7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Teori Keagenan Agency Theory
Jensen dan Meckling 1976 mendefinisikan “teori agensi merupakan hubungan keagenan antara suatu kontrak antara pemilik
principal dengan manajer agent. Principal dan agent sendiri diasumsikan sebagai orang ekonomi rasional dan semata-mata
termotivasi oleh kepentingan pribadi. Prinsipal dalam hal ini shareholder pemegang saham memberikan pertanggungjawaban atas
decision making kepada agen manajemen sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati Putrady, 2014.
Eisenhardt 1989 menyatakan bahwa terdapat tiga asumsi sifat manusia terkait dengan teori keagenan, yaitu: 1 Manusia pada
umumnya mementingkan diri sendiri self-interest; 2 Manusia memiliki daya piker terbatas mengenai persepsi mendatang bounded
rationality; dan 3 Manusia selalu menghindari risiko risk-averse. Masalah keagenan akan muncul ketika terjadi konflik antara
pihak principal dengan agen. Konflik ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak dimana masing-masing pihak
berusaha untuk memaksimalkan kepentingan pribadi. Prinsipal pemegang saham memberikan wewenang kepada agen manajemen
untuk melakukan kegiatan operasional dengan tujuan hasil keputusan
Universitas Sumatera Utara
8
akhir yang dapat menghasilkan laba sebesarnya atau dapat meningkatkan nilai investasi dalam perusahaan. Sedangkan agen
manajemen bertanggungjawab
terhadap kelangsungan
hidup perusahaan yang dipimpin akan mengambil keputusan untuk melakukan
berbagai strategi dalam mempertahankan kelangsungan usaha perusahaan, namun di sisi lain agen juga memiliki kepentingan pribadi
yang ingin dicapai yakni penerimaan kompensasi yang memadai sesuai dengan kinerja manajemen tersebut.
Oleh karena itu, dibutuhkan pihak independen sebagai mediator atau perantara untuk menjembatani kepentingan antara principal dan
agen. Pihak independen ini dapat melakukan pengamatan dan penilai mengenai kinerja dari agen apakah mereka telah bertindak sesuai
dengan kepentingan prinsipal melalui sebuah saran yaitu laporan keuangan. Salah satu pihak yang dapat menjadi pihak independen
karena dapat memberikan jasa untuk menilai kewajaran laporan keuangan perusahaan yang dibuat oleh agen. Berdasarkan laporan
keuangan yang disajikan oleh agen, auditor akan mengungkapkan opini audit sesuai dengan keadaan laporan keuangan yang ada dan auditor
juga dapat menilai mengenai kelangsungan usaha dari perusahaan yang dipimpin oleh agen manajemen tersebut. Apabila perusahaan tersebut
dianggap mampu untuk mempertahankan kelangsungan hidup going concern perusahaan, maka auditor akan memberikan opini audit non
going concern dan sebaliknya opini audit going concern akan diberikan
Universitas Sumatera Utara
9
oleh auditor apabila perusahaan dianggap tidak mampu untuk mempertahankan kelangsungan usaha perusahaan. Oleh karena itu,
prinsipal dapat menilai kinerja agen berdasarkan opini audit yang diberikan auditor atas laporan keuangan yang dibuat agen.
2.1.2. Teori Sinyal Signaling Theory
Signaling theory adalah bagaimana akuntansi dapat digunakan untuk menyatakan sinyal informasi tentang perusahaan. Laporan
keuangan sering digunakan untuk memberikan sinyal tentang perusahaan, terutama ketika trend pendapatan menjadi sorotan untuk
mengindikasikan kemungkinan pendapatan di masa depan Godfrey et. al, 2010. Teori signaling menekankan kepada pentingnya informasi
yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak eksternal dan adanya dorongan perusahaan untuk memberikan
informasi tersebut kepada pihak eksternal. Pengungkapan informasi-informasi tersebut merupakan salah satu
cara untuk mengurangi asimetri informasi yang terjadi antara principal dan agent. Asimetri informasi tersebut dapat disebabkan karena
informasi yang disampaikan agent kepada principal terkadang tidak sesuai dengan informasi akan kondisi dan ukuran keberhasilan
perusahaan yang sebenarnya. Publikasi laporan tahunan yang menunjukkan kondisi perusahaan
yang menguntungkan, memberikan sinyal bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik di masa mendatang dan sinyal ini tentu bernilai
Universitas Sumatera Utara
10
positif good news. Ketika perusahaan mempunyai profitabilitas yang tinggi diharapkan memperoleh laba yang tinggi sehingga kemungkinan
kecil bagi perusahaan mendapat opini audit going concern Januarti, 2008. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi membutuhkan
waktu dalam pengauditan laporan keuangan lebih cepat agar segera dapat memberitahukan kabar baik kepada publik dan mendapat respon
positif dari publik. Publikasi yang melewati batas ketentuan Bapepam 90 hari memberikan sinyal bahwa perusahaan memiliki masalah
dalam laporan keuangan yang kemungkinan dikarenakan auditor membutuhkan ARL yang lama.
