Hal-hal di atas adalah dasar dari pemikiran sosial budaya. Alasan melakukan penjualan atau penyingkiran terhadap anak sendiri adalah karena adanya filosofi bahwa
orang tidak ingin hidup susah. Hal ini bukan merupakan sumpah mati tetapi kepercayaan bahwa jika mendidik anak sejak kecil maka akan ada kebahagiaan kelak
ketika anak dewasa. Pemikiran budaya berakar dalam keluarga adalah “mau untung atau mau terus sial?
Di dalam masyarkat, ada latar belakang kepercayaan dari nenek moyang atau orang-orang tua sebelumnya tentang menjual anak, dengan pemikiran bahwa pada
zaman dulu belum ada dokter atau obat-obat seperti sekarang, sehingga kondisi ini membuat nenek moyang atau leluhur terdahulu memikirkan bagaimana cara untuk dapat
menyembuhkan atau dapat bertahan hidup.
28
5. Pihak-pihak yang Membuat Keputusan Menjual atau Menyingkirkan Anak
Dalam masyarakat di pulau Timor, ada filosofi yang telah membudaya dalam keluarga bahwa biasanya hal memutuskan seorang anak dijual atau disingkirkan bukan
dari pemikiran orang tua kandung melainkan dari pihak keluarga terkait yang melihat dan mengerti bahwa memang sang anak harus dijual, jika tidak akan mendatangkan
bahaya besar bagi orang yang dekat dengan dirinya.
29
Tindakan menyingkirkan anak biasanya berat untuk diterima oleh orang tua kandung terutama oleh sang ibu, oleh karena itu harus dibicarakan sebaik mungkin
dengan ibu sehingga mampu mengerti keadaan yang tidak sulit tersebut. Istilah yang dipakai untuk menggambarkan keadaan ini adalah ‘tontaku’ artinya mencintai anak
dengan hati-hati, dalam pengertian, keluarga memang mencintai sang anak, tetapi karena ada kejahatan dalam dirinya maka keluarga atau orang tua harus mencintainya
Wawancara Pdt. Paoina Ngefak – Bara Pa Lasiana, Kupang, 12 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA
29
Ibid
dengan penuh kehati-hatian, sebab jangan karena cinta kepada sang anak, maka keluarga atau orang tua mau saja menjadi korban dari kejahatan yang telah ada dalam
diri sang anak.
30
Dalam pengalaman Ibu Indah Benyamin - Tode Solo, kedua pihak, suami dan isteri sama-sama menyetujui keputusan menjual anak,
31
sedangkan Pdt. Paoina Ngefak – Bara Pa mengatakan bahwa tidak ada perundingan antara suami dan istri, namun pada
saat disarankan untuk menjual, sebagai ibu ia segera menyetujui karena yang ada dalam pikirannya ketika itu hanyalah bagaimana suami dan anak dapat terlepas dari sakit
penyakit yang tidak kunjung berhenti. Dalam hatinya ada rasa kurang yakin dan tidak percaya, tetapi menurutnya hal itu hanya dibawa di dalam Nama Tuhan.
32
6. Prosedur dan Proses dalam Ritual dan Penjualan Anak
6.1. Pihak yang Membeli
Pada zaman dahulu, anak tidak dijual pada sembarang orang, melainkan harus kepada orang yang memiliki asal-usul dari leluhur orang tua. Dalam hal ini, para leluhur
atau nenek moyang keluarga yang bersangkutan juga melakukan tradisi ini, karena dalam melakukan tradisi ini terlebih dahulu harus ada persetujuan dari para nenek
moyang.
