurusan perizinannya terintegrasi pada satu tempat (One Stop Service). Pengintegrasian perizinan di BPMP Kota Bandar Lampung masih ditemukan kendala karena ketidakpuasan publik terhadap pelayanan yang diberikan seperti lambatnya waktu penyelesaian dokumen perizinan yang tidak sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kualitas pelayanan perizinan melalui sistem one stop service pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan metode


(4)

penelitian Mix Methods (metode penelitian kombinasi) dengan model sequential explanatory (kombinasi berurutan kuantitatif-kualitatif). Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data pada metode kuantitatif menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis kualitatif melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.

Hasil penelitian diketahui bahwa nilai kualitas pelayanan pada dimensi tangible

(berwujud fisik) mencapai 78,3%, termasuk pada kategori berkualitas. Dimensi

reliability (kehandalan) mencapai 74,2% (berkualitas). Dimensi responsiveness

(ketanggapan) mencapai 76,5%, (berkualitas). Dimensi assurance (jaminan) mencapai 70,5%, termasuk berkualitas dan dimensi emphaty (empati) mencapai 73%, termasuk berkualitas. Secara kumulatif nilai kualitas pelayanan di BPMP Kota Bandar Lampung mendapatkan nilai rata-rata sebesar 74,6% dari yang diharapkan. Hal ini termasuk dalam kategori berkualitas. Nilai terendah didapatkan dari indikator jaminan ketepatan waktu penyelesaian dokumen perizinan dimensi assurance sebesar 57,2% dari yang diharapkan. Hal ini perlu adanya komitmen yang kuat dan kepatuhan terhadap Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan dan kerjasama yang baik antar pegawai.


(5)

KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN MELALUI SISTEM ONE STOP

SERVICE PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN

(BPMP) KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

EKI ANES WIJAYA SW

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(6)

KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN MELALUI SISTEM ONE STOP

SERVICE PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN

(BPMP) KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

EKI ANES WIJAYA SW

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Prosedur Pelayanan Perizinan ... 4 2. Bagan Kerangka Pikir ... 35 3. Metode Penelitian Kombinasi Sequential Explanatory (Urutan Pembuktian

Kuantitatif-Kualitatif) ... 37 4. Alur Proses Penanganan Pengaduan ... 100


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 9

C.Tujuan Penelitian ... 9

D.Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Tentang Kualitas Pelayanan Publik ... 10

1. Pengertian Kualitas Pelayanan Publik ... 10

2. Penilaian Kualitas Pelayanan Publik ... 12

B.Tinjauan Tentang Pelayanan Publik ... 18

1. Pelayanan dan Layanan ... 18

2. Pengertian Pelayanan Publik ... 19

3. Penyelenggara Pelayanan Publik ... 21

4. Jenis-Jenis Pelayanan Publik ... 21

5. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik ... 22

C.Tinjauan Tentang Kepuasan Pelanggan ... 23

1. Pengertian Kepuasan Pelanggan ... 23

D.Tinjauan Tentang Perizinan... 26

1. Pengertian Izin ... 26

2. Pengertian Perizinan ... 27

3. Fungsi Pemberian Perizinan ... 28

4. Tujuan Pemberian Izin ... 28

E. Tinjauan Tentang One Stop Service ... 29

1. Pengertian One Stop Service ... 29

F. Kerangka Pikir ... 33


(9)

III. METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian ... 36

B.Populasi dan Sampel ... 38

C.Definisi Konseptual ... 39

D.Definisi Operasional ... 40

E. Fokus Penelitian ... 42

F. Lokasi Penelitian ... 43

G.Waktu Penelitian ... 43

H.Jenis Data ... 44

I. Teknik Pengumpulan Data ... 44

J. Teknik Pengolahan Data ... 47

K.Teknik Analisis Data ... 48

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.Sejarah Singkat Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung ... 52

B.Visi dan Misi Badan Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung ... 55

C.Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung ... 57

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian Kuantitatif ... 65

1. Karakteristik Responden... 65

2. Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Tangible ... 68

3. Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Reliability ... 72

4. Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Responsiveness ... 76

5. Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Assurance ... 79

6. Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Emphaty ... 83

7. Nilai Kumulatif Kualitas Pelayanan ... 86

B.Hasil Penelitian Kualitatif ... 88

1. Dimensi Tangible (Berwujud Fisik) ... 88

2. Dimensi Reliabiliity (Kehandalan) ... 94

3. Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) ... 98

4. Dimensi Assurance (Jaminan) ... 102

5. Dimensi Emphaty (Empati) ... 106

C.Pembahasan ... 108

VI. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 118

B.Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis-Jenis Perizinan di BPMP Kota Bandar Lampung ... 3

2. Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL ... 16

3. Definisi Konseptual dan Operasional Kepuasan Pelanggan ... 24

4. Definisi Operasional ... 40

5. Waktu Penelitian ... 43

6. Kisi-Kisi Kuesioner Waktu Pelayanan ... 46

7. Kategorisasi Nilai Interval ... 50

8. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 65

9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66

10. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 66

11. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 67

12. Fasilitas Sarana dan Prasarana (Butir 1) ... 68

13. Kenyamanan Ruang Tunggu (Butir 2) ... 69

14. Kebersihan Ruang Tunggu (Butir 3) ... 70

15. Kerapihan Penampilan Petugas (Butir 4) ... 70

16. Kemudahan Akses Memeroleh Pelayanan (Butir 5) ... 71

17. Nilai Kualitas Pelayanan Menurut 50 Responden pada Setiap Butir Instrumen Dimensi Tangible ... 72

18. Kemampuan Petugas Menyampaikan Informasi Secara Jelas (Butir 6) ... 73

19. Keahlian Petugas dalam Memberikan Pelayanan (Butir 7) ... 74

20. Ketepatan Waktu Pelayanan dan Kedisiplinan Pegawai (Butir 8) ... 74

21. Tanggungjawab Petugas dalam Memberikan Pelayanan (Butir 9) ... 75

22. Nilai Kualitas Pelayanan Menurut 50 Responden pada Setiap Butir Instrumen Dimensi Reliability ... 76

23. Kecepatan dalam Merespon Pemohon (Butir 10) ... 77

24. Kecermatan Petugas (Butir 11) ... 77

25. Merespon Setiap Keluhan Pemohon (Butir 12) ... 78

26. Nilai Kualitas Pelayanan Menurut 50 Responden pada Setiap Butir Instrumen Responsiveness ... 79

27. Jaminan Kemudahan Prosedur Pelayanan (Butir 13) ... 80

28. Jaminan Kemudahan Persyaratan Pelayanan (Butir 14) ... 80


(11)

30. Jaminan Kepastian Waktu Penyelesaian Dokumen Perizinan (Butir 16) ... 82

31. Nilai Kualitas Pelayanan Menurut 50 Responden Pada Setiap Butir Instrumen Assurance ... 82

32. Keramahan Petugas (Butir 17) ... 83

33. Kesopanan Petugas (Butir 18) ... 84

34. Tidak Ada Diskriminatif (Membeda-bedakan) (Butir 19) ... 85

35. Nilai Kualitas Pelayanan Menurut 50 Responden Pada Setiap Butir Instrumen Emphaty ... 86

36. Nilai Kumulatif dari Setiap Dimensi Kualitas Pelayanan ... 87

37. Matriks Data Kuantitatif dan Data Kualitatif ... 109


(12)

(13)

(14)

MOTO

Hard work is something to reach dreams.

A moment in life only happens once in a life. So, makes your

every single thing moment in your life with the best way.

(Eki Anes Wijaya SW)

Never stop on learning, always be open minded with people

around you and try to improve yourself

.”

(Rio Haryanto)

Sehebat apapun kopi yang kamu buat, kopi tetaplah kopi punya

sisi pahit yang tidak dapat kamu sembunyikan.


(15)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan berkah, rahmat dan hidayah-Nya, di setiap langkah peneliti dalam menjalani

kehidupan serta keridhoan yang diberikan-Nya kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Maka, dengan ini peneliti persembahkan sebuah karya ini kepada:

Kedua orang tuaku yang kusayangi dan kucintai. Papa Sukra Wijaya AL. dan Mama Ertin Supartini.

