judgement yang  baru  dan  pada  akhirnya  menimbulkan  keputusan  yang
baru Winda Fridati, 2005:18.
2.  Etika Profesi
Definisi  etika  dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  2005:237 adalah sebagai  berikut:
1.  Ilmu  tentang  apa  yang  baik  dan  apa  yang  buruk  dan  tentang  hak  dan kewajiban moral atau akhlak.
2.  Kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. 3.  Nilai  mengenai  benar  dan  salah  yang  dianut  suatu  golongan  atau
masyarakat. Maryani  dan  Ludigdo  2001  mendefinisikan  etika  sebagai
seperangkat  aturan  atau  norma  atau  pedoman  yang  mengatur  perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang
dianut  oleh  sekelompok  atau  segolongan  manusia  atau  masyarakat  atau profesi.  Berdasarkan  definisi  yang  dikemukakan  tersebut,  maka  dapat
ditarik  kesimpulan  bahwa  etika  merupakan  norma  yang  mengikat hubungan  antar  individu  secara  moral,  yang  dapat  dituangkan  dalam
aturan, hukum maupun etika profesional yang dikodifikasi dalam kode etik suatu  profesi,  dalam  hal  ini  adalah  norma  perilaku  yang  mengatur
hubungan  auditor  dengan  klien,  auditor  dengan  rekan  seprofesi,  auditor dengan masyarakat, dan terutama auditor dengan dirinya sendiri.
Etika  profesional  professional  ethics  harus  lebih  dari  sekedar prinsip-prinsip  moral.  Etika  ini  meliputi  standar  perilaku  bagi  seorang
profesional  yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistik, sedangkan kode etik profesional dapat dirancang sebagian untuk mendorong perilaku
yang ideal sehingga harus bersifat realistis dan dapat ditegakkan agar dapat memiliki  arti,  maka  keduanya  harus  pada  posisi  di  atas  hukum,  namun
sedikit di bawah posisi ideal. Setiap  profesi  yang  memberikan  pelayanan  jasa  pada  masyarakat
harus  memiliki  kode  etik,  yang  merupakan  seperangkat  prinsip-prinsip moral yang mengatur tentang perilaku profesional Sukrisno Agoes, 2004.
Tanpa  etika  profesi  akuntan  tidak  akan  ada  karena  fungsi  akuntan  adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh
para  pelaku  bisnis.  Etika  profesi  merupakan  karakteristik  suatu  profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk
mengatur  tingkah  laku  para  anggotanya  Murtanto  dan  Marini,  2003. Insitut  Akuntan  Publik  Indonesia  Seksi  100.1  menyatakan  salah  satu  hal
yang  membedakan  profesi  akuntan  publik  dengan  profesi  lainnya  adalah tanggung  jawab  profesi  akuntan  publik  dalam  melindungi  kepentingan
publik. Sehingga setiap praktisi harus mematuhi seluruh prinsip dasar kode etik ketika bertindak untuk kepentingan publik.
IAI  pada  kongres  VIII  tahun  1998  memutuskan  prinsip  Etika Profesi  Ikatan  Akuntan  Indonesia,  yang  kemudian  dijabarkan  dalam
Aturan  Etika  Kompartemen  Akuntan  Publik  IAI.  Dalam  kongres  tersebut
IAI  menyatakan  pengakuan  tanggung  jawab  profesi  kepada  publik, pemakai  jasa  akuntan  dan  rekan.  Prinsip-prinsip  ini  memandu  dalam
pemenuhan  tanggung  jawab  profesional  dan  sebagai  landasan  perilaku etika  dan  perilaku  profesionalnya.  Prinsip  ini  menuntut  komitmen  untuk
berperilaku terhormat, bahkan dengan mengorbankan keuntungan pribadi. Prinsip ini dibagi menjadi delapan prinsip, yaitu sebagai berikut:
1.  Prinsip tanggung jawab profesi menyatakan bahwa sebagai profesional, anggota  IAI  mempunyai  peranan  penting  dalam  masyarakat,  terutama
kepada semua pemakai jasa profesional mereka dan bertanggung jawab dalam  mengembangkan  profesi  akuntansi,  memelihara  kepercayaan
masyarakat  dan  menjalankan  tanggung  jawab  profesi  dalam  mengatur diri sendiri bersama-sama dengan sesama rekan anggota. Usaha kolektif
berperan penting dalam memelihara dan meningkatkan tanggung jawab profesi.
2.  Prinsip  kepentingan  publik  menyatakan  bahwa  setiap  anggota berkewajiban untuk selalu bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik,  menghormati  kepercayaan  publik  dan  menunjukkan  komitmen atas  profesionalisme.  Profesi  akuntan  dapat  tetap  berada  pada  posisi
yang  penting  ini  dengan  terus  menerus  memberikan  jasa  pada  tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh.
3.  Prinsip integritas mengakui integritas sebagai kualitas yang dibutuhkan untuk  memelihara  dan  meningkatkan  kepercayaan  publik.  Integritas
mengharuskan  seorang  anggota  untuk,  antara  lain,  bersikap  jujur  dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
4.  Prinsip  objektivitas  mengharuskan  setiap  anggota  untuk  menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan
kewajiban  profesionalnya.  Auditor  bekerja  dalam  berbagai  kapasitas yang  berbeda  dan  harus  menunjukkan  objektivitas  mereka  dalam
berbagai  situasi.  Auditor  dalam  praktek  publik  memberikan  jasa atestasi,  perpajakan,  serta  konsultasi  manajemen. Anggota    yang  lain
menyiapkan  laporan  keuangan  sebagai  seorang  bawahan,  melakukan jasa  audit  internal  dan  bekerja  dalam  kapasitas  keuangan  dan
manajemennya di  industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka  juga mendidik dan melatih orang-orang  yang  ingin masuk  kedalam profesi.
Apapun  jasa  atau  kapasitasnya,  anggota  harus  melindungi  integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.  Prinsip  kompetensi  dan  kehati-hatian  profesional  mengharuskan anggota untuk selalu menjaga dan memelihara  kompetensi dan  kehati-
hatian  profesional  serta  ketekunan  dalam  melaksanakan  jasa profesionalnya  sesuai  dengan  kemampuan. Kompetensi  diperoleh
melalui  pendidikan  dan  pengalaman.  Anggota  seharusnya  tidak menggambarkan  dirinya  mempunyai  keahlian  atau  pengalaman  yang
tidak  mereka  miliki.  Dalam  semua  penugasan  dan  dalam  semua tanggungjawabnya,  setiap  anggota  harus  melakukan  upaya  untuk
mencapai tingkatan  kompetensi  yang akan meyakinkan bahwa  kualitas
jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika.
6.  Prinsip  kerahasiaan  mengharuskan  anggota  untuk  menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan pekerjaan dan
tidak  boleh  memakai  atau  mengungkapkan  informasi  tersebut  tanpa persetujuan  kecuali  ada  kewajiban  profesional  atau  hukum  untuk
mengungkapkannya. 7.  Prinsip  perilaku  profesional  menuntut  anggota  untuk  berperilaku  yang
konsisten  dengan  reputasi  profesi  yang  baik  dan  menjauhi  tindakan yang mendiskreditkan profesi.
8.  Prinsip  standar  teknis  mengharuskan  anggota  untuk  mentaati  standar teknis  dan  standar  profesional  yang  relevan  dalam  melaksanakan
penugasan audit Winda Fridati, 2005:12. Pengaturan  sendiri  dan  etika  profesional  demikian  penting  bagi
profesi  akuntan,  sehingga  peraturan  AICPA  menetapkan  perlunya dibentuk  Divisi  atau  Tim  Etika  Profesional,  yang  memiliki  misi  sebagai
berikut: 1.  Mengembangkan  dan  menjaga  standar  etika  dan  secara  efektif
menegakkan  standar-standar  tersebut  sehingga  dapat dipastikan  bahwa kepentingan masyarakat terlindungi.
2.  Meningkatkan  kesadaran  masyarakat  akan  nilai-nilai  Certified  Public Accounting
CPA.
3.  Menyediakan  pedoman  yang  mutakhir  dan  berkualitas  sehingga  para anggota mampu menjadi penyedia nilai utama dalam bidangnya.
Tim ini terdiri dari beberapa staf penuh waktu, anggota sukarela aktif, dan  investigator  sementara  yang  juga  bersifat  sukarela  sesuai
kebutuhan. Tim  tersebut  melaksanakan  tiga  fungsi  utama  untuk  menyelesaikan
misinya sebagai berikut: a.  Menetapkan  standar,  Komite  Eksekutif  Etika  Profesional  melakukan
interpretasi  atas  Kode  Perilaku  Profesional  AICPA  serta mengusulkan perubahan pada kode perilaku.
b.  Penegakan  etika,  Tim  Etika  Profesional  melakukan  investigasi  atas potensi  masalah-masalah  disiplin  yang  melibatkan  anggota  AICPA
serta  masyarakat  CPA  negara  bagian  dan  Program  Penegakan  Etika Bersama.
c.  Jasa  permintaan  bantuan  teknis  ethics  hotline, Tim Etika  Profesional melakukan pendidikan bagi anggota serta mempromosikan pemahaman
atas  standar  etika  yang  ada  dalam  Kode  Perilaku  Profesional  AICPA, dengan  cara  menanggapi  permintaan  bantuan  anggota  dalam  rangka
penetapan Kode Etik Perilaku Profesional AICPA pada bidang praktek yang spesifik Kell, Johnson, dan Boynton, 2000:99-100.
3.  Materialitas