Pengaruh profesionalisme dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan (studi empiris pada kantor akuntan publik di Jakarta dan Tangerang Selatan)

(1)

PENGARUH PROFESIONALISME DAN ETIKA PROFESI

TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS

DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN

(Study empiris pada Kantor Akuntan Publik Di Jakarta dan Tangerang Selatan)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh:

Nama : Reza Setiawan Syah Malik NIM : 105082002725

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGARUH PROFESIONALISME DAN ETIKA PROFESI TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM

PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

REZA SETIAWAN SYAH MALIK NIM: 105082002725

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni,.MM Afif Sulfa SE.,Ak.,Msi NIP. 150 317 955

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Hari ini Jumat Tanggal 23 Oktober Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Reza Setiawan Syah Malik NIM: 105082002725 dengan judul Skripsi “PENGARUH PROFESIONALISME DAN ETIKA PROFESI TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS

DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN”. Memperhatikan

penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Oktober 2009

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si Rahmawati., SE., MM Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni., MM Penguji Ahli


(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi “Pengaruh Profesionalisme Dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas (Study empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta dan Tangerang Selatan)” adalah hasil karya sendiri bukan jiplakan dari orang lain baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat dan temuan yang terdapat dalam penelitian ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Jakarta, 07 April 2010

Reza Setiawan Syah Malik NIM 105082002725


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Reza Setiawan Syah Malik

2. Tempat & Tanggal Lahir : Tangerang, 04 februari 1986 3. Alamat : Kp. Periuk RT 02/04 Mekarsari

Rajeg Tangerang

4. Telepon : 087885955063

II. PENDIDIKAN

1. SDN Sukasari 1 Tangerang Tahun 1992-1998

2. SLTPN 1 Sepatan Tahun 1998-2001

3. SMUT Krida Nusantara Bandung Tahun 2001-2004 4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2005-2010

III.LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : M. Nawawi, SH,.MM

2. Ibu : Hanifah

3. Alamat : Kp. Periuk RT 02/04 Mekarsari Rajeg Tangerang


(6)

THE INFLUENCE OF PROFESIONALISM AND PROFESSIONAL ETHICS ON MATERIALITY LEVEL JUDGEMENT IN THE AUDITING PROCESS

OF FINANCIAL STATEMENT ABSTRACT

This research designed to analyze of how auditor profesionalism and professional ethics influence on materiality level judgement in the auditing process. Literature suggest that auditor with high professionalism are more likely better to take a decision of materiality level judgement than auditor with low professionalism. The literature also suggest that auditor with high subservience of professional ethics are more likely better to take a decision of materiality level judgement than auditor with low subservience of profesional ethics.

The result of this research that professionalism have significant and negative influence to materiality level judgement in auditing process of financial statement,whereas professional ethics have significant and positive influence to materiality level judgement in auditing process of financial statement.


(7)

PENGARUH PROFESIONALISME DAN ETIKA PROFESITERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM

PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN ABSTRAK

Penelitian ini dirancang untuk menganalisa bagaimana pengaruh profesionalisme dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Literatur menyatakan bahwa auditor dengan tingkat profesionalisme yang tinggi memiliki kemampuan menentukan tingkat materialitas yang lebih baik dibandingkan dengan auditor yang tingkat profesionalismenya rendah. Literatur menyatakan pula bahwa auditor dengan kepatuhan akan etika profesi yang tinggi memiliki kemampuan menentukan pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan keuangan yang lebih baik dibandingkan auditor dengan tingkat kepatuhan akan etika profesi yang rendah.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa profesionalisme berpengaruh secara signifikan negatif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan sementara etika profesi memiliki pengaruh signifikan positif dalam menentukan pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH PROFESIONALISME DAN ETIKA PROFESI TERHADAP

PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM

PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Baginda Nabi Muhammad SAW rahmat bagi semesta alam.

3. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil dalam penyelesaian penelitian ini.

4. Adik-adikku yang telah menyemangati dan memberikan banyak inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni,.MM selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan selama proses penelitian berlangsung.

6. Bapak Afif Sulfa SE,.AK,.Msi selaku dosen Pembimbing Skripsi I dan Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan selama proses penelitian berlangsung.

7. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Ibu Yessi Fitri SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

9. Para pengajar dan guru yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

10.Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam proses belajar maupun administrasi kampus.

11.Kawanku Rikawati yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

12.Kawan-kawanku akuntansi D, Ida, Arif, Hirfan, Moel, Andrey, Anwar, Ian, Ridho, Zakiyah, Sushu, Puput, Zillah, Putri, Zizah dan semua yang tidak disebutkan disini yang telah menyemangati penulis dalam pengerjaan penelitian ini.

13.Kawan-kawanku angkatan 6 Krida Nusantara, tiga tahun yang tak terlupakan suka maupun duka.

14.Rekan-rekan Akuntansi Audit, Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Perpajakan angkatan 2005 yang telah memberikan dukungannya selama ini kepada penulis.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penelitian ini, namun apabila kekurangan tersebut dapat mendorong ke arah penelitian yang lebih baik, maka penulis pikir penulis telah melakukan sesuatu yang berarti.

Jakarta, 08 maret 2010


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………..…………..……… i

Lembar Pengesahan Skripsi ……….………….……… ii

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif ………….…….………. iii

Lembar Pengesahan Uji Skripsi ………..……….……… iv

Daftar Riwayat Hidup ……….…………. v

Abstract ……….……….…….…... vi

Abstrak ……….…..… vii

Kata Pengantar ……….……… viii

Daftar Isi ……….………..……… xi

Daftar Tabel ………..……… xiv

Daftar Gambar ………..……… xv

Daftar Lampiran ………... xvi

BAB I PENDAHULUAN ….……… 1

A. Latar Belakang ……….… 1

B. Perumusan Masalah ….……… 4

C. Tujuan Penelitian .……… 6

D. Manfaat Penelitian ………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 8

A. Tinjauan Literatur ……….… 8

1. Profesionalisme ……… 8


(11)

3. Materialitas...………... 18

B. Keterkaitan Antara Variabel ………... 26

1. Profesionalisme denganMaterialitas ……... 26

2. Etika Profesi dengan Materialitas…... 27

C. Model Penelitian ……….………. 28

D. Perumusan Hipotesis …….……….. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….….. 30

A. Ruang Lingkup Penelitian ..………. 30

B. Metode Penentuan Sampel ……….. 30

C. Metode Pengumpulan Data ……….…. 31

1.Data Primer ……….………... 31

2. Data Sekunder ………... 31

D. Metode Analisis Data ………..………. 31

1. Statistik Deskriptif ……… 32

2. Uji Kualitas Data ……….. 32

3. Uji Asumsi Klasik ……… 34

3. Uji Hipotesis ………. 36

E. Operasionalisasi Variabel ……….. 38

1. Profesionalisme ……………….. 38

2. Etika Profesi ……..……….. 39


(12)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 43

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitan ….…… 43

1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….………. 43

2. Karakteristik Responden ….………. 45

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian .……… 50

1. Statistik Deskriptif ……….. 50

2. Uji Kualitas Data………. 51

3. Uji Asumsi Klasik ………. 59

4. Uji Hipotesis ... 62

C. Pembahasan ………... 67

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN……… 69

A. Kesimpulan ……….. 69

B. Implikasi ……….. 70

C. Saran .……… 71

Daftar Pustaka ……… 73


(13)

Daftar Tabel

Tabel 3.1 Tabel Operasionalisasi Variabel ..……….. 40

Tabel 4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian ………. 43

Tabel 4.2 Data Sampel Penelitian ………. 45

Tabel 4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……….…….………….……. 45

Tabel 4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir ………..…….... 46

Tabel 4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ……….…..……… 47

Tabel 4.6 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ………..……… 48

Tabel 4.7 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ………….……….... 49

Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik Deskriptif ……….… 50

Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Profesionalisme……...……... 51

Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Etika Profesi ... 53

Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Materialitas.………..…………... 54

Tabel 4.12 Hasil Uji Validitas Materialitas….….…….………... 56

Tabel 4.13 Hasil Uji Reliabilitas Profesionalisme...….….…... 57


(14)