Terimakasih untuk setiap pengorbanan, kesabaran, kasih sayang yang tulus dan doa yang telah diberikan sehingga menjadi penguat semangat juang bagiku agar tetap kokoh dalam menjalani hidup ini, serta menjadi semangatku untuk meraih

cita-cita.

Kakak-kakakku Henny Luke Wijaya SW, S.E. dan Febiadi Wijaya SW, S.Kom. serta adikku Elvin Ranes Wijaya SW dan juga keponakanku Raja Arta Wijaya Barto,

yang telah lama mengisi kehidupanku, terimakasih atas segala keceriaan, kebersamaan, semangat motivasi dan doa yang diberikan.

Para Dosen Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu bermanfaat kepadaku.

Untuk orang-orang yang ku sayangi dan menyayangiku yang telah banyak membantu dan senantiasa memberikan dukungan dan motivasi.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Eki Anes Wijaya SW dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 3 Februari 1994, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sukra Wijaya AL dan Ibu Ertin Supartini.

Jenjang akademis peneliti dimulai dengan menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Amalia Bandar Lampung pada tahun 1999, melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Tanjung Senang Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2005, kemudian peneliti melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 20 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun yang sama peneliti melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2011 peneliti terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).


(17)

SANWACANA

Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya karena peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kualitas Pelayanan Perizinan Melalui Sistem One Stop Service pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung” yang merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada hamba-Nya dalam mengerjakan skripsi ini hingga selesai.

2. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Utama, terimakasih banyak atas kesediannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, bantuan, pengarahan, kritik dan saran kepada peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini untuk mencapai gelar S1 Ilmu Pemerintahan.


(18)

4. Bapak Drs. Yana Ekana P.S, M.Si. selaku dosen pembahas dan penguji, terimakasih banyak telah memberikan kritik dan saran guna perbaikan yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. 6. Ibu Tabah Maryanah, S.IP. M.Si. selaku dosen Pembimbing Akademik,

terimakasih atas bimbingan dan nasihat yang telah diberikan kepada peneliti. 7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah banyak memberikan sumbangsih berupa ilmu dan pengetahuan bermanfaat, baik akademik maupun moral yang telah diberikan kepada peneliti selama menempuh proses pendidikan.

8. Kedua orang tuaku, Papa Sukra Wijaya AL dan Mama Ertin Supartini yang telah banyak berjasa dalam mendidik dengan penuh ketulusan dan kasih sayang. Terimakasih banyak atas segala doa, nasihat dan dukungan moral serta materi yang telah diberikan dalam hidupku.

9. Kakak-kakakku Henny Luke Wijaya SW, S.E. dan Febiadi Wijaya SW, S.Kom. serta adikku Elvin Ranes Wijaya SW, terimakasih telah mendoakan dan memberikan nasihat serta dukungan moral kepada peneliti selama ini. 10. Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar

Lampung beserta jajarannya juga responden dalam penelitian ini, yang telah banyak membantu peneliti dalam memeroleh informasi dan data-data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih banyak atas bantuan dan kerja samanya selama proses penelitian.


(19)

11. Seluruh teman-teman Jurusan Ilmu Pemerintahan Angkatan 2011 beserta kakanda dan adinda Keluarga Besar Ilmu Pemerintahan FISIP Unila yang tak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas bantuan, kerjasama dan kebersamaannya selama ini. Semangat berjuang untuk meraih prestasi dan cita-cita kalian, semoga kelak kita semua menjadi orang-orang yang sukses. 12. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat. Terimakasih

untuk teman-teman yang menjadi sosok berpengaruh dalam hidupku. Nama kalian selalu ada di hati, walaupun tidak tertulis dalam kertas ini.

13. Terimakasih untuk teman-teman satu atap Tim KKN Periode 1 2014 di Lingkungan 5 Ketang, Kelurahan Way Urang, Kalianda, Lampung Selatan. 14. Terimakasih untuk rental dan warung internet Mas Jawa dan Mas Iwan, yang

telah menjadi tempatku dalam mengetik dan mencetak ratusan lembar kertas sejak penyusunan outline hingga skripsi.

15. Terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Demikian banyaknya bantuan berbagai pihak kepada peneliti, tentunya tidak menutup kemungkinan bahwa hasil dari skripsi ini masih memiliki kekurangan dan masih jauh dari taraf sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran guna perbaikan di masa depan adalah mutlak sangat peneliti perlukan. Semoga skripsi ini berguna bagi setiap pembacanya.

Bandar Lampung, Agustus 2015


(20)

(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas pelayanan publik merupakan salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara maupun Swasta. Dalam hal ini, pemerintah daerah sebagai salah satu penyelenggara public service,

memiliki peran dalam menciptakan pelayanan prima dalam meningkatan kepuasan masyarakat. Bentuk pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah salah satunya ialah pemberian pelayanan perizinan.

Kualitas pelayanan perizinan merupakan aspek yang menetukan dalam menarik investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah. Kualitas pelayanan perizinan sendiri juga dapat dilihat dari peraturan pemerintah daerah dalam mendukung sekaligus memberikan legitimasi lembaga perizinan di daerah untuk memberikan pelayanan prima yang dapat menciptakan kondisi iklim yang sehat bagi perkembangan perekonomian daerah.

Sejak berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah yang kemudian telah diganti dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, membuat Pemerintah Daerah lebih leluasa dalam mengatur daerahnya termasuk dalam memberikan pelayanan kepada


(22)

2

publik, baik kelompok pelayanan yang bersifat administratif (perizinan), barang (jaringan listrik, jaringan telpon dan lainnya), maupun jasa (pendidikan, kesehatan dan lain-lain).

Reformasi pelayanan publik bidang perizinan dimulai dengan terbitnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.503/125/PUOD tanggal 16 Januari 1997 tentang Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Atap. Kemudian dilanjutkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, sebagai bentuk implementasi dari Instruksi Presiden Nomor: 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Investasi.

Sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) tersebut, seluruh proses perizinan dilakukan ke dalam suatu sistem Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau One Stop Service, yakni dalam proses pengurusan perizinannya hanya dilakukan pada satu tempat (One Stop Service).

Pemberlakuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) tersebut, mulai dilaksanakan di Bandar Lampung dengan dibentuknya Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung pada tahun 2008. Dalam melaksanakan tugasnya, BPMP berpedoman pada Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 26 Tahun 2008 yang kemudian telah diperbarui menjadi Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 58 Tahun


(23)

3

2011 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung. Baik pengusaha maupun masyarakat dapat mengurus 23 jenis perizinan hanya berhubungan di BPMP kota Bandar Lampung. Adapun jenis-jenis perizinan yang dilayani oleh Badan Penanaman Modal Perizinan Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Jenis-Jenis Perizinan di BPMP Kota Bandar Lampung

No Jenis-Jenis Perizinan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Izin Prinsip Penanaman Modal

Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal Izin Usaha

Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger) Izin Usaha Perluasan

Izin Usaha Industri

Keterangan Rencana Kota (KRK) Izin Pendahuluan Membangun (IPM) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) Izin Gangguan (HO)

Izin Perletakan Titik Reklame (IPTR) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Tanda Daftar Gudang (TDG) Tanda Daftar Industri (TDI) Surat Izin Usaha Kepariwisataan Izin Usaha Angkutan

Izin Usaha Toko Modern

Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP)

Surat Izin Usaha Minuman Beralkohol (SIUP-MB) Izin Pengendalian Menara Telekomunikasi (IPMT) Sumber: BPMP Kota Bandar Lampung, 2015.

Penerapan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau One Stop Service

merupakan langkah yang signifikan sebagai wujud peningkatan pelayanan perizinan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Kota Bandar Lampung. Sebagai pusat ibu kota Propinsi Lampung, Bandar Lampung memiliki potensi yang cukup besar sebagai pusat kegiatan pemerintahan


(24)

4

daerah, kegiatan perekonomian, pendidikan, kesehatan dan lain-lain, tentunya berbagai layanan publik yang diselenggarakan di Kota Bandar Lampung akan menjadi tolak ukur bagi pelayanan publik di Kota/Kabupaten di Propinsi Lampung. Adapun dibawah ini alur prosedur pelayanan perizinan di BPMP Kota Bandar Lampung, sebagai berikut:

Gambar 1. Alur Prosedur Pelayanan Perizinan

Sumber: BPMP Kota Bandar Lampung, 2015.

