Praktek Nikah Tahlil (Studi Pada Desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin Vii, Kabupaten Bungo, Jambi)

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh: SOPRIYANTO NIM: 1110044100015

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII Kabupaten Bungo). Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014, ix + 54 + lampiran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktek nikah tahlil yang dilakukan oleh masyarakat desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII, Kabupaten Bungo.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data melalui riset pustaka dan riset lapangan, metode interview, metode observasi dan metode penulisan yang disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik sebuah kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa praktek nikah tahlil yang dilakukan di desa Suka Jaya hukumnya diperbolehkan karena untuk membantu orang yang ingin rujuk setelah talak tiga, dan ini menurut peraturan adat desa Suka Jaya adalah termasuk hal-hal yang harus disegerakan.

Faktor yang mempengaruhi nikah tahlil ini adalah karena nikah tahlil ini merupakan hal yang wajib disegerakan.dan faktor yang mempengaruhi responden ingin menjadi muhallil adalah hanya untuk membantu orang tersebut agar kembali melanjutkan rumah tangganya, namun tidak dapat dinafikan segelintir orang yang mau menjadi muhallil karena faktor uang dan pengetahuannya yang kurang mengenai nikah tahlil ini.

Kata Kunci : Praktek Nikah Tahlil

Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, M.A, M.H. DaftarPustaka : Tahun 1974 s.d.Tahun 2011.


(6)

v

Dengan mengucap, kata Hamdallah karena tidak ada kata yang patut penulis ucapkan atas rasa syukur yang mendalam kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang sehingga dengan perkenan-Nya jualah diberikan kemampuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menjadi pemimpin dan penyampai hidayah umat manusia dimuka bumi.

Penulis menyadari bahwa mungkin skripsi ini tidak dapat terwujud sebagaimana yang diharapakan, tanpa bantuan dan bimbingan semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa terimakasih dan rasa hormat penulis kepada Bapak :

1. Dr. Phil. JM. Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H dan Ibu Hj. Rosdiana Nasrun M.A. Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga.

3. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, M.A, M.H. Pembimbing yang telah banyak membantu memberikan bimbingan, petunjuk, masukan serta kemudahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membekali saya dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berguna.

5. Yanni Arfis. S.Ag Selaku Datuk Rio Desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai.


(7)

vi

7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Nurdin dan Ibunda Rukiah sujud abdiku kepada kalian atas doa, pengorbanan dan memberikan motivasi terbesar kalian selama ini, “allahummagfirlii waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani

soghiro, kakak-kakak tercinta gusmiyati, M. Ihsan, M. Yusuf, Diana Santi. S.Pt, M. Yunus. S.Pdi, Ani. S.Pdi dan Fatmawati. A.Md dan Dodi Romanja yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan serta do’a restu untuk keberhasilan selama kuliah

8. Sahabat-sahabatku Lebis Preska, Sukron Na’im, Mirza Vahlepi Putra, Rian Wahyu Utomo, Adi Guna Sakti, Ahmad Buhori Muslim, Azhar Nasution, Ibnu Maulana,

Ibenk, Rusdi Rizki Lubis, Arif Rahman Hakim, M. Faudzan, Rifki Abdurrahman,

Irfan Zidny, Fajrul Islamy, Zaki, Raja Usman Hasibuan Natasha Nicola Anjani

Dekok, temen-teman Himboja (Himpunan Mahasiswa Bungo Jabodetabek) dan

IKMM ciputat yang selalu ada disaat suka dan duka penulis dalam menyelesaikan

skripsi.

9. Teman-teman KKN Andaleh yang selalu memotivasi penulis, memberikan arahan dan selalu berbagi ilmu sehingga hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaJakarta, Februari 2014.

10.Seluruh teman-teman Peradilan Agama angkatan 2010 yang terkasih Defi Uswatun Hasanah, Wardhatul Jannah. Nisa Oktaviani, Nurul Hikmah, zaky Ahla Firdausy, Irfan Zidni, Moh. Ikhwan, Rifki Abdurrahman, dan lainnya


(8)

vii

yang disengaja maupun tidak dan tentunya kalian adalah yang terindah selama pembelajaran di kelas.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya, dan penulis juga mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari siapapun yang membaca skripsi ini demi sebuah tambahan keilmuan dan wawasan, sehingga dikemudian hari penulis dapat mengevaluasi diri.

Penulis


(9)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan & Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan & ManfaatPenelitian ... 9

D. Metode Penelitian ... 10

E. Kerangka Teori ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II PERKAWINAN DAN NIKAH TAHLIL A. Nikah Tahlil ... 14

B. Nikah Yang Dilarang ... 17

C. Rukun Dan Syarat Perkawinan ... 20


(10)

ix

B. Letak Geografis dan Demografi Desa Suka Jaya ... 32

C. Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Desa Suka Jaya ... 34

BAB IV PRAKTEK NIKAH TAHLIL ... 38

A. Praktek Nikah Tahlil ... 38

B. Faktor Nikah Tahlil ... 39

C. Pandangan Islam Dan Hukum Positif Terhadap Praktek Nikah Tahlil ... 43

D. Respon Masyarakat Terhadap Praktek Nikah Tahlil ... 46

E. Analisis Dan Wawancara ... 47

BAB V PENUTUP ... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran-saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN –LAMPIRAN ... 57

1. Lampiran Surat Permohonan Pembimbing ... 57

2. Lampiran Surat Keterangan Penelitian ... 58


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama rahmat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk menyelamatkan manusia menggapai jalan yang lurus.1 Norma-norma abadi yang dimiliki Islam tersebut keluar sebagai rangkaian peraturan yang disebut hukum. Hukum tersebut bersifat baku dan diakui oleh undang-undang Tuhan atau Syariat Islam bersifat permanen dan tidak dapat diubah.2

Sebagai makhluk sosial dan beragama, manusia memerlukan syariat untuk dapat mempertahankan dan menyempurnakan agamanya itu. Dengan demikian terdapat lima hal yang merupakan syarat bagi kehidupan manusia, yaitu: agama, akal, jiwa, harta dan keturunan. Kelima hal ini disebut dengan daruriyat al-khamsa (lima kebutuhan dasar) pada diri setiap manusia.3

Segi kehidupan yang diatur oleh Allah tersebut dapat dikelompokkan kepada dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan lahir manusia dengan Allah penciptanya. Aturan tentang hal ini disebut hukum ibadah. Tujuannya untuk menjaga hubungan antara Allah dan penciptanya, yang disebut hablun min

1

Yayan Sopyan, Islam Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional), (Jakarta:RMBooks, 2012), h.1

2

Yayan Sopyan, Islam Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional), (Jakarta:RMBooks, 2012), h.1

3


(12)

Allah. Kedua, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya dan alam sekitarnya. Aturan tentang hal ini disebut hukum

mu’amalat.

Salah satu contoh hubungan antara sesama manusia yang ditetapkan Allah SWT adalah aturan pernikahan, karena manusia merupakan makhluk sosial yang hidup saling membutuhkan satu sama lain, maka Allah menciptakan manusia berapasang-pasangan agar kebutuhan biologis manusia terpenuhi agar manusia terhindar dari yang namanya dosa atau murka dari Allah SWT.

Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat sakral, para Ulama fikih mendefenisikan pernikahan itu adalah memiliki sesuatu melalui jalan yang disyariatkan dalam agama, dengan tujuan menurut tradisi manusia. Menurut Syariat Islam adalah menghalalkan sesuatu tersebut, akan tetapi ini bukanlah tujuan perkawinan yang tertinggi dalam Syariat Islam. Tujuan yang tertinggi adalah memelihara regenerasi, memelihara gen manusia, dan masing-masing suami istri mendapat ketenangan jiwa karena kecintaan dan kasih sayangnya dapat tersalurkan.

Dalam Bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga pernikahan, yang berasaldari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh.4

4


(13)

Pengertian perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang termuat dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan didefenisikan sebagai:

“Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.5

Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena Negara Indonesia berdasarkan kepada pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Di sini dinyatakan dengan tegas bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawianan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani tetapi juga unsur bathin atau rohani.6

Dalam Kompilasi Hukum Islam pengertian dan tujuan dari perkawinan itu sendiri terdapat dalam pasal 2 dan 3 yaitu:

Pasal 2“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah”.

Pasal 3 “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah, dan rahmah”.7

Aturan mengenai pernikahan ini sesungguhnya untuk menghormati kaum wanita dan untuk membedakan antara manusia dengan hewan, karena dengan adanya

5

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 6

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hal. 43

7


(14)

aturan tentang pernikahan maka anak keturunan manusia di dunia ini akan terjaga kemuliaannya dan tujuan dari pernikahan tersebut akan dapat tercapai.

