Pengembangan Multimedia Interaktif Untuk Pembelajaran Management File Microsoft Word Siswa Kelas X SMA Di Kalianda

(1)

PEMBELAJARAN MANAGEMENT FILE MICROSOFT

WORD SISWA KELAS X SMA DI KALIANDA

Oleh :

NONI HERIAWATI 1123011025

PROGRAM PASCA SARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2014


(2)

ABSTRACT

Development Of Interactive Multimedia In Microsoft Word File Management Learning At Tenth Grade Of Senior High School Kalianda

By : Noni Heriawati

The objectiveof research is to describe interactive multyimedia product, to produce interactive multimedia product at file management materials, to explain interactive multimedia effectiveness, to explain the interesting of interactive multimedia.

This research and interactive multimedia development refers to R & D Borg and Gall model, which is done by two stages through seven )7) steps at tenth grade of senior high school Kalianda. To collect the data used observation, questionnaire, and worksheet. Data was analyzed by t-test and descriptive quantitative.

Conclusion of interactive multimedia developing research is method which is used by teacher tends to be conventional. Media which is used are not variety, teh last product which was produced file management material interactive multimedia at Microsoft Word, the effectivenesstest is 5,228, it gives learning effective from time aspect, energy and cost, the interest is still good, it is 75%. Keywords : interactive multimedia, file management microsoft word, conventional


(3)

ABSTRAK

Pengembangan Multimedia Interaktif Untuk Pembelajaran Management File Microsoft Word Siswa Kelas X SMA Di Kalianda

Oleh : Noni Heriawati

Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan produk berbentuk multimedia interaktif, menghasilkan produk berbentuk multimedia interaktif pada materi management file, menjelaskan efektifitas multimedia interaktif, menjelaskan efisiensi pembelajaran dengan multimedia interaktif, menjelaskan daya tarik multimedia interaktif.

Penelitian dan pengembangan multimedia interaktif ini mengacu pada model R & D Borg and Gall, yang dilakukan melalui dua tahap dengan tujuh (7) langkah pada siswa kelas X SMA Kalianda. Pengumpulan data menggunakan observasi, kuisioner, dan unjuk kerja. Data dianalisis dengan uji t dan deskritif kuantitatif.

Kesimpulan dari penelitian pengembangan multimedia interaktif ini adalah metode yang digunakan guru cenderung masih bersifat konvensional. Media yang digunakanpun masih belum bervariasi, produk akhir yang dihasilkan adalah multimedia interaktif materi Management File pada Microsoft Word, uji efektifitas sebesar 5,228, memberikan efisiensi pembelajaran dari segi waktu, tenaga dan biaya, daya tarik terbilang sangat baik sebesar 75 %.


(4)

(5)

(6)

(7)

i DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 11

1.3 Pembatasan Masalah ... 12

1.4 Rumusan Masalah ... 12

1.5 Tujuan Penelitian ... 13

1.6 Manfaat Penelitian ... 13

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 13

1.6.2 Manfaat Praktis ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran (Teori Behaviorisme) ... ... 15


(8)

ii

2.1.1 Teori Belajar... 15

2.1.2 Teori Pembelajaran ... 21

2.1.3 ... Ciri Pembelajaran ... 25

2.1.4 Komponen Sistem Pembelajaran ... 27

2.1.5 Efektifitas Pembelajaran ... 40

2.1.6 Daya Tarik Pembelajaran ... 43

2.1.7 Efesiensi Pembelajaran ... 46

2.1.7 Karakteristik Mata Pelajaran TIK ... 47

2.1.9 Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Proses Pembelajaran ... 48

2.2 Teori Motivasi Prestasi ... 51

2.3 Teori Algoritma ... 50

2.4 Media Pembelajaran ... 60

2.4.1Multimedia Interaktif ... 70

2.4.1.1Definisi Multimedia Interaktif ... 70

2.4.1.2 Manfaat Multimedia Interaktif ... 71

2.4.1.3 Fungsi Multimedia Dalam Pembelajaran ... 75

2.4.1.4 Prosedur Pengembangan Multimedia Interaktif ... 79

2.5 Teori Belajar dan Pembelajaran dalam Multimedia Interaktif ... . 88

2.5.1Teori Behavioral-Kognitivisme ... 88

2.5.2 Teori Discovery Learning ... 94


(9)

iii

2.9 Hipotesis ... 102

BAB III METODE PENELITIAN ... 103

3.1 Jenis Penelitian ... 103

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 105

3.3 Langkah-langkah Penelitian ... 105

3.3.1Analisis Kebutuhan ... 105

3.3.2Desain dan Pengembangan Media ... 106

3.3.2.1 Me-review produk yang telah ada ... 106

3.3.2.2 Mengumpulkan bahan-bahan ... 107

3.3.2.3 Membuat Flowchart ... 108

3.3.2.4 Membuat Storyboard ... 109

3.3.2.5 Programming (Memberi Action) ... 109

3.3.3 Uji coba produk ... 110

3.3.3.1 Uji coba tahap awal ... 110

3.3.3.2 Revisi Produk Awal ... 111

3.3.3.3 Uji Coba kelompok besar ... 112

3.3.3.4 Perbaikan Produk Operasional ... 113

3.3.4 Populasi dan Sampel ... 113

3.3.4.1 Sampel Analisis Kebutuhan ... 113

3.3.4.2 Sampel Uji Coba Kelompok Kecil ... 114

3.3.4.3 Sampel Evaluasi Ahli ... 114


(10)

iv

3.3.5Teknik Pengumpulan Data ... 115

3.4 Definisi Konseptual dan Operasional ... 116

3.4.1Efektifitas Pembelajaran ... 116

3.4.1.1 Definisi Konseptual ... 116

3.4.1.2 Definisi Operasional ... 117

3.4.2Efisiesi Pembelajaran ... 117

3.4.2.1 Definisi Konseptual ... 117

3.4.2.2 ... Definisi Operasional ... 117

3.4.3Daya Tarik Pembelajaran ... 117

3.4.3.1 Definisi Konseptual ... 117

3.4.3.2 Definisi Operasional ... 118

3.4.4Multimedia Interaktif ... 118

3.4.3.1 Definisi Konseptual ... 118

3.4.3.2 Definisi Operasional ... 118

3.4.5Kisi-Kisi Instrumen ... 119

3.4.5.1 ... Kisi-kisi Penilaian Kebutuhan ... 119

3.4.5.2 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba ... 120

3.4.5.2.1 Kisi-kisi Ujicoba Tahap Awal ... 120

3.4.5.2.2 Kisi-kisi Uji Coba Kelompok Besar ... 123

3.4.6Model Rancangan Eksperimen untuk Menguji Produk ... 128

3.4.7Teknik Analisis Data ... 129


(11)

v

4.1.2 Pengembangan flowchart ... 142

4.1.3Pengembangan Story board ... 143

4.1.4 Pemrograman (Memberi Action) ... 144

4.1.5Keunggulan Produk Hasil Pengembangan ... 148

4.1.6Keterbatasan Produk Hasil Pengembangan ... 149

4.1.7Keterbatasan Penelitian dan Pengembangan ... 150

4.2 Proses Desain dan Pengembangan Media ... 150

4.2.1 Uji ahli ... 150

4.2.1.1 Hasil uji coba Ahli Desain Pembelajaran ... 152

4.2.1.2 Uji Coba Ahli Teknologi dan Informasi ... 154

4.2.1.3 Hasil Uji Coba Ahli Multimedia ... 155

4.2.2 Uji lapangan ... 157

4.2.3 Revisi Produk Awal ... 160

4.2.4 Uji Coba Kelompok Besar ... 160

4.3 Peningkatan Kemampuan ... 161

4.3.1Efisiensi pada Penghematan Waktu ... 162

4.3.2DayaTarik ... 165

4.4 Revisi Produk Operasional ... 166

4.5 Produk Akhir ... 167

4.5.1 Tampilan Produk ... 167

4.5.2 Deskripsi Isi Produk ... 167


(12)

vi

4.6.1 Aspek Efektivitas Produk ... 170

4.6.2 Aspek Efisiensi Produk ... 173

4.6.3Aspek Daya Tarik ... 176

4.6.4Aplikasi Teori Belajar Dalam Multimedia Interaktif ... 178

4.6.5 Kesesuaian Produk yang Dihasilkan dengan Tujuan Pengembangan ... 184

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 186

5.1 Simpulan ... 186

5.2 Implikasi ... 188

5.3 Saran ... 188

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti di beberapa sekolah SMA di Kalianda, ditemukan ada sejumlah variabel yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap hasil belajar siswa. Variabel tersebut berupa kondisi yang terjadi di lapangan, baik yang berasal dari dalam diri siswa sendiri maupun dari lingkungan sekitar seperti kondisi sekolah dan guru. Faktor dari dalam diri siswa seperti kedisiplinan, kepatuhan dan keingintahuan terhadap materi yang mereka dapatkan adalah faktor utama. Dukungan yang optimal dari pihak sekolah berupa kelengkapan sarana dan prasarana, kemampuan guru dalam memberikan materi tidak kalah penting dalam mendukung proses belajar siswa. Semua faktor di atas menjadi pemicu timbulnya motivasi siswa dalam belajar. Jika mereka telah memiliki motivasi yang baik, maka untuk selanjutnya akan mudah bagi mereka dalam menyerap materi. Pada akhirnya akan tercapai hasil belajar yang maksimal. Berikut data yang diperoleh terkait penelitian awal di beberapa sekolah SMA di Kalianda.