BPMP Kota Bandar Lampung dalam memberikan jaminan kemudahan dalam pengurusan pelayanan perizinan, didasarkan melalui Standar Operasional Prosedur (SOP). Tahap-tahap pemberian izin di BPMP Kota Bandar Lampung adalah pendaftaran, verifikasi kelengkapan berkas, pemeriksaan lapangan untuk perizinan tertentu seperti IMB dan SITU/HO, rapat tim teknis untuk


(25)

5

pengajuan izin berskala besar, pemrosesan surat izin yang diajukan, pembayaran retribusi melalui transfer kas daerah Kota Bandar Lampung dan penyerahan surat izin yang telah diterbitkan.

Berkaitan dengan jaminan pelayanan proses pengurusan perizinan, hingga saat ini belum ada Peraturan Daerah yang mengatur tentang proses pelayanan perizinan di Kota Bandar Lampung, seperti yang dikutip pada artikel

tribunlampung.co.id edisi 2 Februari 2015, yakni:

“BANDAR LAMPUNG - …. Pasalnya hingga saat ini Kota Bandar Lampung belum memilik payung hukum berupa Perda yang mengatur tentang proses perizinan di Bandar Lampung, karena masih menggunakan peraturan wali

kota…”. (http://lampung.tribunnews.com/2015/02/02/perda-perizinan-tentu-saja-bandar-lampung-membutuhkan-alasannya.html. Diakses pada tanggal 2 Februari 2015, pukul 17.25 WIB).

Berdasarkan artikel tersebut, produk hukum atau regulasi Peraturan Daerah yang mengatur proses perizinan di Kota Bandar Lampung masih belum ada, karena belum diterbitkannya Peraturan Daerah yang mengatur tentang Proses Perizinan Usaha. Namun, bukan berarti BPMP tidak memiliki aturan atau prosedur perizinan, selama ini BPMP dalam menjalankan proses perizinan berpedoman pada Peraturan Walikota Nomor 66 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penerbitan Perizinan Pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung.

Sejalan dengan hal tersebut, dengan adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan perizinan di Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP),


(26)

6

tentunya menjadi acuan dan pedoman tata cara bagi proses pelayanan

pengurusan perizinan di BPMP. Adapun Mottonya “Memberi Kepastian dan

Kemudahan dalam Pelayanan”. Namun, adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) tidak berarti menjadi acuan jalannya alur proses pengurusan perizinan di BPMP sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Seperti kasus yang peneliti

kutip dari kupastuntas.co, sebagai berikut:

Kupastuntas.co - Guna menekan praktik percaloan di sejumlah instansi

pelayanan publik, Pemkot Bandarlampung membentuk tim monitoring. Empat tim sudah disusun, mereka ditugasi memantau serta mengawasi institusi terkait. Tim juga bertugas mengecek Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan perizinan. Tidak saja di Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP), tapi juga di instansi lain.

Untuk masalah perizinan, instansi wajib mengikuti alur birokrasi yang sudah ditetapkan. Yakni, wajib melalui loket perizinan yang sudah dibuat. Di luar loket, tidak diperkenankan, Sekkot mengaku, sudah menemukan tata cara proses pengurusan izin di luar prosedur atau tidak

sesuai SOP saat dia berkunjung ke BPMP Bandarlampung…”

(www.kupastuntas.co/?page=berita&&no=16089.html. Diakses tanggal 2 Maret 2015, Pukul 14.12)

Berdasarkan artikel di atas, adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) tidak berarti menjadi acuan jalannya alur proses pengurusan perizinan di BPMP sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Ternyata masih ditemukan juga penyelewengan dalam tata cara proses pengurusan perizinan diluar Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.

Selain persoalan tata cara proses pengurusan perizinan diluar prosedur, pelanggaran masih terjadi berkaitan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) di lingkungan BPMP Kota Bandar Lampung. Dalam hal ini melibatkan Kasubbid Penetapan dan Penertiban Perizinan, Badan Penanaman Modal dan


(27)

7

Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung yang diduga menjadi calo perizinan.

Hal ini peneliti kutip dari sumber media kupastuntas.co, sebagai berikut:

Kupastuntas.co - Kasubbid Penetapan dan Penertiban Perizinan, Badan

Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandarlampung diduga menjadi calo perizinan, dengan melakukan pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) di lingkungan BPMP Kota Bandarlampung. Berdasarkan informasi dari seorang narasumber beserta kepemilikan video sebagai bukti, menyatakan bahwa Kasubbid Penetapan dan Penertiban Perizinan, diduga menjadi calo perizinan. Dimana pengurusan perizinan dilakukan di luar loket, dan memandu korbannya untuk melakukan perizinan di meja kerjanya.

(www.kupastuntas.co/?page=berita&&no=17030.html. Diakses tanggal 2 Maret 2015, Pukul 14.12)

Berdasarkan artikel tersebut, permasalahan pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) di lingkungan BPMP Kota Bandar Lampung, bukan hanya pada ketidaksesuaian proses pengurusan perizinan tetapi juga terkait dengan percaloan yang diduga melibatkan Kepala Sub bidang Penetapan dan Penertiban Perizinan di instansi tersebut.

Keterlibatan oknum di Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung, ternyata tidak hanya diduga persoalan percaloan tetapi juga persoalan pemalsuan izin gangguan (HO) pada restoran Pizza Hut di Jalan ZA Pagar Alam. Seperti yang peneliti kutip dari sebuah artikel sebagai berikut:

Kupastuntas.co - Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota

Bandarlampung mengakui jika restoran Pizza Hut di Jalan ZA Pagar Alam memiliki izin gangguan (HO) ganda. Menariknya, satu HO terbukti palsu. Hal tersebut membenarkan pernyataan Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang menyebutkan adanya pemalsuan izin HO yang ada pada restoran Pizza Hut, yang diperkirakan melibatkan oknum pejabat BPMP Bandarlampung.

(www.kupastuntas.co/?page=berita&&no=19009.html. Diakses tanggal 2 Maret 2015, Pukul 14.13)


(28)

8

Berdasarkan beberapa artikel di atas berkaitan dengan pelayanan perizinan di Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung, ternyata ditemukan berbagai persoalan terkait dengan ketidaksesuaian pelayanan perizinan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditentukan, pemalsuan dokumen izin, hingga persoalan percaloan.

Adapun review hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Akhmad Rifai (2014) tentang “Perizinan Usaha Jasa Boga oleh Badan Penanaman Modal

dan Perizinan Kota Bandar Lampung”, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Penelitian ini meneliti tentang penyelenggaraan perizinan jasa boga yang dilakukan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung dan faktor penghambat perizinan usaha jasa boga. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan normatif dan yuridis empiris. Simpulan hasil penelitian ini menyatakan bahwa faktor penghambat pengurusan perizinan usaha jasa boga di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung, antara lain:

1) tata cara sistem yang berbelit-belit dan berlapis;

2) sumber daya manusia yang kurang memadai, mengakibatkan penyelesaian pengurusan administrasi menjadi lambat, karena satu pegawai menangani lebih dari satu bagian.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk menggali objek penelitian tersebut, karena ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk menunjukkan performanya pada era globalisasi yang kompetitif dalam mewujudkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik yang optimal.


(29)

9

Maka, peneliti menuangkannya ke dalam sebuah penelitian yang berjudul

“Kualitas Pelayanan Perizinan Melalui Sistem One Stop Service Pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang mendasari skripsi ini adalah “Bagaimanakah Kualitas Pelayanan Perizinan Melalui Sistem One Stop Service Pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah untuk mengetahui “Kualitas Pelayanan Perizinan Melalui Sistem One Stop Service Pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung.”

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian dari penelitianini adalah:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan konsep kajian ilmiah dalam Ilmu Pemerintahan, khususnya kajian tentang kualitas pelayanan perizinan.