Bahkan Islam mengatur tujuan pernikahan lebih dari untuk memelihara anak keturunan manusia yaitu dengan meletakkan hak-hak dan kewajiban bagi mereka, defenisi pernikahan berikut ini lebih mengakomodasikan nilai-nilai tujuan pernikahan, yaitu suatu akad yang menghalalkan pergaulan dan pertolongan antara laki-laki dan perempuan dan membatasi hak-hak serta kewajiban masing-masing mereka.8

Hak-hak dan kewajiban dalam defenisi di atas dimaksudkan ketetapan syariat Islam yang tidak tunduk kepada persyaratan dua orang manusia yang sedang melaksanakan akad. Oleh sebab itu akad perkawinan hendaknya agar terasa pengaruh kesuciannya sehingga mereka tunduk dan mematuhinya dengan hati lapang dan ridha.9

Hikmah dari adanya pernikahan bagi dua sejoli yang hidup bersama dalam satu rumah adalah masyarakat luas mengakui secara sah sebagai suami istri dan dijauhkan dari prasangka yang bersifat negatif dan memojokkan. Dari kehidupan bersama yang sah ini akan tercipta sebuah keluarga yang sakinah, dan terbentuk suatu

8

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-Usroh wa Ahkamiha fi al-tasyri’ Al-Islam. Diterjemahkan oleh Abdul MajidKhon. Fikih munakahat.(Jakarta: Amzah, 2009) hal. 36

9

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-Usroh wa Ahkamiha fi al-tasyri’ Al-Islam. Diterjemahkan oleh Abdul MajidKhon. Fikih munakahat.(Jakarta: Amzah, 2009) hal. 37


(15)

komunikasi yang harmonis antara anak, ayah, ibu, mertua, sanak famili dan para tetangga di lingkungan sekitarnya.10

Jadi Hukum Positif dan Hukum Islam mengatur tentang hukum perkawinan agar tujuan dari perkawinan tersebut dapat dipenuhi, dan kewajiban dan hak dari setiap pasangan dapat dilakukan.

Setiap sesuatu yang telah disyariatkan dan dilarang oleh Allah SWT pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu, bahkan para ulama usul fikih membahasnya dalam suatu pembahasan yaitu dalam masalah Maqasid Al-Syariah salah satunya adalah memelihara keturunan. Memelihara keturunan dilihat dari segi tingkat kebutuhannya dapat dibedakan menjadi tingkatan:

1. Memelihara keturunan dalam tingkat daruriyat seperti disyariatkannya nikah dan larangan berzina,

2. Memelihara keturunan dalam tingkat hajjiyat, seperti ditetapkannya menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberikan hak talak kepada suami.

3. Memelihara keturunan dalam tingkat tahsiniyat, seperti disyariatkannya khitbah atau walimah.11

Demikian halnya dengan dilarangnya oleh Syariat melakukan nikah tahlil karena tidak memenuhi Maqhasid Al-Syariah. Nikah tahlil adalah pernikahan seorang

10

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam, 2004). hal. 35

11


(16)

laki-laki dengan perempuan yang telah diceraikan suaminya sampai tiga kali, kemudian perempuan tersebut diceraikan agar halal dinikahkan oleh suaminya yang telah menceraikannya sampai tiga kali.

Pernikahan tahlil atau pernikahan dengan laki-laki kedua bisa menjadi syarat agar bisa nikah kembali suamipertama, dengan syarat:

a. Dalam pernikahan yang dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara sang wanita dengan suami kedua.

b. Pernikahan ini dilakukan secara alami, tanpa ada rekayasa dari mantan suamimaupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan seperi ini

disebut sebagai “nikah tahlil“; laki-laki kedua yang menikahi sang wanita,

karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami pertama disebut “muhallal lahu“.

Para Ulama sepakat menyatakan bahwa nikah tahlil hukumnya haram, karena sesuatu yang pelakunya dilaknat Allah SWT adalah sesuatu yang diharamkan.12 Bahkan, termasuk dalam tindakan “merekayasa” ketika ada seorang lelaki yang menikahi wanita yang dicerai dengan talak tiga, dengan niat untuk dicerai agar bisa kembali kepada suami pertama, meskipun suami pertama tidak mengetahui.

Dalam pernikahan tahlil, tidak ada sedikitpun kehendak untuk menikahinya. Jika maksudnya untuk menggaulinya hari itu, dan ada seseorang yang mengisyaratkan kepadanya untuk menceraikannya maka perbuatan ini tidak dibolehkan, di mana ia bermaksud untuk menggaulinya selama satu hari atau dua hari. Berbeda dengan orang

12


(17)

menikah dengan maksud tertentu, sementara perkaranya ada di tangannya. Dalam hal ini, tidak ada seorangpun yang mengisyaratkan agar menceraikan istrinya.

Dari pernikahan tahlil, mustahil tercapainya tujuan dari pernikahan yang telah di syariatkan agama Islam maupun yang telah di atur oleh hukum positif serta

Maqhasid Al-Syariah dari pernikahan, karena hanya bertujuan untuk menghalalkan wanita tersebut terhadap suaminya yang telah menceraikannya sampai tiga kali dan sebagai mata pencarian muhallil tersebut.

Namun di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII Kabupaten Bungo, Jambi, nikah tahlil ini masih dilakukan dengan tujuan untuk menghalalkan perempuan yang telah di talak tiga oleh bekas suaminya, agar bekas suaminya ini dapat kembali menikahi perempuan tersebut. Akad nikah tahlil dilakukan hanya dihadiri oleh beberapa orang saja, tanpa adanya walimah atau resepsi pernikahan.

Pernikahan tahlil ini tidak mengenal adanya pencatatan pernikahan dan hanya dilakukan dengan niat menceraikannya setelah dukhul bukan dengan niat yang mulia yaitu membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Faktanya umur pernikahan tahlil yang dilakukan ini hanya beberapa hari saja bahkan hanya untuk dukhul setelah itu mereka bercerai dan bandot sewaan itu mendapatkan upah dari pihak keluarga perempuan yang menjadi muhallalahu.

Setelah bandot sewaan itu bercerai dengan perempuan tersebut dan mendapatkan upah, maka tidak ada lagi ikatan perkawinan diantara mereka. Artinya bahwa pernikahan tahlil ini direkayasa dengan tujuan hanya untuk menghalalkan seorang perempuan yang telah dijatuhi talak tiga oleh mantan suaminya.


(18)

Dengan latar belakang masalah yang di atas, maka penulis sanagat tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang permasalahan ini dan mencoba membahasnya dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul

“PRAKTEK NIKAH TAHLIL DI KECAMATAN MUKO-MUKO BATHIN VII KABUPATEN BUNGO, JAMBI”

B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan masalah

Sehubungan dengan luasnya pembicaraan tentang larangan perkawinan, maka penulis akan membatasi hanya pada perkawinan tahlil, dalam tinjauannya menurut Hukum Islam dan Hukum Positif yang mengatur tentang perkawinan di Indonesia.

2. Rumusan Masalah

Setelah melihat permasalahan pada latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya, Kecamatan Muko-muko Bathin VII. Kabupaten Bungo, Jambi.

b. Faktor apa saja yang mempengaruhi nikah tahlil di desa Suka Jaya, Kecamatan Muko-muko Bathin VII, Kabupaten Bungo, Jambi.

c. Bagaimana pandangan hukum Islam serta hukum positif terhadap praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo, Jambi.


(19)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui secara spesifik bagaimana praktek nikah tahlil dilakukan di

desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo, Jambi. b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi praktek nikah tahlil di

desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo, Jambi. c. Untuk mengetahui dan memahami tentang perspektif hukum terhadap aturan

adanya praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo, Jambi.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah;

a. Sebagai wujud kontribusi positif penulis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang perkawinan dan ilmu perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mekanisme perkawinan.

b. Memberikan satu karya ilmiah yang bermanfaat bagi civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Dapat dijadikan rujukan bagi masyarakat secara umum tentang hukum nikah tahlil yang terjadi di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo, Jambi.


(20)

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif yakni penelitian yang difokuskan untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang dijadikan sumber informasi, untuk menganalisa data secara non-statistik.

2. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan normatif empiris yakni dengan kajian perundang-undangan (statute approach). Dengan pendekatan ini dilakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian ini.Namun untuk kepentingan perolehan dan analisa data.

3. Sumber data

Data yang digunakan terdiri dari data primer, sekunder.

Data primer terdiri dari hasil wawancara terhadap tokoh terkait, seperti pelaku, tokoh adat dan agama serta tokoh masyarakat.

Data sekunder terdiri atas Al Quran, buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, serta peraturan perundang-undangan terkait.


