57 mengatur tempat istirahat TNI di rumah-rumah milik warganya
Mujiyem, wawancara 12 Januari 2014. Tidak semua lurah berpihak dengan pemerintah RI, salah satunya
adalah Lurah Karangduren. Lurah Karangduren merupakan agen IVG. Sebagai Agen IVG dia bertugas mencari orang-orang Republik yang
berbahaya bagi Belanda. Setelah Lurah itu menemukan orang yang dicurigai sebagai mata-mata, lalu ia melapor kepada pimpinan IVG. Dari
laporan tersebut kemudian Pasukan Belanda yang bertugas menangkap orang yang diduga berbahaya bagi pemerintah Belanda di Tengaran.
Mereka yang ditangkap akan diinterogasi tentang keterlibatannya membantu Pemerintah RI. Siksakan fisik juga dilakukan oleh agen IVG
agar orang yang diduga pembantu Republik mengakui kesalahannya. Apabila orang tersebut terbukti dengan sengaja membantu RI dan
membahayakan Pemerintah Belanda, mereka akan dihukum mati di Kedayon. Sedang untuk kesalahan ringan seperti ketahuan membantu
logistik pejuang RI, mereka dipenjarakan di Ambarawa maupun di Nusa Kambangan.
2. Logistik
Dengan ditetapkannya garis demarkasi di sepanjang aliran Kali Tanggi, kesibukan masyarakat desa-desa di Kecamatan Tengaran bagian
selatan semakin meningkat. Masyarakat yang tinggal di desa-desa seperti Tengaran, Tegalrejo, Sruwen dan Sugihan harus merelakan rumahnya
untuk dijadikan markas, asrama, pos Palang Merah Indonesia PMI dan
58 dapur umum. Masyarakat desa yang dipimpin oleh pamong desa wajib
melakukan ronda setiap malam untuk menjaga keamanan desanya Chusnul Hajati, dkk., 1997: 134.
Dapur umum didirikan berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain. Dapur umum dapat dibedakan menjadi dua macam yakni, dapur
umum besar dan dapur umum kecil. Dapur umum besar diselengarakan oleh Comando Operasi Pertempuran setempat yang dibiayai langsung
oleh pemerintah RI. Dapur umum besar fungsinya untuk melayani logistik bagi pasukan resmi dalam jumlah yang besar. Di sektor PP4A dapur
umum besar didirikan di Desa Tegalrejo dan Desa Kaligentong. Dapur umum besar hanya dikhususkan untuk TNI yang kebetulan singgah
maupun yang bergerilya di sektor PP4A. Untuk memasak nasi, dapur umum besar biasanya menggunakan drum karena bahan yang dimasak
sangat banyak. Petugas dapur umum terdiri dari Laskar Putri dan anggota TNI. Operasional dapur umum mendapat bantuan tenaga dari masyarakat
setempat. Bagi masyarakat yang menyumbangkan jasa, mereka mendapat imbalan berupa setengah liter beras Chusnul Hajati, dkk., 1997: 135.
Di Desa Tegalrejo terdapat dua dapur umum. Dapur umum besar diselenggarakan dan dibiayai oleh Pemerintah terletak di Dusun Tegalrejo
Lor di rumah Suwar. Sedangkan, dapur umum kecil terletak di Dusun Tegalrejo Kidul di rumah Wito Surat. Berbeda dengan dapur umum
besar, dapur umum kecil diadakan oleh masyarakat desa dengan biaya dari masyarakat setempat. Dapur umum kecil dikoordinasi oleh pamong
59 desa. Bahan yang dimasak di dapur umum kecil dikumpulkan dari
masyarakat kemudian diserahkan pada pejuang yang melewati desa ataupun singgah di desa. Bahan yang dimasak tidak banyak hanya cukup
untuk dua sampai tiga regu. Di samping itu, adapula penduduk yang memberikan makanan bagi pejuang sebagai tanda simpati Chusnul
Hajati, dkk., 1997: 135. Tanah ladang di Desa Tegalrejo banyak yang terbengkalai karena
ditinggal berjuang maupun mengungsi pemiliknya. Beras pada saat itu sedang langka karena produksi beras RI tidak banyak. Kalaupun ada
beras, kualitasnya jelek dan banyak kutunya. Sebagai penggantinya, mereka makan apa saja yang dapat ditemui seperti ketela rambat dan
singkong. Laskar gerilya tidak masuk dalam formasi TNI. Kebutuhan logistik laskar gerilya sepenuhnya bergantung pada pemberian
masyarakat. Biasanya hubungan gerilyawan dan masyarakat setempat sangat dekat. Bahkan masyarakat ada yang menganggap sebagai anaknya
sendiri. Masyarakat tidak sampai hati menelantarkan mereka kelaparan. Kesadaran masyarakat setempat yang tinggi membuat para gerilyawan
tetap militan di sektor PP4A karena tidak kekurangan logistik selama ikut dengan penduduk setempat. Selama menganggur atau lepas jaga, mereka
membantu pekerjaan penduduk di ladang sebagai tanda terimakasih karena sudah disediakan tempat tinggal dan dicukupi logistik selama
bergerilya di sektor PP4A Mujiyem, wawancara 12 Januari 2014.
60 Pasukan Clurut bukan termasuk TNI sehingga mereka tidak
mendapat jatah makan dari dapur umum. Meskipun begitu, mereka tidak mati kelaparan. Mereka berjuang dengan modal sendiri yaitu dengan
membawa makanan dari rumah mereka masing-masing. Memang, kadang-kadang mereka diberi nasi nuk nasi jatah dari dapur umum,
tetapi tidak rutin seperti halnya anggota TNI. Selama di Tegalrejo, Pasukan Clurut hidup penuh kebersamaan. Mereka tidak mementingkan
ego pribadi melainkan nasib kelompok. Suatu ketika menjelang Belanda melakukan doorstoot ke Tengaran, mereka bersama-sama merebus tempe
pemberian warga. Meskipun hanya sedikit, tempe yang direbus tadi tidak dimakan perseorangan tetapi dibagi rata hingga semua yang pada saat itu
berkumpul di rumah Dullah Sadjadi mendapat bagian sama rata Mujiyem, wawancara 12 Januari 2014.
3. Jaringan Komunikasi