BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Profesi audit dewasa ini sangat dibutuhkan, terutama bagi para pemilik saham yang mempercayakan pengelolaan perusahaannya kepada manajemen
profesional dalam mengelola dana yang dipercayakan kepada mereka. Bentuk pertanggungjawaban manajemen tersebut tersaji dalam bentuk laporan
keuangan yang telah diaudit oleh pihak ketiga, dalam hal ini auditor eksternal. Laporan keuangan tersebut dibuat oleh manajemen dan perlu
diaudit oleh pihak ketiga untuk menghindari adanya salah saji yang material yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pihak–pihak yang
mempunyai kepentingan atas laporan keuangan tersebut dan diharapkan laporan keuangan yang unqualified sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku umum. Dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan mengacu pada
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan KDPPLK dimana disebutkan bahwa terdapat empat karakteristik suatu laporan
keuangan dapat berguna bagi para pembuat keputusan, yaitu dapat dipahami, relevan, dapat diandalkan serta dapat diperbandingkan. Agar karakteristik
tersebut dapat dipenuhi maka diperlukanlah audit oleh auditor eksternal agar laporan keuangan perusahaan memenuhi karakteristik diatas terutama relevan
dan dapat diandalkanWinda Fridati, 2005:2.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh auditor eksternal adalah profesionalisme. Hal ini diperlukan karena auditor eksternal memegang
peranan penting akan mutu laporan keuangan yang dipercayakan kepadanya untuk diaudit. Opini yang dikeluarkan oleh auditor eksternal menjadi
pegangan orang–orang yang mempunyai kepentingan atas laporan keuangan tersebut sehingga profesionalisme menjadi nyawa auditor dalam menjalankan
peranannya. Profesionalisme dalam profesi audit eksternal telah dijelaskan oleh Hall
Hendro Wahyudi dan Aida Ainul Mardiyah, 2006:7, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan
profesi, hubungan dengan rekan seprofesi. Mengingat besarnya kepercayaan serta tanggung jawab eksternal auditor maka diperlukan suatu pengalaman
yang memadai dan wawasan yang luas untuk dapat menjalankan peranannya secara baik.
Selain sikap profesionalisme yang harus dipegang teguh seorang auditor harus pula memiliki etika profesi dalam menjalankan tugasnya, etika
profesi sendiri diatur oleh Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antar akuntan publik. Akuntan
publik yang menaati kode etik profesi maka dapat dikatakan telah dapat bertingkah laku profesional dalam hubungannya dengan klien maupun rekan
seprofesi. Perilaku tidak etis dan tidak bermartabat yang dilakukan seorang
akuntan publik tidak hanya dapat merugikan para investor saja namun ini
juga berdampak negatif pada reputasi auditor dalam masyarakat, contoh yang paling jelas tentu dapat kita lihat pada Kantor Akuntan Publik KAP besar
didunia yang terlibat skandal dengan kliennya yaitu KAP Arthur Andersen yang melakukan rekayasa informasi pada laporan keuangan enron. Dampak
yang paling dirasakan auditor dalam peristiwa tersebut adalah hilangnya kepercayaan perusahaan dan masyarakat terhadap kualitas dan reputasi
auditor yang pernah bekerja pada KAP tersebut karena pelanggaran kode etik yang telah dilakukannya.
Pertimbangan auditor dalam menetapkan tingkat materialitas sangat tergantung pada persepsi auditor tentang kebutuhan atas informasi yang
terdapat pada informasi yang diberikan manajemen maupun didapat oleh auditor dalam proses audit, sehingga tingkat materialitas suatu laporan
keuangan tidak akan sama tergantung pada ukuran laporan keuangan tersebut. Statement on Auditing Standard
SAS No.47 mendefinisikan materialitas yaitu kebijakan materialitas dibuat dalam kaitannya dengan
kegiatan sekelilingnya dan melibatkan pertimbangan kualitatif dan kuantitatif. American Institute Certified Public
Accountant AICPA menyatakan Tingkat materialitas laporan keuangan suatu entitas tidak akan sama dengan entitas
yang lain, tergantung pada ukuran entitas. AICPA juga menyebutkan bahwa resiko audit dan materialitas perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat,
saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi prosedur audit AICPA, 1983:para6 dalam Winda Fridati 2005:5. Risiko audit adalah
resiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material Mulyadi, 2002:165.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Winda Fridati 2005. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya
dilihat dari beberapa aspek. Pertama, penambahan variabel independen yaitu etika profesi yang diambil dari penelitian Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia
Susanto 2008. Kedua, penelitian sebelumnya oleh Winda Fridati 2005 mengambil sampel pada KAP di kota Yogyakarta, sedangkan penelitian ini
mengambil sampel di Jakarta dan Tangerang Selatan mengingat tingkat populasi KAP yang lebih banyak dan lebih luas dibanding kota besar lainnya
di Indonesia.
B. Rumusan Masalah