(21)

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh semua data yang dibutuhkan, digunakan alat pengumpul data sebagai berikut:

a. Wawancara, berupa indept interview (wawancara yang mendalam) terhadap beberapa orang informan yang terkait dengan perihal tema penelitian ini, seperti pelaku, tokoh adat dan tokoh agama serta masyarakat di Desa Suka Jaya.

b. Studi kepustakaan (library reseach), yaitu untuk memperoleh landasan teoritis yang ada kaitannya dengan judul penulis bahas, dimana penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, makalah, artikel maupun website.13

5. Analisa Data

Dalam pengolahan data, dilakukan dengan cara mengedit data, lalu data yang sudah diedit tadi dikelompokkan dan diberikan pengkodean dan disusun berdasarkan kategorisasi dan diklasifikasikan berdasarkan permasalahan yang dirumuskan secara deduktif. Dari data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif.14

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu dengan cara menggambarkan permasalahan yang didasari pada data-data yang ada, lalu dianalisa

13

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h.141

14

Lexy. J moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.135


(22)

lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan. Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tahun 2012.15

Serta penulisan ayat al-Qur’an dan Hadis ditulis satu spasi, termasuk terjemahan al-Qur’an dan Hadis dalam penulisannya diketik satu spasi meskipun kurang dari enam baris dan penulisan skripsi ini menggunakan ejaan yang disempurnakan (EYD), kecuali nama pengarang dan daftar pustaka ditulis diawal.16

E. Kerangka Teori

Perkawinan adalah suatu ikatan atau perbuatan hukum yang berkibat adanya hak dan kewajiban antara orang yang melakukan perkawinan. Dalam nikah tahlil tidak memiliki hal tersebut, karena hanya diniatkan untuk menghalalkan wanita yang sudah ditalak tiga.

Nikah yang seperti ini dilarang oleh agama karena hanya memuaskan hawa nafsu dan mengancam kemuliaan akad pernikahan. Didalam hukum positif di Indonesia juga dilarang pernikahan yang seperti ini. Perikahan tahlil ini merupakan pernikahan yang hanya diniatkan untuk menghalalkan perempuan yang ditalak tiga oleh bekas suaminya dan tidak memiliki tujuan untuk ibadah maupun untuk menjaga keturunan.

15

Tim Penulis Fakultas Syari’ah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h.11

16Tim Penulis Fakultas Syari’ah dan Hukum,

Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h.11


(23)

F. Sistematika Penelitian

Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka penulis mengklasifikasikan dan menjelaskan permasalahan dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut:

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan, dalam bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang masalah yang akan diteliti, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang mencakup jenis penelitian, pendekatan, sumber data, metode pengumpulan data, analisis data, dan teknik penulisan.

Bab Kedua, merupakan penjelasan tentang nikah tahlil dalam Islam, hikmah dan tujuan pernikahan dan pernikahan yang dilarang dalam Islam serta hukum positif Indonesia.

Bab Ketiga, dalam bab ini penulis menjelaskan tentang letak geografis dareah tempat penelitian penulis yaitu, letak geografi, demografi dan sosial ekonomi serta keadaan sosial keagaman dan pendidikan.

Bab keempat, dalam bab ini penulis menjelaskan hasil penelitian, yaitu tentang bagaimana latar belakang penyebab pelaksanaan nikah tahlil di desa Suka Jaya Kec. Muko-muko Bathin VII Kab. Bungo, Jambi, manfaat, pandangan Islam dan hukum positif serta analisis penulis.

Bab kelima, dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran


(24)

14

A. Nikah Tahlil

Orang melayu menamakannya cina buta, yaitu perkawinan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah diceraikan suaminya sampai tiga kali. Setelah habis iddahnya perempuan itu diceraikan supaya halal dinikahi kembali oleh sumainya yang telah mentalaknya tiga kali.1

Nikah Tahlil adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sudah dijatuhi talak tiga oleh suaminya, dan setelah masa iddah selesai, lalu dia melakukan hubungan seksual dengan peempuan tersebut. Setelah itu dia meneraikannya sehingga perempuan tersebut dapat menikah lagi dengan suami sebelumnya.2

Menurut Amir Syarifuddin nikah tahlil secara etimologi berarti menghalalkan hukumnya adalah haram. Kalau dikaitkan dengan perkawinan akan berarti perbuatan yang menyebabkan seseorang yang semula haram melangsungkan perkawinan menjadi boleh atau halal. Orang yang dapat menyebabkan halalnya orang lain melakukan perkawinan itu disebut muhallil, sedangkan orang yang telah halal

1

Alhamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1985). Hal. 38 2

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah yang diterjemahkan oleh Abdurrahim dan Masrukhin. (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011). hal. 256


(25)

melakukan perkawinan disebabkan oleh perkawinan yang dilakukan muhallil disebut

muhallal lah.

Nikah Tahlil dengan demikian adalah perkawinan yang dilakukan untuk menghalalkan orang yang telah melakukan talak tiga untuk segera kembali kepada istrinya dengan nikah baru.3

Rukun nikah tahlil seperti nikah biasa yang dilakukan dalam masyarakat yaitu:

1. Adanya calon mempelai laki-laki dan wanita 2. Harus ada wali bagi calon mempelai perempuan 3. Harus disaksikan oleh dua orang saksi

4. Akad nikah yaitu ijab dari wali mempelai perempuan atau wakilnya dan Kabul dari mempelai laki-laki atau wakilnya.

Rukun nikah merupakan bagian daripada hakekat perkawinan, artinya bila salah satu dari rukun nikah tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi suatu perkawinan.4

Mengenai pernikahan tahlil, ada beberapa bentuk akad terhadap kesepakatan penghalalan dan persyaratan terhadap penghalal, diantaranya:

1. Jika suami kedua berakad nikah dan mensyaratkan di tengah-tengah akad agar menceraikannya setelah bercampur atau apabila telah bercampur, mereka terpisah atau tidak ada lagi pernikahan antara mereka berdua.

3

Amir Syarifuddin, hukum perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: kencana, 2007) hal. 103-104 4


(26)

Nikah yang seperti ini tidak dianggap dan hukumnya batal, karena ia mensyaratkan larangan kelangsungan nikah sama halnya dengan pembatasan nikah. Menurut Imam As-syafii adalah nikah penghalalan.

Ulama Malikiyah, Hanabilah, dan Imam Abu Yusuf sependapat dengan pendapat di atas, yakni pembatalan akad nikah di atas karena pernikahan sementara tidak berfaedah menghalalkan.

Adapun menurut Abu Hanifah hukum nikah penghalal adalah boleh, dan jika sampai ada kesepakatan penghalalan hukumnya hanya dimakruhkan.

2. Jika kedua belah pihak sebelum akad sepakat talak sesudah bercampur tetapi mereka tidak mempersyaratkannya di tengah-tengah akad. Pernikahan seperti ini hukumnya makruh karena keluar dari perbedaan orang yang mengharamkan.

3. Jika ia menikahinya tanpa syarat, tetapi niatnya menceraikan setelah bercampur, ia berakad di hadapan orang banyak bahwa akad yang dilakukan adalah akad selamanya.akad dalam kondisi tersebut sah tetapi makruh, jika ia menjatuhkan talak setelah bercampur maka halal bagi suami pertama setelah habis masa iddahnya.5

Tujuan nikah tahlil bukan membangun rumah tangga yang sakinah, melainkan semata-mata untuk menghalalkan perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya untuk kembali rujuk dengan akad pernikahan yang baru. Apalagi jika dikaitkan

5


(27)

bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang shalih dan shalihat.

Sebab Ayat Al-Quran menjelaskan bahwa orang yang telah ditalak tiga oleh suaminya kemudian mereka ingin rujuk kembali maka haruslah menikah dengan laki-laki lain terlebih dahulu, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 230:

















/ رق لا(

٢

:.

٢٢

)

Artinya: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (Q:S/2:230).

B. Nikah yang dilarang

Didalam ajaran Islam juga mengenal adanya beberapa bentuk pernikahan yang diharamkan, baik itu diharamkan karena tidak sesuai dengan tujuan pensyariatan maupun diharamkan karena disebabkan oleh sesuatu atau larangan syariat diantaranya adalah:

1. Nikah Mut’ah

Mut’ah adalah akad perkawinan yang dilaksanakan seakan untuk waktu tertentu dengan mahar yang ditetapkan, baik untuk waktu yang panjang maupun


(28)

untuk waktu yang pendek, akad ini berakhir dengan berakhirnya waktu akad tanpa jatuh talak.6

Nikah untuk waktu yang telah ditentukan artinya nikah yang terputus. Pernikahan ini diharamkan karena akadnya hanya semata-mata untuk

bersenang-senang saja dan untuk memuaskan nafsu, nikah mut’ah tidak bertujuan untuk

mendapatkan keturunan atau hidup senagai suami istri dengan membina rumah tangga yang sejahtera.

Pernikahan mut’ah bertentangan dengan hukum Al-quran tentang perkawinan,

talak, iddah, dan waris. Dalam pernikahan mut’ah tidak mengenal aturan tentang

talak karena perkawinan itu akan berakhir dengan habisnya waktuyang telah ditentukan. Iddah dalam pernikahan mut’ah itu dua kali haid, empat puluh hari bagi perempuan yang sudah tidak berdarah haid dan tidak mengenal adanya hak saling mewarisi bagi suami istri tersebut.

2. Nikah Syighar

Nikah Syighar adalah pernikahan yang didasarkan pada janji atau kesepakatan penukaran, yaitu menjadikan dua orang perempuan sebagai mahar atau jaminan masing-masing. Ucapan akadnya adalah “saya nikahkan anda dengan anak saya atau saudara perempuan saya, dengan syarat anda menikahkan saya dengan anak atau saudara perempuan anda”. Jika pernikahan ini terjadi maka pernikahannya batal.7

6

Muhammad Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang (Jakarta: CV, Cendekia Sentra Muslil, 1997) hal. 65

7


(29)

3. Akad Dengan Niat Mentalak

Seseorang yang menikahi perempuan namun di dalam hatinya ada niat untuk

menceraikannya, hukumnya sama seperti nikah mut’ah, para ulama dan tokoh-tokoh

sahabat melarang adanya nikah mut’ah karena pernikahan itu hanya untuk waktu tertentu dan pernikahan dengan niat ingin menceraikannya sama seperti pernikahan untuk waktu tertentu8.

4. Menikah Dengan Istri Yang Penah Ditalak Tiga

Apabila seorang laki-laki menceraikan istrinya sampai tiga kali, maka ia tidak halal rujuk kepada istrinya kecuali istrinya sudah pernah menikah dengan laki-laki lain kemudian laki-laki tersebut menceraikannya dan habis masa iddahnya. Perkawinan harus perkawianan yang benar bukan untuk maksud tahlil.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 230

















/ رق لا(

٢

:.

٢٢

)

Artinya: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan laki-laki yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (Q:S/2:230).9

8

Alhamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1985). hal. 37 9


(30)

Ayat di atas menjelaskan bahwa talak itu hanya dua kali yang boleh rujuk, maka jika suami telah menjatuhkan talak sebanyak tiga kali, istrinya sudah tidak halal lagi baginya. Sampai ada laki-laki lain yang menikah dengan perempuan tersebut secara resmi dan benar-benar ingin membangun rumah tangga dengannya.10

Kemudian jika suami yang kedua menceraikannya, maka diperbolehkan bagi suami pertama untuk kembali rujuk atau hidup bersama lagi, tetapi dengan catatan keduanya berkeyakinan akan saling menghormati satu sama lainnya.11

C. Rukun dan Syarat Perkawinan

Sahnya suatu perbuatan hukum menurut hukum agama Islam harus memenuhi dua unsur, yaitu rukun dan syarat. Rukun ialah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum.

Perkawinan sebagai perbuatan hukum tentunya juga harus memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu.

Agama Islam menentukan sahnya aqad nikah kepada tiga macam syarat, yaitu:

1. Dipenuhinya semua rukun nikah 2. Dipenuhinya syarat-syarat nikah

3. Tidak melanggar larangan perkawinan sebagai yang ditentukan oleh syari’at.12

10

Al-Adzim Ma’ani dan DR. Ahmad Al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Quran dan Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hal 128

11

Al-Adzim Ma’ani dan DR. Ahmad Al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Quran dan Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hal 129

12


(31)

a. Rukun Nikah

Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu melangsungkan perkawinan. Jadi dapat digolongkan kedalam syarat formil, dan terdiri atas:

1. Adanya calon mempelai laki-laki dan wanita 2. Harus ada wali bagi calon mempelai perempuan 3. Harus disaksikan oleh dua orang saksi

4. Akad nikah yaitu Ijab dari wali mempelai perempuan atau wakilnya dan Qabul dari mempelai laki-laki atau wakilnya.

Adapun rukun nikah menurut para Ulama madzhab adalah sebagai berikut: 1. Jumhur Ulama

a. Adanya calon suami istri yang melakukan perkawinan b. Adanya wali dari pihak calon mempelai wanita

c. Adanya dua orang saksi

d. Sighat akad nikah, yaitu Ijab dan Qabul 2. Menurut Imam Malik

a. Wali dari pihak perempuan b. Mahar atau mas kawin c. Calon pengantin laki-laki d. Calon pengantin perempuan e. Sighat akad nikah


(32)

3. Menurut Imam As-Syafi’I a. Calon pengantin laki-laki b. Calon pengantin perempuan c. Wali

d. Dua orang saksi e. Sighat akad nikah 4. Menurut Imam Hanafi

Menurut madzhab ini rukun nikah itu hanya ada Ijab dan Qabul saja (yaitu akad yan dilakukan oleh wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).13 Rukun nikah merupakan bagian dari hakekat perkawinan, artinya bila salah satu dari rukun nikah tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi suatu perkawinan.14 b. Syarat-syarat Nikah

Syarat-syarat nikah menurut agama Islam diperinci ke dalam syarat-syarat untuk mempelai wanita dan syarat-syarat untuk mempelai laki-laki. Syarat-syarat nikah ini dapat digolongkan ke dalam syarat materil dan harus dipenuhi agar dapat melangsungkan pernikahan.

Syarat bagi calon mempelai laki-laki: 1. Beragama Islam

2. Terang laki-lakinya (bukan banci) 3. Tidak dipaksa (dengan kemauan sendiri)

13

Abdul rahman Al-Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 47-48. 14


(33)

4. Tidak beristri lebih dari empat orang 5. Bukan mahramnya bakal istri

6. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan bakal istrinya 7. Mengetahui bakal istrinya tidak haram dinikahinya

8. Tidak sedang dalam Ihram Haji atau Umrah. Syarat bagi calon mempelai wanita:

1. Beragama Islam

2. Terang perempuannya (bukan banci)

3. Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya 4. Tidak bersuami, dan tidak dalam masa iddah

5. Bukan mahram bakal suami

6. Belum pernah dili’an (sumpah li’an) oleh bakal suaminya 7. Terang orangnya

8. Tidak sedang dalam Ihram Haji atau Umrah.15

Jika tidak dipenuhinya syarat-syarat nikah tersebut di atas berakibat batal atau tidak sah (fasid) nikahnya. Selain syarat-syarat tersebut masih ada syarat lain yang harus diperhatikan oleh umat Islam dalam hal akan melangsungkan pernikahan, yaitu syarat tidak melanggar larangan pernikahan.16

Dalam hukum Islam terdapat tingkatan atau penggolangan hukum, yaitu mubah, sunnah, wajib, makruh dan haram. Berkaitan dengan hal ini nikah

15

Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 31. 16


(34)

mempunyai hukum yang berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dialami oleh seseorang. Hukum nikah itu adalah:

1. Wajib

Bila seseorang dilihat dari pertumbuhan jasmaniyahnya layak sekali untuk menikah, nafsunya sudah mendesak, takut terjerumus dalam perzinaan dan mampu memberikan nafkah lahir bathin, maka wajiblah ia menikah. Karena menjauhkan diri dari yang haram itu wajib. Sedangkan untuk itu dapat dilakukan dengan baik, kecuali menikah.17

2. Sunnah

Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu untuk menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari melakukan zina, maka baginya sunnah hukumnya.18

3. Haram

Seseorang akan mengawininya dengan maksud menyakiti atau mempermainkannya, maka ia akan haram mengawini wanita itu. Apalagi tidak mampu memenuhi nafkah lahir bathin istrinya serta nafsunya tidak mendesak maka haramlah dia menikah.

4. Mubah

Menikah dimubahkan bagi seseorang atau laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya mubah.

17

Abdurrahman Al Ghazali, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 18 18


(35)

5. Makruh

Adapun menikah makruh hukumnya bagi laki-laki yang lemah syahwatnya dan tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya walaupun dia kaya dan tidak merugikan istrinya, ia lebih baik tidak kawin terlebih dahulu karena apabila kawin takut akan membawa kesengsaraan bagi istrinya.19

D. Hikmah dan Tujuan Perkawinan

Allah mensyari’atkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi

kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah.Untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan menjauhi dari ketimpangan dan penyimpangan, Allah telah membekali dengan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan baik.20

Sebagaimana firman Allah SWT





















.

. /مورلا(

٢

:

٢٢

)

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS/30:21)

Rumah tangga adalah suatu kumpulan dari masyarakat terkecil, yang terdiri dari pasangan suami isteri, anak-anak, mertua dan sebagainya. Terwujudnya suatu

19

Bakri A Rahman dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan dan Hukum Perdata, (Jakarta: PT Hidayakrya Agung , 1998), hal. 22

20

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 39.