Tabel 4.15 Hasil Uji Reliabilitas Materialitas... ...……..….… 58

Tabel 4.16 Hasil Uji Multikolonieritas...…………... 59

Tabel 4.17 Hasil Uji Koefisien Determinasi... 63

Tabel 4.18 Hasil UjiStatistik t...……….… 64


(15)

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Model Pengaruh Variabel Independen Dengan

Variabel Dependen .………..………. 28 Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot …….… 60 Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik

Histogram ……… 61 Gambar 4.3 Grafik Scatterplot ……… 62


(16)

Lampiran 1 Surat penelitian skripsi Lampiran 2 Kuesioner penelitian

Lampiran 3 Data dan jawaban responden Lampiran 4 Hasil uji data SPSS


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Profesi audit dewasa ini sangat dibutuhkan, terutama bagi para pemilik saham yang mempercayakan pengelolaan perusahaannya kepada manajemen profesional dalam mengelola dana yang dipercayakan kepada mereka. Bentuk pertanggungjawaban manajemen tersebut tersaji dalam bentuk laporan keuangan yang telah diaudit oleh pihak ketiga, dalam hal ini auditor eksternal. Laporan keuangan tersebut dibuat oleh manajemen dan perlu diaudit oleh pihak ketiga untuk menghindari adanya salah saji yang material yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pihak–pihak yang mempunyai kepentingan atas laporan keuangan tersebut dan diharapkan laporan keuangan yang unqualified sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum.

Dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan mengacu pada Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) dimana disebutkan bahwa terdapat empat karakteristik suatu laporan keuangan dapat berguna bagi para pembuat keputusan, yaitu dapat dipahami, relevan, dapat diandalkan serta dapat diperbandingkan. Agar karakteristik tersebut dapat dipenuhi maka diperlukanlah audit oleh auditor eksternal agar laporan keuangan perusahaan memenuhi karakteristik diatas terutama relevan dan dapat diandalkan(Winda Fridati, 2005:2).


(18)

Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh auditor eksternal adalah profesionalisme. Hal ini diperlukan karena auditor eksternal memegang peranan penting akan mutu laporan keuangan yang dipercayakan kepadanya untuk diaudit. Opini yang dikeluarkan oleh auditor eksternal menjadi pegangan orang–orang yang mempunyai kepentingan atas laporan keuangan tersebut sehingga profesionalisme menjadi nyawa auditor dalam menjalankan peranannya.

Profesionalisme dalam profesi audit eksternal telah dijelaskan oleh Hall (Hendro Wahyudi dan Aida Ainul Mardiyah, 2006:7), yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi, hubungan dengan rekan seprofesi. Mengingat besarnya kepercayaan serta tanggung jawab eksternal auditor maka diperlukan suatu pengalaman yang memadai dan wawasan yang luas untuk dapat menjalankan peranannya secara baik.

Selain sikap profesionalisme yang harus dipegang teguh seorang auditor harus pula memiliki etika profesi dalam menjalankan tugasnya, etika profesi sendiri diatur oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antar akuntan publik. Akuntan publik yang menaati kode etik profesi maka dapat dikatakan telah dapat bertingkah laku profesional dalam hubungannya dengan klien maupun rekan seprofesi.

Perilaku tidak etis dan tidak bermartabat yang dilakukan seorang akuntan publik tidak hanya dapat merugikan para investor saja namun ini


(19)

juga berdampak negatif pada reputasi auditor dalam masyarakat, contoh yang paling jelas tentu dapat kita lihat pada Kantor Akuntan Publik (KAP) besar didunia yang terlibat skandal dengan kliennya yaitu KAP Arthur Andersen yang melakukan rekayasa informasi pada laporan keuangan enron. Dampak yang paling dirasakan auditor dalam peristiwa tersebut adalah hilangnya kepercayaan perusahaan dan masyarakat terhadap kualitas dan reputasi auditor yang pernah bekerja pada KAP tersebut karena pelanggaran kode etik yang telah dilakukannya.

Pertimbangan auditor dalam menetapkan tingkat materialitas sangat tergantung pada persepsi auditor tentang kebutuhan atas informasi yang terdapat pada informasi yang diberikan manajemen maupun didapat oleh auditor dalam proses audit, sehingga tingkat materialitas suatu laporan keuangan tidak akan sama tergantung pada ukuran laporan keuangan tersebut.

Statement on Auditing Standard (SAS) No.47 mendefinisikan

materialitas yaitu kebijakan materialitas dibuat dalam kaitannya dengan kegiatan sekelilingnya dan melibatkan pertimbangan kualitatif dan kuantitatif.

American Institute Certified PublicAccountant (AICPA) menyatakan Tingkat materialitas laporan keuangan suatu entitas tidak akan sama dengan entitas yang lain, tergantung pada ukuran entitas. AICPA juga menyebutkan bahwa resiko audit dan materialitas perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi prosedur audit (AICPA, 1983:para6) dalam Winda Fridati (2005:5). Risiko audit adalah resiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi


(20)

pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (Mulyadi, 2002:165).

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Winda Fridati (2005). Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dilihat dari beberapa aspek. Pertama, penambahan variabel independen yaitu etika profesi yang diambil dari penelitian Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008). Kedua, penelitian sebelumnya oleh Winda Fridati (2005) mengambil sampel pada KAP di kota Yogyakarta, sedangkan penelitian ini mengambil sampel di Jakarta dan Tangerang Selatan mengingat tingkat populasi KAP yang lebih banyak dan lebih luas dibanding kota besar lainnya di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Seorang auditor eksternal dalam menjalankan suatu audit harus melakukan perencanaan audit yang didalamnya terdapat pertimbangan awal tingkat materialitas serta penetapan resiko tingkat pengendalian yang direncanakan. Peran auditor yang semakin berkembang menuntut seorang auditor untuk terus memperluas pengetahuan mengenai kompleksitas entitas modern dan aktivitas usaha suatu entitas yang akan diaudit.

Independensi yang dimiliki seorang auditor merupakan salah satu modal dalam melaksanakan audit, sehingga meskipun pada kenyataannya auditor dibayar oleh klien namun pada hakikatnya dia harus tetap independen dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, seorang auditor yang


(21)

independen bebas dari konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham serta pihak lain yang berkepentingan atas laporan keuangan yang telah diaudit. Walaupun seorang auditor memiliki sikap profesionalisme yang memadai, apabila tidak disertai dengan sikap independen yang sudah diatur dalam etika profesi auditor, maka auditor tersebut akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting dalam mempertahankan pendapatnya. Menurut Iz Irene (2004:35) dalam Winda Fridati (2005:11) independensi adalah salah satu faktor yang menentukan kredibilitas pendapat auditor. Dua kata kunci dalam pengertian independensi yaitu objektivitas (kondisi yang adil,tidak bias dan tidak memihak), dan integritas (prinsip moral yang tidak memihak, jujur, dan mengemukakan fakta apa adanya).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Winda Fridati (2005), Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008) maka rumusan masalah yang dapat disimpulkan adalah:

1. Apakah profesionalisme auditor (pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan profesi, hubungan dengan rekan seprofesi) dapat mempengaruhi tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan ?

2. Apakah etika profesi dapat mempengaruhi tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan?

3. Apakah profesionalisme auditor (pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan profesi, hubungan dengan rekan


(22)

seprofesi) dan etika profesi dapat mempengaruhi tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji profesionalisme auditor (pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan profesi, hubungan rekan seprofesi) dapat mempengaruhi tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.

2. Untuk menguji etika profesi dapat mempengaruhi tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.

3. Untuk menguji profesionalisme auditor (pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan profesi, hubungan rekan seprofesi) dan etika profesi dapat mempengaruhi tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak diantaranya:

1. Sebagai bahan masukan bagi auditor untuk meningkatkan etika profesi serta profesionalismenya.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi auditor dalam melakukan audit laporan keuangan dari segi materialitas.


(23)

3. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis secara pribadi maupun pembaca secara umum dalam mempelajari kinerja dan profesionalisme auditor dalam menentukan tingkat materialitas.