(15)

Tabel 1.1 Kondisi motivasi guru : Nama Sekolah Tingkat kedisiplinan Pelanggar

an kode

etik guru Metode mengajar Pengu asaan materi Pemberian evaluasi

SMAN 1

Kalianda

Tinggi rendah ceramah baik Mandiri

SMAN 2

Kalianda

Tinggi rendah bervariasi baik Mandiri

dan kelompok SMA

Pembangunan Kalianda

Tinggi rendah ceramah baik mandiri

Sumber : penelitian awal terhadap kinerja guru Tabel 1.2 Kondisi sekolah :

Nama Sekolah

Sarana dan prasarana

Dukungan terhadap siswa berprestasi Peraturan yang diterapkan Wadah kreatifitas siswa

SMAN 1

Kalianda

Baik Baik Baik Baik

SMAN 2

Kalianda

Sangat baik

Baik Baik Sangat

baik SMA

Pembangunan Kalianda

Baik Baik Baik Baik

Tabel 1.3 Kondisi motivasi : Nama

Sekolah

Kreatifitas Minat bertanya

Kedisplinan Kepatuhan Hasil belajar

SMAN 1

Kalianda

Baik Baik Baik Baik Baik

SMAN 2

Kalianda

Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup

SMA

Pembangunan Kalianda

Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup

Sumber : penelitian awal terhadap kondisi siswa pada tanggal 2 September 2013 s/d 2 Oktober 2013

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar siswa SMA di Kalianda relatif terbilang masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar siswa yang sulit untuk mencapai nilai ketuntasan minimum. Rendahnya motivasi mereka, dipengaruhi oleh faktor keluarga, lingkungan sekitar dan metode


(16)

3 pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Jika motivasi belajar rendah, hal ini akan berdampak pada rasa keingintahuan mereka terhadap materi yang mereka pelajari di sekolah. Siswa cenderung menutup diri walaupun pada kenyataannya mereka menghadapi kesulitan selama proses pembelajaran berlangsung. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus, maka tujuan belajar tidak akan tercapai. Padahal, tujuan utama dari belajar adalah terjadinya proses perubahan kepribadian yang meliputi kecakapan, sikap, kebiasaan, keterampilan, kreativitas, dan kepandaian yang bersifat menetap dalam tingkah laku sebagai hasil latihan atau pengalaman. Pembelajaran hakikatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan sumber belajar dan siswa dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran akan bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan aman dan nyaman. Oleh karena itu, penting bagi guru mempelajari dan menambah wawasan pembelajarannya yang disesuaikan dengan kompetensi, kondisi psikologis, tingkatan usia, dan kebutuhan peserta didik agar proses pembelajaran dirasakan nyaman oleh siswa.

Masalah belum maksimalnya motivasi belajar siswa tampak pada kondisi pembelajaran siswa SMA di Kalianda (SMAN 1 Kalianda, SMAN 2 Kalianda dan SMA Pembangunan). Hal ini ditandai oleh rendahnya tingkat kedisiplinan belajar siswa, terutama sejak tahun pelajaran 2011-2012 hingga tahun pelajaran 2012-2013. Rendahnya kedisiplinan belajar siswa SMA di Kalianda terlihat dari semakin banyaknya siswa yang datang terlambat ke sekolah.

Rendahnya kedisiplinan belajar siswa terlihat juga dari banyaknya siswa yang dengan sengaja membolos sekolah. Mereka berangkat dari rumah secara teratur


(17)

setiap hari tetapi tidak sampai di sekolah. Hal ini diketahui setelah pihak Bimbinagn Konseling (BK) dan wali kelas melakukan konfirmasi dengan orang tua. Selain itu, banyaknya siswa yang membolos diketahui juga dari adanya laporan masyarakat sekitar sekolah yang merasa terganggu oleh ulah para siswa tersebut yang lebih memilih duduk-duduk bergerombol disekitar lingkungan sekolah sambil mengobrol, bermain gitar dan sebagainya pada jam sekolah.

Rendahnya motivasi belajar siswa SMA di Kalianda juga tampak pada perilaku belajar mereka sehari-hari. Ini terungkap pada saat rapat koordinasi sekolah. Para guru mengeluhkan tentang rendahnya perhatian dan minat belajar siswa. Pada saat pembelajaran berlangsung lebih banyak siswa yang mencuri-curi mengobrol atau bercanda dengan temannya, atau duduk diam melamun, pandangan mata ke arah luar jendela kelas atau menatap lantai.

Masalah lain yang dikeluhkan guru adalah mengenai rendahnya kemandirian belajar siswa. Banyak siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan dengan lengkap, baik dan tepat waktu (rata-rata 30% dari jumlah siswa). Sebagian besar dari tugas yang dikumpulkan ternyata memiliki tingkat kesamaan yang tinggi (terindikasi hasil contekan). Sering kedapatan siswa yang datang pagi hari untuk meminjam dan menyalin pekerjaan temannya.

Rendahnya kemandirian belajar siswa juga tampak pada saat pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Umumnya para siswa terlihat tidak aktif berdiskusi melainkan mengobrol serta bercanda. Tanggung jawab menyelesaikan tugas kelompok dibebankan kepada segelintir siswa yang mereka anggap pintar


(18)

5 dan rajin. Sedangkan siswa yang pintar dan rajin dari setiap kelompok rata-rata hanya 25 % dari seluruh anggota kelompok.

Rendahnya minat, motivasi, kemandirian dan kedisiplinan belajar siswa, berdampak terhadap rendahnya hasil belajar dan pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan. Pada setiap proses evaluasi hasil belajar seperti ulangan harian, uji blok maupun saat tes sumatif (ujian semester) terdapat rata-rata 60% dari jumlah siswa yang mendapat nilai di bawah kriteria KKM.

Rendahnya motivasi belajar siswa dipengaruhi berbagai faktor baik yang bersifat interen maupun eksteren. Faktor tersebut antara lain rendahnya masukan siswa, kondisi sosial ekonomi orang tua yang kurang kondusif, rendahnya kemampuan guru dalam membangun kedekatan atau hubungan yang hangat dalam berinteraksi dengan siswa, pembawaan dan kompetensi guru, perencanaan pembelajaran yang buruk serta model pembelajaran yang konvensional dan monoton.

Akibat dari buruknya perencanaan pembelajaran dengan cara konvensional, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru dimana guru menyampaikan materi dengan metode ceramah dan siswa mendengarkan. Pembelajaran cenderung semua materi pelajaran dengan cara yang sama, sehingga pembelajaran menjadi membosankan bagi siswa. Hal ini ditandai dengan sikap siswa yang duduk tenang dan manis seolah – olah mendengarkan, tetapi sebenarnya mereka asik dengan aktifitasnya masing – masing seperti menggambar, membuat coretan di kertas, sms atau mengobrol dengan berbisik – bisik.


(19)

Masalah rendahnya motivasi belajar siswa juga menjadi masalah utama dalam pembelajaran TIK yang penulis ampu. Gejala rendahnya motivasi belajar siswa penulis temukan di kelas X. Hal ini terindikasi dari perilaku dan aktivitas belajar mereka sehari-hari, serta dari tingkat pencapaian kriteria ketuntasan minimum.

Pendidikan merupakan salah satu usaha dalam menjawab permasalahan serta berbagai tantangan yang selalu hadir di tengah-tengah kehidupan manusia. Pendidikan dapat mencerdaskan dan meningkatkan taraf hidup bangsa. Dalam pendidikan manusia dididik untuk mencari dan menggunakan ilmu pengetahuan yang mengarah ke masa depan yang lebih baik, mencapai kesadaran pribadi, terampil serta berkembang kearah kedewasaan. Hal ini tersirat dalam Standar Isi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi TIK dengan tujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami teknologi informasi dan komunikasi.

2. Mengembangkan keterampilan untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

3. Mengembangkan sikap kritis, kreatif, apresiatif dan mandiri dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

4. Menghargai karya cipta di bidang teknologi informasi dan komunikasi.

Berdasarkan tujuan pembelajaran pada mata pelajaran TIK tersebut, tidak akan dapat tercapai jika tidak adanya sinkronisasi antara kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan fasilitas yang tersedia. Jika kedua hal tesebut dapat terpenuhi, maka bukan hal yang tidak mungkin dapat tercipta proses pembelajaran yang efektif. Proses pembelajaran yang efektif tentunya juga akan menghasilkan


(20)

7 siswa yang berkompetensi, namun kenyataan di lapangan ternyata masih banyak siswa yang belum mencapai hasil belajar sesuai dengan KKM. Hal tersebut tergambar pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran TIK untuk materi kemampuan dalam melakukan management file khususnya penyimpanan file dan membuat folder. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran TIK dapat dilihat pada Tabel 1.4 berikut.