(36)

rumah tangga yang sah setelah didahului oleh Aqad Nikah atau Perkawinan sesuai dengan ajaran Agama dan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Perkawinan harus diawali dengan niat yang ikhlas karena Perkawinan itu adalah suruhan Allah dan RasulNya terhadap Hambanya yang mampu.Sebelumnya pihak-pihak yang bersangkutran (calon suami isteri) hendaklah berusaha mempelajari dasar-dasar dan tujuan berumah tangga serta seluk beluk pernikahan yang bersangkutan dengan itu.

Hal itu dimaksudkan supaya landasan atau pondamen rumah tangga yang akan didirikan itu lebih baik dan lebih kuat, tidak mudah mengalami kegoncangan dan krisis dalam melayarkan bahtera rumah tangga berikutnya. Selanjutnya perhatikanlah uraian-uraian ringkas tentang tujuan dan hakekat Perkawinan, baik menurut ajaran Agama maupun menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974, serta pengaruhnya lingkungan dan masyarakat, Bangsa dan Agama.21

Manfaat Perkawinan itu telah dirasakan oleh setiap orang yang berumah tangga antara lain, terdapatnya kepuasan dan ketenangan jiwa (hati), rasa kasih sayang terhadap isteri dan anak-anak yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab, baik di bidang kesejahteraan lahiriyah dan batiniyahnya, seperti membentuk keperibadian anak atau keluarga dengan ajaran Agama dan ilmu pengetahuan lainnya, dengan tujuan agar terwujud rumah tangga yang sejahtera, bahagia lahir dan batin, memperoleh keturunan yang sah, suci dimasa yang akan datang.22

21

Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), hal. 26.

22

Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), hal. 27.


(37)

Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekadar pada batas memenuhi kebutuhan biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikologi, dan agama. Di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:

1. Memelihara gen manusia.

Pernikahan sebagai sarana untuk memelihara keberlangsungan gen manusia, alat reproduksi, dan regenerasi dari masa ke masa. Dengan pernikahan inilah manusia akan dapat memakmurkan hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah dari Allah.

Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:























(

/تارجحلا

٢٢

:

٩٤

)

Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q:S/13:49)

Dapat dikatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut dapat melalui nafsu seksual yang tidak harus melalui syariat, namun cara tersebut dilarang oeh Syariat Islam. Karena yang demikian itu akan menyebabkan terjadinya penganiayaan, saling menumpahkan darah, dan menyia-nyiakan keturunan sebagaimana yang terjadi pada binatang.


(38)

2. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh.

Di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius. Seseorang akan merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaannya, yaitu ikatan rohani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia dan menjadi mulia dari tingkat kebinatangan yang hanya menjalin cinta syahwat antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami istri sesungguhnya adalah ketenangan jiwa, kasih sayang, dan memandang.

3. Nikah sebagai perisai diri manusia.

Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan dan menjauhkan dari pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan dalam agama. Karena nikah memperbolehkan masing-masing pasangan melakukan kebutuhan biologisnya secara halal dan mubah.

Pernikahan tidak membahayakan bagi umat, tidak menimbulkan kerusakan, tidak berpengaruh dalam membentuk sebab-sebab kebinatangan, tidak menyebabkan tersebarnya kefasikan, dan tidak menjerumuskan para pemuda dalam kebebasan. 4. Melawan hawa nafsu.

Nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak-anak dan mendidik mereka.

Nikah juga melatih kesabaran terhadap akhlak istri dengan usaha yang optimal memperbaiki dan memberikan petunjuk jalan agama. Semua manfaat pernikahan diatas tergolong perbuatan yang memiliki keutamaan yang agung.

Tanggung jawab laki-laki terhadap rumah tangganya adalah tanggung jawab kepemimpinan dan kekuasaan. Istri dan anak-anak adalah keluarga yang dipimpin.


(39)

Keutamaan memimpin sangatlah agung. Tidak rasional jika disamakan seseorang yang sibuk mengurus diri sendiri dengan orang yang sibuk mengurus dirinya dan diri orang lain.23

Perkawinan dan tujuan perkawinan sangat erat hubungannya dengan agama, maka pendidikan agama dalam keluarga merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk keluarga bahagia. Sebab sesungguhnya agama membuat hidup dan kehidupan manusia lebih bermakna.24

23

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 40-41.

24

Daud ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) cet. 2 hal. 26


(40)

30

A. Gambaran Umum Desa Suka Jaya

Desa Suka Jaya merupakan satu dari delapan desa yang ada di Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo yang dulunya masih bersatu dengan Desa Mangun Jayo dan Baru pada tahun 2008 memisahkan diri dengan nama dusun Suka Jaya.

Adanya program pemekaran desa membuat desa Suka Jaya ingin mandiri, melihat desa Suka Jaya ini dari segi persyaratannya seperti adanya satu buah sekolah dasar dan satu buah Madrarah Tsanawiyah, artinya sudah memenuhi maka desa mandiri.

Dusun ini pertama dipimpin oleh A. Jarimi sebagai Rio pertama yang menjabat tahun 2008-2009, setelah itu dilanjutkan oleh pejabat sementara yaitu Uyun Fauzan karena pemimpin pertama (Datuk Rio) meninggal dunia sampai Yanni Arfis menang dalam pemilihan Rio dusun Suka Jaya dan memimpin Dusun Suka Jaya Sampai sekarang dan dibantu oleh aparatur pemerintahan desa lainnya.

Desa Suka Jaya menganut sistem kelembagaan pemerintahan dengan pola minimal, berikut peneliti menggambarkan skema kelembagaan desa Suka Jaya kecamatan Muko-Muko Bathin VII kabupaten Bungo.


(41)

Skema Pemerintahan Desa Suka Jaya

BPD

Ajidan

RIO

Yanni

KK. SISKO BATHIN

M. Haris

KK. LEBAK RAJO

H. Darwin

Pelaksana Teknis

BIDES PPL TP PKK

LPM

KAJUR UMUM

Zulkifli

KAJUR PEMBANGUNAN

M. Syafwan

SEKDUS

Jawasriyadi

KAJUR PEM

Zainuddin

KK. RAWA SIALANG

Humaidi

KK. BELUR MELINTANG


(42)

B. Letak Geografis dan Demografi Desa Suka Jaya

1. Letak geografis desa Suka Jaya

Hampir keseluruhan desa dikecamatan Muko-Muko Bathin VII merupakan daerah berbukit dengan ketinggian desa antara 66-100 m dari permukaan laut. Berdasarkan statistik ketinggian desa dari permukaan laut desa tanjung agung merupakan desa yang paling tinggi yaitu 100 m dari permukaan laut, bearti ketinggian desa Suka Jaya adalah 66.12 m dari permukaan laut. Desa Suka Jaya juga di aliri sungai Batang Bungo.1

Desa Suka Jaya ini tidak terlalu jauh dari ibu kota kabupaten, dan akses menuju kotapun digolongkan sangat mudah. Sedangkan dari ibukota kecamatan hanya berjarak lebih kurang 1.5 km. Jadi tidak ada kendala dalam transportasi dan rata-rata setiap rumah mempunyai kendaraan roda dua.

2. Letak Demografi Dusun Suka Jaya a. Batas Wilayah

No Batas wilayah Daerah perbatasan

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Dusun

Sungai Arang Kecamatan Bungo Dani

2. Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Dusun

Tanjung Agung Kecamatan Muko-Muko Bathin VII

1

http://bungokab.bps.go.id/data/publikasi/publikasi 28/publikasi/files/search/searchtext.xml. diunduh pada pada hari kamis 6 maret 2014 pukul 21.13


(43)

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Mangun Jayo Kecamatan Muko-MUKO Bathin VII

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai

Mengkuang Kecamatan

Rimbo Tengah

b. Luas Wilayah

Desa Suka Jaya mempunyai Luas wilayah 1.500 meter yang terdiri dari:

No Jenis Jumlah

1. 2. 3.

Tanah persawahan Tanah pekarangan

Tanah tegalan

15 (lima belas) ha 10.5 (sepuluh koma lima) ha

3.4 (tiga koma empat) ha

c. Keadaan Iklim

Desa Suka Jaya umumnya mempunyai iklim kemarau dan penghujan, seperti iklim di desa-desa lain di kabupaten Bungo. Hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di desa Suka Jaya.2 Yang sebagian besar mata pencarian penduduknya adalah menjadi buruh tani, yaitu dengan memanen hasil karet dari kebun karet orang lain.

2


(44)

d. Kondisi sosial desa Suka Jaya

Dilihat dari segi keagamaan penduduk desa Suka Jaya 100% beragama Islam dan hampir dipastikan belum ada warga desa Suka Jaya ini menganut agama selain Islam.

Bila dilihat dari segi suku, pada umumnya penduduk asli provinsi Jambi adalah bersuku melayu dan adat yang dipakai juga merupakan adat melayu.

Menurut data sensus penduduk pada tahun 2013 penduduk desa Suka Jaya berjumlah 1134 yang terdiri dari 556 jiwa laki-laki dan 578 jiwa perempuan dengan jumlah KK sebanyak 300 KK.