33
Ketua Adat, Bapak Klonel mengungkapkan hal serupa bahwa pada zaman yang lalu, orang yang membeli anak haruslah orang yang mempunyai latar belakang mengerti
tradisi ini, dalam arti tradisi ini juga dilakukan oleh para leluhur yang telah meninggal. Pada zaman sekarang hal ini tidak berlaku lagi, pihak pembeli tidak mesti orang yang
mempunyai hubungan dengan para leluhur. Siapa saja yang siap menerima untuk
30
Wawancara DR. H. Ataupah, dosen Universitas Nusa Cendana, Kupang. Oeba, Kupang, Selasa, 22 Mei 2012, jam 18.30 Wawancara Ibu Indah Benyamin - Tode Solo Lasiana, Kupang, 5 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA
Wawancara Pdt. Paoina Ngefak – Bara Pa Lasiana, Kupang, 12 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA Wawancara DR. H. Ataupah, dosen Universitas Nusa Cendana, Kupang. Oeba, Kupang, Senin, 30 April 2012, jam 11.30
WITA
melakukan penjualan anak dapat menjadi pembeli. Orang yang membeli dapat juga dari keluarga yang menjual, misalnya paman atau bibi dari anak tersebut Pada umumnya
pihak yang membeli tidak harus dari luar ataupun dalam, asalkan mengerti tradisi ini sehingga hari-hari sebelum melakukan penjualan, sang pembeli sudah harus pergi ke
tempat leluhur untuk meminta persetujuan
34
Misalnya yang terjadi dengan Pendeta Paoina Ngefak – Bara Pa yang menjual anaknya kepada kakak kandungnya. Alasan
memilih keluarga tersebut karena kakak kandungnya melihat adanya kemiripan wajah dengan sang ayah serta sakit-sakit yang tidak kunjung berhenti dari ayah dan anak,
sehingga saudara tersebut yang mengajukan agar anak ini dijual
35
. Pembeli juga tidak harus orang yang seiman. Pihak pembeli bisa saja beragama lain
36
. Hal ini dilakukan oleh Ibu Indah Benyamin - Tode Solo yang menjual anaknya kepada Ibu Mariam Buang, seorang Muslim, tetapi sangat demokrat karena sangat
menghargai agama lain termasuk agama Kristen. Hubungan kekerabatannya adalah dari pihak orang tua wanita Ibu Mariam Buang.
37
. Menurut Bapak Ruben Klonel, “Pada masa sekarang, mereka menjual anaknya kepada siapa saja yang siap membeli anak itu,
tidak memandang lagi orang itu mengerti tradisi tidak atau ada hubungannya dengan para leluhur atau tidak”
38
6.2. Proses dalam Ritual dan Penjualan
Tradisi penjualan anak dilakukan juga oleh para leluhur, karena dalam pelaksanaannya harus ada persetujuan terlebih dahulu dari nenek moyang. Dalam
bahasa Timor ‘Tate’un fatu, tate’un hun’ yang artinya “buka nisan, buka rahasia”. Maksud ungkapan ini adalah, jauh hari sebelum dilakukan penjualan anak, orang yang
Wawancara Bpk. Ruben Klonel, Ketua Adat masyarakat Timor di Takari Kupang, 10 Mei 2012, jam 16.00-18.30 WITAdan Wawancara DR. H. Ataupah, dosen Universitas Nusa Cendana, Kupang. Oeba, Kupang, Senin, 30 April 2012, jam 11.30 WITA
Wawancara Pdt. Paoina Ngefak – Bara Pa Lasiana, Kupang, 12 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA Wawancara Bpk. Ruben Klonel, Ketua Adat masyarakat Timor di Takari Kupang, 10 Mei 2012, jam 16.00-18.30 WITA.
Wawancara Ibu Indah Benyamin - Tode Solo Lasiana, Kupang, 5 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA WawancaraBpak Ruben Klonel, Ketua Adat masyarakat Timor di Takari Kupang, 10 Mei 2012, jam 16.00-18.30 WITA.