2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran pada aparatur Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan kualitas pelayanan perizinan di Kota Bandar Lampung.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Kualitas Pelayanan Publik 1. Pengertian Kualitas Pelayanan Publik

Kualitas pelayanan publik merupakan komponen penting yang harus diperhatikan dalam pelayanan publik. Istilah kualitas pelayanan publik tentunya tidak dapat dipisahkan dari persepsi tentang kualitas. Beberapa contoh pengertian kualitas menurut Tjiptono (1995) yang dikutip dalam Hardiyansyah (2011:40) adalah: (1) Kesesuaian dengan persyaratan; (2) Kecocokan untuk pemakaian; (3) Perbaikan Bekelanjutan; (4) Bebas dari kerusakan/cacat; (5) Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat; (6) Melakukan segala sesuatu secara benar; (7) sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.

Menurut Sampara (1999) dalam Hardiyansyah (2011:35), mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan dalam memberikan layanan sebagai pembakuan pelayanan yang baik. Sementara itu menurut Ibrahim (2008:22) dalam Hardiyansyah (2011:40), kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan dimana penilaian


(31)

11

kualitasnya ditentukan pada saat terjadi pemberian pelayanan publik tersebut.

Menurut Goetsch dan Davis dalam Hardiyansyah (2011:36), menyatakan bahwa:

Kualitas pelayanan adalah sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan/kebutuhan pelanggan, dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Dalam hal ini, kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang baik, yaitu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Trigono dalam Hardiyansyah (2011:94), bahwa pelayanan yang terbaik yaitu:

Melayani setiap saat, secara tepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong serta profesional, bahwa kualitas ialah standar yang harus dicapai oleh seseorang/kelompok/lembaga/organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan pada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal atas pemenuhan atas tuntutan/persyaratan pelanggan masyarakat.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai pengertian kualitas

pelayanan publik, peneliti menyimpulkan bahwa “kualitas pelayanan publik

adalah totalitas dari kemampuan pihak penyelenggara pelayanan dalam memberikan layanan akan produk (barang atau jasa) maupun layanan administrasi kepada pelanggan/masyarakat, yang dapat memenuhi kebutuhan dan dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan berdasarkan kesesuaian dengan harapan dan kenyataan yang diterima oleh pelanggan/


(32)

12

2. Penilaian Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan bisa dikatakan berkualitas ataupun tidak berkualitas sebenarnya didasarkan pada penilaian dari pelayanan yang diberikan. Penilaian kualitas pelayanan, menurut Parasuraman dalam Hardiyansyah (2011:92), mendefinisikannya sebagai berikut:

Penilaian kualitas pelayanan sebagai suatu pertimbangan global atau sikap yang berhubungan dengan keungggulan (superiority) dari suatu pelayanan. Penilaian kualitas pelayanan sama dengan sikap individu secara umum terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya, ditambahkan bahwa penilaian kualitas pelayanan adalah tingkat dan arah perbedaan antara harapan dan persepsi pelanggan.

Dalam rangka menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk, berkualitas atau tidak. Berkenaan dengan hal tersebut, Zeithaml et. Al.

(1990) dalam Hardiansyah (2011:40) mengatakan bahwa:

SERVQUAL is an empirically derived method that may be used by a services organization to improve service quality. The method involves the development of an understanding of the perceived service needs of target customers. The resulting gap analysis may then be used as a driver for service quality improvement.

SERVQUAL merupakan suatu metode yang diturunkan secara empiris yang dapat diturunkan secara empiris yang dapat digunakan oleh organisasi pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Metode ini meliputi pengembangan pemahaman mengenai kebutuhan layanan yang dirasakan oleh pelanggan. Hal ini diukur dari persepsi kualitas layanan bagi organisasi


(33)

13

yang bersangkutan. Analisis kesenjangan yang dihasilkan kemudian dapat digunakan sebagai panduan untuk peningkatan kualitas layanan.

Selanjutnya, Zeithaml (1990) dalam Hardiyansyah (2011:41) menyatakan bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh dua hal, yaitu:

“…expected service dan perceived service. Expected service dan

perceived ditentukan oleh dimention of service quality yang terdiri dari sepuluh dimensi, yaitu: (1) Tangibles. Appearance of physical facilities, equipment, personnel, and communication materials; (2) Reliability. Ability to perform the promised service dependably and accurately; (3) Responsiveness. Willingness to help customers and provide prompt service; (4) Competence. Possession of required skill and knowledge to perform service; (5) Courtesy. Politeness, respect, consideration and friendliness of contact personnel; (6) Credibility. Trustworthiness, believability, honestly of the service provider; (7) Feel Secure. Freedom from danger risk, or doubt; (8) Access. Approachable and easy of contact; (9) Communication. Listens to its customers and acknowledges their comments. Keeps customers informed. In a language which they can understand; and (10) Understanding the customer. Making the effort to know customers

and their needs”

Berdasarkan uraian di atas, Zeithaml dalam Hardiyansyah (2011:41) menjelaskan bahwa ukuran kualitas pelayanan memiliki sepuluh dimensi, yaitu:

1) Tangibles (berwujud fisik), terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi;

2) Reliability (kehandalan), terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat;

3) Responsiveness (ketanggapan), kemauan untuk membantu konsumen, bertanggungjawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikan;

4) Competence (kompeten), terdiri atas tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan;

5) Courtesy (ramah), sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak;

6) Credibility (dapat dipercaya), sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat;

7) Security (merasa aman), jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya atau resiko;


(34)

14

8) Access (akses), terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;

9) Communication (komunikasi), kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan;

10)Understanding the customer (memahami pelanggan), serta melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.

Berdasarkan sepuluh dimensi kualitas pelayanan tersebut, kemudian Zeithaml et.al. (1990) dalam Hardiyansyah (2011:42) menyederhanakan menjadi lima dimensi, yaitu dimensi SERVQUAL (kualitas pelayanan) sebagai berikut:

(1)Tangibles. Appearance of physical facilities, equipment, personnel, and communication materials; (2) Reliability. Ability to perform the promised service dependably and accurately; (3) Responsiveness. Willingness to help customers and provide prompt service; (4) Assurance. Knowledge and courtesy of employees and their ability to convey trust and confidence; and (5) Empathy. The firm provides care and individualized attention to its customers.

Selisih antara persepsi dan harapan inilah yang mendasari munculnya konsep gap dan digunakan sebagai dasar skala SERVQUAL, yang didasarkan pada lima dimensi kualitas yaitu: (1) tangibles, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi; (2) realibility, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan tepat waktu dan memuaskan; (3) responsiveness, kemampuan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap; (4) assurance,

mencakup kemampuan, kesopanan, bebas dari bahaya resiko atau keraguan; (5) emphaty, yaitu mencakup kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan.


(35)

15

Menurut zeithaml (1990) dalam Hardiansyah (2011:41) menyatakan bahwa kualitas pelayanan dapat diukur dari 5 dimensi, yaitu: Tangible (Berwujud),

Reliability (Kehandalan), Responsiveness (Ketanggapan), Assurance

(Jaminan), dan Emphaty (Empati). Masing-masing dimensi memiliki indikator sebagai berikut:

1. Untuk dimensi Tangible (Berwujud), terdiri atas indikator: a. Penampilan petugas/aparatur dalam melayani pelanggan b. Kenyamanan tempat melakukan pelayanan

c. Kedisiplinan petugas/aparatur dalam melakukan pelayanan d. Kemudahan proses dan akses layanan

e. Penggunaan alat bantu dalam pelayanan

2. Untuk dimensi Reliability (Kehandalan), terdiri atas indikator: a. Kecermatan petugas dalam melayani pelanggan

b. Memiliki standar pelayanan yang jelas

c. Kemampuan petugas/aparatur dalam menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan

d. Keahlian petugas dalam menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan

3. Untuk dimensi Responsiveness (Respon/Ketanggapan), terdiri atas indikator:

a. Merespon setiap pelanggan/ pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan

b. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat dan tepat c. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cermat

d. Semua keluhan pelanggan direspon oleh petugas 4. Untuk dimensi Assurance (Jaminan), terdiri atas indikator:

a. Petugas memberikan jaminan tepat waktu dalam pelayanan b. Petugas memberikan jaminan legalitas dalam pelayanan

c. Petugas memberikan jaminan kepastian biaya dalam pelayanan 5. Untuk dimensi Emphaty (Empati), terdiri atas indikator:

a. Mendahulukan kepentingan pemohon/ pelanggan b. Petugas melayani dengan sikap ramah

c. Petugas melayani dengan sikap sopan santun

d. Petugas melayani dengan tidak diskriminatif (membeda-bedakan)


(36)

16

Adapun dimensi penilaian indikator dan atribut model SERVQUAL menurut Tjiptono dan Gregorious (2012:232), yakni sebagai berikut:

Tabel 2. Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL

No Dimensi Atribut

1 Bukti

Fisik

 Peralatan modern.