Tabel 1.4 Kemampuan Siswa melakukan management file

Nilai Jumlah Presentase (%)

< 75 25 69,44 %

≥ 75 11 30,56 %

Jumlah 36 100

Sumber: penelitian awal terhadap hasil belajar siswa SMA kelas X di Kalianda

Berdasarkan Tabel 1.4 di atas, dapat dianalisis bahwa kemampuan siswa dalam melakukan management file masih rendah, yaitu siswa yang memperoleh nilai

≥75 sebanyak 11 (30,56%) siswa yang berhasil melampaui Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) Kompetensi Dasar yang ditetapkan pada mata pelajaran TIK yaitu 75.

Berdasarkan permasalahan mengenai rendahnya hasil belajar yang diperoleh pada mata pelajaran TIK, penulis melakukan observasi untuk melihat analisis kebutuhan software yang membantu mempermudah guru untuk menyajikan dan menyampaikan materi pelajaran terutama pada mata pelajaran TIK. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan tersebut maka dapat dilihat pada Tabel 1.5 sebagai berikut.


(21)

Tabel 1.5 Analisis Kebutuhan terhadap Software

Nama Sekolah Nama Guru Peranan

Kebutuhan terhadap software

YA TIDAK

SMA Negeri 2

Kalianda

A Penting V -

SMA Negeri 1

Kalianda

R Penting V -

SMA Negeri 3

Kalianda

K Tidak

Penting

- V

SMA

Pembangunan

D Penting V -

Sumber: Wawancara dengan guru Mata Pelajaran TIK SMA Di Kalianda

Berdasarkan Tabel 1.5 di atas, hanya satu sekolah yang berpendapat bahwa mereka tidak membutuhkan software multimedia interaktif sebagai penunjang pembelajaran pada mata pelajaran TIK. Sekolah yang belum/tidak membutuhkan

software multimedia interaktif sebagai penunjang pembelajaran pada mata pelajaran TIK disebabkan karena keterbatasan sarana dan prasarana di sekolah.

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar terbagi menjadi dua yaitu faktor-faktor intern dan faktor-faktor ekstern. Faktor-faktor intern yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi minat, bakat, motivasi, aktifitas dan lain-lain. Sedangkan faktor-faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa meliputi sarana belajar di rumah, kurikulum, disiplin sekolah, lingkungan keluarga dan lain-lain.

Setiap guru selalu berharap bahwa bahan pelajaran yang disampaikan olehnya dapat dikuasai oleh peserta didik secara tuntas. Hal tersebut merupakan suatu permasalahan yang sulit. Anak didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai makhluk sosial denagn latar belakang


(22)

9 yang berlainan. Terdapat tiga aspek yang membuat mereka berbeda adalah aspek intelektual, psikologis, dan biologis (Bahri et all, 2010: 1). Ketiga aspek tesebut menjadi akar permasalahan bervariasinya sikap dan tingkah laku peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mampu memilih media yang sesuai dengan standar keberhasilan untuk mencapai tujuan. Media yang digunakan sebaiknya bervariasi, sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi peserta didik. Variasi tersebut meliputi variasi media pandang, variasi media dengar, maupun variasi media taktil.

Seorang pendidik melakukan komunikasi dengan siswanya ketika proses pembelajaran berlangsung. Dengan komunikasi yang efektif, maka transfer ilmu dan nilai akan berjalan efektif juga. Begitu juga sebaliknya, jika komunikasi tidak efektif, maka transfer ilmu dan nilai pun tidak akan optimal. Dampak yang terjadi misalnya adalah siswa lambat dalam memahami pelajaran. Terlebih jika terjadi kesalahan intrepretasi. Siswa salah mengartikan maksud dari guru sehingga yang dia pahami merupakan sesuatu yang salah.

Pembelajaram experiental learning harus tetap diutamakan. Namun, ada kalanya kegiatan pembelajaran diadakan pada materi yang tidak dapat dilakukan eksperimennya. Misalnya suatu percobaan membutuhkan waktu terlalu lama atau terlalu mahal. Mendayagunakan teknologi komunikasi dan informasi di sekolah adalah salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Berbagai penelitian baik di dalam maupun di luar negeri menunjukkan bahwa pemanfaatan bahan ajar yang dikemas dalam bentuk media berbasi ICT dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Pemanfaatan media interaktif memiliki


(23)

manfaat positif bagi siswa. Siswa dapat mengikuti proses pendidikan dengan akurat, cepat, interaktif dan murah. Selain itu, penggunaan media ini juga akan melatih siswa untuk berpikir kritis. Tayangan yang ditampilkan dalam bentuk animasi yang dilengkapi suara akan menarik minat mereka. Setelah itu, mereka akan semakin mencari tahu materi tersebut lebih dalam lagi. Dengan berpikir kritis, siswa akan lebih kreatif. Mereka akan mencari hal-hal baru dan mencoba untuk berinofasi. Dalam hal ini, dibutuhkan peran serta guru, karena kreatifitas guru dituntut untuk menciptakan atau setidaknya memilih media yang tepat bagi peserta didik.

Pemilihan media harus sesuai dengan materi pembelajaran dan kebutuhan siswa. Media yang tidak menunjang tercapainya tujuan, sebaiknya tidak perlu digunakan. Reigeluth (2009 : 77) mengemukakan 3 (tiga) kriteria untuk mengevaluasi seberapa baik suatu metode bekerja dalam mencapai hasil pembelajaran, yaitu efektifitas, efisiensi, dan daya tarik. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Riyana (2007 : 6) bahwa multimedia interaktif dapat: (1) memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa maupun guru, (3) dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti meningkatkan motivasi dan gairah belajar para siswa untuk menguasai materi pelajaran secara utuh, mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya terutama bahan ajar yang berbasis ICT, memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri sesuai kemampuan dan minatnya, dan memungkinkan para siswa untuk dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.


(24)

11 Berdasarkan uraian permalahan dan temuan-temuan di atas, bahwa dibutuhkan inovasi pada media pembelajaran berupa pengembangan multimedia interaktif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar pada pelajaran TIK. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengembangan multimedia interaktif untuk pembelajaran manajement file Microsoft Word pada siswa kelas X SMA Di Kalianda.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, masalah-masalah yang teridentifikasi sebagai berikut.

1. Prestasi siswa pada mata pelajaran TIK siswa SMA di Kalianda masih rendah. 2. Motivasi belajar siswa pada mata pelajaran TIK siswa SMA di Kalianda masih

rendah.

3. Terbatasnya alokasi waktu yang disediakan untuk pembelajaran TIK siswa SMA di Kalianda.

4. Guru-guru TIK pada SMA di Kalianda belum memanfaatkan media secara variatif untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam belajar.

5. Belum tersedianya media pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara mandiri.

6. Belum tersedianya media pembelajaran yang dapat meningkatkan minat belajar siswa untuk mempelajari TIK.


(25)

1.3 Pembatasan masalah

Berdasarkan masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, permasalahan penelitian ini dibatasi pada permasalahan sebagai berikut.

1. Belum tersedianya multimedia interaktif pada materi management file mata pelajaran TIK di SMA di Kalianda.

2. Prestasi siswa pada mata pelajaran TIK siswa SMA di Kalianda masih rendah. 3. Terbatasnya alokasi waktu yang disediakan untuk pembelajaran TIK siswa

SMA di Kalianda.

4. Masih belum maksimalnya motivasi siswa pada pembelajaran TIK di SMA Kalianda.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran TIK di SMA Kalianda ?

2. Bagaimana pengembangan multimedia interaktif pada materi management file mata pelajaran TIK SMA di Kalianda ?

3. Apa produk yang dihasilkan di pengembangan multimedia interaktif pada materi management file mata pelajaran TIK SMA di Kalianda ?

4. Bagaimana efektifitas multimedia interaktif pada materi management file mata pelajaran TIK SMA di Kalianda ?

5. Bagaimana efisiensi pembelajaran dengan multimedia interaktif pada materi management file mata pelajaran TIK SMA di Kalianda ?

6. Bagaimana daya tarik pembelajaran multimedia interaktif materi pada materi management file mata pelajaran TIK SMA di Kalianda ?


(26)

13

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara garis besar yang akan dilaksanakan sebagai berikut. 1. Mendiskripsikan kondisi awal pembelajaran TIK.

2. Mendiskripsikan proses pengembangan produk berbentuk multimedia interaktif.

3. Menghasilkan produk berbentuk multimedia interaktif pada materi management file mata pelajaran TIK SMA di Kalianda.

4. Menjelaskan efektifitas multimedia interaktif pada materi management file mata pelajaran TIK SMA di Kalianda.

5. Menjelaskan efisiensi pembelajaran dengan multimedia interaktif pada materi management file mata pelajaran TIK SMA di Kalianda.

6. Menjelaskan daya tarik pembelajaran multimedia interaktif pada materi management file mata pelajaran TIK SMA di Kalianda.