4. Sebagai bentuk implementasi ilmu pengetahuan yang diperoleh di lingkungan perkuliahan yang berupa teori-teori dengan kenyataan yang terjadi di lapangan, sehingga teori yang diperoleh dapat digunakan dalam keadaan yang sesungguhnya.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Pengertian Profesionalisme

Profesi dan profesionalisme merupakan dua hal yang berbeda. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Kalbers dan Fogarty, 1995:72). Seorang auditor eksternal dituntut untuk melakukan pengorbanan pribadi untuk mencapai tingkat profesionalisme individual, dengan tanggung jawab yang besar terhadap klien dan pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan maka hal itu sudah menjadi sesuatu yang wajar untuk dilakukan.

Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar–standar kode etik yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), antara lain:

1. Prinsip–prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi.

2. Peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan.


(25)

3. Interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya.

4. Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya (Hendro Wahyudi dan Aida Ainul Mardiyah 2006:5).

Perilaku profesional berbanding lurus dengan sikap profesional, auditor yang memiliki perilaku profesional tercermin dari sikap profesional yang dia tunjukkan dalam melakukan pekerjaannya. Hall (Syahril, 2002:7) mengembangkan konsep profesionalisme dari level individual yang digunakan untuk profesionalisme eksternal auditor meliputi lima dimensi:

1. Pengabdian pada profesi (dedication), yang tercermin dalam dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekedar sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang diharapkan adalah kepuasan rohaniah baru kemudian kepuasan secara material.

2. Kewajiban sosial (social obligation), yaitu pandangan tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat ataupun oleh profesional karena adanya pekerjaan tersebut.


(26)

3. Kemandirian (autonomy demands), yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak lain.

4. Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation), yaitu suatu keyakinan bahwa yang berhak menilai untuk suatu pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. 5. Hubungan dengan sesama profesi (professional community affiliation), berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok kolega-kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesinya.

Untuk mewujudkan perilaku profesional dalam menjalankan profesinya IAI memiliki kewenangan untuk membuat peraturan yang harus dipatuhi oleh auditor independen. Standar atau persyaratan ini dirumuskan oleh komite-komite yang dibentuk oleh IAI. Terdapat empat bidang utama maupun standar yang ditetapkan oleh IAI yang dapat meningkatkan profesionalisme auditor, yaitu sebagai berikut:

1. Standar auditing. Komite Standar Profesional Akuntan Publik (Komite SPAP) IAI bertanggung jawab untuk menerbitkan standar auditing. Standar ini disebut Pernyataan Standar Auditing (PSA) sebelumnya disebut Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA). Di Amerika Serikat pernyataan ini disebut SAS (Statement on Auditing Standard) yang


(27)

dikeluarkan oleh Auditing Standard Boards (ASB). Pada tanggal 10 November 1993 dan 1 Agustus 1994 pengurus pusat IAI telah mengesahkan sejumlah pernyataan standar auditing, sebelumnya disebut sebagai Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA). Penyempurnaan ini terutama sekali bersumber pada SAS dengan penyesuaian terhadap kondisi Indonesia dan Standar Auditing Internasional.

2. Standar kompilasi dan penelaahan laporan keuangan. Komite SPAP IAI dan Compilation and Review Standards Committee bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan mengenai pertanggungjawaban akuntan publik sehubungan dengan laporan keuangan suatu perusahaan yang tidak diaudit. Pernyataan ini di Amerika Serikat disebut

Statements on Standards for Accounting and Review Services (SSARS) dan di Indonesia disebut Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR). PSAR 1 disahkan pada tanggal 1 Agustus 1994 menggantikan pernyataan NPA sebelumnya mengenai hal yang sama. Bidang ini mencakup dua jenis jasa, pertama, untuk situasi dimana akuntan membantu kliennya menyusun laporan keuangan tanpa memberikan jaminan mengenai isinya (jasa kompilasi). Kedua, untuk situasi dimana akuntan melakukan prosedur-prosedur pengajuan pertanyaan dan analitis tertentu, sehingga dapat memberikan suatu keyakinan terbatas bahwa tidak diperlukan perubahan apapun terhadap laporan keuangan bersangkutan (jasa review).


(28)

3. Standar atestasi lainnya. Tahun 1986, AICPA menerbitkan Statements on Standards for Atestation Engagements. IAI sendiri mengeluarkan beberapa pernyataan standar atestasi pada 1 Agustus 1994, pernyataan ini mempunyai fungsi ganda, pertama, sebagai kerangka yang harus diikuti badan penetapan standar yang ada didalam IAI untuk mengembangkan standar yang terinci mengenai jenis jasa atestasi yang spesifik. Kedua, sebagai kerangka pedoman bagi para praktisi bila tidak terdapat atau belum ada standar spesifik seperti itu. Komite Kode Etik IAI di Indonesia dan Committee on Professional Ethics di Amerika Serikat menetapkan ketentuan perilaku yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan publik yang meliputi standar teknis. Standar auditing, standar atestasi, serta standar jasa akuntansi dan review dijadikan satu menjadi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Konsep profesionalisme modern dalam melakukan suatu pekerjaan seperti dikemukakan oleh Lekatompessy (2003), berkaitan dengan dua aspek penting, yaitu aspek struktural dan aspek sikap. Aspek struktural karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan tempat pelatihan, pembentukan asosiasi profesional dan pembentukan kode etik, sedangkan aspek sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme.

Seorang auditor profesional yang telah berpengalaman menghadapi situasi yang berulang-ulang akan mempengaruhi judgement atau penilaiannya. Setiap informasi yang datang berulang akan menciptakan


(29)

judgement yang baru dan pada akhirnya menimbulkan keputusan yang baru (Winda Fridati, 2005:18).

2. Etika Profesi

Definisi etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:237) adalah sebagai berikut:

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak.

2. Kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Maryani dan Ludigdo (2001) mendefinisikan etika sebagai seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi. Berdasarkan definisi yang dikemukakan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa etika merupakan norma yang mengikat hubungan antar individu secara moral, yang dapat dituangkan dalam aturan, hukum maupun etika profesional yang dikodifikasi dalam kode etik suatu profesi, dalam hal ini adalah norma perilaku yang mengatur hubungan auditor dengan klien, auditor dengan rekan seprofesi, auditor dengan masyarakat, dan terutama auditor dengan dirinya sendiri.


(30)

Etika profesional (professional ethics) harus lebih dari sekedar prinsip-prinsip moral. Etika ini meliputi standar perilaku bagi seorang profesional yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistik, sedangkan kode etik profesional dapat dirancang sebagian untuk mendorong perilaku yang ideal sehingga harus bersifat realistis dan dapat ditegakkan agar dapat memiliki arti, maka keduanya harus pada posisi di atas hukum, namun sedikit di bawah posisi ideal.

Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral yang mengatur tentang perilaku profesional (Sukrisno Agoes, 2004). Tanpa etika profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya (Murtanto dan Marini, 2003). Insitut Akuntan Publik Indonesia Seksi 100.1 menyatakan salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi kepentingan publik. Sehingga setiap praktisi harus mematuhi seluruh prinsip dasar kode etik ketika bertindak untuk kepentingan publik.

IAI pada kongres VIII tahun 1998 memutuskan prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia, yang kemudian dijabarkan dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik IAI. Dalam kongres tersebut


(31)

IAI menyatakan pengakuan tanggung jawab profesi kepada publik, pemakai jasa akuntan dan rekan. Prinsip-prinsip ini memandu dalam pemenuhan tanggung jawab profesional dan sebagai landasan perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini menuntut komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan mengorbankan keuntungan pribadi. Prinsip ini dibagi menjadi delapan prinsip, yaitu sebagai berikut:

1. Prinsip tanggung jawab profesi menyatakan bahwa sebagai profesional, anggota IAI mempunyai peranan penting dalam masyarakat, terutama kepada semua pemakai jasa profesional mereka dan bertanggung jawab dalam mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur diri sendiri bersama-sama dengan sesama rekan anggota. Usaha kolektif berperan penting dalam memelihara dan meningkatkan tanggung jawab profesi.

2. Prinsip kepentingan publik menyatakan bahwa setiap anggota berkewajiban untuk selalu bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini dengan terus menerus memberikan jasa pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. 3. Prinsip integritas mengakui integritas sebagai kualitas yang dibutuhkan


(32)

mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. 4. Prinsip objektivitas mengharuskan setiap anggota untuk menjaga

objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Auditor bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi. Auditor dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

5. Prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk selalu menjaga dan memelihara kompetensi dan kehati-hatian profesional serta ketekunan dalam melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan kemampuan. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya mempunyai keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggungjawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas


(33)

jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika.