 Fasilitas yang berdaya tarik visual.

 Karyawan yang berpakaian rapi dan profesional.

 Materi-materi yang berkaitan dengan layanan yang berdaya

tarik.

 Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan.

2 Handal  Dapat diandalkan dalam menangani masalah layanan

pelanggan.

 Menyampaikan layanan secara benar sejak pertama kali.

 Menyampaikan layanan sesuai dengan waktu yang dijanjikan

 Menyimpan catatan atau dokumen tanpa salah.

3 Daya

Tanggap

 Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu

penyampaian jasa.

 Layanan segera/cepat bagi pelanggan.

 Kesediaan untuk membantu pelanggan.

 Kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan.

4 Jaminan  Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya pada pelanggan

 Membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan

transaksi.

 Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan.

 Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan.

5 Empati  Kayawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh

perhatian dan mengutamakan kepentingan pelanggan

 Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan

 Waktu beroperasi (jam kerja) yang nyaman.

Sumber: Diadaptasi dari Service, Quality and Satisfaction (2012:232-233).

Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accountability, dimana setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka terima. Kualitas pelayanan akan sangat sulit untuk dinilai tanpa melibatkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dari aparat pelaksana pelayanan. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa evaluasi kualitas pelayanan menurut Tjiptono dan Gregorius dapat dianalisis dengan mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci beserta indikator/


(37)

17

atributnya. Penilaian terhadap kualitas pelayanan dengan model SERVQUAL dilakukan dengan cara membandingkan harapan dan persepsi pelayanan yang diterima masyarakat.

Penerapan pelayanan-pun tidak terlepas dari adanya kendala-kendala yang dihadapi, seperti yang dikemukakan Zeithaml (1990) dalam Hardiyansyah (2011:43) menyatakan bahwa ada 4 (empat) jurang pemisah yang menjadi kendala dalam pelayanan publik; (1) Tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh masyarakat; (2) Pemberian ukuran yang salah dalam pelayanan publik; (3) Keliru penampilan diri dalam pelayanan publik itu sendiri; (4) Ketika membuat perjanjian terlalu berlebihan atau pengobralan.

Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh aparatur negara sesungguhnya tidak terlepas dari perilaku internal birokrasi itu sendiri. Pada penelitian ini, peneliti memilih teori dan ukuran atau dimensi kualitas pelayanan SERVQUAL yang dikemukakan oleh Zeithaml. Menurut peneliti, bahwa kelima dimensi kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh Zeithaml sangat relevan untuk dijadikan dimensi dan indikator dalam penelitian ini, karena dalam konsepnya ia mengatakan bahwa metode SERVQUAL (Service Quality) tersebut dapat digunakan dan dapat diterapkan pada semua tipe pelayanan dari berbagai organisasi, baik organisasi yang berorientasi laba maupun nirlaba, termasuk pelayanan perizinan yang dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung.


(38)

18

B. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik 1. Pelayanan dan Layanan

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Menurut Poerwardarminta dalam Hardiyansyah (2011:11), secara etimologis, pelayanan berasal dari kata layan yang berarti membantu menyiapkan/mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang, kemudian pelayanan dapat diartikan sebagai perihal/cara melayani; servis/jasa; sehubungan dengan jual beli barang atau jasa

Menurut Kasmir (2011:15), pelayanan merupakan tindakan atas perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Tindakan tersebut dilakukan melalui cara langsung melayani pelanggan. Tindakan yang dilakukan guna memenuhi keinginan pelanggan akan suatu produk atau jasa yang mereka butuhkan.

Pada pandangan Kybernologi, kebutuhan istimewa manusia disebut jasa publik dan layanan civil. Keduanya dapat disebut layanan. Menurut Ndraha (2011:64), layanan adalah proses, output, hasil dan manfaat. Proses produksi, distribusi, dan seterusnya sampai consumer mendapat manfaat (outcome) yang diharapkannya, disebut pelayanan. Jadi pelayanan dalam Kybernologi adalah pelayanan publik dan pelayanan civil dalam arti proses,


(39)

19

produk, dan outcome yang bersifat istimewa yang dibutuhkan oleh manusia dan diproses sesuai dengan aspirasi manusia pula. Penelitian kybernologikal membagi pelayanan menjadi tiga bentuk, yaitu:

1) Pelayanan sebagai proses, layanan pendukung dari sebuah penawaran akan barang jasa, seperti kenyamanan, keramah-tamahan karyawan, fasilitas, responsiveness, jaminan dan sebagainya;

2) Pelayanan sebagai output, adalah kualitas dan kuantitas produk layanan;

3) Pelayanan sebagai outcome, adalah nilai, manfaat, atau guna dari produk layanan sebagaimana dirasakan oleh konsumen atau pengguna layanan.

2. Pengertian Pelayanan Publik

Seiring dengan berkembang pesatnya era globalisasi membuat masyarakat mengajukan tuntutan kepada pemerintah maupun swasta untuk memberikan pelayanan publik yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, Surjadi (2012:9) menyatakan bahwa pada hakikatnya pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut:

Pelayanan publik adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelengara pelayanan publik.

Menurut Sinambela (2014:5), pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai


(40)

20

kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, seperti kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan lain-lain.

Menurut Kurniawan (2005) dalam Pasolong (2008:199), mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain/masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Sedangkan Santosa (2008:55), mengemukakan bahwa pelayanan publik adalah sebagai berikut:

Pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Dengan demikian, yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan hanya instansi pemerintah, melainkan juga pihak swasta. Pelayanan publik yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial-politik, yakni menjalankan tugas pokok serta mencari dukungan suara. Sedangkan pelayanan publik oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari keuntungan.

Berdasarkan dari pendapat para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan pemenuhan kepentingan dan kebutuhan masyarakat atas pelayanan administratif, jasa atau barang, yang dilakukan oleh organisasi non profit (instansi pemerintah, BUMN, BUMD, dan lembaga independen) dan individu/organisasi profit (pihak swasta) yang dijalankan sesuai dengan tata cara dan peraturan yang berlaku pada masing-masing organisasi yang menjalankannya.


(41)

21

3. Penyelenggara Pelayanan Publik

Berdasarkan pada pasal 2 Bab 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, menyebutkan pengertian penyelenggara pelayanan publik sebagai berikut:

Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Adapun penyelenggara pelayanan publik meliputi:

1. Atasan satuan kerja penyelenggara adalah pimpinan satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik.

2. Organisasi penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut organisasi penyelenggara adalah satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

3. Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan hukum milik negara serta badan swasta, maupun perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah.

4. Jenis-Jenis Pelayanan Publik

Menurut Tjiptono dalam Santosa (2008:63), mengelompokkan jenis-jenis pelayanan publik yang dilakukan oleh institusi, yang meliputi:

1. Dilihat dari pangsa pasar, dibedakan antara: a. Jasa kepada konsumen akhir.

b. Jasa kepada konsumen organisasional.

2. Dilihat dari tingkat keberwujudannya, dibedakan antara: a. Jasa barang sewaan.

b. Jasa barang milik konsumen. c. Jasa untuk bukan barang.