Dari segi keamanan desa memiliki keamanan yang cukup memadai dengan adanya sistem ronda di setiap RT dan didukung dengan adanya poskamling sebanyak 2 buah.

C. Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Desa Suka Jaya

1. Kondisi Perekonomian

Kondisi ekonomi masyarakat desa Suka Jaya sebagian besar tergolong menengah kebawah. Dimana sebagian besar penduduk Desa Suka Jaya berprofesi sebagai buruh tani karena dusun ini merupakan Desa pertanian, dan selebihnya bekerja sebagai PNS dan pedagang.

Dari 1134 jumlah penduduk desa ini yang terdiri dari 556 laki-laki dan 578 perempuan sebagian besar tidak mempunyai pekerjaan tetap, hanya bekerja sebagai buruh tani atau buruh dari pengusaha karet.


(45)

Penduduk menurut jenis profesi atau pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah Orang

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pegawai Negeri Sipil Pensiun PNS

Guru Kepolisian Pedagang Buruh tani

92 orang 9 orang 12 orang 9 orang 5 orang 273 orang

2. Kondisi Pendidikan

Secara umum masyarakat desa Suka Jaya masih tergolong ketinggalan bila dilihat dari kondisi pendidikan. Dalam berbagai tingkatan, baik itu ditingkat perguruan tinggi maupun ditingkat sekolah menengah atas.

Di desa Suka Jaya terdapat beberapa sarana pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal.

a. Sekolah Dasar (SD) : satu (1) buah

b. Madrasah Tsanawiyah (MTs) : satu (1) buah

c. TPA : dua (2) buah

Dari hasil wawancara peneliti dengan datuk rio dusun Suka Jaya didapatkan informai yang menjelaskan, bahwa desa ini masih ketinggalan di bidang pendidikan dibandingkan dengan desa-desa lain. Hal ini membuat


(46)

tingkat pengangguran meningkat, yang terjadi adalah warga masyarakat menjadi buruh tani upahan, yang sebenarnya gajinya tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Sehingga tingakat kejahatanpun semakin meningkat, misalkan seringnya hasil pertanian warga hilang sebelum sempat dipanen.

Untuk memperjelas keterangan diatas dapat dilihat dari gambaran tingkat pendidikan di desa Suka Jaya dengan menggunakan hasil sensus penduduk tahun 2010, sebagai berikut:3

No Uraian Jumlah Jumlah keseluruhan

1 Jumlah jiwa 1134

1. Laki-laki 556

2. Perempuan 578

2 Jumlah KK 300

3 Pendidikan

1. Belum tamat SD 148

2. Tamat SD 185

3. SLTP 168

4. SLTA 217

5. Diploma I/II 43

6. Akademi, Diploma III, 20

7. Diploma IV/Strata I 68

3


(47)

Bila dilihat dari jumlah keseluruhan anak yang berumur dari 15 tahun sampai dengan 25 tahun dan dibandingkan dengan jumlah anak-anak yang melanjutkan pendidikan di atas SD, maka dapat disimpulkan hanya sebagian kecil yang melanjutkan sekolah, bearti selebihnya putus sekolah.

3. Kondisi Keagamaan

Secara umum seluruh masyarakat desa Suka Jaya 98% menganut agama Islam, dan sarana peribadatan yaitu terdapat satu (1) buah mesjid dan dua (2) buah musholla, dimana musholla ini dipergunakan untuk tempat anak-anak mengaji pada waktu sore hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

No Sarana Peribadatan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5.

Masjid Musholla

Gereja Vihara Pura

1 buah 2 buah

- - -

Biasanya kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh msyarakat desa Suka Jaya di mesjid ini selain memperingati hari-hari besar Islam juga dipergunakan untuk pengajian setiap malam jumat.


(48)

38

A. Praktek Nikah Tahlil di Desa Suka Jaya

Perceraian merupakan sesuatu perkara yang halal namun sekaligus dibenci oleh Allah SWT. Orang-orang yang menjatuhkan talak sampai tiga kali baik istrinya maupun suaminya dalam pandangan masyarakat desa Suka Jaya adalah dianggap sebagai orang yang yang kurang waras pikirannya. Apalagi bagi seorang wanita merupakan sebuah aib dan harus cepat-cepat di tahlil atau menikah dengan orang lain. Sebab dikhawatirkan jika suatu saat akan kembali rujuk dengan mantan suaminya tanpa ditahlil terlebih dahulu. menurut pandangan masyarakat didesa ini orang mabuk talak tiga itu tidak seperti mabuk janda biasa tapi seperti orang yang kurang waras.1

Di desa Suka Jaya ini terdapat beberapa orang muhallil yang bersedia mentahlil atau menikah dengan perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya. dan perempuan yang ditahlil tersebut tidak hanya dari desa Suka Jaya saja melainkan juga dari kecamatan-kecamatan lain.

Dalam prakteknya pernikahan tahlil ini dilakukan sepertinya pernikahan biasa, yang wajib adanya rukun dan syarat dari suatu pernikahan. Seperti adanya wali dari

1

Wawancara dengan tokoh adat. Desa Suka Jaya Pada tanggal 5 februari 2014 di kediamannya.


(49)

pihak perempuan, saksi pernikahan dan mahar serta akad pernikahan.2 Adapun mengenai jumlah mahar tergantung kemampuan laki-laki yang akan menikah tesebut. Dan pernikahan ini dilakukan bukan di depan pegawai pencatat nikah (PPN) dan dilakukan di kediaman muhallil. Setelah akad pernikahan ini selesai mereka menjadi layaknya suami istri.

Namun umur pernikahan ini tidak berlangsung lama, hanya berkisar 3 hari sampai satu minggu saja, setelah itu mereka bercerai tanpa ada lagi ikatan perkawinan di antara mereka berdua.

Artinya pernikahan tahlil ini tidak bertujuan untuk mencapai tujuan mulia dari sebuah pernikahan, yaitu membentuk sebuah rumah tangga dan sebuah keluarga serta menjaga keturunan umat manusia.

Jika dilihat dari segi akadnya pernikahan ini dilakukan seperti pernikahan biasa tanpa ada persyaratan apapun dalam akad tersebut, jadi menurut pendapat salah satu tokoh ulama dan adat desa Suka Jaya bahwa pernikahan ini sah hukumnya karena yang membatalkan sebuah akad pernikahan adalah persyaratan yang diucapakan dalam suatu akad yang tidak bisa dipenuhi oleh orang yang berakad.

B. Faktor Praktek Nikah Tahlil

Masyarakat di kecamatan Muko-Muko Bathin VII khususnya di desa Suka Jaya yang melakukan praktek nikah tahlil dengan menyebutkan beberapa alasan yang kemudian didukung oleh beberapa tokoh masyarakat dengan berbagai macam pertimbangan yang selanjutnya disebut tokoh tokoh agama/ Ulama.

2

Hasil wawancara dengan salah satu tokoh ulama desa Suka Jaya tanggal 14 januari 2014 di kediamannya


(50)

Praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya ini dilakukan dengan beberapa faktor diantaranya adalah:

1. Jika pasangan suami istri yang bercerai sampai tiga kali atau istrinya sudah ditalak sampai tiga kali, dan mereka ingin rujuk kembali, maka disyaratkan agar istrinya harus menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain. Sebagaimana firman Allah SWT.















.



/ رق لا(

٢

:.

٢٢

)

Artinya: kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (Q:S/2:230).

2. Menurut adat yang berlaku di desa Suka Jaya, pernikahan tahlil ini dibolehkan dengan landasan hukum adatnya adalah wajib segera itu ada empat hal yaitu:

a. Menuntut akan kawin b. Cerai akan rujuk c. Kafir masuk islam d. Orang meninggal dunia


(51)

Empat hal ini menurut adat yang berlaku di desa Suka Jaya harus segera dilaksanakan, karena hal inimerupakan sesuatu yang sangat penting dan jika tidak dilaksanakan dengan cepat maka berdosa.

Dalam hal ini yang menjadi topik pembicaraannya adalah orang yang telah talak tiga dan mereka ingin rujuk kembali. Hal ini menyebabkan harus dilakukan pernikahan terlebih dahulu dengan terhadap wanita tersebut dengan laki-laki selain suaminya.

3. Praktek nikah tahlil ini sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang dahulu, sampai sekarang tetap di bolehkan karena jika perempuan yang telah di talak tiga oleh suaminya itu dan belum menikah dengan laki-laki lain atau belum ditahlil kemudian mereka ingin rujuk dan lari kedaerah lain yang masyarakat daerah itu tidak mengetahui bahwa mereka telah talak tiga, maka hukumnya adalah haram atau sama dengan zina.

4. Kemudian jika talak tiga itu tidak di tahlil secepatnya maka baik suami ataupun istri yang talak tiga itu akan mendapatkan kutukan dari yang maha kuasa, bahkan desapun juga akan mendapatkan kutukan, ini menurut hukum adat yang berlaku di desa ini sesuai larangan adat yang berbunyi:

“Jangankan semakan seminum setepianpun dilarang”

artinya orang yang talak tiga itu tidak boleh hidup bersama dalam sebuah daerah atau terjadi perbedaan status sosial dalam organisasi masyarakat.3

3


(52)

Bagi muhallil faktor yang menyebabkan dia mau menjadi seorang muhallil secara umum beraneka ragam, berikut hasil wawancara penulis dengan para muhallil:

Castelo (nama samaran) bahwa dia telah menjadi muhallil sejak tahun 2003, alasan dia mau menjadi seorang muhallil adalah bahwa setiap laki-laki itu pasti membutuhkan perempuan dalam hidupnya dan laki-laki mana juga yang mampu menahan syahwatnya. Dan setelah dia melakukan pernikahan malah mendapatkan sejumlah uang, bahkan dia mengaku bahwa uang yang dia dapat ketika menikah tidak ada batasan jumlahnya.

Roger (nama samaran) bahwa alasan dia mau menjadi seorang muhallil relatif sama dengan responden sebelumnya, akan tetapi dia melakukan nikah tahlil ini selain mendapatkan sejumlah uang dia juga merasakan manisnya madu pernikahan.

Jhony (nama samaran) bahwa dia melakukan nikah tahlil ini dikarenakan hanya ingin membantu orang yang sudah talak tiga, karena kasian melihat anak-anaknya, karena orang tuanya telah berpisah, dan alasan lain adalah agar orang yang telah talak sampai tiga kali itu dapat kembali melanjutkan rumah tangganya, serta agar mereka terhindar dari dosa besar jika orang yang talak tiga ini rujuk ditempat lain tanpa ada pentahlilan terhadap istrinya terlebih dahulu. alasan ini juga seperti apa yang diungkap oleh rico (nama samaran)


(53)

C. Pandangan Islam Dan Hukum Positif Terhadap Praktek Nikah Tahlil

1. Pandangan Hukum Islam

Dalam hukum perkawinan Islam juga mngenal adanya larangan perkawinan yang di dalam Fikih disebut dengan mahram atau orang yang haraam dinikahi, selanjutnya di kalangan masyarakat lebih dikenal dengan muhrim.4

Para ulama Fikih membagi mahram ini menjadi dua macam yaitu Mahram

Muaqqad (larangan menikah untuk waktu tertentu) dan Mahram Mu’abbad

(larangan untuk selamanya). Wanita yang haram dinikahi untuk waktu selamanya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Wanita-wanita satu keturunan b. Wanita-wanita sepersusuan

c. Wanita-wanita yang haram dinikahi karena hubungan persemendaan.5

Sedangkan wanita yang haram dinikahi untuk waktu tertentu atau yang bersifat muaqqat sebagaimana yang termuat dalam pasal 40 Kompilasi Hukum Islam:

a. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain

b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain

4

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, hukum perdata Islam di Indonesia (jakarta: kencana, 2006) hal. 145

5

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, hukum perdata Islam di Indonesia (jakarta: kencana, 2006) hal. 146


(54)

c. Seorang wanita yang tidak beragama Islam.6

Selanjutnya selain yang disebutkan di atas Islam juga melarang perkawinan seperti nikah mut’ah, nikah syighar, nikah dengan niat untuk mentalak, nikah dengan istri yang sudah di talak tiga dan yang terakhir adalah nikah tahlil.

Karena luasnya pembahasan mengenai larangan pernikahan ini penulis lebih fokus terhadap pernikahan tahlil sebab fokus penilisan ini mengenai pernikahan tahlil.

Kedudukan pernikahan dalam Islam dari suatu sisi merupakan sunnah Rasulullah SAW dan pada sisi lain, berfungsi sebagai penyambung keturunan agar silsilah keluarga tidak terputus.7

Namun pernikahan tahlil ini hanya berfungsi untuk menghalalkan perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya untuk rujuk kembali dengan mantan suaminya tersebut. Nikah yang seperti ini hukumnya adalah haram.

Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW

: رماع ب قع لاق

-

س و ه لع ها لص ها لوسر لاق

؟راعتس لا س تلاب مكر خأ اأ ( مل

)

. للح لا وه ( لاق ها لوسر ا . لب اولاق

ها عل

) هل للح لاو للح لا

8

6

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, hukum perdata Islam di Indonesia (jakarta: kencana, 2006) hal. 150

7

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006) hal. 7

8

Sunan Ibnu Majjah Hadits No 1936, dikutip dari maktabah syamilah, bab muhallil wa muhallalahu. hal. 623 Matan hadits: . رص لا حلاص ب ا ثع ب ح انثدح

: رماع ب قعلاق اعاه ب حرشم بعصم وبأ ل لاق لوق دعس ب ث للا تع س لاق بأ انثدح -

لوسر لاق

( ملس و ه لع ها لص ها . للح لا وه ( لاق ها لوسر ا . لب اولاق ) ؟ راعتس لا س تلاب مكر خأ اأ

ها عل


(55)

Artinya: Uqbah bin Amir berkata telah bersabda Rasulullah SAW, maukah kuberitahukan kepadamu tentang kambing jantan yang dipinjam? Para sahabat menjawab, mau wahai Rasulullah. Rasulullah bersabda, yaitu muhallil. Allah melaknat muhallil dan muhallal lah. (HR. Ibnu Majjah).9

Namun jika didalam akadnya tidak ada disyaratkan apapun, maka hukumnya sah karena yang membatalkan suatu akad adalah syarat yang diucapkan dalam akad namun tidak dilaksanakan.

2. Pandangan Hukum Positif

Permasalahan dalam perkawinan sudah sedemikian rupa diatur dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan dalam Kompilasi Hukum Islam, baik mengenai tujuan perkawinan maupun masalah-masalah yang datang setelah perkawinan

Dalam Kompilasi Hukum Islam sudah sangat jelas bahwa perkawinan merupakan ikatan yang suci dan mempunyai tujuan yang suci pula, sangat melindungi hak-hak perempuan.

Nikah tahlil bertentangan dengan aturan-aturan yang dijelaskan dalam undang-undang perkawinan. Karena adalam pernikahan ini tidak ada pencatatan, tidak bertujuan untuk membentuk sebuah rumah tangga.

Jadi menurut hukum positif yang mengatur tentang perkawinan, pernikahan tahlil bertentangan dengan aturan perkawinan baik mengenai prinsip-prinsip maupun mengenai tujuannya karena perkawinan tersebut mencederai

9 Asrorun Ni’am Sholeh,

fatwa-fatwa masalah pernikahan dan keluarga, (Jakarta: Garaha Pramuda, 2008), hal. 37


(56)

pasal 2 KHI dan undang-undang no 1 tahun 1974 yang menjelaskan suatu tujuan perkawinan.

D. Respon Masyarakat Terhadap Praktek Nikah Tahlil

1. Tokoh Agama

Memang dalam ajaran Islam pernikahan Tahlil ini dilarang, namun nikah tahlil yang diharamkan adalah jika disyaratkan dalam akadnya seperti menikah dengan batasan waktu atau dalam akadnya disebutkan syarat seperti setelah dukhul maka jatuhlah talak dan tidak ada lagi pernikahan diantara kalian.

Menurut para Ulama di desa ini, alasan lain yang menguatkan adalah dikhawatirkan akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, seperti suami istri yang telah talak tiga dan ingin rujuk kembali, tetapi istrinya belum di mahallil kemudian mereka pergi ketempat lain dan rujuk di sana tanpa istrinya menikah dengan orang lain, dan itu hukumnya adalah haram.

Hal ini berdasarkan kaidah Ushul Fikih yang menerangkan tentang Syaddu Al-zariah, di mana Syaddu Al-Zariah itu adalah suatu masalah yang tampaknya mubah, tetapi kemungkinan bisa menyampaikan kepada pekara yang telarang. Sesuatu yang menyebabkan jatuh atau terbawa kepada perbuatan yang terlarang maka hukumnya adalah haram.10

10

Wawancara dengan salah satu ulama di dusun Suka Jaya. Pada tanggal 14 januari 2014 di kediamannya.


(57)

2. Tokoh Adat

Menurut ketua lembaga adat desa Suka Jaya, hukum nikah Tahlil juga diperbolehkan karena jika tidak dilaksanakan akan disumpah biso kawi yang

dijelaskan dalam seluko adat yaitu “ibarat kayu di tengah tebat ke ateh dak bapucuk kebawah dak baurat di tengah-tengah digakuk kumbang” yang artinya seperti

kerakap tubuh di batu hidup segan mati pun tak mau.