6. Prinsip kerahasiaan mengharuskan anggota untuk menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan pekerjaan dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan kecuali ada kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

7. Prinsip perilaku profesional menuntut anggota untuk berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang mendiskreditkan profesi.

8. Prinsip standar teknis mengharuskan anggota untuk mentaati standar teknis dan standar profesional yang relevan dalam melaksanakan penugasan audit (Winda Fridati, 2005:12).

Pengaturan sendiri dan etika profesional demikian penting bagi profesi akuntan, sehingga peraturan AICPA menetapkan perlunya dibentuk Divisi atau Tim Etika Profesional, yang memiliki misi sebagai berikut:

1. Mengembangkan dan menjaga standar etika dan secara efektif menegakkan standar-standar tersebut sehingga dapat dipastikan bahwa kepentingan masyarakat terlindungi.

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai Certified Public Accounting (CPA).


(34)

3. Menyediakan pedoman yang mutakhir dan berkualitas sehingga para anggota mampu menjadi penyedia nilai utama dalam bidangnya. Tim ini terdiri dari beberapa staf penuh waktu, anggota sukarela aktif, dan investigator sementara yang juga bersifat sukarela sesuai kebutuhan.

Tim tersebut melaksanakan tiga fungsi utama untuk menyelesaikan misinya sebagai berikut:

a. Menetapkan standar, Komite Eksekutif Etika Profesional melakukan interpretasi atas Kode Perilaku Profesional AICPA serta mengusulkan perubahan pada kode perilaku.

b. Penegakan etika, Tim Etika Profesional melakukan investigasi atas potensi masalah-masalah disiplin yang melibatkan anggota AICPA serta masyarakat CPA negara bagian dan Program Penegakan Etika Bersama.

c. Jasa permintaan bantuan teknis (ethics hotline), Tim Etika Profesional melakukan pendidikan bagi anggota serta mempromosikan pemahaman atas standar etika yang ada dalam Kode Perilaku Profesional AICPA, dengan cara menanggapi permintaan bantuan anggota dalam rangka penetapan Kode Etik Perilaku Profesional AICPA pada bidang praktek yang spesifik (Kell, Johnson, dan Boynton, 2000:99-100).


(35)

Pengertian materialitas dilihat dari segi harfiah dapat berarti signifikan atau esensial. Dalam ruang lingkup akuntansi, materialitas tidak dapat diartikan begitu saja. Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli atau badan yang berwenang untuk memberikan pengertian yang tepat mengenai materialitas. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 312 materialitas merupakan besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut. Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) paragraf 30 materialitas dianggap sebagai ambang batas atau titik pemisah daripada suatu karakteristik kualitatif pokok yang dimiliki informasi agar dianggap berguna. Informasi dianggap material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh pemakai laporan keuangan. FASB (The Financial Accounting Standards Board) menjelaskan konsep materialitas sebagai penghilangan atau salah saji suatu item dalam laporan keuangan adalah material jika, dalam keadaan yang tertentu, besarnya item tersebut mungkin menyebabkan pertimbangan orang yang reasonable berdasarkan laporan keuangan tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh adanya pencantuman atau peniadaan informasi akuntansi tersebut (Winda Fridati, 2005:14).


(36)

Materialitas adalah besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut (Mulyadi, 2002:158). Materialitas merupakan salah satu konsep baik dalam audit maupun akuntansi yang penting dan mendasar. Konsep berarti rancangan, gagasan, atau rencana tindakan yang konseptual. Dalam akuntansi, materialitas dihubungkan dengan ketepatan manajemen dalam mencatat dan mengungkapkan aktivitas perusahaan dalam laporan keuangan. Dalam mempersiapkan laporan keuangan, manajemen menggunakan estimasi, konsep materialitas dalam akuntansi menyangkut kekeliruan yang timbul karena penggunaan estimasi tersebut. Materialitas sebagai konsep dalam audit mengukur lingkup audit. Materialitas audit menggambarkan jumlah maksimum kemungkinan terdapat kekeliruan dalam laporan keuangan dimana laporan keuangan tersebut masih dapat menunjukkan posisi keuangan perusahaan dan hasil operasi perusahaan berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum (William J, dalam Winda Fridati, 2005). Dua alasan mengapa konsep materialitas penting dalam audit, yaitu pertama, sebagian pemakai informasi akuntansi tidak dapat memahami informasi akuntansi dengan mudah, maka pengungkapan data penting harus dipisahkan dari data yang kurang penting, karena pengungkapan data penting yang bersamaan dengan data tidak penting cenderung menyesatkan pemakai laporan keuangan. Kedua, proses pemeriksaan akuntansi dimaksudkan untuk


(37)

mendapatkan tingkat jaminan (guarantee) yang layak mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan pada suatu waktu tertentu (Berstein, L dalam Winda Fridati, 2005:15).

The institute of chartered accountants in australia dalam Yustida Bernawaty (1994) menyatakan bahwa materialitas berhubungan dengan luasnya salah saji, peniadaan atau tidak diungkapkannya informasi keuangan yang akan mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan. penerapan prinsip materialitas ini ada dalam setiap tahapan pemeriksaan. Oleh karenanya materialitas harus dipertimbangkan auditor ketika :

1. Merencanakan sifat, waktu dan luasnya prosedur pemeriksaan 2. Melaksanakan prosedur pemeriksaan

3. Menentukan kesesuaian penyajian dan pengungkapan yang relevan dalam informasi keuangan.

Konsep materialitas dalam audit mendasari penerapan standar auditing yang berlaku. Standar auditing merupakan ukuran kualitas pelaksanaan auditing yang berarti auditor menggunakan standar auditing sebagai pedoman dalam pelaksanaan audit dan dalam laporannya. Standar auditing terdiri dari sepuluh standar yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 01, SA seksi 150 dicantumkan sepuluh standar sebagai berikut:

1. Standar Umum

a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.


(38)

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

3. Standar Pelaporan

a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.


(39)

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Materialitas terutama berhubungan dengan standar auditing pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Standar Audit seksi 312 mengenai Resiko dan Materialitas Audit Dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor menentukan materialitas dalam perencanaan audit dan merancang prosedur audit, serta mengevaluasi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Dalam perencanaan audit, auditor melakukan pertimbangan awal terhadap materialitas. Pertimbangan tersebut terdiri dari dua tingkatan yaitu pertimbangan pada tingkat laporan keuangan dan pertimbangan pada tingkat saldo akun. Pada tingkat laporan keuangan materialitas dihitung sebagai keseluruhan salah saji minimum yang dianggap penting atau material atas salah satu laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena laporan keuangan pada dasarnya adalah saling terkait satu sama lain dan sama halnya dengan prosedur audit yang dapat


(40)

berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan. Pada tingkat saldo akun, materialitas merupakan salah saji terkecil yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang material. Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat ini auditor harus juga mempertimbangkan dengan materialitas pada tingkat laporan keuangan karena salah saji yang mungkin tidak material secara individu dapat bersifat material terhadap laporan keuangan bila digabungkan dengan saldo akun yang lain. Pertimbangan materialitas pada saat perencanaan audit mungkin berbeda dengan pertimbangan materialitas pada saat evaluasi laporan keuangan karena keadaan yang melingkupi berubah dan adanya informasi tambahan selama proses audit (Mulyadi dalam Winda Fridati 2005:17).

Pertimbangan materialitas (materiality judgement) bukanlah pertimbangan yang dibuat tanpa dasar tertentu. Pertimbangan materialitas merupakan pertimbangan profesional yang dipengaruhi persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang meletakkan kepercayaan pada laporan keuangan (SPAP SA Seksi 312, 2001:para10). Pertimbangan materialitas tersebut dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangan kualitatif dan kuantitatif. Keadaan yang melingkupinya mengandung arti bahwa dalam menentukan materialitas faktor keadaan entitas patut diperhatikan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji sedangkan pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan, salah saji yang secara kuantitatif tidak


(41)

material bisa menjadi material secara kualitatif (SPAP SA Seksi 312, 2001:para11).