(42)

22

3. Dilihat dari keterampilan penyedia jasa, dibedakan antara: a. Pelayanan profesional

b. Pelayanan non-profesional

4. Dilihat dari tujuan organisasi, dibedakan antara: a. Pelayanan komersial

b. Pelayanan nirlaba

5. Dilihat dari pengaturannya, dibedakan antara: a. Pelayanan yang diluar

b. Pelayanan yang tidak diatur

6. Dilihat dari tingkat intensitas karyawan, dibedakan antara: a. Pelayanan yang berbasis pada alat

b. Pelayanan yang berbasis pada orang

7. Dilihat dari tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan, dibedakan antara:

a. Pelayanan dengan kontak tinggi b. Pelayanan dengan kontak rendah

5. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, menjelaskan tentang prinsip pelayanan publik yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan publik, antara lain sebagai berikut:

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan. 2. Kejelasan dan kepastian

Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:

a. Persyaratan pelayanan, baik teknis maupun administratif. b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab

dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik c. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya. 3. Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. 5. Keamanan


(43)

23

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

6. Tanggungjawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam melaksanakan pelayanan publik.

7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

8. Kemudahan Akses

Tempat dan Lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat.

9. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

10. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

C. Tinjauan Tentang Kepuasan Pelanggan 1. Pengertian Kepuasan Pelanggan

Pelayanan publik yang berkualitas merupakan pelayanan yang mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dalam buku “Service, Quality,

and Satisfaction” Tjiptono (2011:292) menyatakan bahwa kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan diartikan

sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai.

Menurut Kotler dalam Surjadi (2012:49), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang ia rasakan dengan harapan.


(44)

24

Berdasarkan kajian literatur, wawancara kelompok dan wawancara personal, Giese dan Cote (2000) dalam Tjiptono (2011:292) mengajukan rerangka definisional untuk menyusun definisi kepuasan pelanggan yang sifatnya spesifik untuk konteks tertentu. Berdasarkan rerangka definisional tersebut, kepuasan pelanggan adalah:

a. Rangkuman berbagai intensitas respon afektif. Tipe respon afektif dan tingkat intensitas yang mungkin dialami pelanggan harus didefinisikan secara eksplisit oleh peneliti.

b. Dalam waktu penentuan spesifik dan durasi terbatas. Peneliti harus menentukan waktu penentuan yang paling relevan dengan masalah penelitiannya dan mengidentifikasi kemungkinan durasi respon tersebut.

c. Yang ditujukan bagi aspek penting dalam pemerolehan atau konsumsi produk. Peneliti harus mengidentifikasi fokus riset berdasarkan pertanyaan riset berdasarkan pertanyaan riset atau masalah manajerial yang dihadapi. Fokus ini bisa luas maupun sempit cakupannya dalam hal isu atau aktivitas pemerolehan atau konsumsi produk.

Tabel 3. Definisi Konseptual dan Operasional Kepuasan Pelanggan

Sumber Definisi Konseptual Respon Fokus Waktu

Oliver (1997)

“The consumer‟s fulfillment response”, yaitu penilaian bahwa fitur produk atau jasa, berkaitan dengan konsumsi yang

menyenangkan, termasuk

tingkat under-fulfillment

dan over-fulfillment.

Respon Penilaian Pemenuhan

Produk atau jasa

Selama Konsumsi

Tse dan Wilton (1988)

Respon konsumen pada

evaluasi persepsi terhadap perbedaan antara persepsi awal dipersepsikan setelah pemerolehan produk. Respon pada evaluasi Persepsi perbedaan antara ekspektasi awal dan kinerja Purna-konsumsi Halstead, Hartman & Schmidt (1994)

Respon afektif yang

sifatnya transaction-spesific

dan dihasilkan dari pemandingan yang

dilakukan konsumen antara kinerja produk dengan beberapa standar pembelian

Respon afektif Kinerja produk dibandingkan dengan beberapa standar pembelian Selama atau setelah konsumsi


(45)

25

Tabel 3. Definisi Konseptual dan Operasional Kepuasan Pelanggan (Lanjutan)

Westbrook

& Reilly

(1983)

Respon emosional terhadap pengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu terhadap suatu obyek dibandingkan dengan kebutuhan, hasrat, dan keinginan seseorang.

Respon Emosional Pengalaman berkaitan dengan produk/jasa terhadap suatu obyek Sumber: Diadaptasi dari Giese & Cote dalam Tjiptono(2011).

Kepuasan pelanggan dapat menunjukkan tingkat kinerja pelayanan, karena itu untuk mengetahui kinerja pelayanan unit penyelenggara pelayanan dilakukan melalui pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Pelanggan dengan mengacu pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Menurut Keputusan Menpan tersebut di atas, unsur indeks kepuasan masyarakat ditetapkan 14 (empat belas) unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran yaitu:

1. Prosedur pelayanan 2. Persyaratan pelayanan 3. Kejelasan petugas pelayanan 4. Kedisiplinan petugas pelayanan 5. Tanggungjawab petugas pelayanan 6. Kemampuan petugas pelayanan 7. Kecepatan pelayanan

8. Keadilan mendapatkan pelayanan 9. Kesopanan dan keramahan petugas 10.Kewajaran biaya Pelayanan

11.Kepastian biaya pelayanan 12.Kepastian Jadwal Pelayanan 13.Kenyamanan Lingkungan 14.Keamanan Pelayanan


(46)

26

D. Tinjauan Tentang Perizinan 1. Pengertian Izin

Penyelenggaraan kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat tentunya perlu ditopang oleh persetujuan dan peraturan yang dibuat pemerintah dalam mengendalikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan masyarakat. Menurut Fockema Andreae dalam Sutedi (2011:169), menyatakan bahwa pengertian izin adalah:

“Izin (vergunning) adalah „overheidstoetemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van handeling waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd.‟ (izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki.)”

Menurut Sutedi (2011:167), Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Izin dapat diartikan juga sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.

Menurut N.M Spelt dan J.B.J.m ten Berge dalam Sutedi (2011:170), membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, sebagai berikut:

izin dalam arti luas, merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin dalam arti sempit, yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan yang buruk. Hal yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dapat diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu.


(47)

27

Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa pengertian izin adalah segenap peraturan yang dibuat pemerintah atau penguasa berdasarkan undang-undang/peraturan pemerintah untuk memperbolehkan atau menyetujui suatu tindakan/kegiatan dari halangan/larangan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

2. Pengertian Perizinan

Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada Pasal 1

angka 9 menyatakan bahwa “perizinan adalah pemberian legalitas kepada

seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin

maupun tanda daftar usaha”.

Sementara itu pengertian perizinan menurut Sutedi (2011:167), perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimilki oleh Pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.

Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa perizinan adalah suatu upaya untuk melaksanakan pengendalian, pengaturan dan penertiban terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan memberikan legalitas sebelum masyarakat melaksanakan kegiatan/tindakan.


(48)

28

3. Fungsi Pemberian Izin

Ketentuan tentang perizinan yang dilakukan pemerintah menurut Sutedi (2011:193), meliputi fungsi penertib dan fungsi pengatur sebagai berikut:

1) Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud.

2) Sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukkannya, sehingga tidak terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.

4. Tujuan Pemberian Izin

Secara umum, tujuan dan fungsi dari perizinan yang dikemukakan Sutedi (2011:200) adalah untuk pengendalian daripada aktivitas-aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu di mana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang. Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu: dari sisi pemerintah dan dari sisi masyarakat.

1) Dari Sisi Pemerintah

Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut: a. Untuk melaksanakan peraturan

Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya.

b. Sebagai sumber pendapatan daerah

Dengan adanya permohonan perizinan, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. 2) Dari Sisi Masyarakat

Dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut: a. Untuk adanya kepastian hukum.


(49)

29

c. Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Apabila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas.

E. Tinjauan Tentang One Stop Service 1. Pengertian One Stop Service

Semakin majunya era globalisasi membuat masyarakat mengajukan tuntutan kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang berorientasi kepada masyarakat dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini menyebabkan timbulnya pemikiran baru untuk memberikan pelayanan publik yang didasarkan pada sudut pandang pelanggan baik bagi masyarakat atau kalangan dunia usaha.

Menurut Trochidis (2008) dalam Rusli (2010), menyatakan bahwa perlu dikembangkan model kelembagaan pelayanan publik yang dapat memudahkan masyarakat dan kalangan dunia usaha untuk berurusan dengan pemerintah. Salah satu konsep yang dikembangkan adalah model pelayanan yang mengintegrasikan berbagai jenis pelayanan pemerintah di satu lokasi. Model pelayanan publik seperti ini memiliki berbagai istilah seperti one stop government, integrated service delivery, seamless government, joined up government, single access point, one stop shop, one stop service.