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis mengembangkan konsep, teori, prinsip prosedur Teknologi Pendidikan kawasan desain pengembangan pemanfaatan teknologi multimedia.


(27)

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Bagi SMA di Kalianda, sebagai sumbangan pemikiran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran TIK.

2. Bagi guru-guru mata pelajaran TIK, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai alternatif pembelajaran untuk mengatasi kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran khususnya materi management file.

3. Bagi peneliti, semoga dapat memberikan pengalaman yang sangat bermanfaat sehingga lebih termotivasi untuk terus berkarya, terutama untuk mengembangkan media pembelajaran yang efektif, baik pada mata pelajaran TIK maupun pada mata pelajaran lainnya.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran (Teori Behaviorisme) 2.1.1 Teori Belajar

Belajar merupakan proses untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki manusia dan merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Masalah pengertian belajar ini, para ahli psikologi dan pendidikan menengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing. Tentu saja mereka mempunyai alasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah (Hamalik, 2001: 27).

Reber dalam kamus susunannya yang tergolong modern, Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah The process of acquiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat (dalam Muhibbin, 2000 : 91). Jadi menurut Reber, belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan yang dapat mengubah kemampuan bereaksi seseorang yang bersifat permanen jika dilakukan dengan suatu latihan.


(29)

Belajar merupakan proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan baik menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, juga merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya (Hamalik, 2001: 27). Belajar adalah aktivitas pengembangan diri melalui pengalaman, bertumpu pada kemampuan diri sendiri di bawah bimbingan pengajar (Tirtarahardja, 2000 : 51). Menurut Djamarah (2000 : 73), belajar adalah berubah dan perubahan dalam belajar adalah disadari setelah berakhirnya kegiatan belajar. Jadi, dengan belajar akan menjadikan perubahan dalam segala aspek pribadi seseorang, sehingga siswa akan mampu dan sanggup menghadapi suatu kesulitan untuk memecahkan masalah.

Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006 : 10) berpendapat bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolahdan belajar merupakan tindakan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Bagi seorang siswa belajar merupakan suatu kewajiban. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa tersebut (Tirtarahardja, 2000 : 51). Senada dengan hal tersebut, Logan, dkk dalam Sia Tjundjing (2001 : 70) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan latihan.


(30)

17

Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah saja, tetapi dapat dilakukan di mana-mana, seperti di rumah ataupun di lingkungan masyarakat. Belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan (Hamalik, 2001: 27). Belajar dibatasi dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama, belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan kedua, belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus menurut James Patrick Chaplin (Dictionary of Psychology 1985).

Proses belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach (Suryabrata, 2002 : 231) sebagai berikut. “Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu pelajar mempergunakan pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera

pengelihatan saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”

Belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri siswa, tetapi tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas (Syah, 2000 : 116) antara lain sebagai berikut :

a. Perubahan Intensional

Perubahan dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.


(31)

b. Perubahan Positif dan aktif

Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya, sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan.

c. Perubahan efektif dan fungsional

Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan manfaat tertentu bagi siswa, sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam diri siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.

Ciri-ciri belajar yaitu belajar berbeda dengan kematangan, belajar dapat dibedakan dari perubahan fisik dan mental, ciri belajar yang hasilnya relatif menetap (Hamalik, 2008 : 48). Sesuai dengan pendapat di atas, sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu yang membedakan belajar dengan kegiatan lainnya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 42 - 49), prinsip-prinsip belajar meliputi kesiapan belajar, perhatian, motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan, penguatan, dan perbedaan individual. Prinsip-prinsip belajar meliputi sebagai berikut.

1. Kesiapan belajar

Faktor kesiapan, baik fisik maupun psikologis, merupakan kondisi awal suatu kegiatan belajar. Kondisi fisik dan psikologis ini biasanya sudah terjadi pada diri siswa sebelum ia masuk kelas.


(32)

19

2. Perhatian

Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu objek. Dapat pula dikatakan bahwa perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktivitas yang dilakukan. Belajar sebagai suatu aktivitas yang kompleks sangat membutuhkan perhatian dari siswa yang belajar.

3. Motivasi

Motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif saat orang melakukan suatu aktivitas. Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut melakukan kegiatan tententu untuk mencapai tujuan (disposisi internal). Motif ini tidak selalu aktif pada diri seseorang. Pada suatu ketika motif itu aktif sehingga orang bersemangat melakukan suatu aktivitas, atau siswa bersemangat belajar, tatapi pada ketika lain motif tidak aktif artinya motivasi tidak timbul, sehingga siswa tidak terdorong untuk beraktivitas atau bersemangat untuk belajar.

4. Keaktifan

Siswa adalah subjek yang melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu, siswa harus aktif tidak boleh pasif.

5. Mengalami sendiri

Prinsip pengalaman ini sangat penting dalam belajar dan erat kaitannya dengan prinsip keaktivan. Siswa yang belajar dengan melakukan sendiri (tidak minta tolong orang lain) akan memberikan hasil belajar yang lebih cepat dalam pemahaman yang mendalam. Prinsip ini telah dibuktikan oleh John Dewey dengan “Learning by doing”.


(33)

6. Pengulangan

Materi pelajaran ada yang mudah dan ada pula yang sukar. Untuk mempelajari materi sampai pada taraf insight siswa perlu membaca, berfikir, mengingat dan yang tidak kalah penting adalah latihan. Dengan latihan berarti siswa mengulang-ulang materi yang dipelajari sehingga meteri tersebut makin mudah diingat, dan pengulangan tanggapan tentang meteri makin segar dalam pikiran siswa sehingga makin mudah diproduksi.

7. Materi pelajaran yang menantang

Keberhasilan belajar sangat dipengaruuhi pula oleh rasa ingin tahu anak (curiosity) terhadap suatu persoalan. Curiosity ini timbul bila materi pelajaran yang dihadapannya bersifat menantang atau problematic.

8. Balikan dan penguatan

Balikan (feed back) adalah masukan yang sangat penting baik bagi siswa dan guru. Dengan balikan, siswa mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam suatu hal, dimana letak kekuatan dan kelemahannya.

9. Perbedaan individual

Siswa-siswa dalam suatu kelas yang dihadapi oleh guru tidaklah boleh disamakan kondisinya seperti benda mati. Masing-masing siswa mempunyai karakteristik, baik dilihat dari segi fisik maupun psikis. Dengan adanya perbedaan ini tentu kemauan, minat serta kemampuan belajar mereka tidak persis sama.

Belajar bukanlah proses dalam kehampaan. Tidak pula pernah sepi dari berbagai aktivitas, berikut ini beberapa aktivitas belajar yaitu: (1) mendengarkan, (2) memandang,(3) meraba, membau, dan mencicipi/mengecap, (4) menulis atau


(34)

21

mencatat, (5) membaca, (6) membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggaris bawahi, (7) mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan, (8) menyusun paper atau kertas kerja, (9) mengingat(10) berpikir, (11) latihan atau praktek (Bahri , 2008: 38-45).

Berdasarkan definisi tersebut di atas bahwa belajar dapat diartikan sebagai merupakan proses pengembangan potensi sehingga terjadi perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Ada beberapa hal pokok dalam belajar antara lain, belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, belajar merupakan perubahan yang relatif mantap, dan tingkah laku yang dialami karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian baik psikis maupun fisik seperti perubahan dalam pengertian pemecahan suatu masalah, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap.

2.1.2 Teori Pembelajaran

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas yang berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, dkk, 2000


(35)

: 24). Menurut Sudjana (2003 : 110), pengertian pembelajaran adalah kegiatan belajar siswa dan kegiatan mengajar guru dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Ada empat persoalan yang menjadi komponen utama yang harus dipenuhi dalam pembelajaran. Keempat komponen tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Keempat komponen tersebut yaitu tujuan, metode dan alat serta penilaian.

Tujuan dalam proses belajar mengajar merupakan komponen pertama yang harus ditetapkan dalam proses pengajaran, tujuan tersebut berfungsi sebagai indikator keberhasilan pengajaran. Komponen yang kedua yaitu metode dan alat. Metode dan alat digunakan dalam pengajaran dipilih atas dasar tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Komponen yang lain adalah penilaian, penilaian dilakukan untuk mengetahui ketercapaian suatu tujuan pembelajaran, yaitu menghasilkan perubahan seperti yang disebut dalam pengertian belajar. Peranan guru dalam kegiatan belajar dan pembelajaran adalah membentuk siswa mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. Untuk tujuan tersebut siswa melakukan kegiatan belajar, dengan cara dan kemampuan masing-masing.

Siswa memiliki karakter yang berbeda satu sama lainnya, sesuai dengan pendapat Darsono (2000 : 24) bahwa perbedaan antara siswa lainnya membawa konsekuensi perolehan hasil belajarpun tidak sama. Dengan perkataan lain bahwa dalam pengajaran yang menjadi persoalan utama ialah adanya proses belajar pada siswa yakni proses berubahnya siswa melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya yang biasa disebut sebagai hasil belajar.