akan membeli harus terlebih dahulu pergi ke kuburan para leluhur dan berbicara di sana. Hal yang dibicarakan berkisar pada maksud akan membeli anak dari keluarga lain, dan
juga melakukan ritual, yakni membawa seekor babi atau ayam salah satu lalu disembelih dan di ambil hatinya, karena dari hati hewan tersebut akan terjawab apakah
leluhur menyetujui penjualan anak tersebut atau tidak. Jawaban diketahui dengan melihat, jika hati babi atau ayam tersebut dalam kondisi baik hati terlilit dengan usus
pertanda bahwa penjualan tersebut disetujui, tetapi jika hati hewan tersebut dalam kondisi rusak, maka pertanda bahwa penjualan itu tidak disetujui. Bahasa yang
digunakan pada saat ritual bukan bahasa biasa tetapi bahasa ritual yang tidak dapat disebutkan dalam wawancara
39
Menurut Bapak Ruben Klonel, jauh hari sebelum dilakukannya penjualan, pembeli sudah harus naik ke kuburan tempat leluhur dengan membawa satu ekor babi atau
ayam. Ritual di kuburan dilaksanakan pada jam 02.00 pagi karena kepercayaan bahwa pada jam-jam itulah apa yang disampaikan akan didengar oleh nenek moyang atau para
leluhur. Sesampai di sana ia harus menyampaikan maksud kedatangannya dengan memakai bahasa ritual. yang tidak dapat disampaikan dalam wawancara setelah itu
babi atau ayam yang dibawanya dipotong dan diambil hatinya. Bila hatinya bagus maka pertanda bahwa penjualan dan pembelian anak tersebut disetujui, namun apabila hati
dalam kondisi rusak maka pertanda bahwa penjualan dan pembelian tersebut tidak dapat dijalankan atau tidak disetujui. Ritual khusus dijalankan hanya pada saat pergi ke
kuburan. Karena maksud disampaikan dalam bahasa ritual, maka orang yang membeli memang haruslah orang yang mengerti tradisi ini. Saat proses penjualan berlangsung
tidak ada ritual atau cara-cara khusus yang harus dilakukan atau bahasa ritual yang diucapkan. Penjualan, sebaiknya dilakukan di rumah sendiri sebab setelah itu anak
Wawancara DR. H. Ataupah, dosen Universitas Nusa Cendana, Kupang. Oeba, Kupang, Senin, 30 April 2012, jam 11.30 WITA
tersebut akan dibawa pergi dulu oleh pembeli sebagai tanda bahwa anak tersebut telah menjadi bagian keluarga dari yang membeli Selayaknya orang yang beragama,
penjualan didahului dengan doa, lalu anak didudukan di atas penampi beras kemudian diserahkan kepada pembeli, lalu pemberi menerima dan memberikan sebuah amplop
yang beriskan uang. Uang yang diberikan tergantung dari pembeli, bukan dari hasil perundingan. Pada masa sekarang, nominal uang ditentukan dari hasil perundingan jauh
hari sebelumnya, namun hal ini tetap tidak mengubah maksud dan tujuan yang ingin dicapai
40
Pendeta Paoina Ngefak – Bara Pa mengatakan bahwa dalam proses penjualan anaknya tidak ada upacara atau ritual khusus yang dilakukan, hanya diawali dengan
doa, kemudian anak diserahkan kepada pembeli yang menyerahkan amplop berisi uang yang kemudian disimpan dalam Alkitab, lalu diakhiri dengan doa. Sang anak kemudian
dibawa pulang ke rumah pembeli sebagai tanda telah menjadi bagian dari keluarga dan pada malam hari orang tua kandungnya mengambil kembali anak tersebut.
41
Proses penjualan anak Ibu Indah Benyamin - Tode Solo juga tidak memakai ritual khusus.
Penjualan dilakukan dengan menaruh sang anak di atas penampi beras niru. Kemudian sang ibu menggendong anak dengan niru tersebut sambil berteriak-teriak “jual anak....,
jual anak”, lalu orang yang membelinya datang dan membeli dengan menyerahkan uang yang sudah dimasukkan dalam amplop. Uang tersebut diberikan ke gereja sebagai tanda
nazar.
42
Dalam ritual penjualan anak, terutama di kuburan, kata-kata, bahasa dan ekspresi dalam ritual mempunyai makna khusus, tetapo menurut Bapak Ruben Klonel, bahasa,
kata-kata, expresi, doa-doa atau mantra-mantra yang diucapkan tidak dapat dijelaskan dalam wawancara yang berlangsung dengan penulis, tetapi makna dari bahasa ritual
Wawancara Bpk. Ruben Klonel, Ketua Adat masyarakat Timor di Takari Kupang, 10 Mei 2012, jam 16.00-18.30 WITA. Wawancara Pdt. Paoina Ngefak – Bara Pa Lasiana, Kupang, 12 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA
Wawancara Ibu Indah Benyamin - Tode Solo Lasiana, Kupang, 5 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA
yang diucapkan adalah, anak akan meninggalkan keburukan yang ada dalam rumahnya dan akan menjadi lebih baik bila ia keluar menjadi orang lain. “Apabila kamu sukses
jangan sebut nama saya nama kelurga kandung dan pembeli, namun bila nanti kamu
gagal dalam hidupmu sebutlah nama saya yang membeli karena kesalahan itu ada
pada saya bukan pada orang tua kandung atau dirimu sendiri”. Maksud disini adalah,
karena pada saat menerima untuk membeli anak tersebut, pembeli sendiri sudah harus yakin bahwa dia akan dapat menjadikan sang anak lebih baik dari sebelumnya bahkan
dari orang tuanya, dan hal itu adalah tanggung jawab terbesar dari seorang pembeli.
43
Kedua partisipan yang melakukan penjualan anak mengemukakan bahwa tidak ada bahasa, kata-kata, expresi, doa-doa atau mantra-mantra khusus yang diucapkan dalam
proses penjualan anak mereka.
44
Pihak-pihak yang harus hadir dalam ritual dan penjualan anak adalah ketua adat, pihak penjual, pihak pembeli serta rukun keluarga yang terkait dari pihak penjual.
Semua pihak harus hadir, ketua adat atau perwakilan dari perkumpulan adat mesti hadir pada saat proses penjualan berlangsung karena ketua adat yang akan berperan sebagai
saksi bahwa anak tersebut telah diambil dan menjadi bagian dari keluarga pembeli secara adat. Dan secara adat juga, anak tersebut syah menjadi anak dari pihak pembeli,
secara hukum dan agama tetap anak dari keluarga kandung. Tidak ada kewajiban yang harus dipenuhi dari pihak keluarga kepada ketua adat, namun telah menjadi tradisi juga
bagi orang Timor untuk selalu memberikan tanda ucapan terima kasih; dapat berupa uang, tetapi biasanya lebih dalam bentuk benda-benda. Dalam upacara ini, tidak ada
peran dan campur tangan pendeta, para pejabat gereja atau tokoh agama.
45
Dalam pengalaman kedua partisipan yang menjual anak, yang terpenting adalah kedua belah
43
Wawancara Bpk. Ruben Klonel, Ketua Adat masyarakat Timor di Takari Kupang, 10 Mei 2012, jam 16.00-18.30 WITA.
44
Wawancara Pdt. Paoina Ngefak – Bara Pa Lasiana, Kupang, 12 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA Dan Wawancara Ibu Indah Benyamin - Tode Solo Lasiana, Kupang, 5 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA
45
Wawancara Bpk. Ruben Klonel, Ketua Adat masyarakat Timor di Takari Kupang, 10 Mei 2012, jam 16.00-18.30 WITA.
pihak yakni penjual dan pembeli wajib hadir. Tidak ada intervensi mediator, pemuka adat atau tokoh agama yang hadir, hanya beberapa anggota keluarga yang menyaksikan
proses penjualan.
46
6.3. Sarana Pendukung, Mediator atau Benda-benda sebagai Prasyarat dalam Ritual
dan Penjualan.
Benda-benda atau simbol-simbol yang diwajibkan ada atau dipakai pada saat ritual dan penjualan antara lain penampi beras sebagai tempat bagi anak yang siap dijual dan
uang sebagai tanda bahwa sang anak akan dibeli oleh orang tua pembeli. Barang-barang yang akan dipakai dalam penjualan harus dijajalkan, termasuk sang anak harus
dijajalkan di atas penampi beras lalu dijalankan sampai kepada pembeli.
47
Dalam pelaksanaan tradisi, awalnya tidak perlu memakai beraneka ragam benda untuk dijadikan simbol. Pelaksanaannya terserah pada setiap orang yang melakukan.