Pengertian One Stop Service menurut Kubicekdan Hagen (2001:7), yakni:

One-Stop-Government (One Stop Service) is a new “Leitbild” in public service reform and research. It refers to the integration of public services from a citizen‟s or customer of public services„, point of view: Under the one-stop paradigm, all of a customer‟s business can be completed by a single office in a single contact, be it face to face or via phone, fax, Internet or other means.


(50)

30

One Stop Government (One Stop Service) merupakan konsep baru dalam penelitian dan reformasi pelayanan publik. Adapun yang dimaksud dengan istilah One Stop Service atau One Stop Government adalah pengintegrasian pelayanan publik dari sudut pandang masyarakat atau pelanggan. Melalui model pelayanan publik ini, semua urusan masyarakat atau pelanggan dapat dipenuhi pada satu tempat, dimana pelanggan dapat melakukan kontak langsung, baik secara tatap muka maupun menggunakan media seperti telepon, fax, internet dan media lainnya.

Menurut Trochidis dalam Rusli (2010), sistem pelayanan publik yang terintegrasi menjanjikan pelayanan yang mulus dari berbagai organisasi pemerintah, menciptakan efisiensi dan pengalaman pelayanan yang lebih baik bagi penyedia layanan serta pengguna layanan itu sendiri. Sedangkan di Indonesia, istilah One Stop Service lebih dikenal dengan model Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), hal ini sejalan dengan pendapat Rusli (2010:16) yang menyatakan bahwa

model pelayanan terpadu satu pintu atau sekarang banyak yang

menyebutnya dengan istilah „Pelayanan Satu Kali Selesai‟ (One Stop Service), yaitu pelayanan yang dilakukan oleh suatu kantor, dimana masyarakat yang memerlukan pelayanan apa saja dapat dilakukan dengan menghubungi dan menerima layanan dari kantor tersebut. Kantor tersebut berfungsi sebagai front liner dan back line.

Adapun ciri-ciri pelayanan terpadu satu pintu menurut Rusli (2010) adalah sebagai berikut:

1) Wewenang proses dan penandatanganan surat izin berada di satu pihak yaitu instansi pelayanan. Khusus untuk pelayanan administrasi kependudukan, berdasarkan peraturan internasional, walaupun dilakukan di PTSP penandatanganannya tetap dilakukan oleh lembaga pencatatan sipil.


(51)

31

2) Koordinasi (dalam hal pelayanan dan proses perizinan) lebih mudah dan dilakukan oleh Kepala PTSP. Kepala PTSP juga berperan sebagai Ketua Tim Tinjauan Lapangan (dan SKPD teknis lainnya sebagai anggota tim) untuk proses pemberian izin-izin tertentu. 3) Mekanisme dan prosedur akan lebih mudah disederhanakan karena

keputusan berada di tangan Kepala PTSP.

4) Pengawasan menjadi tanggung jawab bersama antara lembaga PTSP dan SKPD teknis.

5) SPM relatif akan mudah dilakukan karena kewenangan mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan pelayanan berada di tangan satu pihak.

6) Lokasi pelayanan berada di satu tempat (terpusat) tetapi terdapat kemungkinan luas untuk melakukan inovasi dan terobosan pelayanan sesuai dengan kondisi daerah masing-masing, misalnya membuka cabang di berbagai lokasi, mobil keliling untuk menjemput berkas-berkas di berbagai kecamatan.

7) Lembaga pelayanan sebaiknya berbentuk kantor atau dinas yang bereselon II, sehingga tidak terjadi keseganan pimpinannya untuk mengkoordinasikan SKPD lainnya yang bereselon.

Sementara itu, menutut Bent dalam Rusli (2010), ada tiga jenis model one stop services atau one stop government berdasarkan tujuannya dapat dibedakan menjadi tiga model sebagai berikut:

a) Model First-Stop.

model pelayanan ini berisi pelayanan informasi yang memandu masyarakat untuk mengetahui jenis-jenis pelayanan publik yang dibutuhkannya.

b) Model Convenience Store

Berbagai jenis transaksi layanan dilokasikan di satu kantor atau mungkin di satu situs internet. Dengan model pelayanan ini, akan memuaskan kebutuhan semua masyarakat. Model pelayanan seperti ini biasanya dilakukan di tingkat pemerintah lokal yang telah desentralisasi dan terintegrasi yang dapat menggunakan metode pelayanan ini adalah pelayanan administratif yang tidak terlalu kompleks serta tidak membutuhkan pengetahuan dan waktu yang banyak.

c) Model True One-Stop,

Model pelayanan ini mengintegrasikan berbagai jenis pelayanan dan melibatkan berbagai kewenangan. Mode pelayanan ini digunakan untuk jenis-jenis pelayanan yang cukup kompleks.


(52)

32

Berdasarkan perkembangannya saat ini, menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, terdapat dua pola penyelenggaraan pelayanan terpadu yang meliputi:

1) Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Atap

Pola penyelenggaraan pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan.

2) Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang memiliki berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Penyelenggaraan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu adalah: “Kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non

perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai

ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat”.

Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang semakin diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pelayanan perizinan dilakukan dengan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan yang dipusatkan pada satu tempat. Pelayanan Terpadu Satu Pintu juga bercirikan adanya lembaga khusus yang memiliki kewenangan tertentu untuk memberikan pelayanan, baik itu pelayanan perizinan maupun non-perizinan yang mekanisme pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan hingga dengan tahap terbitnya dokumen dilaksanakan pada satu tempat.


(53)

33

F. Kerangka Pikir

Kualitas pelayanan merupakan hal yang penting untuk menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.

Dalam hal ini, Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung merupakan salah satu organisasi pemerintah yang menyelenggarakan aktivitas pelayanan publik di sektor pelayanan perizinan. Peneliti ingin meninjau proses pelayanan perizinan dengan lima dimensi dan indikator konsep kualitas pelayanan publik, yakni:

1. Untuk dimensi Tangibel (Berwujud Fisik), terdiri atas indikator: a.Fasilitas sarana dan prasarana pelayanan

b.Kenyamanan tempat melakukan pelayanan c.Kebersihan tempat pelayanan

d.Penampilan petugas/aparatur dalam melayani pelanggan e.Kemudahan memperoleh akses layanan

2. Untuk dimensi Reliability (Kehandalan), terdiri atas indikator: a. Kemampuan petugas menyampaikan pelayanan secara jelas b. Keahlian petugas dalam memberikan pelayanan

c. Ketepatan waktu pelayanan dan kedisiplinan pegawai d. Tanggungjawab petugas dalam memberikan pelayanan


(54)

34

3. Untuk dimensi Responsiveness (Respon/Ketanggapan), terdiri atas indikator:

a. Merespon setiap pelanggan/pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan

b. Kecermatan dan ketepatan waktu petugas dalam melayani pelanggan c. Petugas membantu pelanggan memeroleh informasi dan merespon

keluhan pelanggan

4. Untuk dimensi Assurance (Jaminan), terdiri atas indikator: a.Jaminan kemudahan prosedur pelayanan

b.Jaminan kemudahan persyaratan pelayanan c.Jaminan kepastian biaya dalam pelayanan

d.Jaminan kepastian waktu penyelesaian pelayanan

5. Untuk dimensi Emphaty (Empati), terdiri atas indikator: a. Petugas melayani dengan sikap ramah

b. Petugas melayani dengan sikap sopan santun

c. Petugas melayani dengan tidak diskriminatif (membeda-bedakan)

Penelitian ini menitikberatkan pada “Kualitas Pelayanan Perizinan Melalui

Sistem One Stop Service pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota

Bandar Lampung” dalam mewujudkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan


(55)

35

G. Bagan Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran yang digunakan secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir

Kualitas Pelayanan Perizinan

melaui Sistem One Stop Service

pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota

Bandar Lampung

5 Dimensi Pengukuran Kualitas Pelayanan (SERVQUAL) menurut

Zeithaml, meliputi: 1. Tangible (Berwujud Fisik) 2. Realibility (Kehandalan) 3. Responsiveness (Ketanggapan) 4. Assurance (Jaminan)

5. Emphaty (Empati)

Sangat

Berkualitas Berkualitas

Cukup Berkualitas

Tidak Berkualitas

Sangat Tidak Berkualitas


(1)

51

atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Adapun alternatif jawaban yang digunakan meliputi:

Alternatif jawaban persepsi kualitas pelayanan

5 = Sangat Berkualitas 4 = Berkualitas

3 = Cukup Berkualitas 2 = Tidak Berkualitas

1 = Sangat Tidak Berkualitas

2. Analisis Kualiatif

Pada analisis kualitatif, peneliti sejalan dengan pendapat Miles dan Huberman (1992) dalam Fuad (2014:64) yang menjelaskan bahwa: “metoda yang dipilih untuk menganalisa data adalah metoda analisa interaktif, yang dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan”.