(36)

23

Menurut Prawiradilaga (2008 : 18) menyatakan pembelajaran adalah proses yang dapat dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu tersebut dalam interaksi dengan lingkungannya, oleh karena itu setiap rumusan tujuan pembelajaran selalu dikembangkan berdasarkan kompetensi atau kinerja yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah selesai belajar. Apabila tujuan pembelajaran atau kompetensi dianggap rumit maka tujuan pembelajaran atau kompetensi tersebutdapat dirinci menjadi sub kompetensi yang mudah dicapai. Dimyati dan Mudjiono (2002 : 227) berpendapat pembelajaran adalah kegiatan guru secara terpogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan kepada media sumber belajar dalam pembelajaran, guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang akan diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk belajar.

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian, jika pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, maka berarti pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (misalnya layanan pembelajaran remedial bagi siswa-siswa yang mengalami


(37)

kesulitan belajar). Sebaliknya, bila pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat peraga, dan alat-alat evaluasi (misalnya soal-soal tes formatif). Persiapan pembelajaran ini juga mencakup kegiatan guru untuk membaca buku-buku atau media cetak lainnya yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disajikannya kepada para siswa dan mengecek jumlah dan keberfungsian alat peraga yang akan digunakan.

Setelah persiapan tersebut dilakukan secara matang, guru melaksanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, struktur dan situasi pembelajaran yang diwujudkan guru akan banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru yang bersangkutan, persepsi, dan sikapnya terhadap siswa. Jadi semua itu akan menentukan misalnya, apakah struktur pembelajarannya bersifat deduktif ataukah induktif, pola penyajiannya secara ekspositori ataukah inkuiri, atau discovery. Selain itu, juga perlu diperhatikan apakah situasi atau iklim pembelajarannya bersifat joyfull

ataukah menegangkan, atau bahkan menakutkan. Situasi kelasnya apakah bersifat permisif ataukah demokratis, atau sebaliknya, siswa-siswa merasa tercekam akibat sikap guru yang otoriter.


(38)

25

Setelah kegiatan pembelajaran tersebut di atas selesai dilaksanakan, termasuk evaluasi formatif, maka apabila guru itu adalah guru yang baik, ia akan menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan Remedial Teaching bagi anak-anak yang berkesulitan belajar. Kegiatan tindak lanjut ini sangat penting agar setiap individu pembelajar dapat mencapai perkembangan yang harmonis dan optimal. Hal ini berkaitan erat dengan pembinaan kualitas SDM sejak dini, dan kelasnyapun menjadi lebih

“sehat” dan dinamis karena tertanganinya kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh satu atau beberapa orang siswanya.

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap baru pada saat seseorang berinteraksi dengan informasi dan lingkungan, pembelajaran terjadi kapan saja dan dimana saja.

2.1.3 Ciri Pembelajaran

Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi dalam makalahpedia sebagai berikut : 1. Pembelajaran memiliki tujuan , yakni untuk membentuk anak didik dalam

suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud kegiatan belajar mengajar itu sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian. Anak didik mempunyai tujuan, unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.


(39)

2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosedur atau langkah-langkah sistematik dan relevan.

3. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan suatu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen yang lain, apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi harus sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.

4. Ditandai dengan aktifitas anak didik. Aktifitas anak didik dalam hal ini baik secara fisik maupun secara mental, aktif. Jadi, tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar, kalau anak didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya.

5. Kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam peranannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motifasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, sehingga guru adalah merupakan tokoh yang dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik.

6. Kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dan kegiatan belajar mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun anak didik dengan sadar.


(40)

27

7. Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistim berkelas (kelompok anak didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu kapan tujuan itu sudah harus tercapai.

8. Evaluasi. Dan seluruh kegiatan di atas, masalah evaluasi merupakan bagian penting yang tidak bisa diabaikan, setelah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Evaluasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang telah ditentukan.

2.1.4 Komponen Sistem Pembelajaran

Sebagai sebuah sistem, kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen, sebagai berikut.

1. Tujuan

Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif. Dengan kata lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepadapeserta didik. Nilai-nilai tersebut nantinya akan mewarnai cara peserta didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Roestiyahdalam Aswan dan Syaiful (2010 : 42) mengatakan suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) murid-murid yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan. Suatu tujuan pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita harapkan dari pengajaran itu dan bukan sekedar suatu proses dari pengajaran itu sendiri.


(41)

2. Bahan pelajaran

Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Bahan pelajaran menurut Suharsimi dalam Aswan dan Syaiful (2010 : 43) merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik. Karena itu, guru khususnya atau pengembang kurikulum umumnya, tidak boleh lupa harus memikirkan sejumlah mana bahan-bahan yang topiknya tertera dalam silabus berkaitan dengan kebutuhan peserta didik pada usia tertentu dan dalam lingkunga tertentu pula. Minat peserta didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Maslow berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan kebutuhannya (Syaiful dan Aswan 2010 : 44).

3. Kegiatan pembelajaran

Kegiatan belajar mengajar, guru dan siswa terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itulah siswa yang lebih aktif, bukan guru. Guru berperan sebagai motivator dan fasilitator. Dalam kegiatan pembelajaran, guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual siswa yaitu aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Kerangka berpikir demikian dimaksudkan agar guru mudah dalam melakukan pendekatan secara individual terhadap peserta didik.

Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut akan merapatkan hubungan antara guru dan siswa, sehingga memudahkan melakukan pendekatan materi learning dalam mengajar. Mastery learning adalah kegiatan yang meliputi dua kegiatan, yaitu program pengayaan dan program perbaikan dalam Syaiful dan Aswan,


(42)

29

2010 : 45). Dalam kegiatan pembelajaran, guru akan menemui bahwa peserta didik sebagian ada yang dapat menguasai bahan pelajaran secara tuntas dan ada pula yang kurang menguasai bahan pelajaran secara tuntas (mastery).

4. Metode

Metode adalah suatu cara yag dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Surakhmad (2011 : 45), ada lima faktor yang mempengaruhi metode mengajar, sebagai berikut.

1) Tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya. 2) Anak didik yang berbagai tingkat kematangan. 3) Situasi yang berbagai keadaan.

4) Fasilitas yang berbagai kualitas dan kuantitasnya.

5) Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda. 5. Alat

Alat adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu pengajaran. Yang dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan dan sebagainya. Sedangkan alat bantu pengajaran adalah berupa globe, papan tulis, batu tulis, gambar, diagram, slide, video, dan sebagainya. Ahli lain membagi alat pendidikan dan pengajaran menjadi alat material dan nonmaterial.

6. Sumber pelajaran

Sudirman,dkk dalam Aswan et all (2010 : 49) mengemukakan sumber belajar sebagai berikut.


(43)

a. Manusia b. Bahan c. Lingkungan

d. Alat dan perlengkapan e. Aktivitas

f. Pengajaran berprogram g. Simulasi

h. Karyawisata

i. System pengajaran modul.

Aktivitas sebagai sumber belajar biasanya meliputi sebagai berikut. 1. Tujuan khusus yang harus dicapai oleh siswa.

2. Materi (bahan pelajaran) yang harus dipelajari.

3. Aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.

7. Evaluasi

Menurut Tyler dalam Eveline Siregar,et all (2010 : 142) evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah dicapai. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 menggariskan bahwa penilaian hasil belajar siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip normatif sebagai berikut.

1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.


(44)

31

2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

4. Menggunakan prinsip-prinsip dasar teknis sebagai berikut.

a) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

b) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar

pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang

berkepentingan.

c) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.

d) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

e) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

f) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.


(45)

Tahapan tersebut menurut Smaldino dalam Amanah (2011 : 1) merupakan penjabaran dari ASSURE Model, adalah sebagai berikut:

1. Analisis Pembelajar (Analyze Learner)

Tujuan utama dalam menganalisa termasuk pendidik dapat menemui kebutuhan belajar siswa yang urgen sehingga mereka mampu mendapatkan tingkatan pengetahuan dalam pembelajaran secara maksimal. Analisis pembelajar meliputi tiga faktor kunci dari diri pembelajar yang meliputi sebagai berikut.

1. Karakteristik Umum (General Characteristics)

Karakteristik umum siswa dapat ditemukan melalui variable yang konstan, seperti, jenis kelamin, umur, tingkat perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi serta etnik. Semua variabel konstan tersebut, menjadi patokan dalam merumuskan strategi dan media yang tepat dalam menyampaikan bahan pelajaran

2. Mendiagnosis kemampuan awal pembelajar (Specific Entry

Competencies)

Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa pengetahuan awal siswa merupakan sebuah subyek patokan yang berpengaruh dalam bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih banyak sesuai dengan perkembangan psikologi siswa. Hal ini akan memudahkan dalam merancang suatu pembelajaran agar penyampain materi pelajaran dapat diserap dengan optimal oleh peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya


(46)

33

3. Gaya Belajar (Learning Style)

Gaya belajar yang dimiliki setiap pembelajar berbeda-beda dan mengantarkan peserta didik dalam pemaknaan pengetahuan termasuk di dalamnya interaksi dengan dan merespon dengan emosi ketertarikan terhadap pembelajaran. Terdapat tiga macam gaya belajar yang dimiliki peserta didik, yaitu: (1) gaya belajar visual (melihat) yaitu dengan lebih banyak melihat seperti membaca, (2) gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu belajar akan lebih bermakna oleh peserta didik jika pelajarannya tersebut didengarkan dengan serius, (3) gaya belajar kinestetik (melakukan), yaitu pelajaran akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik jika dia sudah mempraktekkan sendiri.