Jadi kalau orang yang telah ditalak tiga oleh suaminya kemudian belum dibersihkan maka akan ada kesenjangan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan masyarakat tidak mau bergaul dengan orang tersebut.

Oleh sebab itu setiap orang yang ditalak tiga maka setelah habis masa iddahnya secepat mungkin harus segera ditahlilkan. karena orang yang talak tiga kemudian ingin kembali rujuk untuk melanjutkan rumah tangganya, jika tidak disegerakan maka ara anggota lembaga adat juga dikenakan sumpah biso kawi. Ini merupakan peraturan adat yang sudah dilaksanakan sejak dahulu.11

E. Analisis Hasil Wawancara

Setelah melakukan wawancara secara mendalam terhadap tokoh masyarakat, ketua lembaga adat, pelaku nikah tahlil atau muhalil dan para Ulama yang berada didesa ini maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

Bahwa praktek nikah tahlil yang dilakukan di desa Suka Jaya ini hukumnya adalah boleh, karena melakukan sesuatu untuk niat kebaikan terhadap orang lain.

11

Wawancara dengan tokoh adat.desa Suka Jaya Pada tanggal 5 februari 2014 di kediamannya.


(58)

Kemudian praktek nikah tahlil ini juga tidak fasid atau batal pernikahannya, walaupun pernikahan ini diniatkan untuk menghalalkan perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya untuk kembali rujuk dengan suaminya tersebut, karena yang membatalkan suatu pernikahan bukanlah hal-hal yang diniatkan, tetapi sesuatu yang disyaratkan tidak penuhi maka batal suatu akad pernikahan.

Hal ini sesuai dengan pendapat imam As-SyafiI sebagimana yang dikutip oleh Amir Syarifuddin Dalam bukunya yang berjudul Hukum Perkwinan Islam di Indonesia, bahwa jika didalam akad tidak tidak syarat untuk menceraikan perempuan tersebut setelah dukhul atau selainnya tetapi hanya diniatkan saja, maka hukum pernikahan tahlil tersebut adalah sah karena dalam akad perkawinan itu tidak terdapat adanya persyaratan.12

Akan tetapi sebuah akad perkawinan hanya batal dengan apa yang disyaratkan bukan dengan apa yang diniatkan.13dengan demikian pernikahan tahlil yang dilakukan di desa Suka Jaya, hukumnya sah karena dalam prakteknya akad yang dilangsung tidak ada syarat apapun.14

Pernikahan tahlil ini tidak jauh berbeda dengan pernikahan biasa baik dari segi rukunnya maupun syaratnya, hanya saja yang ada perbedaan adalah pada syarat calon mempelai perempuan yaitu harus sudah di jatuhi talak tiga oleh suaminya.

12

Amir Syarifuddin, hukum perkawinan Islam di Indonesia (jakarta: kencana, 2007) hal. 106 13

Amir Syarifuddin, hukum perkawinan Islam di Indonesia (jakarta: kencana, 2007) hal. 107 14

Wawancara dengan salah satu ulama di dusun Suka Jaya. Pada tanggal 14 januari 2014 di kediamannya.


(59)

Jika dilihat dari segi akadnya, akad yang dilakukan seperti pernikahan biasa tanpa ada disyaratkan untuk menceraikannya setelah dukhul. Jika ada pensyaratan seperti akan cerai setelah mereka melakukan hubungan badan maka hukumnya adalah haram. Hal ini berdasarkan beberapa pendapat ulama di antaranya:

1. Imam Syafi’I

Beliau mengatakan muhallil yang merusak hukum sahnya pernikahan adalah mereka yang menikahi perempuan dengan mensyaratkan tahlil, kemudian menceraikannya. Tetapi jika orang yang melakukan nikah tidak mensyaratkan atau menyebutkannya di dalam akad nikah, maka akad nikah yang dilakukan adalah sah.15

2. Imam Abu Yusuf

Menurut beliau, nikah tahlil ini hukumnya tidak sah karena hanya bertujuan untuk menghalalkan nikah lagi atau rujuk dengan suami sebelumnya.

3. Imam Abu Hanifah

Jika laki-laki itu mensyaratkan tahlil ketika melakukan akad dengan menyebutkan tujuan pernikahannya untuk menghalalkan perempuan tersebut agar dia bisa menikah lagi dengan suami sebelumnya, maka perempuan yang dinikahinya boleh menikah kembali dengan suami sebelumnya tapi dibenci sebab nikah tidak dapat dibatalkan dengan syarat yang batil. Dengan demikian, perempuan yang ditahlil itu diperbolehkan menikah kembali

15

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah yang diterjemahkan oleh Abdurrahim dan Masrukhin. (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011). hal. 261


(1)

Wawancara Dengan Responden Pertama Perntanyaan:

Apa pendidikan terakhir anda Jawaban:

Tamat SD Pertanyaan: Berapa umur anda Jawaban:

41 tahun

Tidak tamat sekolah dasar Pertanyaan:

Apa pekerjaan anda Jawaban:

Jadi buruh tani karet Pertanyaan:

Berapa rata-rata penghasilan anda perbulan Jawaban:

Hanya bekisar 800 ribu perbulan Pertanyaan:

Apa motivasi anda mau menjadi seorang muhallil Jawaban:

Sebenarnya motivasi saya mau menjadi seorang muhallil adalah ya untuk mendapatkan sejumlah uang, biar bisa untuk membantu perekonomian. Maklum sekrang karet lagi turun harganya Cuma 7000 per kilo,

Pertanyaan:


(2)

Jawaban

ya dari pihak perempuan yang ditahlilkan pertanyaan:

sudah berpa kali anda menjadi muhallil dan berapa uang yang anda peroleh dari setiap anda menikah

jawaban:

lebih dari tujuh kali, uang yang saya peroleh dari setiap pernikahan tersebut berkisar tiga ratus ribu

pertanyaan:

dari daerah mana saja wanita yang akan ditahlil tersebut jawaban:

wanita yang datang dari beberapa daerah, ada yang dari kecamatan bungo dani yang jelas masih dalam daerah kabupaten bungo


(3)

Wawancara Dengan Responden kedua Perntanyaan:

Apa pendidikan terakhir anda Jawaban:

Tidak tamat sekolah dasar Pertanyaan:

Berapa umur anda Jawaban:

45 tahun

Apa pekerjaan anda Jawaban:

Ngambil pasir di sungai Pertanyaan:

Berapa rata-rata penghasilan anda perbulan Jawaban:

Hanya bekisar 1.000.000 perbulan Pertanyaaan:

Apa motivasi anda mau menjadi seorang muhallil Jawaban:

Sebenarnya motivasi saya mau menjadi seorang muhallil adalah ya untuk mendapatkan sejumlah uang, biar bisa untuk membantu perekonomian.

Pertanyaan:

Siapa yang memberi uang tersebut Jawaban


(4)

pertanyaan:

sudah berpa kali anda menjadi muhallil dan berapa uang yang anda peroleh dari setiap anda menikah

jawaban:

udah tiga kali, uang yang saya peroleh dari setiap pernikahan tersebut berkisar tiga ratus ribu

pertanyaan:

dari daerah mana saja wanita yang akan ditahlil tersebut jawaban:

wanita yang datang dari beberapa daerah, ada yang dari kecamatan sebelah yang jelas masih dalam daerah kabupaten bungo.


(5)

Wawancara Dengan Responden ketiga Perntanyaan:

Apa pendidikan terakhir anda Jawaban:

Hanya tamat SD Pertanyaan:

Apa pekerjaan anda Jawaban:

Jadi buruh tani karet Pertanyaan:

Berapa rata-rata penghasilan anda perbulan Jawaban:

Hanya bekisar 1.200.000 ribu perbulan Pertanyaan:

Apa motivasi anda mau menjadi seorang muhallil Jawaban:

Sebenarnya motivasi saya mau menjadi seorang muhallil adalah hanya ingin membantu orang yang telah bercerai sampai tiga kali agar mereka kembali melanjutkan rumah tangga mereka kan kasian anak-anak mereka.

Pertanyaan:

Tapi apakah anda juga memperoleh uang dari pernikahan tersebut Jawaban:

Ya kalau dikasih uang ya diterima tapi bukan sebagai upah menjadi muhallil Pertanyaan:

Siapa yang memberi uang tersebut Jawaban


(6)

ya dari pihak perempuan yang ditahlilkan pertanyaan:

sudah berpa kali anda menjadi muhallil dan berapa uang yang anda peroleh dari setiap anda menikah

jawaban:

sudah dua kali, uang yang saya peroleh dari setiap pernikahan tersebut berkisar dua ratus ribu pertanyaan:

dari daerah mana saja wanita yang akan ditahlil tersebut jawaban:

wanita yang datang dari beberapa daerah, ada yang dari kecamatan bungo dani yang jelas masih dalam daerah kabupaten bungo