The American Accounting Association (AAA) mengklasifikasikan faktor yang dipertimbangkan dalam pertimbangan materialitas adalah: 1. Karakteristik-karakteristik yang mempunyai signifikasi kuantitatif,

yaitu:

a. Besarnya suatu item (lebih besar atau kecil) relatif terhadap pengharapan normal.

b. Besarnya suatu item relatif terhadap item-item serupa (relatif terhadap total dari terjadinya laba periode tersebut dan lain-lain). 2. Karakteristik-karakteristik yang mempunyai signifikasi kualitatif.

a. Tindakan bawaan penting, aktifitas atau kondisi yang tercerminkan (tidak bias, tidak diharapkan, pelanggaran terhadap kontrak).

b. Sifat bawaan penting suatu item sebagai indikator dari bagian kejadian di masa mendatang yang mungkin (pikiran mengenai perubahan dalam praktek usaha dan lain – lain).

The Cost Accounting Standard Board memberikan (CASB)

memberikan kriteria yang lebih luas sebagai berikut : 1. Jumlah dollar absolut yang terlibat.

2. Jumlah biaya kontrak total dibandingkan dengan jumlah yang sedang dipertimbangkan.

3. Hubungan antara item biaya dan tujuan biaya. 4. Pengaruh terhadap pendanaan pemerintah.


(42)

5. Hubungan dengan harga.

6. Pengaruh kumulatif item yang tidak material secara individu.

Semua faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan secara bersama-sama, tidak dapat ditentukan secara individu (Bernawi dalam Winda Fridati, 2005:19).

B. Keterkaitan Antar Variabel

1. Profesionalisme dengan pertimbangan tingkat materialitas

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Winda Fridati (2005:53) mengenai pengaruh profesionalisme terhadap pertimbangan tingkat materialitas, hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat profesionalisme auditor maka akan semakin tepat pertimbangan auditor terhadap materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan sesama profesi maka akan semakin tepat pertimbangan auditor terhadap materialitas dalam pengauditan laporan keuangan.

Michael gibbins (1984) dalam Winda Fridati (2005:9) berusaha meneliti mengenai bagaimana cara kerja pertimbangan profesional akuntan publik secara psikologis, dan menemukan bahwa PJPA (Professional Judgement Accountant Public) adalah proses yang pragmatik. Suatu proses melalui faktor-faktor berupa: pengalaman sehari-hari, terutama yang berhubungan dengan menghadapi lingkungan yang penuh tuntutan,


(43)

menjalani hidup hari demi hari, menghasilkan uang, pembenaran terhadap tindakan, merespon terhadap motivasi dari kantor tempat bekerja dan belajar dari feedback atau tidak belajar dari kesalahan.

Hastuti dkk. (2003) dalam Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008:7) meneliti tentang hubungan profesionalisme dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan dengan menggunakan lima dimensi profesionalisme yang sebelumnya dikembangkan oleh Hall (1968). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat profesionalisme mempunyai hubungan yang signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, semakin baik pertimbangan tingkat materialitasnya.

2. Etika Profesi dengan pertimbangan tingkat materialitas

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008) tentang profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan, etika profesi dan pertimbangan tingkat materialitas hasilnya menunjukkan bahwa etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Hal ini menunjukkan, semakin tinggi akuntan publik menaati kode etik maka semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya.

Teori Cognitiive Moral Development bermanfaat dalam penggambaran psikologi pembuatan pertimbangan etis dalam domain akuntan publik (Ponemon, 1992) dalam St Vena Purnamasari (2006:6).


(44)

Ponemon (1992) dalam St Vena Purnamasari (2006:6) menyatakan bahwa perkembangan ke tahap pertimbangan etis yang lebih tinggi akan membantu sensitifitas seorang individu untuk lebih mengkritisi kejadian, masalah dan konflik. Auditor dengan kapasitas pertimbangan etis yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi konflik dan dilema etis.

C. Model Penelitian

Model hubungan antar variabel untuk penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1

Pengaruh Profesionalisme dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas

D. Perumusan Hipotesa Penelitian

Penelitian dengan menggunakan dimensi profesionalisme Hall (1968) yang dilakukan oleh Winda Fridati (2005) menunjukkan bahwa dimensi profesionalisme mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dan penelitian yang dilakukan Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008) menunjukkan Kode Etik IAPI


(45)

dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik, Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan standar pengendalian mutu auditing merupakan acuan yang baik untuk mutu auditing. Semakin tinggi akuntan publik menaati kode etik maka semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitas.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

Ha1: Dimensi profesionalisme berpengaruh secara signifikan terhadap

pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.

Ha2: Etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap pertimbangan

tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.

Ha3: Dimensi profesionalisme yaitu (pengabdian pada profesi, kewajiban

sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap profesi, hubungan dengan rekan seprofesi) dan etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang lingkup Penelitian

Populasi dapat diartikan sebagai sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di Jakarta dan Tangerang Selatan.

B. Metode Penentuan Sampel

Responden dalam penelitian ini adalah para profesional yang bekerja di Kantor Akuntan Publik baik sebagai partner, manager, senior dan junior auditor maupun pegawai magang. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah nonprobabilitas sampling, yaitu apabila setiap elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan sampel berdasarkan kemudahan (convenience sampling), yang mengumpulkan informasi dari elemen populasi yang tersedia pada saat dilakukannya penelitian untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Kuesioner ini dititipkan pada profesional yang bekerja di Kantor Akuntan Publik untuk kemudian dibagikan kepada auditor yang bekerja di KAP bersangkutan sesuai kepentingan penelitian dan dikembalikan dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.


(47)

C. Metode pengumpulan Data 1. Data primer

Data primer didefinisikan sebagai data yang secara langsung diperoleh dari sumber penelitian yang asli, tanpa media perantara (Nur Indriartoro dan Supomo, 1999:147). Data primer yang diambil pada penelitian ini menggunakan opini subjek penelitian individual dengan metode survey, yaitu dengan mengajukan pertanyaan tertulis melalui kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada responden. Data yang diambil dari kuesioner yang dibagikan tersebut mewakili variabel–variabel yang akan diukur.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (Nur Indriartoro dan Supomo, 1999:147). Dalam penelitian ini data sekunder meliputi telaah literatur untuk membentuk landasan teori, penentuan atribut berdasarkan penelitian terdahulu atau dari teori yang ada untuk mengukur variabel–variabel penelitian. Data sekunder diperoleh melalui jurnal, buku maupun internet serta literatur terkait lainnya.

D. Metode Analisis

Kegiatan pengolahan data dilakukan dengan proses tabulasi terhadap kuesioner dengan memberikan dan menjumlahkan bobot jawaban pada


(48)

masing-masing pertanyaan untuk setiap variabel. Analisa data menggunakan regresi berganda (multiple regresion) untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel-variabel dependen. Kemudian dilakukan pengecekan dengan melakukan plot data untuk melihat adanya data linier atau tidak linier. Persamaan regresi yang digunakan adalah:

Keterangan:

Y = Pertimbangan tingkat materialitas b1,b2 = Koefisien regresi

X1 = Profesionalisme X2 = Etika profesi

e = Galat (error terms) 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskripstif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Imam Ghozali, 2005:19).

2. Uji Kualitas Data

Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji reliabilitas dan validitas.

a. Uji Reliabilitas


(49)

Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan tersebut konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1)Repeated Measure atau pengukuran ulang.

2)One Shot atau pengukuran sekali saja, pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.

Untuk mengukur reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alfa ( ). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alfa > 0,60. Sedangkan, jika sebaliknya data tersebut dikatakan tidak reliabel (Imam Ghozali, 2005:41-42).

b. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada keusioner mampu mengungkapakan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan. Apabila Pearson Correlation yang didapat memiliki nilai di bawah 0,05 berarti data yang diperoleh adalah valid (Imam Ghozali, 2005:45).


(50)

3. Uji Asumsi Klasik

Untuk melakukan uji asumsi klasik data atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. a. Uji Normalitas

Menguji dalam sebuah model regresi yaitu variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas dapat melihat grafik Normal P- P

plot of regression standardized residual. Deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik (Santoso, 2000:214).