2. Menentukan Standard dan Tujuan (State Standards And Objectives)

Tahap selanjutnya dalam ASSURE model adalah merumuskan tujuan dan standar. Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat memperoleh suatu kemampuan dan kompetensi tertentu dari pembelajaran. Dalam merumuskan tujuan dan standar pembelajaran perlu memperhatikan dasar dari strategi, media dan pemilihan media yang tepat

a. Pentingnya Merumuskan Tujuan dan Standar dalam Pembelajaran

Dasar dalam penilaian pembelajaran ini menujukkan pengetahuan dan kompetensi seperti apa yang nantinya akan dikuasai oleh peserta didik. Selain itu juga menjadi dasar dalam pembelajaran siswa yang lebih bermakna. Sehingga sebelumnya peserta didik dapat mempersiapkan diri dalam partisipasi dan keaktifannya dalam pembelajaran.


(47)

Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran seperti yang dijelaskan oleh Sanjaya berikut. 1. Rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi

efektifitas keberhasilan proses pembelajaran.

2. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa.

3.Tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran.

4. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.

b. Tujuan Pembelajaran yang Berbasis ABCD

Menurut Smaldino,setiap rumusan tujuan pembelajaran ini haruslah lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini sangat membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan media dan sumber belajar berikut asesmen dalam KBM. Rumusan baku ABCD tadi dijabarkan sebagai berikut.

1. A = audience

Pembelajar atau peserta didik dengan segala karakterisktiknya. Siapa pun peserta didik, apa pun latar belakangnya, jenjang belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas dan rinci (Amanah, 2011). 2. B = behavior

Perilaku belajar yang dikembangkan dalam pembelajaran. Perlaku belajar mewakili kompetensi, tercermin dalam penggunaan kata kerja.


(48)

35

Kata kerja yang digunakan biasanya kata kerja yang terukur dan dapat diamati (Amanah, 2011 : 1).

3. C = conditions

Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan metode serta sumber belajar menjadi bagian dari kondisi belajar ini. Kondisi ini sebenarnya menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan selama proses belajar mengajar berlangsung (Amanah, 2011).

4. D = degree

Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan sebagai dibaku sebagai bukti bahwa pencapaian tujuan pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat dinyatakan dalam presentase benar (%), menggunakan kata-kata seperti tepat/benar, waktu yang harus dipenuhi, kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur pencapaian kompetensi. Ada empat kategori pembelajaran.

1. Domain Kognitif

Domain kognitif, belajar melibatkan berbagai kemampuan intelektual yang dapat diklasifikasikan baik sebagai verbal / informasi visual atau sebagai ketrampilan intelektual.

2. Domain Afektif

Domain afektif, pembelajaran melibatkan perasaan dan nilai-nilai (Amanah, 2011).


(49)

3. Motor Domain Skill

Domain ketrampilan motorik, pembelajaran melibatkan atletik, manual, dan ketrampilan seperti fisik.

4. Domain Interpersonal

Belajar melibatkan interaksi dengan orang-orang. c. Tujuan Pembelajaran dan Perbedaan Individu

Berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami sebuah materi yang diberikan. Individu yang tidak memiliki kesulitan belajar dengan yang memiliki kesulitan belajar pasti memiliki waktu ketuntasan terhadap materi yang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut, maka timbullah mastery learning (kecepatan dalam menuntaskan materi tergantung dengan kemampuan yang dimiliki tiap individu.

3. Memilih, Strategi, Teknologi, Media dan Bahan ajar (Select Strategies, Technology, Media, And Materials)

Langkah selanjutnya dalam membuat pembelajaran yang efektif adalah mendukung pemblajaran dengan menggunakan teknologi dan media dalam sistematika pemilihan strategi, teknologi dan media dan bahan ajar. Memilih Strategi Pembelajaran.

Pemilihan strategi pembelajarn disesuaikan dengan standar dan tujuan pembelajaran. Selain itu juga memperhatikan gaya belajar dan motivasi siswa yang nantinya dapat mendukung pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat mengandung ARCS model . ARCS model dapat membantu strategi mana yang dapat membangun Attention (perhatian) siswa, pembelajaran


(50)

37

berhubungan yang Relevant dengan keutuhan dan tujuan, Convident , desain pembelajaran dapat membantu pemaknaan pengetahuan oleh siswa dan Satisfaction dari usaha belajar siswa .

a. Memilih Teknologi dan Media yang sesuai dengan Bahan Ajar

Kata Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Menurut Sanjaya menyatakan bahwa media adalah alat untuk perangsang bagi peserta didik dalam proses pembelajaran. Selanjutnya Rossi mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya. Sedangkan menurut Gerlach, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap . Bentuk media adalah bentuk fisik dimana sebuah pesan digabungkan dan ditampilkan. Bentuk media meliputi, sebagai contoh, diagram (gambar diam dan teks) slide ( gambar diam lewat proyektor) video (gambar bergerak dalam TV), dan multimedia komputer (grafik, teks, dan barang bergerak dalam TV) Setiap media itu mempunyai kekuatan dan batasan dalam bentuk tipe dari pesan yang bisa direkam dan ditampilkan. Memilih sebuah bentuk media bisa menjadi sebuah tugas yang kompleks-merujuk kepada cakupan yang luas dari media yang tersedia, keanekaragaman siswa dan banyak tujuan yang akan dicapai.


(51)

4. Menggunakan Teknologi, Media dan Bahan Ajar (Utilize Technology, Media And Materials).

Sebelum memanfaatkan media dan bahan yang ada, sebaiknya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

a. Mengecek bahan (masih layak pakai atau tidak).

Pendidik harus melihat dulu materi sebelum mennyampaikannya dalam kelas dan selama proses pembelajaran pendidik harus menentukan materi yang tepat untuk audiens dan memperhatikan tujuannya.

b. Mempersiapkan bahan.

Pendidik harus mengumpulkan semua materi dan media yang dibutuhkan pendidik dan peserta didik. Pendidik harus menentukan urutan materi dan penggunaan media. Pendidik harus menggunakan media terlebih dahulu untuk memastikan keadaan media.

c. Mempersiapkan lingkungan belajar.

Pendidik harus mengatur fasilitas yang digunakan peserta didik dengan tepat dari materi dan media sesuai dengan lingkungan sekitar (Amanah, 2011 : 1).

d. Mempersiapkan pembelajar.

Memberitahukan peserta didik tentang tujuan pembelajaran. Pendidik menjelaskan bagaimana cara agar peserta didik dapat memperoleh informasi dan cara mengevaluasi materinya.

e. Menyediakan pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau pembelajar).


(52)

39

Mengajar dan belajar harus menjadi pengalaman. Sebagai guru kita dapat memberikan pengalaman belajar seperti: presentasi di depan kelas dengan projector, demonstrasi, latihan, atau tutorial materi.

5. Mengembangkan Partisipasi Peserta Didik (Require Learner Parcipation) Tujuan utama dari pembelajaran adalah adanya partisipasi siswa terhadap materi dan media yang kita tampilkan. Seorang guru pada era teknologi sekarang dituntut untuk memiliki pengalaman dan praktik menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi ketimbang sekedar memahami dan memberi informasi kepada siswa. Ini sejalan dengan gagasan konstruktivis bahwa belajar merupakan proses mental aktif yang dibangun berdasarkan pengalaman yang autentik, diman para siswa akan menerima umpan balik informatif untuk mencapai tujuan mereka dalam belajar.

6. Mengevaluasi dan Merevisi (EVALUATE AND REVISE)

Penilaian dan perbaikan adalah aspek yang sangat mendasar untuk mengembangkan kualitas pembelajaran. Penilaian dan perbaikan dapat berdasarkan dua tahapan sebagai berikut.

1. Penilaian Hasil Belajar Siswa

a. Penilaian Hasil Belajar Siswa yang Otentik. b. Penilaian Hasil Belajar Portofolio.

c. Penilaian Hasil Belajar yang Tradisional/ Elektronik. 2. Menilai dan Memperbaiki Strategi, teknologi dan Media. 3. Revisi Strategi, Teknologi, dan Media.

Ada beberapa fungsi dari evaluasi sebagai berikut.


(53)

b. Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan.

c. Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum.

d. Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan siswa secara individual dalam mengambil keputusan.

e. Evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya dalam menentukan tujuan khusus yang ingin dicapai.

f. Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik untuk orang tua, guru, pengembang kurikulum, pengambil kebijakan.