2.1.3. Opini Audit Going Concern
Opini audit adalah sarana yang digunakan auditor untuk menyatakan pendapatnya mengenai laporan keuangan suatu perusahaan,
atau apabila mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Laporan audit merupakan tahap akhir dari keseluruhan proses
audit. Laporan audit merupakan hal yang sangat penting dalam penugasan audit dan assurance karena mengkomunikasikan temuan-
temuan audit Arens et. al, 2006. Opini audit modifikasi mengenai going concern merupakan opini
audit yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam
menjalankan operasinya dalam kurun waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit.
Universitas Sumatera Utara
11
Auditor dituntut untuk tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal yang ditampakan dalam laporan keuangan saja tetapi juga harus lebih
mewaspadai hal-hal potensial yang dapat mengganggu kelangsungan hidup going concern suatu perusahaan Januarti, 2009 dan ketika
auditor menemukan adanya keraguan terhadap kemampuan klien untuk melanjutkan usahanya, auditor harus memberikan opini audit
modifikasi going concern. SA Seksi 341, PSA No. 30 SPAP, 2011 memberikan contoh paragraf penjelas mengenai kemampuan satuan
usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidup yang dicantumkan pada laporan auditor jika auditor memberikan opini audit going concern
kepada auditee, seperti berikut ini: Laporan keuangan terlampir telah disusun dengan anggaran
Perusahaan akan melanjutkan usahanya secara berkelanjutan. Seperti yang diuraikan dalam Catatan X atas laporan keuangan, Perusahaan
telah mengalami kerugian berulangkali dari usahanya dan mengakibatkan saldo ekuitas negatif serta pada tanggal 31 Desember
20XX, jumlah liabilitas lancar Perusahaan melebihi jumlah aset sebesar Rp YYY. Rencana manajemen untuk mengatasi masalah ini
juga telah diungkapkan dalam Catatan X Laporan Keuangan terlampir tidak mencakup penyesuaian yang berasal dari masalah
tersebut.
Arens 1997 dalam Santosa dan Wedari 2007 menyatakan beberapa
faktor yang
menimbulkan ketidakpastian mengenai
kelangsungan hidup perusahaan adalah: 1.
Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja.
2. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada
saat jatuh tempo dalam jangka pendek.
Universitas Sumatera Utara
12
3. Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak
diasuransikan seperti gempa bumi atau banjir atau masalah perburuhan yang tidak biasa.
4. Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang
sudah terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi.
2.1.4. Kondisi Keuangan
Manajemen tidak
jarang mengalami
kegagalan dalam
menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Kegagalan tersebut biasanya ditandai dengan buruknya kondisi keuangan perusahaan yang
berujung pada terganggunya kelangsungan hidup perusahaan. Adapun media yang dapat digunakan untuk menilai kondisi keuangan
perusahaan adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan.
McKeown 1991 menjelaskan bahwa semakin memburuk atau terganggunya kondisi keuangan suatu perusahaan, maka semakin besar
kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern dan sebaliknya pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan,
auditor tidak pernah memberikan opini audit going concern. Altman dan McGough 1974 menemukan bahwa tingkat prediksi
kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi dapat mencapai tingkat keakuratan 82 dan menyarankan penggunaan model
prediksi kebangkrutan Z Score ini sebagai alat bantu auditor untuk
Universitas Sumatera Utara
13
memutuskan kemampuan
perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Model prediksi kebangkrutan Z Score ini telah
mengalami beberapa kali modifikasi, karena pada awalnya model ini hanya dapat diaplikasikan pada perusahaan manufaktur yang go public.