Menurut Fuad dan Kandung (2014:64-65), pengumpulan data merupakan pencarian informasi, baik melalui data primer maupun data sekunder. Reduksi data adalah proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dalam fieldnote. Penyajian data adalah rangkaian informasi yang membentuk argumentasi bagi penyusunan kesimpulan penelitian. Sedangkan penarikan kesimpulan adalah merupakan suatu upaya menarik konklusi dari hasil reduksi dan penyajian data.


(2)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil simpulan, sebagai berikut:

1. Kualitas pelayanan dilihat dari dimensi Tangible (Berwujud Fisik) mencapai 78,3%. Hal ini secara kualitatif termasuk pada kategori berkualitas.

2. Kualitas pelayanan dilihat dari dimensi Reliability (Kehandalan) mencapai 74,2%. Hal ini secara kualitatif termasuk pada kategori berkualitas.

3. Kualitas pelayanan dilihat dari dimensi Responsiveness (Ketanggapan) mencapai 76,5%. Hal ini secara kualitatif termasuk pada kategori berkualitas.

4. Kualitas pelayanan dilihat dari dimensi Assurance (Jaminan) mencapai 70,5%. Hal ini secara kualitatif termasuk pada kategori berkualitas.

5. Kualitas pelayanan dilihat dari dimensi Emphaty (Empati) mencapai 73%. Hal ini secara kualitatif termasuk pada kategori berkualitas.

Secara keseluruhan BPMP Kota Bandar Lampung telah melaksanakan sistem one stop service dan mekanisme prosedur pelayanan dengan baik sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan. Secara kumulatif nilai kualitas pelayanan di BPMP Kota Bandar Lampung mendapatkan nilai


(3)

119

rata-rata sebesar 74,6% dari yang diharapkan. Hal ini termasuk dalam kategori berkualitas. Nilai tertinggi didapatkan dari indikator fasilitas sarana dan prasarana pada dimensi tangible sebesar 80% dari yang diharapkan. Nilai terendah didapatkan dari indikator jaminan ketepatan waktu penyelesaian dokumen perizinan dimensi assurance sebesar 57,2% dari yang diharapkan. Hal ini perlu adanya komitmen yang kuat dan kepatuhan terhadap Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan dan kerjasama yang baik antar pegawai.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan peneliti guna perbaikan kualitas pelayanan perizinan di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung antara lain sebagai berikut:

1. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kemampuan pegawai BPMP Kota Bandar Lampung, maka perlu adanya seleksi penempatan pegawai yang relevan dengan keahliannya, diadakan progam pelatihan-pelatihan pengembangan diri dan kepribadian yang dilaksanakan secara berkesinambungan serta studi banding yang dapat menunjang keandalan, ketanggapan dan peningkatan kualitas moral pegawai dalam memberikan pelayanan.

2. Perlu adanya sosialisasi untuk dapat memberikan kesadaran dan pemahaman kepada masyarakat tentang perizinan melalui penyuluhan di media cetak dan elektronik; pembagian brosur di acara pameran/expo, dan memberikan promosi/layanan di pusat-pusat perbelanjaan.


(4)

120

3. Saran perbaikan untuk meningkatkan kemudahan akses memeroleh pelayanan kepada masyarakat. Perlu adanya peningkatan akses yang mudah dijangkau masyarakat seperti pengembangan pelayanan perizinan melalui penggunaan media online/internet, sehingga pelayanan tidak hanya dapat dilakukan di tempat pelayanan. Pengembangan website dan pembaruan informasi sebaiknya dilakukan secara berkala. Saran peneliti agar website menggunakan bilingual (dwi bahasa), karena pelayanan perizinan tidak hanya dibutuhkan masyarakat/investor lokal tetapi juga investor asing. Apalagi Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun ini.

4. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan, maka perlu adanya survei pelanggan yang dilakukan BPMP Kota Bandar Lampung untuk mengukur sejauh mana kualitas pelayanan yang telah diberikan BPMP Kota Bandar Lampung kepada masyarakat.

5. Perlu adanya evaluasi yang dilakukan secara berkala serta ketaatan dalam mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung untuk meningkatkan kepastian dan kemudahan dalam pelayanan. Selain itu untuk memudahkan pelayanan dalam menerapkan sistem one stop service, agar dibuat rencana strategi program koordinasi lintas satuan kerja antar SKPD terkait seperti Dinas Tata Kota, Dinas Pekerjaan Umum, BPN dan SKPD lainnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Fuad, Anis dan Kandung Sapto Nugroho. 2014. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik: (Konsep, Dimensi, Indikator, dan Implementasinya). Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Kasmir. 2011. Etika Customer Service. Jakarta: Rajawali Pers.

Ndraha, Taliziduhu. 2011. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid 1. Jakarta: Rineka Cipta.

Pasolong, Harbani. 2008. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta CV. Santosa, Panji. 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance.

Bandung: Refika Aditama.

Sinambela, Lijan Poltak. 2014 Reformasi Pelayanan Publik (Teori, Kebijakan, dan Implementasi). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sujarweni, V. Wiratna dan Poly Endrayanto. 2012. Statistika untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Surjadi. 2012. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: PT Refika Aditama.

Sutedi, Adrian. 2011. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: Sinar Grafika.

Tjiptono, Fandy dan Gregorious Chandra. 2012. Service, Quality, and Satisfaction. Yogyakarta: ANDI.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2011. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Wibawa, Samodra. 2009. Administrasi Negara: Isu-Isu Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.


(6)

Jurnal

Kubicek, H dan Hagen. 2001. One Stop Government in Europe: An Overview. University of Bremen. www.egov.vic.gov.au/onestop.pdf. Diunduh pada 14 Maret 2015.

Rahayu, Sri Lestari. 2009. Penyelenggaraan Perizinan Melalui Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Stop Service) dalam Rangka Meningkatkan Investasi (Studi di Kota Surakarta). Jurnal Yustisia Edisi Nomor 77 Mei-Agustus 2009. www.jurnal.hukum.uns.ac.id/index.php/yustisia/article/202/ 189. Diunduh pada 14 Maret 2015.

Rifai, Akhmad. 2013. Perizinan Usaha Jasa Boga Oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung. Jurnal HIMA HAN Universitas Lampung, Volume 1 Nomor 1.

Rusli, Budiman. 2010. One Stop Service: Alternatif Pelayanan yang Responsif dan Terpadu. Universitas Padjadjaran. www.pustaka.unpad.ac.id/archives/ 128342/. Diunduh pada 14 Maret 2015.

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 58 Tahun 2011 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung.

Standar Operasional Prosedur (SOP) Penerbitan Perizinan pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung.

Media

Tribunlampung.com. “Perda Perizinan? Tentu Saja Bandar Lampung

Membutuhkan, Alasannya?”. http://lampungtribunnews.com/2015/02/02/

perda-perizinan-tentu-saja-bandar-lampung-membutuhkan-alasannya.html. diakses tanggal 2 Februari 2015, Pukul 15.00 WIB.

Kupastuntas.co. “DPRD Stagnan, Pemkot Bentuk Tim Monitoring”. http://kupastuntas.co/?page+berita&&no=17030.html. Diakses tanggal 2 Maret 2015, Pukul 14.12 WIB.

Kupastuntas.co.“Kassubid BPMP Kota Bandar Lampung Diduga.Jadi Calo

Perizinan”. http://kupastuntas.co/?page+berita&&no=16089.html. Diakses