Untuk keperluan pengembangan ini peneliti dapat menggunakan sampai langkah kesembilan, yaitu evaluasi formatif dimana rancangan, proses atau program sudah dianggap selesai. Akan tetapi, untuk keperluan uji efektifitas rancangan, proses, program secara menyeluruh diperlukan pengujian atau evaluasi eksternal. Dengan demikian diperoleh tingkat efesiensi, efektifitas dan daya tarik rancangan, proses atau program secara menyeluruh (Setyosari, 2012 : 221 - 226).

2.1.5 Efektifitas Pembelajaran

Menurut pendapat Gagne (1977 : 78) :

Instruction is intended to promote learning, external situation need to be arranged to activate, support and maintain the internal processing that constitutes each learning event”.


(54)

41 “Pembelajaran dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal, harus

dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung dan

mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar”.

Buku Condition of Learning (Gagne, 1977 : 80) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut. 1. Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa

dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks. 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives)

memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.

3. Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior learning): merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.

4. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulkus) : menyampaikan materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.

5. Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses/alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik.

6. Memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance) : siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.

7. Memberikan balikan (providing feddback) :memberitahu seberapa jauh ketepatan penampilan siswa.


(55)

8. Menilai hasil belajar (assessing performance) : memberikan tes/tugas untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai pembelajaran.

9. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer): merangsang kemampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang telah dipelajari. Pendapat lainnya seperti yang dikemukan oleh Winkel dalam Siregar, et all (2010 : 12) pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa.

Konteks pendidikan, “efektifitas berkaitan dengan sejauh mana siswa mencapai

tujuan pembelajaran yang ditetapkan, yaitu, sekolah, perguruan tinggi, atau pusat pelatihan mempersiapkan siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diinginkan oleh para stakeholder (Januszewski dan Molenda, 2008 : 57). Pendapat lain dikemukakan oleh Reigeluth (2009 : 77) “efektifitas mengacu pada indikator belajar yang tepat (seperti tingkat prestasi dan kefasihan tertentu) untuk

mengukur hasil pembelajaran”.

Stronge (2007 : 9) menjabarkan efektifitas sebagai berikut.

Efektifitas pembelajaran sangat ditentukan oleh kinerja guru, karena guru memiliki pengaruh yang kuat dan tahan lama pada siswa mereka. Mereka secara langsung mempengaruhi bagaimana siswa belajar, apa yang mereka pelajari, seberapa banyak mereka belajar, dan cara mereka berinteraksi satu sama lain dan dunia di sekitar mereka. Mengingat tingkat pengaruh guru, kita harus memahami apa yang guru harus lakukan untuk mempromosikan hasil yang positif dalam kehidupan siswa sehubungan dengan prestasi


(56)

43

sekolah, sikap positif terhadap sekolah, minat belajar, dan hasil belajar yang diinginkan.

Berdasarkan pemaparan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa efektifitas pembelajaran adalah penilaian terhadap ketercapaian hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebelumnya dalam kurun waktu tertentu.

2.1.6 Daya Tarik Pembelajaran

Menurut Reigeluth (2009 : 77) “Appeal is the degree to which learners enjoy the instruction”. Lebih lanjut Reigeluth menyatakan di samping efektifitas dan

efisiensi, aspek daya tarik adalah salah satu kriteria utama pembelajaran yang baik dengan harapan siswa cenderung ingin terus belajar ketika mendapatkan pengalaman yang menarik.

Pembelajaran yang memiliki daya tarik yang baik memiliki satu atau lebih dari kualitas ini, sebagai berikut.

1) Menyediakan tantangan, membangkitkan harapan yang tinggi,

2) Memiliki relevansi dan keaslian dalam hal pengalaman masa lalu siswa dan kebutuhan masa depan,

3) Memiliki aspek humor atau elemen menyenangkan, 4) Menarik perhatian melalui hal-hal yang bersifat baru, 5) Melibatkan intelektual dan emosional,

6) Menghubungkan dengan kepentingan dan tujuan siswa, dan

7) Menggunakan berbagai bentuk representasi (misalnya, audio dan visual) (Januszewki dan Molenda, 2008 : 56).


(57)

Untuk dapat menciptakan pembelajaran yang menarik dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, Arend dan Kilcher (2010 : 164) menyarankan model motivasi ARCS Keller, yaitu guru harus dapat: (a) membangkitkan minat atau rasa ingin tahu dengan menyajikan materi yang menantang atau menarik, (b) mempresentasikan materi lebih dari satu bentuk ke bentuk yang menarik sesuai dengan gaya belajar siswa yang berbeda, (c) membuat pembelajaran lebih variatif dan merangsang siswa tetap terlibat pada tugas belajar, (d) menghubungkan materi yang baru dengan materi pembelajaran sebelumnya, (e) menautkan pembelajaran untuk pencapaian tujuan eksternal jangka panjang seperti mendapatkan pekerjaan, dan f) mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan pribadi siswa.

Menurut Hill (dalam Siregar et all, 2010 : 96) pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Pembelajaran direncanakan dengan baik, yang dapat dicapai bila sebagai berikut.

a. Guru mengeidentifikasi dengan tepat tujuan pembelajaran.

b. Guru mengidentifikasi apa yang telah diketahui siswa dan mengembangkan pembelajaran berdasarkan informasi tersebut.

Urutan pembelajaran terdiri dari beberapa tahap dan kegiatan dengan bimbingan guru.

a) Guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang efektif.

b) Pengorganisasian kelas dan pengelolaan sumber-sumber sudah direncanakan dengan baik.


(58)

45

d) Proses maupun hasil belajar direncanakan.

2) Pembelajaran menarik dan menantang, dapat dicapai bila sebagai berikut. a. Guru tidak banyak bicara dan memberikan ceramah .

b. Siswa tidak terlalu banyak mendengar dan menjawab pertanyaan bersama sama (koor).

c. Kegiatan menarik, menantang dan meningaktkan motivasi belajar.

d. Kegiatan meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, termasuk tugas-tugas terbuka.

e. Peristiwa hangat dan pengalaman siswa secara langsung (sumber belajar tangan pertama) meningkatkan minat dan tingkat motivasi.

3) Pembelajaran mengaktifkan siswa, dapat dicapai bila sebagai berikut. a. Belajar denagn mengerjakan siswa aktif, terlibat, berpartisipasi. b. Interaksi antar siswa tinggi, belajar berkelompok, berpasangan,

bekerjasama.

c. Siswa menemukan, memecahkan masalah. d. Siswa pusatpembelajaran, bukan guru. e. Fokus pada proses pembelajaran.

4) Suatu rencana pembelajaran PAKEM mencakup hal berikut. a. Fokus belajar dan pembelajaran (kompetensi).

b. Apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran (bahan dan sumber). c. Urutan pembelajaran.

d. Proses dan produk pembelajaran : Apa yang akan dikerjakan siswa dan bagaimana siswa akan mendemonstrasikan hasil belajar mereka (produk).


(59)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa daya tarik pembelajaran adalah suatu proses pembelajaran dengan menggunakan media ataupun metode tertentu yang dapat meningkatkan minat siswa sehingga siswa cenderung ingin terus belajar dalam jangka waktu lebih lama ketika mendapatkan pengalaman yang menarik dan berusaha untuk semakin mendalaminya.

2.1.7 Efesiensi Pembelajaran

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 284) efisiensi didefinisikan sebagai (1) ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga kerja, biaya), kedayagunaan; ketepatgunaan. (2) kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya).

Reigeluth (2009 : 77) berpendapat bahwa :

Efficiency requires an optimal use of resources, such as time and money, to obtain a desired result. teachers should use many examples, visual aids (e.g., concept maps and flow charts), and demonstrations in their presentation to enhance the effectiveness and efficiency of instruction”. Dikemukakan Januszewski dan Molenda (2008 : 5): “efektifitas sering menyiratkan efisiensi, yaitu, bahwa hasil yang dicapai dengan sedikit waktu yang terbuang, tenaga, dan biaya. Efisiensi pembelajaran dapat di ketahui dengan menghitung rasio jumlah tujuan pembelajaran yang dicapai siswa dibandingkan dengan jumlah waktu, tenaga dan biaya yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.


(1)

Calista, Ari.P. 2012. Sebaran Indikator dan Angket Motivasi Belajar. From http://eprint.uny.ac.id/..../kisi-kisi motivator. (Minggu, 6 Januari 2013 Pukul 21.15 WIB)

Colin, Marsh.2004. Key-Concepts-for-Understanding-Curriculum-Routledge. From http://www.scribd.com/doc/70487536/Teachers-Library-Colin-J-Marsh-Key-Concepts-for-Understanding-Curriculum-Routledge-2004.htm (Minggu, 4 November 2012, pukul 09.45 WIB).

Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

From http://www.akademik.nommensen-id.org/.../5_WamintonRaja/Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Dengan Penerapan Teori Belajar Bruner Pada Pokok Bahasan Trigonometri Di Kelas X Sma Negeri 1 Kualuh Hulu Aek Kanopan T.A. 2009/2010 (Selasa, 22 Januari 2013 pukul 22.00 WIB).

Darmadi, Hamid. 2009. Kemampuan Dasar Mengajar. Bandung: CV.Alfabeta. Darsono, Max,dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : CV. IKIP

Semarang Press.