Hingga sekarang, modifikasi perusahaan ini telah dapat diaplikasikan pada perusahaan non manufaktur dan di sektor swasta, yang
diformulakan sebagai berikut:
Z’ = 6.56Z
1
+ 3.26Z
2
+ 6.72Z
3
+ 1.05Z
4
Dimana: Z
1
= Net working capitaltotal asset Z
2
= Retained earningtotal asset Z
3
= Earning before interest and taxestotal asset Z
4
= Book value of debtbook value of equity Apabila dalam sebuah perusahaan yang sangat makmur, tiba-tiba
terjadi penurunan Z Score secara tajam, maka mengindikasikan adanya bahaya akan kebangkrutan. Sebaliknya, jika perusahaan baru saja
survive, Z Score bisa digunakan sebagai alat bantu dalam melihat dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan upaya-upaya
manajemen perusahaan. Berikut definisi keempat rasio yang digunakan dalam model modifikasi Altman:
1. Z
1
= Net Working Capital to Total Asset Rasio
ini menunjukkan
kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang
dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan dari
Universitas Sumatera Utara
14
selisih aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Modal kerja bersih yang negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam
menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Rasio ini tidak dapat dipakai pada perusahaan perbankan karena tidak ada pembagian jenis aktiva dan kewajiban pada kegiatan
operasionalnya. 2.
Z
2
= Retained Earning to Total Asset Rasio ini menunjukkan bagaimana kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang
tidak dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen.
3. Z
3
= Earning Before Interest and Taxes to Total Asset Rasio
ini menunjukkan
kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba dari aktivitas perusahaan sebelum pembayaran
bunga dan pajak. 4.
Z
4
= Book Value of Equity to Book Value of Debt Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban dari nilai buku modal sendiri. Nilai buku ekuitas dapat diperoleh dari total ekuitas yang tercantum pada
laporan neraca perusahaan. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
15
Penelitian yang dilakukan Altman menunjukkan nilai tertentu pada perusahaan yang bangkrut atau tidak bangkrut. Kriteria
yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan model diskriminan adalah dengan melihat zone of
ignorance yaitu daerah nilai Z, dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tabel Zone of Ignorance Z Score
Kriteria titik cut off Model Z Score Nilai Z
Tidak bangkrutsehat jika Z lebih dari 2,60
Daerah rawan bangkrut grey area 1,1
– 2,60 Berpotensi bangkrut jika Z kurang dari
1,1
2.1.5. Ukuran Perusahaan
Besar ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar Sudarmaji dan Sularto, 2007. Pada
penelitian ini, ukuran perusahaan diproksikan dengan total nilai aktiva. Nilai aktiva dipilih karena nilai yang dimiliki relatif lebih stabil
dibandingkan dengan proksi lain Sudarmaji dan Sularto, 2007. Widyantari 2011 mengatakan perusahaan dengan total aktiva yang
besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan karena dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif
dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif panjang.
Perusahaan dengan pertumbuhan yang positif, memberikan suatu tanda bahwa ukuran perusahaan tersebut semakin berkembang dan
Universitas Sumatera Utara
16
mengurangi kecenderungan ke arah kebangkrutan. Dalam penelitian Rahman dan Siregar 2012 dikutip Mutchler 1985 yang menyatakan
bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan
besar dapat menyelesaikan kesulitan keuangannya daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu, perusahaan besar diharapkan akan lebih mampu
untuk menyelesaikan masalah keuangan yang dihadapi dan mempertahankan kelangsungan usahanya Widyantari, 2011.
2.1.6. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu indikasi mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup
usahanya going concern. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan akan menunjukkan aktivitas operasional berjalan dengan semestinya
sehingga perusahaan dapat mempertahankan posisi ekonomi dan kelangsungan hidupnya Rahman dan Siregar, 2012. Pada penelitian
ini, pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio laba operasi. Rasio laba operasi ini mengukur seberapa baik aspek pemasaran dan
bagaimana efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Semakin tinggi rasio laba operasi perbankan ini, akan
semakin kecil kemungkinan auditor menerbitkan opini audit going concern.
Universitas Sumatera Utara
17
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu