Jenis dan Jumlah Telur Parasit Nematoda Gastrointestinal

4.2. Jenis dan Jumlah Telur Parasit Nematoda Gastrointestinal

Tabel 4.2. Jenis Dan Jumlah Telur Parasit Nematoda Gastrointestinal Ditemukan Pada Feses Kambing Yang Dipelihara Secara Semi Intensif Dan Intensif No. Semi Intensif Intensif Jenis Parasit Jumlah telur Tingkat infeksi Jenis Parasit Jumah telur Tingkat infeksi 1. Haemonchus sp. 102 Ringan - - - 2. Haemonchus sp. 106 Ringan Haemonchus sp. 104 Ringan 3. Haemonchus sp. 120 Ringan - - - 4. Haemonchus sp. 100 Ringan Haemonchus sp. 192 Ringan 5. Haemonchus sp. 105 Ringan Haemonchus sp. 202 Ringan 6. Haemonchus sp. 110 Ringan Haemonchus sp. 115 Ringan 7. Haemonchus sp. 118 Ringan Haemonchus sp. 103 Ringan 8. Haemonchus sp. 100 Ringan - - - 9. Haemonchus sp. 2516 Sedang Haemonchus sp. 162 Ringan 10. Haemonchus sp. 108 Ringan Haemonchus sp. 292 Ringan 11. Haemonchus sp. 402 Ringan Haemonchus sp. 102 - Trichuris sp. 25 Ringan 12. Haemonchus sp. 390 Ringan Haemonchus sp. 202 - 13. Haemonchus sp. 337 Ringan Haemonchus sp. 103 Ringan Trichuris sp. 20 Ringan Capillaria sp. 10 Ringan 14. Haemonchus sp. 408 Ringan - - - 15. Haemonchus sp. 345 Ringan - - - 16. Haemonchus sp. 342 Ringan -. - - 17. Haemonchus sp. 403 Ringan Haemonchus sp. 106 Ringan 18. Haemonchus sp. 314 Ringan - - - 19. Haemonchus sp. 415 Ringan Haemonchus sp. 140 Ringan 20. Haemonchus sp. 270 Ringan - - - 21. Haemonchus sp. 282 Ringan - - - 22. Haemonchus sp. 402 Ringan Haemonchus sp. 80 Ringan Trichuris sp. 35 Ringan 23. Haemonchus sp. 308 Ringan Haemonchus sp. 2505 Sedang 24. Haemonchus sp. 224 Ringan Haemonchus sp. 70 Ringan Trichuris sp. 30 Ringan 25. Haemonchus sp. 282 Ringan - 26. Haemonchus sp. 414 Ringan Haemonchus sp. 121 Ringan 27. Haemonchus sp. 402 Ringan Haemonchus sp. 210 Ringan 28. Haemonchus sp. 454 Ringan Haemonchus sp. 110 Ringan 29. Haemonchus sp. 440 Ringan Haemonchus sp. 135 Ringan 30. Haemonchus sp. 410 Ringan Haemonchus sp. 60 Ringan Trichuris sp. 15 Ringan Keterangan: No. 1-10 : induk kambing; No.11-30: anak kambing Dari Tabel 4.2.1. dapat dilihat kambing yang dipelihara secara semi intensif dan intensif umumnya terinfeksi parasit nematoda gastrointestinal. Jenis parasit nematoda gastrointestinal yang ditemukan adalah Haemonchus sp., Trichuris sp. dan Capillaria sp. Parasit Haemonchus sp. umumnya merupakan parasit yang banyak menyerang ternak kambing yang dipelihara secara semi intensif dibandingkan dengan kambing yang dipelihara secara intensif. Hal ini dikarenakan cara pemberian pakan pada sistem pemeliharaan yang berbeda. Pada sistem pemeliharan semi intensif kambing dibiarkan mencari pakan dan defekasi di padang pengembalaan. Sehingga feses yang mengandung telur akan mengkontaminasikan rumput di padang penggembalaan. Menurut Soulsby 1982, telur yang dikeluarkan bersama feses akan mengkontaminasi di padang penggembalaan. Di luar tubuh hospes, pada kondisi yang sesuai, telur menetas dan menjadi larva. Larva stadium L1 berkembang menjadi L2 dan selanjutnya menjadi L3, yang merupakan stadium infektif. Larva infektif menempel pada rumput-rumputan dan termakan oleh kambing, selanjutnya larva akan dewasa di abomasum. Selain faktor pemeliharaan, pakan yang diberikan juga dapat menjadi faktor yang mendukung keberadaan parasit dalam tubuh ternak. Menurut Dhewiyanty dkk. 2015, pakan ternak dapat menjadi faktor yang mendukung penyebaran cacing nematoda gastrointestinal. Hal ini salah satunya dapat terjadi, apabila pakan berasal dari ladang penggembalaan dimana ternak juga menjatuhkan kotorannya yang mengandung telur cacing. Telur ini akan berkembang dan kemudian menetas menjadi larva. Handayani dkk. 2015, menyatakan hijauan segar yang diberikan menjadi salah satu faktor penyebab tingginya tingkat infeksi cacing saluran pencernaan pada kambing akibat pencemaran larva pada hijauan. Nasution dkk. 2013, menjelaskan parasit cacing dapat ditularkan melalui makanan berupa hijauan yang terkontaminasi telur cacing nematoda. Telur-telur cacing akan berkembang menjadi larva infektif, dan apabila telur itu tertelan tanpa sengaja oleh inang maka inang menjadi terinfesksi oleh parasit tersebut. Pada kambing yang dipelihara secara intensif memiliki jenis parasit yang lebih banyak dibandingkan dengan semi intensif. Pada kambing yang dipelihara secara intensif diserang oleh 3 jenis parasit yaitu Haemonchus sp., Trichuris sp., dan Capillaria sp. Sedangkan kambing yang dipelihara secara semi intensif hanya diserang oleh satu parasit yaitu Haemonchus sp. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sanitasi kandang yang dilakukan pada kambing yang dipelihara secara intensif kurang baik dikarenakan feses yang dibersihkan di buang di areal sekitar kandang. Sehingga menyebabkan kondisi kandang menjadi lembab dan sangat efektif untuk pertumbuhan parasit Natadisastra dan Agoes 2009 yang menyebutkan bahwa lingkungan yang paling baik untuk berkembangnya telur dan larva cacing yaitu pada tempat yang lembab. Kondisi tersebut memberi peluang yang tinggi terhadap ternak akan terinfeksi oleh parasit cacing Trichuris sp. dan Capillaria sp. Menurut Dhewiyanti dkk. 2015, faktor lain yang mempengaruhi penyebaran cacing nematoda adalah sanitasi dan kebersihan kandang. Kotoran yang dibiarkan menumpuk di dalam kandang akan mengundang lalat dan juga memungkinkan larva nematoda berkembang di dalamnya. Apabila kulit ternak bersentuhan dengan kotoran tersebut, maka beberapa larva cacing dapat masuk ke dalam tubuh ternak. Dari penelitian Hanafiah dkk. 2002, jenis parasit nematoda gastrointestinal yang menyerang kambing di Banda Aceh ada enam jenis yaitu: Haemonchus sp., Trichuris sp., Trichostrongylus sp., Oesophagostomum sp., Bunostomum sp. dan Chabertia sp. Berdasarkan penelitian Suhardono dan Iskandar 1995, jenis parasit yang ditemukan pada kambing di Jawa Barat yaitu Haemonchus sp., Trichuris sp., Capillaria sp., Trichostrongylus sp., Oesophagostomum sp., Strongyloides sp., dan Cooperia sp. Dari penelitian Gadahi et al. 2009 di Pakistan pada kambing ditemukan tujuh jenis parasit yaitu Haemonchus, Coccidia, Trichuris, Nematodirus, Trichostrongylus, Strongyloides dan Fasciola. Jenis parasit yang paling banyak ditemukan pada kambing yaitu parasit Haemonchus sp. Hal ini disebabkan karena Haemonchus sp., dapat beradaptasi terhadap kondisi lingkungan. Menurut Sood 1981, parasit Haemonchus dapat hidup pada kondisi optimum untuk perkembangan telur Haemonchus sampai menjadi larva infektif adalah pada suhu 10-37°C. Tabel 4.2.1. Jenis dan Rata-Rata Telur Parasit Nematoda Gastrointestinal Yang Ditemukan Pada Feses Indukan Kambing dan Anakan Kambing Yang Dipelihara Secara Semi Intensif dan Intensif No. Jenis parasit Semi Intensif Epg Intensif Epg Induk Anak Induk Anak 1. Haemonchus sp. 349 362 167 303 2. Trichuris sp. - - - 25 3. Capillaria sp. - - - 10 Dari Tabel 4.2.1. dapat dilihat bahwa rata-rata nematoda parasit gastrointestinal lebih besar pada anakan kambing dibandingkan dengan induk kambing. Pada anakan kambing yang dipelihara secara semi intensif adalah 362 epg lebih besar dibandingkan dengan induk kambing sbesar 349 epg. Pada anakan kambing yang dipelihara secara intensif adalah 303 epg lebih besar dibandingkan dengan induk kambing sebesar 167 epg. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh induk kambing lebih kuat dibandingkan dengan daya tahan tubuh anakan kambing. Sehingga anakan kambing lebih rentan terserang parasit dibandingkan dengan induk kambing. Menurut Dalloul dan Lillehoj 2005, umumnya ternak anakan ditemukan lebih banyak jumlah dan jenis nematoda jika dibandingkan dengan ternak dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa ternak anakan lebih rentan terhadap infeksi parasit nematoda dibanding ternak dewasa. Rentannya ternak anakan terhadap infeksi parasit cacing karena ternak anakan belum memiliki daya tahan imun yang cukup terhadap infeksi parasit cacing. Dari penelitian Junaidi dkk. 2014, ternak muda lebih tinggi terserang infeksi parasit dibandingkan dengan ternak dewasa. Tingginya ternak anakan terserang parasit dikarenakan ternak anakan lebih rentan terhadap serangan nematoda jika dibandingkan dengan ternak dewasa. Menurut Gadberry et al. 2005, ternak muda lebih banyak terinfeksi cacing jika dibandingkan dengan ternak dewasa. Hal ini berkaitan dengan tingkat kekebalan ternak dewasa yang lebih tinggi dibanding ternak muda. Levine 1990. yang menjelaskan bahwa faktor spesies, umur, daya tahan atau imunitas terutama umur yang lebih muda sangat rentan dan mempunyai kepekaan terhadap infeksi parasit nematoda gastrointestinal. Umur berpengaruh terhadap konsentrasi imunitas alami pasif dan imunitas aktif yang terdapat dalam tubuh ternak. 4.3. Prevalensi Dan Intensitas 4.3.1. Prevalensi Parasit Nematoda Gastrointestinal Pada Feses Kambing Yang Dipelihara Secara Semi Intensif Dan Intensif Nilai prevalensi parasit nematoda gastrointestinal pada kambing yang dipelihara secara semi intensif dan intensif dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.3.1. Prevalensi Parasit Nematoda Gastrointestinal Pada Feses Kambing No. Jenis Parasit Semi Intensif Intensif 1. Haemonchus sp. 100 66.7 2. Trichuris sp. - 16.7 3. Capillaria sp. - 3.3 Dari Tabel 4.3.1. dapat dilihat bahwa nilai prevalensi telur cacing parasit yang ditemukan pada sampel feses yang terinfeksi parasit berdasarkan sistem pemeliharaan semi intensif dan intensif. Nilai prevalensi tertinggi pada parasit Haemonchus sp. ditemukan pada kambing yang dipelihara secara semi intensif sebesar 100 yaitu termasuk dalam kategori Always dimana parasit selalu menginfeksi kambing, dan kambing yang dipelihara secara intensif sebesar 66.7 termasuk dalam kategori Frequently dimana parasit sering kali menginfeksi kambing. Prevalensi terendah pada parasit Trichuris sp., dan Capillaria sp., ditemukan pada kambing dipelihara secara intensif, dimana parasit Trichuris sp., dengan nilai sebesar 16.7 termasuk dalam kategori Often yaitu parasit sering menginfeksi kambing dan parasit Capillaria sp., dengan nilai sebesar 3,3 yaitu termasuk dalam kategori Occasionally dimana parasit kadang-kadang menginfeksi kambing. Dari data ini terlihat bahwa prevalensi sangat dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan dan umur sesuai dengan Tabel 4.2.3. Menurut Soulsby 1982, perbedaan prevalensi yang didapatkan, mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : faktor umur, manajemen pemeliharan, sanitasi kandang, dan pakan. Haemonchus sp. merupakan cacing nematoda parasit yang memiliki nilai prevalensi yang paling tinggi. Dari penelitian Kamaruddin 2001, nilai prevalensi pada parasit Haemonchus sp., yang ditemukan pada kambing di Banda Aceh sebesar 87. Hal ini dikarenakan Haemonchus sp., memproduksi telur yang banyak dalam sehari. Menurut Scarfe 2006, parasit Haemonchus sp., di dalam abomasum pada kambing mampu menghasilkan telur sebanyak 5000 dalam sehari. Prevalensi parasit Trichuris sp. dan Capillaria sp pada kambing yang dipelihara secara intensif memiliki nilai prevalensi yang lebih kecil dibandingkan dengan Haemonchus sp. Hal ini dikarenakan Trichuris sp dan Capillaria sp. memproduksi telur sangat sedikit dan memerlukan waktu yang lama untuk menghasilkan telur. Levine 1994, menjelaskan bahwa telur Trichuris sp. akan infektif dalam waktu 2 – 4 minggu dalam kondisi normal. Perkembangannya di dalam usus dari cacing dewasa sampai menghasilkan telur selama 30-90 hari. Telur infektif sangat resisten dan dapat tetap hidup dalam beberapa bulan. Menurut Soulsby 1982, telur Capillaria sp., akan berkembang membentuk larva infekstif selama 3-5 minggu. Larva infekstif dapat tetap bertahan pada kondisi normal. Berdasarkan penelitian Mohsen et al. 2008 bahwa prevalensi cacing Trichuris sp pada kambing hanya sebesar 3 dan prevalensi Capillaria sp. pada kambing adalah 0. Hal ini dikarenakan cacing Trichuris sp dan Capillaria sp memproduksi telur sangat sedikit dibandingkan jenis cacing lainya dan memerlukan waktu yang lama untuk menghasilkan telur. Menurut Soulsby 1982, infeksi cacing gastrointestinal nematoda sangat tergantung faktor lingkungan karena sebagian dari siklus hidup cacing adalah di luar induk semang. Faktor lingkungan yang mempengaruhi diantaranya adalah kelernbaban, suhu, curah hujan dan letak geografis. Telur cacing dalam feses akan menetas menjadi larva satu, dua dan tiga yang disebut juga larva infektif, siap untuk menginfeksi hewan. Urquhart et al. 1996, menjelaskan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk telur berkembang menjadi larva infektif tergantung pada kondisi lingkungan seperti suhu, curah hujan dan kelembaban. Bhattachrya dan Ahmed 2005, menjelaskan faktor utama terjadi peningkatan penyebaran penyakit parasit terutama nematoda gastrointestinal karena pengaruh pola pemeliharaan yang tidak sesuai. Selain itu ada juga faktor pengaruh geografis, kondisi lingkungan, temperatur, kelompok umur, dan penanganan yang tidak tepat yang dapat mempengaruhi tingkat infeksi parasit. 4.3.2. Intensitas Parasit Nematoda Gastrointestinal Pada Feses Kambing Yang Dipelihara Secara Semi Intensif Dan Intensif Nilai intensitas parasit nematoda gastrointestinal pada kambing yang dipelihara secara semi intensif dan intensif dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.3.2. Intensitas Parasit Nematoda Gastrointestinal Pada Feses Kambing No. Jenis Parasit Semi Intensif butirind Intensif butirind 1. Haemonchus sp. 358 256 2. Trichuris sp. - 25 3. Capillaria sp. - 10 Dari Tabel 4.3.2. dapat dilihat bahwa intensitas menunjukkan jumlah parasit yang ditemukan dari jumlah kambing yang terinfeksi parasit. Intensitas tertinggi terdapat pada parasit Haemonchus sp. yang ditemukan pada kambing yang dipelihara secara semi intensif dan intensif yaitu dengan nilai 358 butirind dan 256 butirind termasuk dalam kategori parasit sangat berat. Sedangkan intensitas terendah terdapat pada parasit Trichuris sp., dan Capillaria sp., yaitu dengan nilai 25 butirind dan 10 butirind yang ditemukan pada kambing yang dipelihara secara intensif termasuk dalam kategori parasit sedang. Haemonchus sp., memiliki nilai intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan Trichuris sp., dan Capillaria sp. Hal ini disebabkan karena parasit ini mampu beradaptasi dengan lingkungan. Menurut Dhewitanty dkk. 2015, prevalensi dan intensitas suatu jenis parasit salah satunya dapat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan parasit tersebut dalam beradaptasi terhadap kondisi lingkungan. Subronto dan Tjahajati 2001, yang menjelaskan bahwa tingginya prevalensi larva infektif Haemonchus pada kambing dapat disebabkan karena Haemonchus mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan. Trichuris sp. mempunyai intensitas cukup rendah yaitu sebesar 25 butirind hanya ditemukan pada sampel feses kambing yang dipelihara secara intensif. Telur Trichuris sp. adalah telur cacing bertipe resisten tinggi tetapi sangat bergantung pada suhu optimum 20-25 ºC untuk bisa berkembang Bowman Georgy, 2009. Dari penelitian Dhewiyanty 2015, pada feses kambing di tempat pemotongan hewan kambing Pontianak ditemukan parasit Trichuris sp., yang memiliki intensitas yang rendah yaitu 19 butirind. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan ketahanan hidup larva di padang rumput diantaranya kondisi iklim, curah hujan, dan kelembaban. Ditinjau dari kondisi iklim di Kabupaten Deli Serdang yang beriklim tropis dengan suhu rata-rata 27 ºC dengan suhu tertinggi 32 ºC dan suhu terendah 24 ºC Dengan kelembaban 83 dan curah hujan tertinggi 248 mm Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2016. Berdasarkan penelitian di Kabupaten Deli Serdang yang beriklim tropis dengan suhu rata-rata 27 ºC dan kelembaban 83. sehingga telur cacing Trichuris sp. dapat berkembang meskipun hanya ditemukan dengan intensitas cukup rendah. Selain faktor pemeliharaan yang dapat mempengaruhi tingkat infeksi parasit, suhu juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kambing terinfeksi parasit. Menurut Gronvold 1996, kisaran suhu yang diperlukan oleh nematoda stadium bebas di alam adalah 18-38ºC dan kelembaban yang tinggi sangat membantu untuk perkembangan telur parasit menuju larva infektif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kambing yang dipelihara secara intensif dan semi intensif berada pada suhu 27 ºC yaitu suhu yang cocok untuk pertumbuhan parasit nematoda gastrointestinal. Faktor curah hujan dan kelembapan juga berpengaruh terhadap perkembangan parasit. Menurut Subronto dan Tjahajati 2001, menyatakan bahwa daerah yang memiliki curah hujan tinggi menyebabkan kelembabannya juga tinggi sehingga sangat mendukung bagi kehidupan parasit. Berdasarkan penelitian di Kabupaten Deli Serdang yaitu memiliki curah hujan 248 mm sehingga sangat mendukung untuk pertumbuhan parasit nematoda gastrointestinal. Selain faktor lingkungan, pemberian anthelmintik juga mempengaruhi intensitas keberadaan parasit. Andriyanti 20015, menjelaskan pemberian anthelmintik diharapkan mampu mencegah dan mengendalikan populasi cacing nematoda, karena anthelmintik sangat efektif melawan beberapa spesies cacing nematoda gastrointestinal, baik telur, larva, maupun cacing dewasa. Pemberian anthelmintik sangat baik pula pada pertambahan berat badan kambing.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN