Perjanjian Internasional i. Instrumen Hukum yang Mengatur Standar Minimum Internasional

B. Instrumen Hukum yang Mengatur Standar Minimum Internasional

Sebagaimana disebutkan dalam Bab sebelumnya, prinsip FET yang ditemukan dalam sejumlah perjanjian internasional—dengan pengecualian tertentu seperti NAFTA, US FTA, dan Commentaries terhadap OECD Draft Convention— sebagian besar dirumuskan tanpa adanya rujukan terhadap hukum internasional. Akan tetapi, terdapat beberapa perjanjian internasional yang 201 merujuk kepada ketentuan standar minimum internasional dalam menafsirkan klausa FET. Berikut ini akan dijabarkan beberapa instrumen hukum internasional yang mengatur standar minimum internasional, serta dalam BITs yang dibuat oleh Perancis, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat, serta dalam model BITs Amerika Serikat dan Kanada yang baru.

1. Perjanjian Internasional i.

OECD Draft Convention on the Protection of Foreign Property Tahun 1967 Salah satu upaya awal dalam menggagas adanya hubungan antara prinsip FET dengan standar minimum internasional dalam hukum kebiasaan internasional adalah OECD Draft Convention on the Protection of Foreign Property tahun 1967. Konsep FET muncul dalam perumusan Pasal 1 Ayat a dari draft convention tersebut. Adapun isi dari Pasal 1 Ayat a ini adalah sebagai berikut: Sacerdoti, op. cit., hlm. 347. 201 70 Article 1 TREATMENT OF FOREIGN PROPERTY a Each Party shall at all times ensure fair and equitable treatment to the property of the nationals of the other Parties. It shall accord within its territory the most constant protection and security to such property and shall not in any way impair the management, maintenance, use, enjoyment or disposal thereof by unreasonable or discriminatory measures. The fact that certain nationals of any State are acorded treatment more favourable than that provided for in this Convention shall not be regarded as discriminatory against nationals of a Party by reason only of the fact that such treatment is not accorded to the latter. Dalam bagian Notes and Comments terhadap Pasal 1, Komite yang bertanggungjawab dalam perumusan konvensi tersebut mengindikasikan bahwa konsep fair and equitable treatment lahir dari “prinsip hukum umum dalam hukum internasional bahwa negara terikat untuk menghormati dan melindungi aset yang dimiliki oleh warga negara negara lain.” Komite kemudian menambahkan bahwa: “The phrase ‘fair and equitable treatment’, customary in relevant bilateral agreements, indicates the standard set by international law for the treatment due by each State with regard to the property of foreign nationals. The standard requires that — subject to essential security interests — protection afforded under the Convention shall be that generally accorded by the Party concerned to its own nationals, but being set by international law, the standard may be more exacting where rules of national law or national administrative practices fall short of the requirements of international law. The standard required conforms in effect to the ‘minimum standard’ which forms part of customary international law.” 202 OECD, Draft Convention on the Protction of Foreign Property, op. cit., hlm. 202 13-15. 71 Menurut OECD, prinsip FET dalam perjanjian investasi bilateral merujuk kepada standar yang diwajibkan oleh hukum internasional dalam kaitannya dengan perlakuan negara terhadap aset yang dimiliki warga negara asing. Standar perlindungan yang diberikan oleh Konvensi ini haruslah sebagaimana standar yang diberlakukan host state terhadap warga negara nya sendiri. Namun, karena sifatnya yang diatur oleh hukum internasional, standar tersebut bisa saja dalam bentuk lebih kompleks dan spesifik, yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh pengaturan hukum nasional. Oleh karena itu, standar yang berlaku haruslah sesuai dengan standar minimum yang menjadi bagian dari hukum kebiasaan internasional. Draft Convention ini merupakan versi yang paling banyak digunakan oleh negara-negara anggota OECD sebagai dasar perumusan dan negosiasi perjanjian investasi internasionalnya. Dalam praktik arbitrase, pemahaman akan standar minimum internasional versi OECD ini dapat ditemukan dalam kasus Agricultural Products Ltd AAPL v. Sri Lanka. Arbiter Asante, dalam dissenting opinion terhadap kasus tersebut, 203 menyatakan persetujuannya dengan commentary OECD Draft Convention dan menyatakan bahwa prinsip FET menuntut pelaksanaan due diligence sebagaimana diatur oleh hukum kebiasaan internasional. Mahkamah dalam kasus Alex Genin 204 and others v. Estonia menyetujui bahwa FET membutuhkan suatu standar Asian Agricultural Products Ltd AAPL v. Sri Lanka, ICSID Case No. ARB 203 873, Award, 21 Juni 1990, para. 634-639. Ibid.; dalam poin ini, Asante setuju dengan pendapat mayoritas majelis, 204 namun dengan alasan yang berbeda. 72 minimum internasional yang terpisah dari hukum nasional suatu negara, tetapi memang merupakan suatu standar yang ‘minimum’. 205 Meskipun tidak secara jelas menyamakan FET dengan standar minimum internasional, kedua kasus di atas menunjukkan adanya kecenderungan untuk membentuk hubungan antara standar minimum dengan perlakuan FET, terutama karena teks perjanjiannya dengan tegas merujuk kepada hukum internasional. 206 Dalam konteks ini, adanya rujukan terhadap prinsip hukum internasional —yaitu norma standar minimum internasional— dalam perjanjian investasi membuat prinsip tersebut dapat diterapkan secara yudisial dalam mekanisme penyelesaian segketa investasi antara investor dengan negara. 207 ii. North Atlantic Free Trade Agreement NAFTA Tahun 2001 Pasal 1105 Ayat 1 dari NAFTA secara tegas menyatakan FET sebagai bagian dalam kewajiban hukum internasional. Pasal 1105 Ayat 1 berbunyi sebagai berikut: “Each Party shall accord to investments of investors of another Party treatment in accordance with international law, including fair and equitable treatment and full protection and security.” Alex Genin v. Estonia, op. cit., para. 367. 205 Kedua kasus tersebut menyangkut BIT Amerika Serikat yang lama Article 206 II4 of the 1984 US-Zaire BIT dan Article II3a of the 1994 US-Estonia BIT keduanya mengandung rujukan kepada hukum internasional. K. J. Vandevelde, The Bilateral Investment Treaty Program of the United 207 States, Cornell Int’l Law Journal, 1988, hlm. 201; Sacerdoti, op. cit., hlm. 347. 73 Berdasarkan pengertian harfiahnya, Pasal 1105 1 mewajibkan negara anggota NAFTA untuk memberikan perlakuan kepada investor menurut hukum internasional, dan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang fair and equitable, sebagaimana halnya dengan kewajiban atas full protection and security, digunakan sebagai gambaran atas perlakuan yang harus diberikan tersebut. 208 Amerika Serikat mempertahankan bentuk perlakuan tersebut dalam perjanjian investasi internasional nya dengan menggunakan istilah FET yang merujuk kepada hukum kebiasaan internasional yang mewajibkan negara untuk melindungi properti asing. Namun, muncul beberapa gugatan terhadap isi Bab XI NAFTA ini, yang mengatakan bahwa kewajiban tersebut melebihi perlindungan minimum terhadap investasi asing berdasarkan hukum internasional. 209 Dalam rangka untuk mengklarifikasi penafsiran Pasal 1105 1, pada tanggal 31 Juli 2001, NAFTA Free Trade Commission FTC, sebuah badan yang terdiri dari perwakilan tiga negara anggota yaitu Kanada, Amerika Serikat dan Meksiko, menerbitkan sebuah interpretasi yang bersifat mengikat. Interpretasi tersebut berisi sebagai berikut: 210 Lihat US Counter Memorial dalam Loewen Group v. United States, ICSID 208 Case No. ARB983, Award, 30 Maret 2001, para. 171, dapat diakses di http: www.state.govdocumentsorganization7387.pdf Beberapa diantaranya adalah kasus Loewen v. United States, op. cit. dan ADF 209 Group Inc. v. United States, ICSID Case No. ARB001, Award, 9 Januari 2003, para. 179. Interpretasi tersebut dibuat sesuai dengan Pasal 2001 2 c NAFTA yang 210 memberikan FTC kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan yang muncul akiba perbedaan interpretasi atau penerapan perjanjian tersebut. Pasal 1131 2 menyatakan bahwa interpretasi yang diterbitkan oleh FTC mengenai ketentuan dalam perjanjian ini akan berlaku mengikat bagi mahkamah sebagaimana diatur dalam Bagian B Bab XI. 74 “Minimum Standard of Treatment in Accordance with International Law” 1. Article 1105 1 prescribes the customary international law minimum standard of treatment of aliens as the minimum standard of treatment to be afforded to investments of investors of another Party. 2. The concepts of “fair and equitable treatment” and “full protection and security” do not require treatment in addition to or beyond that which is required by the customary international law minimum standard of treatment of aliens. 3. A determination that there has been a breach of another provision of the NAFTA, or of a separate international agreement, does not establish that there has been a breach of Article 1105 1. Interpretasi oleh FTC tersebut menjelaskan bahwa kewajiban tersebut merupakan kewajiban berdasarkan hukum kebiasaan internasional mengenai standar perlakuan terhadap asing, dan bahwa konsep FET dan full protection and security tidak membutuhkan perlakuan yang melebihi ataupun di luar perlakuan yang telah ditetapkan oleh standar tersebut. Dalam pertimbangannya akan pengertian dan implikasi dari interpretasi FTC tersebut, Amerika Serikat menyatakan pandangannya dalam kasus ADF Group Inc. v. United States, bahwa hukum kebiasaan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1105 1 NAFTA tidak bersifat ‘beku’ dan bahwa standar minimum internasional akan selalu mengalami perubahan. Menurut Amerika Serikat, interpretasi FTC akan hukum kebiasaan internasional adalah hanya mengacu pada hukum pada saat ini. 211 Transkrip dalam Oral Hearing, Vol. II, 16 April 2002, para. 492-493. 211 75 Hubungan antara standar FET dengan standar minimum internasional kemudian dapat ditemukan pada saat berlakunya NAFTA, salah satunya Kanada dalam Pernyataan Pemberlakuan NAFTA: 212 “Article 1105, which provides for treatment in accordance with international law, is intended to assure a minimum standard of treatment of investments of NAFTA investors…this article provides for a minimum absolute standard of treatment, based on long-standing principles of customary international law.” Kanada sepakat dengan pandangan Amerika Serikat bahwa standar minimum internasional akan selalu berubah. Dalam konteks kasus ADF, Kanada berpendapat bahwa “hukum kebiasaan internasional mengenai standar perlakuan terhadap asing mengalami ‘pembekuan’ sejak keluarnya putusan kasus Neer. Jelas, apa yang mengejutkan di tahun 2002 mungkin berbeda dari apa yang dianggap mengejutkan pada tahun 1926. Kanada selalu berada dalam posisi yang menganggap bahwa hukum kebiasaan internasional dapat berkembang dari waktu ke waktu, tetapi batas untuk adanya pelanggaran terhadap standar minimum masih tinggi.” 213 Canadian Statement of Implementation for NAFTA, Canada Gazette, Part I, 1 212 Januari 1994, para. 149. Second Submission of Canada Pursuant to NAFTA Article 1128, 19 Juli 1992, 213 para. 33. 76 iii. WTO Working Group on the Relationship between Trade and Investment Tahun 2002 Dalam sebuah dokumen yang diterbitkan oleh WTO Secretariat for the Working Group on the Relationship between Trade and Investment, dinyatakan 214 bahwa prinsip FET berakar pada hukum kebiasaan internasional dan secara umum dianggap untuk mencakup prinsip non-diskriminasi dan prinsip hukum lainnya yang berhubungan dengan perlakuan terhadap investor asing, tetapi dalam artian yang lebih abstrak daripada standar MFN dan national treatment. Nota tersebut berisi sebagai berikut: “39. Fair and equitable treatment has its roots in customary international law. It is generally considered to cover the principle of non-discrimination, along with other legal principles related to the treatment of foreign investors, but in a more abstract sense than the standards of MFN and national treatment. In particular, it is an absolute standard, which may be measured in terms of the plain meaning of the term, but more usually has come to be regarded as a minimum international standard of treatment.” Dalam penjelasan yang lebih lanjut, Sekretariat WTO menyatakan bahwa posisi prinsip FET tidaklah lebih rendah daripada posisi prinsip MFN maupun National Treatment. Dalam beberapa situasi, investor asing lebih memilih prinsip FET dibandingkan prinsip national treatment karena perlindungannya mencakup perlindungan minimum yang berlaku menurut norma hukum internasional. Selain itu, standar FET juga mengandung azas hukum seperti azas pemberian WTO, Working Group on the Relationship between Trade and Investment, 214 Non-Discrimination, Most-Favoured-Nation Treatment and National Treatment, Note by the Secretariat, WTWGTIW118, 4 Juni 2008, para. 39. 77 kompensasi yang cepat dan efektif apabila terjadi ekspropriasi, sehingga dianggap lebih memberikan perlindungan kepada investor asing.

2. Praktik Negara

Dokumen yang terkait

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI MELALUI ARBITRASE DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

1 8 20

PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL E COMMERCE MELALUI ARBITRASE

5 39 113

PENERAPAN PRINSIP KONSENSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WTO.

0 0 9

TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA PULAU MIANGAS MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL.

0 1 8

Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Prinsip Fair And Equitable Treatment Dalam Penyelesaian Sengketa Investasi Melalui Arbitrase Internasional Yang Berasal Dari Bilateral Investment Treaties

1 1 16

Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Prinsip Fair And Equitable Treatment Dalam Penyelesaian Sengketa Investasi Melalui Arbitrase Internasional Yang Berasal Dari Bilateral Investment Treaties

0 0 2

Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Prinsip Fair And Equitable Treatment Dalam Penyelesaian Sengketa Investasi Melalui Arbitrase Internasional Yang Berasal Dari Bilateral Investment Treaties

0 0 23

Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Prinsip Fair And Equitable Treatment Dalam Penyelesaian Sengketa Investasi Melalui Arbitrase Internasional Yang Berasal Dari Bilateral Investment Treaties

2 7 41

Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Prinsip Fair And Equitable Treatment Dalam Penyelesaian Sengketa Investasi Melalui Arbitrase Internasional Yang Berasal Dari Bilateral Investment Treaties

0 0 17

RELASI KLAUSULA FAIR AND EQUITABLE TREATMENT DALAM BILATERAL INVESTMENT TREATY DENGAN KEDAULATAN NEGARA ATAS SUMBER DAYA ALAM Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 13