Berbagai benda yang dipakai dalam tradisi ini seperti niru dan uang. Ada juga ritual di mana pada saat anak akan dijual, pembeli harus menerima anak tersebut dari jendela,
tetapi makna dari benda dan ritual tersebut sebenarnya tidak ada. Pada zaman dahulu uang yang dipakai hanyalah sebagai simbol atau tanda bahwa anak telah dibeli secara
syah oleh keluarga dari pihak sebelah, dengan percaya bahwa anak tersebut akan terlepas dari penyakitnya dan akan hidup seperti anak-anak yang lain. Pada zaman
sekarang, uang menjadi simbol derajat dari yang membeli, karena dari jumlahnya akan menentukan bahwa pada hari esok anak tersebut akan hidup baik seperti orang tua
angkatnya pembeli atau dengan kata lain anak itu akan menjadi pewaris
48
46
Wawancara Pdt. Paoina Ngefak – Bara Pa Lasiana, Kupang, 12 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA Dan Wawancara Ibu Indah Benyamin - Tode Solo Lasiana, Kupang, 5 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA
Wawancara Bpk. Ruben Klonel, Ketua Adat masyarakat Timor di Takari Kupang, 10 Mei 2012, jam 16.00-18.30 WITA. Wawancara DR. H. Ataupah, dosen Universitas Nusa Cendana, Kupang. Oeba, Kupang, Senin, 30 April. 2012, jam 11.30
WITA
Dalam penjualan anak Pdt. Paoina Ngefak – Bara Pa, benda yang disiapkan adalah sirih pinang dan uang sebagai simbol budaya bahwa anak itu telah dibeli putus secara
adat oleh keluarga pembeli. Uang tersebut dijadikan nazar sebagai tanda ucapan syukur kepada Tuhan.
49
Tentang benda-benda yang dipakai pada saat penjualan anaknya, Ibu Indah Benyamin - Tode Solo mengatakan bahwa niru yang dipakai hanyalah sebagai tempat
untuk menaruh anak pada saat dijual dan uang juga sebagai tanda bahwa sang anak sudah dibeli secara adat.
50
7. Konsekuensi Jika Tidak Melakukan Tradisi Penjualan Anak
Menurut ketua adat Bapak Ruben Klonel, konsekwensi terbesar yang akan terjadi dan harus diterima apabila tidak melakukan ritual ini adalah akan ada yang menjadi
korban atau meninggal
51
. Pendeta Paoina Ngefak – Bara Pa mengatakan bahwa konsekuensinya, entah sudah pernah terjadi atau tidak, tetapi menurut kepercayaan
dahulu, jika tidak melakukan tradsi ini maka salah satu akan menjadi korban baik anak maupun orang tua. Biasanya orang tua karena yang muda ingin menjadi sama dengan
yang tua atau bahkan lebih dari yang tua
52
. Ibu Indah Benyamin - Tode Solo mengatakan bahwa ritual ini harus dilakukan, sebab jika tidak maka konsekwensinya
akan sangat besar bagi keluarganya. Kepercayaan ini adalah anak akan semakin ingin sama dengan orang tuanya. “Apalagi pada saat itu yang saya alami adalah anak dan
ayah sering sakit secara bersamaan dan bergantian saja siapa yang sakit lebih dulu pasti nanti akan mengikut”.
53
Wawancara Pdt. Paoina Ngefak – Bara Pa Lasiana, Kupang, 12 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA Wawancara Ibu Indah Benyamin - Tode Solo Lasiana, Kupang, 5 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA
51
Wawancara Bpk. Ruben Klonel, Ketua Adat masyarakat Timor di Takari Kupang, 10 Mei 2012, jam 16.00-18.30 WITA.
52
Wawancara Pdt. Paoina Ngefak – Bara Pa Lasiana, Kupang, 12 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA
53
Wawancara Ibu Indah Benyamin - Tode Solo Lasiana, Kupang, 5 Mei 2012, jam 10.00-12.00 WITA
8. Hasil Penjualan atau Penyingkiran Anak