Dedy. 2012. System Manajemen File. From

http://dedymuammarunda.wordpress.com /2012/12/11/system-manajemen-file/ (Selasa, 22 Januari 2013, pukul 16.10)

Dian, Hayati. 2011. Manajemen File. From

http://tikleason.blogspot.com/2011/11/manajemen-file.html (Selasa, 22 Januari 2013, Pukul 16.00 WIB).

Dick, W. & Carey, L. 2005. The systematic design of instruction (6th ed.). Boston: Pearson.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djmarah, Syaiful Bahri. 2000. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Djmarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Djmarah,Syaiful Bahri; Zain, Aswan. 2008. Strategi Belajar Menagajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djmarah,Syaiful Bahri; Zain, Aswan. 2010. Strategi Belajar Menagajar. Jakarta: Rineka Cipta.


(2)

Dua, Bersaudara. 2012. Dasar-dasar Penggunaan Microsoft Office Word 2007. From http://ber2saudara.blogspot.com/2012/11/pertemuan-1-dasar-dasar-penggunaan_2.html (Selasa,22 Januari 2013, pukul 15.35 WIB).

Dwi, Ria. 2013. Manajemen File. From

http://ibtimain.blogspot.com/2013/02/materi-manajemen-file-untuk-sma-kls-x.html (Selasa, 19 Februari 2013, Pukul 08.00 WIB).

Eko, Supriyadi. 2010.TIK SMA/MADRASAH ALIYAH.from http://bse.kemdikbud.go.id/ (Senin, 8 Oktober 2012, pukul 09.30 WIB). Faridah Hulwah, Asma. 2012. Definisi Belajar Menurut Para Ahli. From

http://widhiieaprilia.blogspot.com/p/blog-page_16.html, (Selasa, 19 Februari 2013, Pukul 10.00 WIB).

Fouché, Johann. 2008. Intstructional Design for Interactive Multimedia A Guide. Gagne, R. M. 1977. The Conditions of Learning and Theory of Instruction. New

York : Holt, Rinehart & Winston.

Gibran, Muhammad. 2012. Pengertian Ke Disiplinan Belajar Siswa. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Hacker D. J., Keener M. C., Kircher J. C. 2009. Writing is applied metacognition. In Hacker D. J., Dunlosky J., Graesser A. C. (Eds.). Handbook of metacognition in education (pp. 154-172). New York: Routledge.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar, Jakarta. Bumi Aksara. Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum Pembelajaran. Jakarta : Sinar Grafika. Hergenhahn dan Mattew. 2010. Teori Belajar. Jakarta: Kencana Prenada Media. Ibrahim, M, dan Nur, M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:

Universitas Negeri Surabaya.from http://ladysamath-edu.blogspot.com/2011/09/model-pembelajaran-discovery-hasil.html (Rabu,20 Februari 2013 pukul 09.00 WIB).

Istiyanto. 2011. Pengertian dan Manfaat Multimedia Pembelajaran. From http://istiyanto.com/pengertian-dan-manfaat-multimedia-pembelajaran/ ( Jum’at, 7 Desember 2012, Pukul 09.00 WIB).

Januszewski & Molenda. 2008. Educational Technologi A definition with Commentary. USA: Taylor & Francis Group.


(3)

Jere, Brophy. 2010. Motivating Students To LearnRoutledge, (3th ed). 270 Madison Avenue: New York, NY 10016.

Keegan, D. 1990. Theoretical priciples of distance education. London & New York: Routledge.

Lee, W. W. dan Owens, D.L. 2004. Multimedia Based Instructional Design. San Francisco: Peiffer.

Lee, M. & Winzenried, A. 2009. The use of instructional technology in schools. Melbourne: ACER Press.

Letivin, J. Daniel. 2002. This Is Your Brain on Music. Penguin Group.

Lili, Nurlaili. 2012. Metode-metode Pembelajaran. From http://www.scribd.com/doc/ 13065635/Metodemetode-pembelajaran.htm (Minggu, 4 November 2012, pukul 11.00 WIB).

Made, Wena. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT.Bumi Aksara.

Mc, Cleland. 1987. Human Motivation. New York : Cambridge University Press. Muhibbin Syah, M. Ed. 2000, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,.

Catatan ke Lima (revisi). Bandung. Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara

Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Piaget, Jean. 1960. The Child’s Conception of Phsycal Causality. K.Paul, Trench, Trubner & co.Itd. London.

Pramono, Gatot. 2007. Aplikasi Komponen Display Theory Dalam Multimedia dan Web Pembelajaran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Pusat Teknologi Informasi dan Teknologi Pendidikan.

Prawiradilaga, Dewi Salma. 2008. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Ratumanan, T.G. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa. Universitas Press.

Reigeluth, C.M & Chellman, A.C. 2009. Instructional-Design Theories and Models Volume III, Building a Common Knowledge Base. New York: Taylor & Francis


(4)

Richey, R.C & Klein J.D. 2007. Design and Development Research Methods, Strategies, and. Issues. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Riyana, Cepi. 2010. Pedoman Pengembangan Multimedia Interaktif. Bandung: Program P3AI Universitas Pendidikan Indonesia.

Roblyer, M & Doering, A.H. 2010. Integrating Educational Technology Into Teaching. Boston : Pearson.

Rothwell, W. J., & Kazanas, H. C. 2010. Mastering the instructional design process: A systematic approach. San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers. A general text on the instructional design process.

Sanjaya, Wina. 2008. Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.

Santoso, Teguh. 2007. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk proses pembelajaran online (Jurnal Pendidikan Penabur No. 09/Tahun ke-6/Desember 2007/h.1 0 6 f r o m h t t p : / / w w w . a c a d e m i a . e d u / 3 1 5 9 2 8 1 / T e k n o l o g i _ i n f o r m a s i d a n k o m u n i k a s i _ d a l a m _ p r o s e s _ p e m b e l a j a r a n #

Setyosari, Punaji. M. ED, Prof Dr. H. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan/KEN. Jakarta : Kencana, Prenada Media Group.

Saondi, Ondi dan Aris Suherman. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung : PT.Refika Aditama.

Sidhu, Manjit Singh. 2010. Technology-Assisted Problem Solving for Engineering Education:Interactive Multimedia Applications. New York : IGI Global.

Sinaga, B. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3), Disertasi, PPS (Program Pasca Sarjana), UNESA. From http://www.akademik.nommensen-id.org/.../5_WamintonRaja/Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Penerapan Teori Belajar Bruner Pada Pokok Bahasan Trigonometri Di Kelas X Sma Negeri 1 Kualuh Hulu Aek Kanopan T.A. 2009/2010 (Selasa, 22 Januari 2013 pukul 22.00 WIB).

Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor : Ghalia Indonesia.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta from http://akademik.nommensen-id.org (Minggu, 6 Januari 2013, Pukul 11.00 WIB).


(5)

Sondy, Damanik. 2012. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Di Sekolah Menengah. From http://informasilive.blogspot.com/2013/04/teknologi-informasi-dan-komunikasi-di.html (Minggu, 6 Januari 2013, Pukul 10.00 WIB).

Stack, Annetta, Anne Jordan, Orison Carlile. 2008. Approaches to Learning: A Guide For Teachers. Waterford Institute of Technology.

Stronge, James H. 2007. Qualities Of Effective Teachers (2nd Edition). Association for Supervision and Curriculum Development. Alexandria, Virginia USA.

Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Sudjana, Nana dan Ahmad Rifai. 2003. Teknologi Pembelajaran, cet-4, Bandung:

Sinar Baru Algensindo from

http://widia4ict.wordpress.com/2013/04/18/peningkatan-aktivitas-dan-hasil- belajar-kimia-siswa-sma-ipa-dengan-pendekatan-implementasi-konsep-pada-kehidupan-sehari-hari/ (Minggu, 6 Januari 2013, Pukul 11.15 WIB).

Suhadinet. 2013. Angket Motivasi Siswa. From

http://suhadinet.files.wordpress.com/..../angket-model-arcs.untuk-mengukur-motivasi belajar dan minat belajar siswa1. (Minggu, 6 Januari 2013, Pukul 11.25 WIB).

Surachmad Winarno. 2011. Pengantar Ilmu Interaksi Belajar Mengajar, Tarsito, Bandung.

Suryabrata, Sumadi. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT.Rajagrafindo.

Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. 2007. Media Pembelajaran. Bandung: CV.Wacana Prima.

Sutman, Frank X., Joseph S. Schmuckler Joyce D. Woodfield. 2008. The science quest: using inquiry/discovery to enhance student learning, grades 7-12. San Fransisco : Jossey Bass.

Syaiful, Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT.Rineka Cipta.

Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2000. Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Tjundjing, Sia. 2001. Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU. Jurnal Anima Vol.17 no.1


(6)

Wahyu, S. 2012. Manajemen File. http://wahyuilkom116.blogspot.com /2012/10/managemen-file_5970.html (Selasa,22 Januari 2013, pukul 15.45 WIB). Weimer, M. 2003. Learner – Centered Teaching. San Francisco, CA: Jossey-Bass