Dasar pengambil keputusan antara lain (1) jika data menyebar di sekitar garis diagonal, dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, serta (2) jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas menyatakan hubungan antara sesama variabel independen. Model regresi yang baik tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Santoso (2000:206) menyatakan bahwa deteksi adanya multikolinearitas dibagi menjadi dua yaitu (a) besaran VIF


(51)

(variance inflation factor) dan tolerance. Pedoman suatu model regresi bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan mempunyai nilai tolerance mendekati 1, serta (b) besaran korelasi antar variabel independen.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas terjadi jika varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain terjadi ketidaksamaan. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas dapat melihat grafik scatterplot. Deteksinya dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu Y adalah residual yang telah di studendized (Santoso,2000:210).

Dasar pengambilan keputusan antara lain sebagai berikut: (a) jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar), maka telah terjadi heteroskedastisitas dan (b) jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi. Gujarati (1995:187) menyatakan “deteksi heterokedastisitas dapat menggunakan uji glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan variabel independen dengan residual. Jika hasil uji Glejser signifikan maka telah terjadi heteroskedastisitas. Sedangkan jika hasil uji Glejser tidak signifikan, maka model regresi tersebut bebas heteroskedastisitas.


(52)

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi berganda. Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya (Singgih Santoso, 2000:163). Model regresi berganda umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linier (Nur Indriantoro dan Supomo, 2002:211)

Dalam uji hipotesis ini dilakukan melalui: a. Koefisien Determinasi

Koefisien Determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Imam Ghozali, 2005: 83).

b. Uji Statistik t


(53)

penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05 (Imam Ghozali, 2005:84). Menurut Singgih Santoso (2000:168) dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau

Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau

bebas tidak mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel dependen atau terikat.

2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak atau

Ha diterima, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen

atau bebas mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel dependen atau terikat.

c. Uji Statistik F

Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Uji statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0,05 (Imam Ghozali, 2005:84).


(54)

Menurut Singgih Santoso (2000:120) dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau

Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel

independen atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat.

2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak atau

Ha diterima, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel

independen atau bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat.

E.Operasional Variabel Penelitian 1. Profesionalisme

Profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (kalbers dan fogarty, 1995:72). Sehingga auditor memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya kepada publik baik dalam bentuk pribadi maupun terikat konteks pekerjaan. Seorang eksternal auditor yang telah dianggap profesional harus memiliki (1) pengabdian pada profesi, (2) kewajiban sosial, (3) kemandirian, (4) keyakinan pada profesi, (5) hubungan dengan sesama profesi. Instrumen yang digunakan adalah instrumen yang


(55)

dikembangkan oleh Winda Fridati (2005) yang terdiri dari 24 butir pertanyaan dengan menggunakan skala likert yang berkaitan dengan 5 (lima) pilihan yaitu: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) kurang setuju, (4) setuju, (5) sangat setuju.

2. Etika Profesi

Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya (Murtanto dan Marini 2003). Dalam penelitian ini etika profesi yang digunakan adalah Kode Etik Akuntan Indonesia yang didalamnya mengatur tentang hubungan akuntan publik dengan klien, rekan sejawat dan dengan masyarakat. Setiap responden diminta untuk menjawab 8 butir pertanyaan dengan menggunakan skala likert. Pilihan jawaban adalah (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) kurang setuju, (4) setuju (5) sangat setuju.

3. Materialitas

Materialitas adalah besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut (Mulyadi 2002:158). Setiap responden diminta untuk menjawab 10 butir pertanyaan yang dikembangkan oleh Winda Fridati (2005) dan diukur menggunakan skala likert berkaitan dengan 5 (lima) pilihan yaitu: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) kurang setuju, (4) setuju, (5) sangat setuju.


(56)

Tabel 3.1

Tabel Operasionalisasi Variabel

Variabel Sub Variabel Indikator Skala

Pengukuran

Profesionalisme 1. Pengabdian pada

profesi

2. Kewajiban sosial

3. Kemandirian

4. Keyakinan terhadap profesi

5. Hubungan dengan sesama profesi

1. Kompetensi 2. Pengalaman 3. Keyakinan 4. Loyalitas 5. Kepercayaan 6. Independensi 7. Keterbukaan 8. Penugasan 9. Pengambilan

keputusan 10. Tekanan 11. Investigasi 12. Kepentingan 13. Opini

14. Pertimbangan 15. Evaluasi kerja


(57)

16. Partisipasi 17. Diskusi 18. Organisasi 19. Pengetahuan

auditor

Etika Profesi 1. Ketaatan

terhadap aturan 2. Independensi 3. Tanggung jawab 4. Integritas 5. Objektivitas 6. Sikap dan

tingkah laku


(58)

Materialitas 1. Penilaian 2. Resiko audit 3. Perencanaan 4. Opini 5. Pengalaman 6. Pengetahuan

dan kecakapan 7. Sikap

independensi

8. Komitmen auditor 9. Tingkat

kepercayaan terhadap peraturan profesi


(59)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada akuntan publik (auditor) yang bekerja di kantor akuntan publik yang terletak di wilayah DKI Jakarta dan Tangerang Selatan. Auditor yang dilibatkan meliputi partner, manajer, supervisor, auditor senior dan auditor junior.

Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner penelitian secara langsung maupun melalui perantara kepada responden. Pernyebaran kuesioner dimulai pada tanggal 1 februari 2010 sampai 22 februari 2010 dan dilakukan ke 17 kantor akuntan publik yang berada di DKI Jakarta dan Tangerang Selatan dengan peta distribusi sebagai berikut:

Tabel 4.1

Data Distribusi Sampel Penelitian

No. Nama Kantor Akuntan Publik Kuesioner

dikirim

Kuesioner dikembalikan

1. Abdul Hamid Dan Khairunnas 5 5

2. Drs. Rasin, Ichwan & Rekan 6 6


(60)

4. Mulyamin Sensi 7 7

5. Purwantono, Sarwoko, Sanjaya 6 0

6. Abubakar Usman 7 5

7. Chaeroni 3 3

8. Nugroho Dan Rekan 5 3

9. Adnan Ali 6 0

10. Amir Abadi Jusuf 6 0

11. Hasnil Dan Rekan 6 6

12. Moh. Sofwan Dan Rekan 3 3

13. Drs. Usman & Rekan 5 5

14. Drs. Soewarno 5 5

15. Joachim Sulistyo & Rekan 5 5 Herman, Dody, Tanumihardja &

Rekan

3 3

Drs. Wirawan Dan Rekan 5 5

93 68

Sumber: Data Primer

Kuesioner yang disebarkan berjumlah 93 buah dan jumlah yang kembali adalah sebanyak 68 buah atau 73,11%. Jumlah kuesioner yang


(61)

tidak kembali adalah 25 buah atau 26,89%. %. Data sampel ini dapat dilihat dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data Sampel Penelitian

No. Keterangan Auditor Persentase

1. Jumlah kuesioner yang disebar 93 100%

2. Jumlah kuesioner yang tidak kembali 25 26,89%

3. Jumlah kuesioner yang dapat diolah 68 73,11%

Sumber: Data primer yang diolah 2. Karakteristik Responden

Dalam deskripsi data ini, peneliti menyajikan identitas responden yaitu auditor eksternal pada beberapa kantor akuntan publik di wilayah Jakarta dan Tangerang Selatan.

a. Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.3

Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Laki-laki 32 47.1 47.1 47.1 perempuan 36 52.9 52.9 100.0 Valid

Total 68 100.0 100.0


(62)

Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa sekitar 36 orang atau 52,9% responden didominasi oleh jenis kelamin perempuan, dan sisanya sebesar 32 orang atau 47,1% berjenis kelamin laki-laki.

