31 d.
Pemusatan pasukan di rayon Ungaran dan Bawen untuk digunakan pada pelaksanaan Plan Rotterdam penyerbuan dan
pendudukan ke Kota Yogya dan Solo. Tepat pada 21 Juli 1947 tentara Belanda melancarkan serangan
besar-besaran ke daerah Republik. Serangan tersebut oleh bangsa Indonesia dikenal dengan nama
“Agresi Militer I”. Belanda bergerak dari markas induk militer Semarang menuju ke Selatan yaitu ke Srondol,
Ungaran dan Ambarawa. Dari Ungaran, Pasukan Belanda sebagian menuju ke Bringin, Salatiga, dan Tengaran Ani Olivia, 2005: 56.
1. Salatiga Jatuh
Pada tanggal 22 Juli 1947, Pasukan Belanda dari Tuntang bergerak ke arah Salatiga. Saat Belanda melancarkan serangannya, Kota Salatiga
dalam keadaan kosong karena sebagian besar Pasukan TNI yang bermarkas di Salatiga sedang ditugaskan di front Ungaran, Delik dan
Tuntang. Lemahnya pertahanan TNI di kota itu dapat ditembus dengan mudah oleh Belanda dalam waktu singkat. Belanda menduduki Kota
Salatiga hanya beberapa jam, lalu mereka kembali lagi ke Tuntang. Tujuan mereka adalah untuk membebaskan orang-orang Belanda yang ditawan di
Hotel Kalitaman. Setelah Pasukan Belanda mundur dari Salatiga, TNI nama baru dari TRI melakukan konsolidasi kekuatan Chusnul Hajati,
dkk., 1997: 120. Usaha untuk membendung jatuhnya daerah-daerah RI ke tangan
Belanda salah satunya adalah membakar bangunan-bangunan yang
32 sekiranya dapat digunakan untuk kepentingan Belanda pasca ditinggal
oleh TNI. Berdasarkan pertimbangan taktis, pimpinan TNI di Salatiga kemudian mengambil keputusan untuk melepaskan kota itu. Gedung-
gedung yang sekiranya dapat dipakai Belanda dibumihanguskan. Sebelum Salatiga dibumihanguskan, untuk menghindari supaya orang-orang Cina
tidak diperalat oleh Belanda, mereka diungsikan ke Tengaran sebelum kemudian dipindahkan ke Kota Solo. Aksi bumi hangus tidak hanya
terjadi di Kota Salatiga. Di kota-kota kecamatan antara lain di pasar Suruh, Kantor Asisten Wedana Bringin, rumah onderneming, sekolah dan stasiun
Gogodalem juga dibakar. Untuk menghambat gerak laju Pasukan Belanda, jembatan-jembatan yang menghubungkan Kota Salatiga juga dihancurkan.
Esok harinya pada tanggal 23 Juli Belanda dapat menduduki Kota Salatiga tanpa ada perlawanan yang berarti Chusnul Hajati, dkk., 1997: 122.
Pada masa awal pendudukan Belanda di Salatiga, pejuang RI tidak henti-hentinya menebar teror kepada konvoi Belanda di barat Kota
Salatiga. TNI dari Markas Pemimpin Pertempuran Salatiga MPP dan Tentara Laut Republik Indonesia TLRI dari Cirebon rutin melakukan
penghadangan di Getasan. Mereka dibantu oleh laskar dari rakyat seperti Sabilillah, Barisan Maling, Barisan Pendem serta pejuang-pejuang lokal
non kelaskaran dari Tengaran, Susukan, Suruh dan Getasan. Peran masyarakat dari Kecamatan Tengaran selama Agresi Militer I sudah
tercium semenjak para pemuda ikut menyerang dan membumihanguskan Salatiga.
33 Sebelum Belanda sampai ke Klero, para pemuda Tengaran ikut
berjuang bersama TLRI di Getasan. Di sana kekuatan TLRI sebanyak 60 prajurit dipimpin oleh Letnan Bibin. Pemuda dari Tengaran bernama
Subardi merasakan pertempuran perdananya di daerah Getasan. Meskipun hanya bersenjata bambu runcing, Subardi bersama kesembilan temannya
dari Tengaran tidak gentar bertempur dengan Pasukan Belanda. Saat itu di Tengaran belum dibentuk barisan pejuang, sehingga para pemuda ketika
bertempur hanya sekedar ikut-ikutan saja. Baru sekitar akhir tahun 1947, di Tengaran dibentuk sebuah barisan benama Pasukan Clurut Subardi,
wawancara 29 September 2013 . Bersamaan dengan itu pada awal 1948, TNI juga membentuk laskar bernama Laskar Barisan Tahan Udji Batu
yang terdiri dari para garong Kusdi, wawancara 29 September 2013. TLRI berjuang bersama rakyat di Getasan selama dua bulan. Di
sana TLRI dan laskar-laskar perjuangan rakyat gencar melakukan serangan terhadap konvoi Belanda di Pulian Kopeng. Karena Belanda
semakin ganas menyerang daerah itu dengan pesawat Cocor Merah, pasukan TLRI bersama Subardi dan kesembilan orang temannya pidah ke
Dusun Sumber, Desa Timpik Susukan. Di sana TLRI memanfaatkan rumah H. Sukaryo 60 tahun sebagai markas pertahanan Subardi,
wawancara 29 September 2013 . Selama di Susukan, TLRI dan gerilyawan tetap melakukan
serangan terhadap Pasukan Belanda. Disetiap pertempuran TLRI menggunakan senjata laras panjang bekas peninggalan tentara Jepang jenis
34 Kareben. Sedangkan, gerilyawan dari rakyat termasuk Subardi
menggunakan granat dan bambu runcing. Lima hari pasca pindahnya markas TLRI dari Getasan ke Susukan, Subardi mendapat tugas untuk
menangkap mata-mata Belanda di Desa Jati, Suruh. Setelah menangkap seorang pribumi yang yang bekerja sebagai mata-mata Belanda, Subardi
membawa mata-mata tersebut ke markas TLRI di Desa Timpik untuk diintrogasi mendalam. Subardi bertugas di Susukan selama dua bulan,
selanjutnya Subardi mendapat tugas berjaga di Wonosegoro, Boyolali. Ketika bertugas di Wonosegoro gerilyawan RI sering mendapat serangan
dari Pasukan Belanda terutama di daerah Karangggede. Belanda menyerang dari arah barat yaitu dari arah Suruh. Tujuan Belanda
menyerang Karanggede karena di daerah ini terdapat jalan pintas ke Kota Solo tanpa melewati Tengaran Subardi, wawancara 29 September 2013 .
2. Belanda Menyerbu Tengaran