b. Deskripsi responden berdasarkan posisi terakhir Tabel 4.4

Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir

Sumber: data primer yang diolah

Tabel 4.4 diatas diperoleh informasi bahwa mayoritas responden sebanyak 43 orang atau sebesar 63,2% menduduki posisi sebagai auditor junior, 29,4% atau sebanyak 20 orang menduduki posisi sebagai auditor senior, 1 orang atau sekitar 1,5% menduduki posisi sebagai partner serta 4 orang atau 5,9% menduduki posisi sebagai supervisor.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Partner 1 1.5 1.5 1.5 Supervisor 4 5.9 5.9 7.4 Senior

auditor

20 29.4 29.4 36.8

Junior auditor

43 63.2 63.2 100.0 Valid


(63)

c. Deskripsi responden beradasarkan usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent 21 1 1.5 1.5 1.5 22 5 7.4 7.4 8.8 23 15 22.1 22.1 30.9 24 8 11.8 11.8 42.6 25 13 19.1 19.1 61.8 26 9 13.2 13.2 75.0 27 3 4.4 4.4 79.4 28 5 7.4 7.4 86.8 29 2 2.9 2.9 89.7 30 4 5.9 5.9 95.6 31 1 1.5 1.5 97.1 33 1 1.5 1.5 98.5 42 1 1.5 1.5 100.0 Valid

Total 68 100.0 100.0

Sumber: data primer yang diolah

Tabel 4.5 diatas menunjukkan auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik sebesar 1,5% diantaranya berusia 21,31,33 dan 42 tahun, sedangkan yang berusia 22 dan 28 tahun sebanyak 7,4%. Auditor yang berusia 23 tahun sebanyak 22,1%, sedangkan yang

Tabel 4.5


(64)

berusia 24 tahun sebanyak 11,8%. Auditor yang berusia 25 tahun sebanyak 19,1%, yang berusia 26 tahun sebanyak 13,2%, sedangkan yang berusia 27 tahun sebanyak 4,4%. Auditor yang berusia 29 tahun sebanyak 5,4%, sedangkan yang berusia 30 tahun sebesar 5,9%. Mayoritas auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik berusia 23 tahun atau 22,1% dan 25 tahun sebanyak 19,1%. d. Deskripsi responden berdasarkan pendidikan terakhir

Tabel 4.6

Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent D3 1 1.5 1.5 1.5 S1 63 92.6 92.6 94.1 S2 4 5.9 5.9 100.0 Valid

Total 68 100.0 100.0

Sumber: data primer yang diolah

Tabel 4.6 mengindikasikan bahwa rata-rata auditor berpendidikan terakhir Strata Satu (S1) atau yang sederajat, ini ditunjukkan dengan angka 92,6% atau sebanyak 63 orang, sedangkan Strata Dua (S2) ditunjukkan dengan angka 5,9% atau sebanyak 4 orang dan 1,5% atau sekitar 1 orang berpendidikan Diploma III (D3).


(65)

Tabel 4.7

Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent <3 tahun 55 80.9 80.9 80.9 3-7 tahun 13 19.1 19.1 100.0 Valid

Total 68 100.0 100.0

Sumber: data primer yang diolah

Tabel 4.7 dibawah ini menjelaskan pengalaman kerja auditor di kantor akuntan publik yaitu 80,9% atau sekitar 55 auditor yang memiliki pengalaman bekerja kurang dari 3 tahun, 19,1% atau sekitar 13 auditor yang memiliki pengalaman kerja antara 3 sampai 7 tahun.


(66)

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi profesionalisme, etika profesi dan pertimbangan tingkat materialitas akan diuji secara statistik deskriptif seperti yang terlihat dalam tabel 4.8.

Tabel 4.8

Hasil Uji Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Tprof 68 89 128 103.56 8.454 Tetp 68 23 40 32.57 3.316 Tmat 68 40 85 67.65 5.994 Valid N (listwise) 68

Sumber: data primer yang diolah

Tabel 4.8 menjelaskan bahwa pada variabel profesionalisme jawaban minimum responden sebesar 89 dan maksimum sebesar 128, dengan rata-rata total jawaban 103,56 dan standar deviasi sebesar 8,454. Pada variabel etika profesi minimum jawaban responden sebesar 23 dan maksimum sebesar 40, dengan rata-rata total jawaban 32,57 dan standar deviasi sebesar 3,3316. Variabel materialitas minimum jawaban responden sebesar 40 dan maksimum sebesar 85, dengan rata-rata total jawaban 67,65 dan standar deviasi sebesar 5,994.


(67)

a. Hasil Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dalam kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur pada kuesioner tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan

Pearson Corelation, pedoman suatu model dikatakan valid jika tingkat signifikansinya dibawah 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid, tabel berikut menunjukkan hasil uji validitas dari tiga variabel dengan 68 sampel responden.

Tabel 4.9

Hasil Uji Validitas Variabel Profesionalisme

Butir Pertanyaan Pearson Corelation Sig (2-Tailed) Keterangan

Pertanyaan 1 0,345** 0,004 Valid

Pertanyaan 2 0,488** 0,000 Valid

Pertanyaan 3 0,579** 0,000 Valid

Pertanyaan 4 0,546** 0,000 Valid

Pertanyaan 5 0,684** 0,000 Valid

Pertanyaan 6 0,593** 0,000 Valid

Pertanyaan 7 0,537** 0,000 Valid


(68)

Pertanyaan 9 0,296* 0,014 Valid

Pertanyaan 10 0,402** 0,001 Valid

Pertanyaan 11 0,500** 0,000 Valid

Pertanyaan 12 0,533** 0,000 Valid

Pertanyaan 13 0,291* 0,016 Valid

Pertanyaan 14 0,454** 0,000 Valid

Pertanyaan 15 0,525** 0,000 Valid

Pertanyaan 16 0,546** 0.000 Valid

Pertanyaan 17 0,351** 0,003 Valid

Pertanyaan 18 0,353** 0,003 Valid

Pertanyaan 19 0.440** 0,000 Valid

Pertanyaan 20 0,244* 0,045 Valid

Pertanyaan 21 0,428** 0,000 Valid

Pertanyaan 22 0,523** 0,000 Valid

Pertanyaan 23 0,463** 0,000 Valid


(69)

Pertanyaan 25 0,320** 0,008 Valid

Pertanyaan 26 0,352** 0,003 Valid

Sumber: Data primer yang diolah

Tabel 4.9 menunjukkan variabel profesionalisme mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.

Tabel 4.10

Hasil Uji Validitas Etika Profesi

Butir Pertanyaan Pearson Corelation Sig (2-Tailed) Keterangan

Pertanyaan 1 0,463** 0,000 Valid

Pertanyaan 2 0,758** 0,000 Valid

Pertanyaan 3 0,585** 0,000 Valid

Pertanyaan 4 0,763** 0,000 Valid

Pertanyaan 5 0,639** 0,000 Valid

Pertanyaan 6 0,630** 0,000 Valid

Pertanyaan 7 0,559** 0,000 Valid

Pertanyaan 8 0,627** 0,000 Valid


(70)

Tabel 4.10 menunjukkan variabel etika profesi mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.

Tabel 4.11

Hasil Uji Validitas materialitas

Butir Pertanyaan Pearson Corelation Sig (2-Tailed) Keterangan

Pertanyaan 1 0,206 0,092 Tidak Valid

Pertanyaan 2 0,222 0,069 Tidak Valid

Pertanyaan 3 0,357** 0,003 Valid

Pertanyaan 4 0,078 0,525 Tidak Valid

Pertanyaan 5 0,213 0,082 Tidak Valid

Pertanyaan 6 0,425** 0,000 Valid

Pertanyaan 7 0,499** 0,000 Valid

Pertanyaan 8 0,605** 0,000 Valid

Pertanyaan 9 0,566** 0,000 Valid

Pertanyaan 10 0,724** 0,000 Valid

Pertanyaan 11 0,527** 0,000 Valid


(1)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profesionalisme dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Responden penelitian ini berjumlah 68 orang auditor pada kantor akuntan publik yang terletak di Jakarta dan Tangerang Selatan. Berdasarkan pada data yang telah dikumpulkan dan pengujian yang telah dilakukan terhadap permasalahan dengan menggunakan model regresi berganda, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaruh profesionalisme terhadap pertimbangan tingkat materialitas menunjukkan hasil yang signifikan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat profesionalisme semakin rendah pertimbangan tingkat materialitas .Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dkk (2003), Hendro Wahyudi dan Aida Ainul Mardiyah (2006), serta Winda Fridati(2005). Perbedaan ini disebabkan oleh faktor pengalaman auditor. Auditor yang memiliki pengalaman yang luas tentu memiliki tingkat profesionalisme yang lebih baik dibandingkan dengan auditor yang pengalamannya minim.

2. Pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas menunjukkan hasil yang signifikan positif. Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan akan etika yang baik berbanding lurus dalam menentukan


(2)

pertimbangan tingkat materialitas. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Agoes (1996), Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto(2006), Nizarul Alim, Trisni Hapsari dan Liliek Purwanti (2007).

3. Pengaruh profesionalisme dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas menunjukkan hasil yang signifikan positif. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2006), Hastuti dkk (2003), Winda Fridati (2005)

B. Implikasi

Berdasarkan hipotesis yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa profesionalisme dan etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Profesionalisme auditor merupakan kualitas diri yang terbentuk berdasarkan pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial akan pekerjaan, adanya tanggung jawab yang melekat secara profesi, kemandirian dan hubungan dengan rekan seprofesi, sehingga faktor pengalaman individu dalam menghadapi situasi sulit dan berulang sangat berpengaruh terhadap ketepatan untuk menilai materialitas suatu akun atau laporan keuangan. Etika profesi sendiri terbentuk untuk mengikat profesi secara moral, sehingga individu profesi dapat bertindak ideal dalam menjalankan profesinya. Prinsip-prinsip etika profesi akuntansi sendiri bersifat mengikat sehingga mengharuskan akuntan untuk berperilaku sesuai aturan yang telah ditetapkan. Semakin baik akuntan memiliki komitmen terhadap


(3)

aturan etika maka semakin baik pula dalam menentukan pertimbangan tingkat materialitas dan pengambilan keputusan.

C. Saran

Penelitian ini dimasa mendatang diharapkan dapat menyajikan hasil penelitian yang lebih akomodatif, dengan adanya beberapa masukan mengenai beberapa hal diantaranya:

1. Penelitian berikutnya diharapkan mempertimbangkan faktor pengalaman maupun lama kerja auditor dalam menilai profesionalisme.

2. Untuk penelitian mendatang, diharapkan menyebarkan dan mengumpulkan kuesioner pada waktu yang tepat, sehingga jumlah responden dapat lebih banyak dan hasilnya dapat lebih akurat.

3. Untuk penelitian mendatang, disarankan survei dengan metode lain, misalnya wawancara secara langsung agar dapat dilakukan pengawasan atas jawaban responden dalam menjawab pertanyaaan.

4. Konsep profesionalisme, etika profesi maupun materialitas selalu berkembang sehingga diharapkan penelitian berikutnya selalu memperhatikan dinamika perkembangan atau perubahan peraturan hukum maupun kejadian-kejadian yang berhubungan dengan konsep-konsep tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arleen Herawaty, Yulius Kurnia Susanto, “Profesionalisme Pengetahuan Akuntan Publik Dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi Dan Pertimbangan Tingkat Materialitas”. Trisakti school of management, Jakarta, 2008. Abdul, Hamid, “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu

Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007.

Fahalina, Herawati, “Pengaruh Persepsi Profesi Dan Kesadaran Etis Terhadap Komitmen Profesi Akuntan Publik”. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Surakarta, 2007.

Gujarati, D, Ekonometrika Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995

Hastuti, Theresia Dwi, Stefani L. I., dan Clara S, “Hubungan Antara Profesionalisme Auditor dengan Materialitas Dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan”, SNA VI, Universitas Airlangga, Surabaya, 2003. Hendro Wahyudi, Aida Ainul Mardiyah, “Pengaruh Profesionalisme Auditor

Terhadap Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan”. STIE Malangkucecwara, Malang, 2006.

Imam, Ghozali, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Edisi 3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005.

Ikatan Akuntan Indonesia, “standar profesional akuntan publik”, Salemba Empat, Jakarta, 2001.

Institut Akuntan Publik Indonesia, “Kode etik Profesi Akuntan Publik”, diakses pada 06-04-2010.

Kalbers, Lawrence P, Fogarty, Timothy J, “Profesionalism and Its Consequences : A Study Of Internal Auditor”, Auditing : A Journal of Practice and Theory, 1995.

Kell, W.G., R.N. Johnson dan W.C. Boynton, “Modern Auditing”. Edisi Ketujuh. Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.

Lekatompessy, J.E, “Hubungan Profesionalisme dengan konsekuensinya: Komitmen Organisasional, Kepuasan Kerja, Prestasi Kerja, dan Keinginan Berpindah (study empiris di lingkungan akuntan publik)”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.5, No.1, April, hlm 69-84, 2003.


(5)

Maryani, Ludigdo, “Survei Atas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Dan Perilaku Etis Akuntan”. TEMA. Volume II Nomor 1, 2001.

Mulyadi, “Auditing Buku 1”. Jakarta: Salemba Empat, 2002.

Murtanto dan Marini, “Persepsi Akuntan Pria dan Akuntan Wanita serta Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan”, Prosiding Simposium Nasional Akuntansi VI, Oktober, hlm. 790-805, 2003

Mutiara, Maimunah, "Etika Profesi Akuntan Publik Dalam Kaitannya Dengan Good Corporate Governance”, STIE Musi, Palembang, 2006.

Nizarul Alim, M, Trisni Hapsari dan Liliek Purwanti, “pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi”. p. 1-26, 2007

Nur Indriantoro, Bambang Supomo, “Metodologi penelitian bisnis untuk akuntansi dan manajemen Ed1”, BPFE, Jogjakarta,1999.

Nugrahaningsih, P, “Analisis Perbedaan Perilaku Etis Auditor di KAP dalam Etika Profesi (Studi Terhadap Peran Faktor-faktor Individual: Locus of Control, Lama Pengalaman Kerja, Gender dan Equity Sensitivity)”. SNA VIII Solo. p. 617-630, 2005.

Ponemon, L, “Ethical Reasoning and selection socialization in accounting”. Accounting, Organization and Society, 1992.

Rahmawati, “Hubungan antara Profesionalisme Internal Auditor dengan Kinerja Tugas, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, Keinginan Untuk Pindah”. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,1997. Riduwan Engkos, Achmad Kuncoro, “Cara Menggunakan dan Memakai Analisis

Jalur”, Cetakan 1 Januari, Alfabeta, Bandung, 2007.

Santoso, Singgih, “SPSS Versi 10.0”, PT. Elex Media Komputindo, Gramedia, Jakarta, 2000.

Syahrir, “Analisis Hubungan antara Profesionalisme Akuntan Publik Dengan Kinerja, Kepuasan Kerja, Komitmen Dan Keinginan Berpindah”. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2002.

St. Vena, Purnamasari, “Sifat Machiavellian Dan Pertimbangan Etis: Anteseden Independensi Dan Perilaku Etis Auditor”. Unika Soegijapranata, Semarang, 2006.


(6)

Sukrisno, Agoes, “Auditing: Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik”, Edisi Kedua, LPFE Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.

Winda, Fridati, “Analisis hubungan antara profesionalisme auditor dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan di Jogjakarta”. Skripsi. Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta, 2005.

Yustrida, Bernawaty, “Faktor-faktor yang dipertimbangkan akuntan publik dalam penentuan materialitas”.Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1994.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi, Motivasi dan Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Medan)

8 63 121

Pengaruh profesionalisme auditor dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan: studi empiris KAP di DKI Jakarta

3 18 99

PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR, ETIKA PROFESI, PENGALAMAN AUDITOR, DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS (STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI MEDAN).

1 6 26

PENGARUH PROFESIONALISME, PENGETAHUAN MENDETEKSI KEKELIRUAN, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP PERTIMBANGAN Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, Dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik (Studi Empiris P

0 3 18

Pengaruh Profesionalism Auditor dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Bandung.

1 7 32

PENGARUH PROFESIONALISME, ETIKA PROFESI DAN PENGALAMAN TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS (STUDI PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK SE- JAWA TENGAH)

0 0 13

Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi, Motivasi dan Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Medan)

0 0 27

Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi, Motivasi dan Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Medan)

0 0 12

Analisis Pengaruh Profesionalisme, Kompetensi, Etika Profesi, dan Akuntabilitas Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas di Kantor Akuntan Publik Semarang - Unika Repository

0 0 15

PENGARUH PROFESIONALISME, ETIKA PROFESI DAN PENGALAMAN KERJA AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris pada KAP di Semarang) - Unika Repository

0 0 18